7

764 123 48
                                    

Di sebuah studio yang dijadikan sebagai hunian seorang namja menuju pintu dengan langkah terseret. Ia tak mengangkat sebelah kakinya yang terkilir, mengandalkan kaki kirinya ntuk melangkah dan meyeret kaki kanannya. Ia memasukkan kunci ke lubang kunci,memutar dan setelah terbuka ia mendorong pintu itu dan langsung menutupnya dengan rapat.

Ia mengambrukkan diri di atas tempat tidur tanpa melepas jaket kulit hitamnya.

Di ruangan itu, terdapat satu tempat tidur, satu meja berukuran lumayan panjang dengan lampu duduk yang mati di atasnya. Tepat di sebelah kiri lampu terdapat tiga kotak alumunium yang ditumpuk menjadi satu. Dindingnya di dominasi oleh wallpaper warna abu-abu gelap, dan lantainya dibiarkan seperti aslinya tanpa ada karpet atau permadani yang menutupi permukaan lantai kayu. Selain ranjang, meja dan lemari tak banyak barang lain di dalam ruangan itu. Seperti namja itu tak benar-benar menggunakan tempat itu sebagai hunian.

Yang menarik dari ruangan itu, terdapat sketsa di salah satu dinding. Ada yang dibuat dengan tangan dan ada yang dibuat menggunakan komputer. Gambaran menyerupai blue print bangunan itu merupakan hasil karya si namja dan yang paling menarik dari itu adalah sebuah tulisan dengan cetak besar di bawah salah satu sketsa.

"DESTROY THE HELL"

Dengan jantung berdegup kencang namja itu menahan nafas,kemudian merasa kepalanya pusing dan memaksakan diri untuk bernafas perlahan dan teratur. Ia berguling menyamping, tubuhnya mengejang menonjolkan otot-otot yang mengeras di balik jaketnya. Ia mengingat namja yang sempat menghadangnya di bangunan pagi tadi, ia tak akan bisa melupakan tatapan yakin namja itu dan suaranya. Ia yakin baru kali ini ia bertemu dengan orang yang bisa berdiri dan melawan setelah terkena tubrukan badannya.

"Siapa namja itu? Namja yang menyerang menggunakan pistol itu pastilah temannya. Mereka satu komplotan. Apa dia juga yang melumpuhkan semua orang di lantai bawah?" Pikirnya.

Suara dering ponsel, membuyarkan lamunannya dan ia menyadari dirinya mencnegkram ponsel lebih erat dari pada iasanya, seolah ingin meremukan benda itu.

"Saya belum bisa menangkap penyusup kecil kita dan memecahkan kode sandi yang disimpan oleh agen KIjong."

Ia menjaga suaranya tetap rendah dan tenang di bawah tekanan dan ancaman dari si penelfon.

"Ada pihak lain yang menginginkan data ini. Tapi saya mengira mereka bukanlah anggota kepolisian dan mereka bergerak dalam tim. Saya akan mencoba menemukan orang yang bisa memecahkan sandi ini dan membereskan mereka. Tapi saya akan membutuhkan bantuan dan waktu."

"Satu penyusup. Satu namja penganggu. Dan sekarang kau bilang mereka adalah satu tim. Aku tak berharap mendengar alasan lain. Kau akan menyingkirkan namja yang menghalangimu dan membawa penyusup kita padaku, aku yang akan mengurusnya. Atur apa saja yang kau perlukan tapi kau harus mengingat konsekuensi yang akan kau tanggung jika kau sampai gagal."

Ia menutup telephone, kemudian menatap blue print yang menghiasi dinding di sisi dekat meja.

Siapa namja itu? Namja itu jugakah yang menghabisi dua anak buahnya di bangkai kereta api?

Ia bersumpah akan memusnahkan namja itu, membongkar kedoknya dan menyaksikannya meregang nyawa di bawah kakinya. Kematian yang mengenaskan, ia pastikan hal itu akan terjadi.

"Aku pasti menyingkirkannya dan membawamu turun dari singgahsanamu Han Sang Jin." Gumamnya dengan tekat bulat.

___ *****___

WUUUSHH

PLOK PLOK PLOK

Han Sang Jin bertepuk tangan dengan keras, tersenyum lebar pada seorang namja seusianya yang baru saja memukul bola golf dan berhasil mendekati lubang dalam sekali pukulan.

A MAN BEHIND THE MIRROR Where stories live. Discover now