Ch. 3

21 0 0
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

"Ma, Aurel nggak pengen sekolah." kata Aurel suatu siang setelah mereka kembali ke rumah.

Bu Rosalina memandang Aurel dengan kening mengernyit. "Tapi kamu sudah kelas akhir, Aurel."

"Bagaimana kalau Aurel homeschooling aja?"

Mamanya menatap Aurel dengan tatapan yang berusaha menembus isi pikiran Aurel. Ditatap seperti itu, Aurel hanya menunduk. Ia tak ingin Mamanya tahu kalau ia ketakutan sekolah lagi—bertemu teman, saingan, atau apapun itu. Bagaimanapun Mamanya tidak tahu bagaimana dulu ia dibully di sekolah lamanya karena kasus korupsi Papanya.

"Kamu pikir Mama tidak bisa membiayai kamu?"

"Bukan—"

"Hanya uang Papamu yang disita, Rel. Kamu tahu Mama punya usaha sendiri. Uang Mama lebih dari cukup untuk membiayai kamu sampai kamu menikah dengan kehidupan yang sama seperti dulu. Kamu mengerti?"

"Bukan masalah uang, Ma..."

"Lalu apa? Karena penyakit kamu? Kamu putus asa karena penyakit kamu?"

"..."

Bagaimanapun dirinya memang akan mati, batin Aurel.

"Ke ujung dunia atau kemanapun Rel, Mama akan mendapatkan donor hati yang tepat buat kamu. Dokter Tomy juga sudah berjanji. Kamu tidak boleh putus asa. Kamu akan sembuh."

"..."

"Kamu ingin sembuh kan, Rel?" tanya Mamanya penuh harap.

Aurel hanya diam.

Mama memeluk tubuhnya erat dengan berurai air mata. "Kamu harus sembuh, Sayang. Kamu harus sembuh. Bagaimana Mama bisa hidup tanpa kamu di sisi Mama? Hanya kamu satu-satunya yang Mama punyai, barang berharga Mama. Mama tidak bisa hidup tanpa kamu."

Aurel balas memeluk Mama.

"Ini semua salah Mama, Rel—"

"Tidak—"

"—kalau Mama berani bercerai dengan Papa kamu ketika melihat kamu dipukul sejak umur 6 tahun, kamu pasti tidak akan mengalami ini. Mamamu ini penakut dan pengecut. Setelah semua terjadi, Mama menyesal. Mama teramat menyesal."

"Bukan salah Mama—" Aurel menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ini salah Mama. Maafkan Mama, Rel. Maafkan Mama. Kamu harus menerima semua dampak kepengecutan Mama. Kamu harus hidup menderita sejak dulu. Kamu harus belajar mati-matian, siang malam, agar menuruti keinginan Papa kamu. Kamu harus berlatih piano yang kamu sangat benci. Kamu tidak bisa bermain bersama teman-teman kamu. Kamu tidak bisa—"

A Little Time Where stories live. Discover now