War Begins

374K 18.5K 993
                                    

Haloo semua readers setiaku... maafkan nuna uda hampir sebulan ga update, maafkan nuna sekali lagi. Di kelas XII bukan hanya pikiran aja yang dikuras, tapi waktu, mental, dan mood juga di kuras. Doakan nuna lulus dari semua Ujian sekolah yah! Bismillah!

Jangan lupa Vote & Comment!
Sorry for typo!

--

"Araxi! Kenapa ka-" Ken melangkah cepat mendekati Araxi yang terlungkup di lantai lalu merengkuh tubuh mungil Araxi. Tak lupa juga dengan pistolnya yang sudah ada di genggamannya.

Ketiga wanita itu ternganga seketika.
Bahkan Araxi yang ada di pelukannya menegang karena pistol itu berada tepat di depan wajahnya.

"Santai-lah Ken, Araxi hanya terjatuh saat ti-dur. Mung-kin dia sangat lelah." Jelas Dinda tergagap. Sean dan Deon yang baru saja memasuki kamar inap pun ikut ternganga kaget.

"Ehem, Ken." Ucap Deon menyadarkan sepupu gila mereka. Dengan perlahan Ken memasukkan pistol itu kedalam jasnya. Dengan salah tingkah Ken juga melepaskan Araxi dari pelukkannya.

Dan suasana kembali hening. Ketiga wanita itu menatap Ken intens seolah berkata 'apa sebenarnya pekerjaanmu?'.

"Hmm, baiklah kami ingin mengatakan sesuatu." Ucap Deon memecahkan keheningan.

"Untuk saat ini kalian tidak bisa pergi kemana-mana jika kami tidak ada di samping kalian." Jelasnya lagi serius, tak ada raut candaan disana.

"Apa!" Pekik Tayana. Hari ini ia baru bebas dan sekarang akan di kurung lagi!

"Aku tidak mau! Kalian tidak berhak mengatur kami! Pacar bukan, suami buk-" ucapan Tayana terhenti saat pandangannya tertuju pada Sean yang sudah membuka kancing atasnya lalu menyeringai menggoda.

"Jadi kau sudah tidak sabar hmm, baiklah kita akan mempercepat pernikahan kita baby." Sean mengedipkan matanya nakal, membuat semua orang diruangan itu ternganga kaget.

"Aku tidak mau menikah denganmu! Cari saja wanita lain yang bisa kau kurung setiap saat!" Pekik Tayana menghentak-hentakkan kakinya kesal.

"Ini untuk keselamatan kalian Tayana, jangan membantah lagi." Ujar Ken datar, Tayana menatap Ken tajam lalu membuang nafas kasar. Dia menyerah.

Dia tahu kalau membantah Sean tidak akan membuahkan hasil sama sekali.

"Keselamatan? Siapa yang ingin mencelakai kami?" Ucap Araxi takut-takut.

"Tidak ada yang bisa mencelakai kalian. Kami hanya mempermudah situasi." Timpal Sean sambil merangkul pinggang Tayana.

-

"Dasar bodoh! Aku sudah membayar kalian dengan mahal! Untuk menculik dua jalang itu saja tidak becus." Ke-lima lelaki itu tertunduk. June sudah sangat marah, ini sudah hari ke-empat dia menjalankan aksinya tapi sama sekali tak membuahkan hasil.

"Pergilah!" Usirnya, ke-lima lelaki itu pun melenggang pergi.

"Nyonya, ada telpon untuk anda." Ujar Freddie. June menatap id callnya dan dengan enggan wanita itu menerima telpon itu.

"Ada apa."
"Kau yakin? Jika yang kau katakan hanyalah omong kosong leb-"
"Baiklah, berapa harga yang harus aku bayar?"
"Kalian mencoba memerasku?"
"Baiklah, yang penting aku ingin dua jalang itu ada digenggamanku." Lalu seseorang disana langsung memutuskan hubungan telponnya.

June tertawa penuh kemenangan, dengan cara ini dia yakin dua wanita itu pasti ada di genggamannya.

"Persiapkan semuanya."

-

"Sean ini sudah tiga hari, aku sangat bosan!" Protes Tayana dengan nada manja, mungkin kalau ia begini Sean akan luluh.

My One Night Stand is My CEO | #1 WILLIAM'S BOOKS SERIES |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang