Hurt

506K 22.1K 827
                                    

Tayana menggeliat pelan, merenggangkan setiap otot-ototnya yang kaku. Ia membuka matanya perlahan, menatap sekelilingnya bingung.

Gelap

Matanya membelak sempurna saat menatap jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dengan sigap ia turun dari ranjang lalu melangkah menuju ruang kerja Sean.

"Sean! Kau dimana?" Pekiknya. Hening, tak ada balasan, tubuh Tayana menegang seketika, air matanya terjatuh. Ia sangat takut jika berada di kegelapan sendirian. Dengan tubuh bergetar Tayana keluar dari ruangan Sean.

Deg

Tubuhnya semakin bergetar saat menatap lobby gelap itu, air matanya semakin membanjiri pipi mulusnya. Dengan seribu langkah dia menuju lift dan keluar dari gedung pencakar langit itu. Kakinya berlari tak tentu arah, rasa perih di telapak kaki karena tak memakai alas kaki pun ia abaikan.

'Bruk'

"Ma-maaf, aku ti-" Isaknya saat menabrak tubuh seseorang.

"Kau baik-baik saja?" Tanya lelaki itu. Tayana mengangkat kepalanya, menatap pria itu lirih.

"A-ku, baik." gumamnya pelan, pria itu menatapnya dengan tatapan yang tak bisa di artikan. Tayana menarik tangannya dari genggaman pria itu, tetapi ia gagal.

"Bisakah kau melepaskan tanganku?" desisnya menarik tangannya, tapi kekuatan pria itu lebih kuat seperti Sean. Sean? Raut wajah Tayana berubah seketika saat nama itu muncul, pria yang meninggalkannya begitu saja.

"Aku akan mengantarmu." Ucap pria itu lalu menarik Tayana menuju ferrari merah di pinggir jalan. Tayana memberontak, ia takut. Pria itu seperti Sean. Pemaksa.

"Lepaskan! Aku tidak mengenalmu! Ahkk! Pria gila!" Pekiknya saat pria itu memaksanya masuk ke mobil mewah itu. Tayana menatap lelaki itu tajam. Ia mencoba membuka pintu mobil itu, tapi pria gila itu sudah menguncinya dari awal.

'Kenapa aku selalu bertemu lelaki tampan yang tidak waras dan pemaksa!' Batinnya.

"Dimana tempat tinggalmu?"

Tayana membuang nafas kasar. Lalu ia berpikir, telpon dan dompetnya ketinggalan di kantor Sean.

'Ah! Dinda!'

Tayana menghapus sisa air matanya lalu menatap pria itu. Pria itu menatapnya intens. Tampan, satu kata yang mewakili lelaki itu. Tetapi jelas wajah Sean jauh lebih tampan baginya.

"Hmm, bolehkah aku meminjam ponselmu?" Tanyanya ragu, pria itu menaikkan sebelah alisnya lalu merogoh kantong jasnya dan memberikannya kepada Tayana.

"Te-terima kasih." Ucap Tayana senang saat pria itu memberikan telponya. Lelaki itu hanya tersenyum simpul.

"Dinda!"

"Kau ada dimana sekarang?"

"Kenapa harus disana? Hiks, aku takut." Isaknya. Ia kembali teringat saat Sean meninggalkannya sendirian di ruangan gelap itu. Ia yakin lelaki itu pasti telah mencampakkannya karena bosan.

"Baiklah, tapi jangan beritahu Sean kalau aku disana."

Pria itu menoleh saat Tayana menyebutkan nama Sean. Tayana memberikan telpon pria itu, lalu memberitahukan alamat yang akan mereka tuju.

"Aku Ken, dan siapa namamu?" Tanyanya memandang Tayana penuh arti.

"A-ku, Ta-yana, Tayana Corine." Jawabnya gugup, pasalnya Ken menatapnya sangat intens. Tayana hanya menggerakkan badannya risih.

Mobil Ken berhenti di depan mansion mewah itu. Ken mengerutkan keningnya, sedangkan Tayana hanya memandang kesal rumah itu.

"Terima kasih telah mengantarku. Kalau saja kau tak membantuku pasti aku akan tidur di jalanan." Ucapnya dengan senyuman manisnya. Tetapi pria itu masih setia menatap mansion itu.

My One Night Stand is My CEO | #1 WILLIAM'S BOOKS SERIES |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang