HAMA [COMPLETED]

Od -Esqueen

23.2K 3.1K 455

Bagi Reva, Nathan adalah Hama. Bagi Reva, kakak angkatnya itu adalah makhluk paling meresahkan yang pernah ia... Více

[]Prolog[]
[] Part 1 []
[]Part 2[]
[]Part 3[]
[]Part 4[]
[]Part 5[]
[]Part 6[]
[]Part 7[]
[]Part 8[]
[]Part 10[]
[]Part 11[]
[]Part 12[]
[]Part 13[]
[]Part 14[]
[]Part 15[]
[]Part 16[]
[]Part 17[]
[]Part 18[]
[]Part 19[]
[]Part 20[]
[]Part 21[]
[]Part 22[]
[]Part 23[]
[]Part 24[]
[]Part 25[]
[]Part 26[]
[]Part 27[]
[]Part 28[]
[]Part 29[]
[]Part 30[]
[]Part 31[]
[]Part 32[]
[]Part 33[]
[]Part 34[]
[]Part 35[]
[]Part 36[]
[]Part 37[]
[]Part 38[]
[]Part 39[]
[]Part 40[]
[]Part 41[]
[]Part 42[]
[]Part 43[]
[]Epilog[]

[]Part 9[]

522 100 27
Od -Esqueen

Biasakan untuk vote dan komen, maniez-!

Kirana menatap sendu ke arah putrinya yang sejak dua hari lalu hanya diam tanpa melakukan apapun.

Reva, sejak dia pulang kerumah dengan kondisi yang mengenaskan, gadis itu berubah menjadi gadis yang sangat pendiam.

Seperti saat ini, Reva hanya diam di atas kasurnya dengan tangan yang memeluk lututnya sendiri. Tatapan matanya kosong tak berarti. Lingkaran hitam tercetak jelas di bawah mata Reva. Tentu akan seperti itu, karena sudah dua malam gadis itu tak memejamkan matanya. Bayangan tentang Alvaro yang ingin merusaknya terus saja terputar di memorinya.

Bunyi 'kriett...' dari pintu kamar Reva yang terbuka terdengar di indra pendengaran Kirana yang sejak tadi diam di samping kanan Reva. Wanita paruh baya itu menengok ke arah pintu yang menampilkan Nathan tengah berjalan ke arahnya dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya.

"Mah, Reva udah makan sesuatu?" tanya Nathan seraya beranjak naik ke atas kasur Reva. Memposisikan dirinya di hadapan gadis itu.

Kirana menggeleng. "Masih belum, Nat. Mama jadi makin khawatir," jawabnya seraya menyelipkan rambut tergerai Reva ke belakang telinganya.

Nathan menghembuskan nafasnya kasar. Kedua tangannya mengepal kuat. Alvaro sialan! Gerutunya dalam hati.

Yah, Kirana dan Nathan sudah tau penyebab Reva seperti ini. Reva sendiri yang menceritakannya sebelum gadis itu berubah menjadi diam.

"Re, baikan dong. Mama jadi ninggalin trainee rp mama loh, Re. Gara-gara kamu itu," ujar Kirana, "Re, tanggung jawab loh kalau mama nggak lulus dari gc trainee itu," Lanjutnya.

Tak ada jawaban sama sekali, membuat Kirana menggeleng frustasi. Biasanya Reva akan sewot kalau ia sudah berujar hal-hal seperti tadi, namun kini, Reva hanya diam dengan pandangan kosongnya.

Rasa sesak seketika menelusup memasuki hati Kirana. Wanita itu mengangkat tangannya, merengkuh Reva kedalam pelukan. "Sayang, jangan gini dong." ujarnya lembut. Bulir-bulir air mata menetes dari mata kirana, "Mama sakit liat kamu kayak gini." Lanjutnya.

Masih tak ada jawaban yang keluar dari mulut Reva, namun air mata Reva keluar begitu saja. Ya, Reva menangis tanpa suara.

Kasur yang ditempati Kirana bergerak, membuat wanita itu melirik ke arah Nathan yang mulai beranjak dari kasur.

Pemuda itu berjalan ke arah laci Reva, mengambil benda pipih berwarna pink yang ada disana. "Mah, Papa udah dijalan pulang. Besok Nathan sama Papa mau urus kepindahan Nathan ke SMAnya Reva. Sekarang, Nathan ada urusan di luar bentar. Assalamu'alaikum," ujar Nathan.

Nathan berjalan menuruni anak tangga satu persatu. Tangan kananya merogoh ponsel yang sedari tadi tersimpan di saku celana abu-abunya.

Nathan mencari kontak seseorang, dan setelah ia menemukannya, pemuda itu segera melakukan panggilan suara dengan orang itu.

Nathan menempelkan ponselnya itu di telinganya. "Halo, Ga," ucapnya.

"..."

"Lo bisa kan lacak posisi orang lewat nomor hpnya?" tanya Nathan pada orang di seberang teleponnya.

"..."

"Oke. Sekarang gue kirim nomornya. Tolong, ya, Ga. Gue butuh hari ini juga," ujar Nathan.

Setelah teman Nathan sanggup melakukan apa yang Nathan minta, Nathan segera mengakhiri panggilannya. Pemuda itu kembali menaruh ponsel di saku celana.

Nathan kini beralih membuka ponsel berwarna pink yang ia ambil dari atas laci Reva. Membuka ponsel itu dan ia segera mencari kontak bernama 'Alvaro' dari sana. Setelahnya Nathan mengirim kontak itu ke ponselnya untuk ia kirim kepada Aga. Temannya yang handal di bidang IT.

=====

Nathan turun dari motor KLX oranyenya setelah ia memarkirkan motor itu dipekarangan rumah besar nan mewah ini. Nathan mengeluarkan ponselnya, mengecek alamat yang diberikan Aga padanya 30 menit yang lalu.

Setelah memastikan ia berada di alamat yang benar, Nathan segera melangkah menuju pintu utama rumah itu. Matanya menjelajah rumah ini, melihat betapa megah dan mewahnya rumah ini. Hanya ada satu kecacatan, yaitu kaca jendela yang pecah.

Nathan mengetuk pintu rumah, berusaha bertingkah normal walau kepalanya sudah mendidih menahan amarah.

Beberapa saat Nathan mengetuk dan diam di depan pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Nathan mencoba membuka pintu itu yang teryata tidak terkunci.

Nathan menyembulkan kepalanya ke dalam, matanya seakan sakit melihat pemandangan ini. Sampah berserakan di mana-mana, dan beberapa anak remaja berseragam terlihat tengah bermain-main dengan perempuan.

Nathan masuk ke rumah itu, menghampiri gerombolan remaja yang terlihat tengah memaikan kartu. "Perimisi, ada yang namanya Alvaro?" tanyanya.

Orang-orang yang tengah memainkan kartu itu seketika memandang Nathan dengan alis yang bertaut. "Lo anak baru, ya?" tanya salah satu dari mereka.

"Iya," jawab Nathan.

"Si Varo lagi mojok noh sama cewe barunya," ucap orang yang sama dengan yang tadi bertanya pada Nathan seraya menunjuk Alvaro di pojok ruangan.

Nathan mengeraskan rahangnya saat melihat Alvaro tengah merangkul seorang gadis berseragam. Dengan langkah lebar-lebar, Nathan segera menghampiri Alvaro. "Alvaro Angkasa." Panggil Nathan.

Alvaro yang tengah tertawa dengan gadis itu menyorot pada Nathan. Pamuda itu menaikan satu alisnya, merasa tidak familiar dengan sosok Nathan yang menjulang di depannya. "Siapa lo? Anak baru?" tanyanya.

Nathan tak menjawab, pemuda itu malah meraih kerah seragam Alvaro, membuat Alvaro yang semua duduk langsung terangkat berdiri.

Bugh...
Bugh...
Bugh...
Bugh...

Tanpa menyia-nyiakan waktu, Nathan segera memukul pipi dan pelipis Alvaro tanpa ampun. Hal itu tentu saja mengundang perhatian dari seluruh orang yang ada di rumah ini.

Alvaro melepaskan cengkeraman Nathan pada seragamnya. Pemuda itu segera mendorong dada Nathan. "Maksud lo apa?!" teriak Alvaro.

"Harusnya gue yang tanya itu. MAKSUD LO APA MAU RUSAK REVA, HAH?!" teriak Nathan balik. Pemuda itu dengan cepat kembali menerjang tubuh Alvaro. Bahkan, Nathan tak memberikan kesempatan untuk Alvaro menghindar.

Pukulan demi pukulan Nathan layangkan ke arah Alvaro. Begitu juga Alvaro, pemuda itu balas memukul Nathan. Ia tak terima dipukul di depan teman-temannya seperti ini.

Sorakan sorakan yang terlontar dari semua teman Alvaro mengema di rumah ini. Memberikan kesan riuh yang membuat suasana semakin kacau.

"Gara-gara lo Reva menderita tau nggak?! Bangsat lo! Bajingan!" teriak Nathan dengan tangan yang terus memukul wajah dan perut Alvaro.

Disela-sela acara menghindarnya, Alvaro balas berteriak. "Reva? Cewe sialan itu? Lo siapanya, hah?! Pahlawan?"

Napas Alvaro dan Nathan sama-sama memburu tak beraturan. Wajah keduanya sudah tak terkondisikan. Pelipis dan sudut bibir Alvaro terlihat sobek dan mengeluarkan darah. Sedangkan Nathan, dia hanya mendapat luka bekas tinjuan saja. Tak ada yang sobek seperti Alvaro.

Teriakan orang-orang yang menonton semakin riuh saat Alvaro menjatuhkan Nathan dan menindih lelaki itu. Tinju Alvaro mendarat mulus di hidung Nathan, menciptakan erangan keras dari bibir Nathan. Darah seketika mengucur dari lubang hidung Nathan. Membuat Alvaro menyeringgai puas.

Tak tinggal diam, Nathan segera membalikan posisi. Kini, Alvaro yang berada di bawah. Dengan emosi yang membara, tangan kiri Nathan menekan dada Alvaro, sedangkan tangan kanannya memukul keras wajah Alvaro tanpa henti.

Alvaro sudah terbatuk-batuk sekarang, darah sudah banyak mengucur dari hidungnya. Namun Nathan tak memperdulikan itu. Dia masih saja terus memukul Alvaro tanpa ampun.

Beberapa teman Alvaro ada yang meringis melihat kejadian itu, namun mereka tak berani untuk melerai. Semuanya takut akan kebringasan Nathan saat ini.

Tiba-tiba pintu utama terbuka dari luar. Di dobrak secara kasar oleh seorang pemuda berjas OSIS yang kini berlari ke arah Nathan.

Pemuda itu menarik kuat tubuh Nathan yang masih memukuli Alvaro. "Nat, sadar! Ini tindak kriminal!" ujarnya.

Nathan seakan tuli, pemuda itu sama sekali tak peduli dengan ucapan pemuda yang menariknya. Nathan berusaha menarik dirinya kembali, ia masih belum puas memukuli Alvaro. Padahal Alvaro sudah terlihat mengenaskan sekarang. Ia bahkan sudah tak sanggup untuk berdiri.

"Lepasin!" teriak Nathan.

Pemuda itu tak mendengarkan Nathan. Dia terus saja mengunci tangan Nathan di belakang punggungnya. Menghambat pergerakan lelaki itu.

Setelah beberapa saat, akhirnya Nathan dapat tenang. Pemuda itu kini mengatur napasnya yang memburu, tangannya mengusap wajahnya itu. Dalam hati terbisit rasa bersalah karena telah melakukan hal sebodoh ini.

Bego lo, Nat! Batinnya pada diri sendiri.

Tanpa mau membuang harga diri dengan terlihat menyesal, Nathan mulai berjalan cepat meninggalkan tempat ini. Ia juga meninggalkan pemuda yang tadi melerainya.

Pemuda yang melerai Nathan memandang punggung pemuda itu. Baru kali ini ia melihat Nathan sebuas ini.

Pemuda itu mengeluarkan dompetnya, mengambil beberapa uang seratus ribuan dan memberikannya pada orang disampingnya. "Bawa dia kerumah sakit. Sorry, temen gue udah buat kerusuhan," ujarnya dan setelahnya ia berlalu pergi menyusul Nathan.

Pemuda ini menepuk punggung Nathan yang akan segera menaiki motonya. "Lo pulang sama gue. Motor lo biar dibawa sama Aga. Dia ada di mobil gue," ujarnya.

Nathan menyorot orang itu. "Nggak usah, Dra. Gue bisa sendiri," balasnya.

Andra menatap datar Nathan. "Nurut, Nat. Nyokap lo udah khawatir di rumah," ujarnya.

Mendengar kata nyokap, membuat Nathan akhirnya mau menurut pada Andra. Nathan segera berjalan ke arah
Ferrari GTC4Lusso maroon milik Andra. Tentu saja hal itu disusul oleh Andra.

Setelah kedua orang itu cukup dekat dengan mobil Andra. Seseorang segera keluar dari dalam mobil. Itu Aga, pemuda berlesung pipi itu tersenyum aneh ke arah Nathan. "Sorry, Nat gue bilang mereka. Abisnya khawatir gue," ucapnya.

"Gapapa, Ga. Makasih," balas Nathan. Setelahnya pemuda itu mulai masuk ke mobil Andra. Duduk di samping kemudi.

"Gila, Nat. Berani banget lo dateng ke sarang musuh."

Nathan segera menengok ke belakang saat indra pendengarannya mendengat suara seorang gadis dari sana. "Vivi?! Lo ngapain disini?" tanyanya.

"Kita abis rapat OSIS, Nat. Tiba-tiba Aga nelpon Andra kalau lo mau samperin Alvaro Alvaro itu. Karena gue khawatir, yaudah gue ngikut Andra yang mau samperin lo. Hehe.." jawab Vivi diakhiri dengan cengiran khasnya. Sedetik kemudian cengiran itu sirna, digantikan dengan raut datar nan dingin yang membuat perasaan Nathan berubah tak enak.

Vivi menyorot Nathan, setelahnya tangan gadis itu terangkat dan memukul kepala Nathan. "Bodoh!" ujarnya disertai dengan setetes air yang keluar dari matanya. Hal itu tentu saja membuat Nathan kicep di tempat. Serius ini Vivi?

=====

Nathan buas loh miskah. Tapi keren, huhuhu.
Dahlah, janlup krisar plus votenya yah maniez. Pai pai..

----------∆TBC∆----------

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

33.2K 2.3K 26
Bab masih lengkap | Sudah terbit Cerita ini kami ikut sertakan dalam lomba menulis marathon Rex Publishing. Di tulis oleh dua orang. Aya Sovia dan Kh...
97.2K 3.8K 33
Bagaimana jadinya jika seorang pria Arrogant bertemu dengan seorang wanita Nerd? Dara yang menjadi fake nerd ini berbeda dari cewek cewek nerd lainny...
4.1K 700 10
Gadis itu, [Name]. Yang menemukan makna hidup dan mimpi baru melalui hobi bersepeda dan pertemanan yang terbentuk. Bertemu dengan orang-orang yang pe...
579K 39.3K 41
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...