Chapter 1

61.9K 4.7K 337
                                    

Halo, ketemu lagi dengan aku di cerita yang baru wkwkwk.

Semoga kalian suka
\(-ㅂ-)/ ♥ ♥ ♥

*

"Eyang lagi ke rumahnya Ayas ya dek?"

"Hm."

"Berarti kamu sendirian?"

"Hm."

"Kamu kok baru bilang mas? tahu gitu mas temenin lo."

"...."

"Kan nggak baik anak gadis di rumah sendirian, eyang pulang kapan sih?"

"...."

"Deeeeeeekkkkk, ajak mas ngobrol dong ... bosen nih."

Lalak menghembuskan napasnya, matanya berputar menandakan ia juga lelah. Diliriknya pria yang sedang tidur-tiduran di sofa dengan posisi terbalik. Kedua kakinya diletakkan di sandaran sofa sedangkan kepala serta kedua tangannya bergelantungan di ujung sofa menandakan pria itu benar-benar sedang merasa bosan.

"Mas, coba lihat. aku sedang ngerjain paper dan lusa harus dikumpulin. Mana aku belum ketemu kasus seperti ini lagi sebelumnya."

"Kamu sih ambil jurusan hukum, ribet. Kalau mau tuh ambil jurusan ibu rumah tangga. Mas yang bakal jadi dosennya. Bagimana? Mau?"

Gadis itu bergedik dan kembali melanjutkan tugasnya. Budi yang merasa dicuekin hanya bisa menghembuskan napas lagi dan lagi. Tak ada yang bisa ia lakukan di hari minggu siang seperti ini kecuali melihat Lalak yang sedang serius mengetik sesuatu di laptopnya.

Tak pernah seumur hidupnya merasa cemburu seperti ini dengan sebuah benda elektronik yang tak bernyawa. Ia begitu iri dengan barang rongsokan itu. Bayangkan saja, barang itu jauh lebih sering mendapatkan perhatian dari Lalak dibandingkan dirinya.

Budi mendengkus, memang siapa dirinya sampai merasa harus diperhatikan oleh Lalak?

"Dek?"

Tak ada jawaban dari Lalak membuat Budi semakin mendekat. Ia meletakan dagunya di pundak gadis itu. Tak ada penolakan membuat Budi tersenyum lebar.

"Dek?"

"Apa mas?" jawab Lalak dengan nada sedikit kesal.

"Sebenarnya kita itu pacaran nggak sih?"

Pertanyaan tersebut berhasil membuat fokus Lalak teralihkan.

"Maksudnya?"

Merasa mendapatkan perhatian Lalak sepenuhnya, Budi kini duduk dengan sikap tegap sempurna dan memegangi kedua bahu Lalak agar hanya terfokus padanya.

"Jadi kan kemarin waktu di pernikahan Ayas, mas kan sudah mengutarakan perasaan mas sama kamu tapi kamu nggak jawab, kamu malah cium mas tuh. Nah itu artinya kamu nerima atau cuma mau main-main?"

Wajah Lalak berubah merah seketika, ia mencoba mengalihkan pandangannya tapi Budi dengan sigap menangkup kedua pipi Lalak membuat gadis itu mau tak mau harus menjawab pertanyaan Budi.

"Jadi?"

"Ka-kapan? A-Aku nggak ingat tuh."

"Yang itu loh dek..."

"Yang itu apa mas?"

"Yang di ruang staff, kan waktu itu kamu cium mas duluan tuh, nah itu tandanya kamu nerima atau nggak?"

"Oh ... yang itu...."

"Iya, yang itu."

Lalak dengan santainya hanya mengangkat kedua bahunya dan melepaskan telapak tangan milik Budi dari kedua pipinya.

Siap 86! (Complete)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora