48 : Worried

2.9K 461 36
                                    


Hara berdecak saat panggilannya lagi–lagi tidak diangkat oleh Lucas. Wanita itu berjalan mondar–mandir dengan lengan yang sibuk mengirimi puluhan pesan pada Lucas yang sama sekali belum ada kabar. Satu jam yang lalu, Hara mendapat kabar dari Jooheon bahwa Lucas terlibat perkelahian dengan seorang karyawan. Hara tidak sempat bertanya alasan dibalik perkelahian itu karena terlalu panik dan langsung mencoba menghubungi Lucas, bahkan sampai saat ini. Namun, sayang sekali, panggilannya tak diangkat meskipun terhubung. Pesannya pun sama sekali belum dibaca. Hara tambah khawatir.

Hara sampai bingung. Sebenarnya masalah apa yang sampai membuat Lucas lepas kendali seperti itu? Sepengetauan wanita itu, Lucas adalah pribadi yang cukup masa bodoh terhadap opini orang lain kepadanya. Apapun itu yang membuat pria itu marah, bahkan sampai berkelahi, pasti sangat menyinggungnya.

"Angkat dong..." Hara benar–benar cemas sekaligus kesal karena Lucas tak mengangkat panggilannya, apalagi saat ini sudah hampir malam. Berdiam diri di rumah sambil terus menghubungi pria itu jelas tidak akan membuahkan hasil. Hara ingin pergi mencari Lucas, tapi ia tak tahu harus mencari pria itu kemana. Ingin menghubungi Johnny untuk meminta bantuan mencari keberadaan Lucas, Hara merasa tidak enak. Menghubungi Jooheon? Hara tak yakin Jooheon akan mencari Lucas mengingat hubungan antara kakak beradik itu yang tidak terlalu dekat. Hara jadi bingung.

"Kenapa?"

Mata Hara membulat saat tak disangka–sangka, panggilan kesekiannya diangkat oleh Lucas. Dari bagaimana nada pria itu bicara, jelas ia tidak sedang dalam keadaan yang baik. Hara menghela nafas dalam, berusaha untuk meredam kekesalannya karena Lucas membuatnya khawatir. Hara juga sadar, ia tak boleh egois dengan mengomeli Lucas karena tak mengangkat panggilannya dan tak membalas pesannya. Lucas mungkin perlu waktu untuk mendinginkan pikirannya.

"Kamu dimana?"

"Di luar, sebentar lagi pulang," jawab Lucas.

Hara terdiam beberapa saat sebelum kembali mengajukan pertanyaannya. "Kamu nggak apa–apa?" tanya wanita itu. "Tadi katanya berantem sama karyawan?"

Ada jeda selama beberapa detik sebelum helaan nafas Lucas terdengar. "Mhhm, nggak apa–apa."

"Pulang sekarang ya? Sini cerita di rumah."

"Nanti, sekarang masih emosi. Kalau udah nggak aku pulang. Kasih waktu."

Hara mendengus pelan. Hatinya masih tidak tenang. "Itu dimana?"

"Di luar. Nggak usah khawatir."

"Jangan mabuk–mabukan, nanti pagi–pagi bangun sama cewek lain."

Lucas terkekeh kecil. Hara sukses setidaknya beberapa detik mengalihkan pikiran pria itu. "Nggak. Mana berani."

"Ya udah kasih tau itu dimana biar aku nggak khawatir," ucap Hara, masih mencoba untuk bernegosiasi agar ia tahu dimana keberadaan Lucas.

"Nanti kalau dikasih tau nyusul ke sini. Udah, istirahat aja di rumah. Bentar lagi aku pulang, tungguin," balas Lucas, masih bersikeras tak ingin memberi tahu tempat keberadaannya.

"Lucas, please?"

Lucas menghela nafas. "Nggak usah nyusul ke sini. Diem aja di rumah."

"Iya, nggak. Tapi kasih tau."

"Di apartemen."

"Ah, okay. Nanti pulangnya hati–hati ya."

Hara akhirnya dapat bernafas dengan lega. Wanita itu mendudukkan dirinya di atas sofa, melepas semua rasa cemas yang beberapa saat lalu menggerogoti dirinya. Namun, tampaknya Hara berubah pikiran. Pemikiran yang terlalu berlebihan membuat wanita itu kembali merada cemas. Buru–buru Hara bamgkit dari duduknya, mengambil jaket tebal dari dalam kamarnya, dan pergi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 23, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

[4] Marriage | Wong LucasWhere stories live. Discover now