HAMA [COMPLETED]

By -Esqueen

23.2K 3.1K 455

Bagi Reva, Nathan adalah Hama. Bagi Reva, kakak angkatnya itu adalah makhluk paling meresahkan yang pernah ia... More

[]Prolog[]
[] Part 1 []
[]Part 2[]
[]Part 3[]
[]Part 4[]
[]Part 5[]
[]Part 6[]
[]Part 7[]
[]Part 8[]
[]Part 9[]
[]Part 10[]
[]Part 11[]
[]Part 12[]
[]Part 13[]
[]Part 14[]
[]Part 15[]
[]Part 17[]
[]Part 18[]
[]Part 19[]
[]Part 20[]
[]Part 21[]
[]Part 22[]
[]Part 23[]
[]Part 24[]
[]Part 25[]
[]Part 26[]
[]Part 27[]
[]Part 28[]
[]Part 29[]
[]Part 30[]
[]Part 31[]
[]Part 32[]
[]Part 33[]
[]Part 34[]
[]Part 35[]
[]Part 36[]
[]Part 37[]
[]Part 38[]
[]Part 39[]
[]Part 40[]
[]Part 41[]
[]Part 42[]
[]Part 43[]
[]Epilog[]

[]Part 16[]

437 62 6
By -Esqueen

Bagi seorang pemuda yang kini tengah meneguk segelas air mineral di depan dispenser, ini adalah hari minggu yang menyenangkan. Dirinya baru saja pulang sehabis melalukan olah raga ringan di sekitaran rumahnya.

Setelah menghabiskan dua gelas air putih, pemuda itu berjalan meninggalkan dapur. Melangkah pelan ke arah ruang keluarga, guna mengistirahatkan dirinya disana.

Nathan, pemuda itu memincingkan matanya saat melihat sosok adik menggemaskannya tengah memaikai sepatu dengan pakaian super rapi dan juga wangi.

Nathan berjalan mengendap-endap ke arah Reva, menyelinap ke belakang gadis itu dan saat sudah dekat ia menepuk kencang kedua bahu gadis itu.

"DOR!"

"ASTAGFIRULLAHHALAZIM!"

Tawa Nathan terdengar saat Reva berhasil mengeluarkan istigfar kagetnya. Reva melirik ke belakangnya, memberikan tatapan sinis pada Nathan yang masih saja mengeluarkan tawanya.

Beberapa saat seperti itu, hingga Nathan memilih meloncati kursi dan duduk di sebelah Reva. Nathan menunduk, mengambil satu sneakers putih Reva yang masih belum Reva pakai.

Nathan memutar-mutar sepatu itu, setelahnya dia memperhatikannya. Melihat-lihat seakan dia sedang meneliti sebuah benda langka yang tiba-tiba jatuh ke bumi. Tentu saja hal itu tak luput dari pandangan Reva yang menatapnya ganas. Siap untuk mererubut sepatu berharganya dari tangan Nathan.

Namun, sebelum itu terjadi, Nathan lebih dulu bergerak, pindah ke kursi lain yang berada di seberang Reva.

Nathan tersenyum culas saat matanya menemukan sebuah spidol merah yang tergeletak di sampingnya. Dengan cepat Nathan mengambil spodol itu, membukanya dan menggunakan spidol itu untuk melakukan aksi pamungkasnya terhadap sepatu tak berdosa milik Reva.

Wajah Reva memerah, bibirnya terkatup rapat dengan tatapan tajam yang menghujam Nathan. Hal itu membuat Nathan balas menatap Reva. Menjulurkan lidahnya seakan mengejek gadis itu.

Nathan mengangkat sepatu Reva, memperlihatkannya pada gadis itu. "Tanda tangan mahal gue udah  sepatu lo miliki. Berbahagialah adik manis," ujarnya seraya melempar pelan sepatu Reva ke arahnya.

Habis sudah! Habis sudah kesabaran suci milik Andara Reva. Reva bangkit kasar, tatapan tajamnya tetap ia arahkan ke arah Nathan yang malah mengukir senyum mengejek ke arahnya.

Reva siap, sangat siap untuk menganiaya Nathan. Dengan segenap jiwa bar-barnya, Reva melempar sepatunya yang bertanda tangan Nathan ke arah kepala pemuda itu. Disusul dengan lemparan beberapa bantal sofa dengan membabi buta. Tak lupa, sumpah serapah dan segala hujatan mengiringi aksi lempar melempar gadis itu.

"SIALAN! KENAPA LO GANGGU GUE MULU, SIH?!"

"MUSNAH LO NAT MUSNAH! BADAK, ONTA, JERAPAH, GAJAH, HARIMAU, KURA-KURA, PENYU, DUYUNG, DASAR. HUH! SEMOGA KEJEDOT. AAMIIN!"

Nafas Reva mulai tak beraturan, gadis itu kehabisan bantal saat ini. Namun, dendamnya belum juga mereda. Apalagi mendengar tawa renyah Nathan yang dengan santainya malah merebahkan dirinya di atas sofa. Sungguh, kalau saja ia mengusai ilmu sihir, sudah ia lempar Nathan ke kolam renang sekarang juga. Arrggh, kesal.

"Kalau mau lemparin gue sesuatu, yang bagusan dikit napa, Re. Batu gitu, jangan bantal. Itu malah empuk benget, enak buat dipeluk," ujar Nathan ringan. Tangannya merayap ke bawah, mengambil salah satu bandal kotak dan memeluknya di atas  perutnya.

Reva tak habis akal, gadis itu mengangkat kaki kanannya yang sudah terlapisi sepatu. Mencopot sepatu itu dan melemparnya ke arah Nathan.

Reva bersorak saat sepatunya itu berhasil mengenai Nathan. Tak tanggung-tanggung, sepatu kerennya itu mendarat tepat di kening Nathan. Membuat Nathan yang sedang asik rebahan refleks bangkit seraya mengaduh dan memegang keningnya.

"Mampus, mampus, mampus. Rasain lo! Dasar Badak. Nyebelin sih, huh," ucap Reva seraya memalingkan wajahnya ke samping saat Nathan menyorotnya dengan sengit.

"Kalau benjol, gue jejelin otak lo 100 soal fisika malam ini. Deal," ujar Nathan yang membuat Reva melebarkan matanya dan langsung menatap Nathan tak terima.

"Ogah! Bukan keadilan sosial itu namanya," protes Reva dengan tangan yang menyilang di dada.

"Bodo amat. 100 soal, malam ini, di balkon lo. Kabur? Gue seret lo pake tambang," ujar Nathan seraya bengkit berdiri dan berjalan meninggalakan ruang keluarga. Meninggalkan Reva yang terdiam dengan sorot nelangsanya. Bahaya, ini lebih bahaya daripada dikejar tokek peliharaannya pak Bondan.

Beberapa saat kemudian, Reva menyerah memikirkan nasibnya malam ini, ia memilih kembali duduk di kursi dan menenangkan dirinya. Namun, hal itu hanya terjadi 3 detik, karna detik berikutnya dia kembali berdiri kasar dengan muka shock ala-ala pemain drama Korea profesional.

"OMOOOOO, GUE LUPA JANJI GUE SAMA VIVI. MAMPUS LO RE, MAMPUS. Bu Sus, tenggelamkan aku, tenggelamkan!"

=====

Oke, percaya atau tidak, Reva hari ini benar-benar di seret Nathan untuk mengerjakan 100 soal fisika. Namun, tidak dengan tambang, Nathan hanya mengikat tubuh Reva dengan sarung Mahes 6 tahun yang lalu. Hal itu diperlukan karna Reva yang nekat kabur ke rumah tetangga dengan dalih membantu memasak. Padahal, menyalakan kompor saja gadis itu tidak bisa. Sungguh, alibi yang buruk.

Reva memegang pensilnya dengan lesu, rautnya begitu membuat Nathan sakit mata melihatnya. Lesu, murung, dan tentunya sengsara.

"Nathan... Bebasin gue, yah? Nanti gue obatin benjol lo sampe sembuh, deh. Janji, nih," ujar Reva menatap Nathan penuh harap.

Nathan menggeleng tegas, tangan kanannya yang memegang pulpen, menunjuk nunjuk kertas yang ada di hadapan Reva. "Kerjain ini. Udah gue kasih contohnya. Kalau gak selesai, besok lanjut 101 soal."

Reva semakin lesu, dia menaruh kepalanya di meja yang sengaja Nathan bawa ke balkon kamar gadis itu. Pensil yang ia pegang, ia ketuk-ketukan di atas kepalanya. "Demi apapun, gue mual, Nat. Pengen muntah. Rumusnya nyeremin banget tau. Ayolah, Nat, bebasin gue."

Nathan menghela nafas, dirinya kemudian mengambil alih kertas di hadapan Reva. "Liat. Perhatiin caranya, lo harus bisa, Re, " ujarnya.

Reva mengangkat kepalanya, dia kemudian mengangguk dan memperhatikan Nathan yang sedang menuliskan beberapa angka dan segala simbol aneh di atas kertas yang semula ada di hadapan Reva.

"Kalau lo gak bisa, PAS lo terancam. Mau lo dapet nilai merah?" tanya Nathan. Tangannya tetap lihai mencoret coret kertas.

Reva hanya bergumam pelan seraya mengangguk malas. Tak lama kemudian Reva mulai menguap, melihat pulpen Nathan menari-nari di atas kertas, membuat kantuk Reva datang tiba-tiba.

Reva mulai menopang dagunya dengan tangan, matanya yang sudah sayu, tetap berusaha memperhatikan tulisan Nathan.

"Nah, kalau udah begini, lo tinggal tambahin aja yang ini sama yang ini. Dapet deh hasilnya. Gampang kal---"

Nathan terpaksa menggantungkan ucapannya saat sebuah kepala jatuh tepat di atas angka-angka yang sedang Nathan jelaskan. Rasa kaget sempat menghampiri dirinya, namun, sesaat kemudian, helaan nafas panjang keluar dari mulutnya. "Gak bisa diajak belajar banget, sih, nih, orang."

Nathan berusaha menarik kertas yang Reva tiduri, namun nihil, ia tak bisa melakukannya. Nathan menyerah, ia memilih menepuk-nepuk sisi kepala gadis itu seraya memanggil nama Reva.

"Re, bangun, bangun. Ada kunti naek gajah terbang, nih," ujarnya.

Tak ada jawaban, Reva hanya menggerakan kepalanya pelan saja. Seperti mencari posisi ternyaman di atas meja yang penuh dengan kertas berisi soal dan alternaf penyelesaian yang sudah Nathan siapkan.

Nathan menyentuh rambut Reva, berniat menjambak gadis itu agar bangun dari tidur tak aestheticnya. Namun, saat telingannya mendengar suara nafas halus beraturan milik Reva, Nathan tak jadi melakukannya. Tangannya malah bergerak mengusap rambut gadis itu.

Nathan bangkit dari duduknya, membereskan beberapa buku dan alat tulis lainnya yang tak di tiduri Reva. Setelahnya, Nathan beralih ke samping Reva, memunggunginya dan menarik tangan gadis itu. Memposisikannya agar tangan Reva melingkar pada lehernya. Setelah berhasil, Nathan beralih mencari tungkai kaki Reva, namun tangan Reva malah terlepas dari lehernya. Hal itu membuat Nathan berdecak. Dia kemudian membalikan posisinya, menatap Reva dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "Ribet banget, ya Gusti," gumamnya.

Nathan memilih menggendong Reva ala bridal style, mencari jalan paling mudah agar bisa mengangkut onta betina yang merepotkan ini. Namun, semeropotkan apapun Reva, Nathan tetap tak bisa membangunkannya.

Nathan menurunkan Reva di atas ranjangnya, menarik selimut volkadot gadis itu hingga mencapai lehernya. Tatapan Nathan terkunci pada Reva, menatap wajah gadis itu yang tampak damai saat sedang terlelap. Berbeda sekali dengan Andara Reva saat sadar dan menatapnya dengan raut seperti nenek sihir yang siap mengutuknya jadi gajah terbang.

Nathan menggerakan tangannya, mengetuk kening gadis itu dengan satu jarinya. "Jangan galak-galak," ujarnya disertai dengan senyum lebar andalannya.

=====

Eyowww.
Sudah part segini aja, gak sadar deh udah sampe segini. Emmss, apa lagi yah? Seperti biasa deh mau minta tanggapan soal part ini dan juga minta kemurahan hati kalian untuk memencet tombol bintang agar aku bahagia makmur dan sejahtera. Oke, kedengarannya sangat berlebihan. Tapi, dahlah gapapa. Paiii ayang-nim😉

---------∆TBC∆---------






Continue Reading

You'll Also Like

155K 17.4K 21
I'm gonna make simple for you, yes or yes? ๐ŸŒ›poppohaseyoโ†ช2019.
33.2K 2.3K 26
Bab masih lengkap | Sudah terbit Cerita ini kami ikut sertakan dalam lomba menulis marathon Rex Publishing. Di tulis oleh dua orang. Aya Sovia dan Kh...
971K 29.3K 52
(SEDANG DALAM TAHAP REVISI) Ketika takdir mempermainkan perasaan seorang Sabrina Veronica dengan apiknya. Dimana sabrina harus menerima kenyataan pah...
2.4M 138K 55
"Kamu ga akan pernah pergi, rumah kamu di sini kamu harus bareng terus sama Bunda" ucap Airin menahan putri bungsunya. "Maaf Bun, Ara pengen cari keb...