Beautifulove

By DayDreamProject10

181K 28.1K 13.8K

°Tentang gadis biasa saja yang menginginkan hal luar biasa.° --- Namanya Yona. Gadis penuh rahasia yang menda... More

0 :: Prolog.
1 :: Yona Faresta Ivory.
2 :: Dave.
3 :: Memulai.
4 :: Mengikat.
5 :: Melunak.
6 :: Menjadi.
7 :: Mengetahui.
8 :: Melekat.
9 :: Menguat.
10 :: Menenangkan.
11 :: Menyenangkan.
12 :: Melawan.
13 :: Mengungkapkan.
14 :: Memalukan.
15 :: Melelahkan.
16 : Mengecewakan.
17 :: Melegakan.
18 :: Menjanjikan.
19 :: Mengacaukan.
20 :: Menyembunyikan.
21 :: Mengertikan.
22 :: Mengejutkan.
23 :: Menegaskan.
25 :: Meresahkan.
26 :: Menyesalkan.
27 :: Membahagiakan.
28 :: Menggelisahkan.
29 :: Menjengkelkan.
30 :: Menyedihkan.
31 :: Merencanakan.
32 :: Menghentikan.
33 :: Mengalihkan.
34 :: Menyudutkan.

24 :: Mengupayakan.

1.6K 353 169
By DayDreamProject10

Halooo. Apa kabar hari ini? Biasa aja? Baik banget? Kurang baik? Tidak baik2 saja?

Di mana pun kalian, aku selalu berharap kalian tetap baik-baik saja. Semangat❤

Selamat bertemu dengan Beautifulove lagi! JANGAN LUPA VOTE DULU YAK. DAN JANGAN RAGU TINGGALKAN KOMEN!!!!! SUKA BACAIN KOMENAN KALIAN SOALNYA❤

Jebol banget ga tuh? Sengaja, kali aja yg selama ini kaga vote dan komen matanya rabun🙂👍

***

#QnATime!

*Sesuatu yang ingin kalian gapai saat ini apa?*

*Terakhir kali merasa insecure? Kenapa?

*Tipe yang ambis bgt, atau mudah down?*

*Siapa penyemangat hidup kalian?*

***


"Kamu. Semoga selalu bahagia dari saya."

-Dave

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃



Sebelum memutuskan, Yona benar-benar tahu jika segala tindakan yang ia lakukan bisa berakibat fatal baginya. Di setiap langkah, ia juga tahu resiko seperti apa yang akan ia terima nanti. Meskipun begitu, bahkan jika kematian harus dihadapi, Yona tak akan pernah berhenti sebelum semuanya usai.

Yona akui dirinya sangat keras kepala. Namun, setelah mempertaruhkan segalanya ia tentu tidak bisa mundur begitu saja. Semua usaha kerasnya selama ini harus terbayarkan. Jika begitu, maka Yona bisa melanjutkan sisa-sisa hidupnya dengan baik.

Memandangi wajahnya yang ditimbuni oleh berbagai produk kosmetik pada cermin itu, Yona mencengram rambutnya kuat sebelum mengikatnya tinggi. Setelahnya, ia terdiam sejenak memperhatikan diri. Sebentar lagi ... seluruh kekuatan pada wajah itu akan sirna. Rambut panjang bergelombang indah yang juga menjadi kebanggaannya akan berguguran. Segala yang ada pada dirinya akan menghilang satu persatu. Diraup rakus oleh penyakit sialan yang kini memergoki. Saat ini, sungguh hanya menunggu waktu untuk melahap sepenuhnya tanpa sisa.

Sampai kapan pun, Yona tak akan pernah terima. Ia tidak pernah berharap macam-macam pada semesta, ia hanya ingin hidupnya diberikan sedikit ketenangan. Hanya itu. Namun, seberapa kuat ia memohon, harapannya seolah-olah hal yang sangat tidak mungkin untuk dinyatakan.

Yona tidak tahu di mana akhir dari ini. Semakin hari, justru terasa kian tak berujung. Terus mengikis pertahanannya. Mungkin suatu saat nanti, ia bisa saja menyerah tanpa memperdulikan apa-apa lagi.

Menunduk, Yona berusaha menguatkan diri. Kemudian menggeleng tegas, mengusir pemikiran tadi yang terus ia usahakan tak akan pernah terjadi. Se-menyakitkannya takdir Yona, menjadi pencundang yang lari dari kenyataan tidak ada dalam kamus kehidupan gadis itu.

Yona mengulas senyum kecil sebelum berlalu dari tempat. Ia mengambil napas banyak-banyak. Hari ini ia akan mulai ikut latihan kembali, mengabaikan semua larangan yang ada. Hanya tinggal beberapa saat lagi untuk bertahan, lalu setelahnya ia akan benar-benar berhenti sesuai permintaan Dave.

Baru saja nama lelaki itu masuk di pikiran Yona, pintu ruang ekskul tiba-tiba diketuk. Tentu saja itu adalah Dave yang tadi pamit keluar karena Yona ingin mengganti seragam. Berjalan mendekat, ia mempersilahkan Dave masuk.

"Yona, kamu sudah siap?" Dave bertanya, meski sudah tahu Yona telah rapi dengan seragamnya.

Yona menaikkan alisnya sebelah. Gerak-gerik Dave terlihat ingin menyampaikan sesuatu. "Kenapa lagi?" Gadis itu memilih duduk menunggu Dave menjawab. Kemudian meminum obatnya.

"Yona, sepertinya saya masuk di ekskulmu saja. Saya merasa tidak bisa berpisah denganmu." Dave berterus terang. Yona yang sedang meneguk minumannya hampir saja tersedak dan mengeluarkan obat itu kembali.

"Apa lo bilang?"

Dave menunduk. "Saya pikir, saya tidak jadi masuk basket. Saya ingin masuk di ekskulmu saja. Saya rasa itu lebih baik."

"Lebik baik apanya, pintar?!" Yona refleks mengebrak meja. "Lo jangan ngaco! Lo emang nggak liat anggota gue kagak ada cowoknya?!"

"Bukannya kalian memiliki satu anggota lelaki? Saya pernah melihatnya berlatih bersama kalian?" Kali ini Dave menatap Yona yang lantas menggeram frustasi.

"Itu Coach sementara kita untuk persiapan lomba, Dave! Bukan anggota," jelasnya. "Lagian lo udah ada kesempatan masuk basket. Gue udah usahain lo sana-sini. Masa lo tiba-tiba nggak mau?!" Yona memandangi Dave tidak habis pikir. Sebelum keluar dari rumah sakit, ia sudah mendapatkan kabar jika Dave akhirnya mendapatkan kesempatan itu.

Menunduk kembali, Dave tidak punya keberanian menatap Yona lagi. "Saya mengerti, Yona. Namun saya baru tahu jika kita tetap akan berpisah nanti. Saya pikir kita akan tetap bersama."

Jeda, Yona belum merespon. Ia menyabarkan diri memberikan pemahaman. "Lo nggak bisa masuk ekskul gue karena semua anggotanya cuma cewek doang. Kalau cheers kita pakai anggota cowok gue udah ajak lo dari kemarin. Lo harus masuk basket, Dave. Lo mau nggak naik kelas?" Lelaki itu menggeleng, menjawab. "Makanya, lo harus masuk. Nggak ada toleransi lagi bagi yang nggak punya ekskul. Lagian kita berpisah cuma bentar doang. Lo fokus ke ekskul lo beberapa jam dulu, terus nanti istirahat kita bisa ketemu lagi. Gampang, 'kan?"

Dave menggeleng kembali. "Tetapi saya tidak bisa bertahan di tengah-tengah keramaian tanpamu, Yona. Sebelum pindah kelas kemarin, saya merasa sangat tersiksa. Lalu bagaimana cara saya bisa bertahan lagi di lingkungan seperti itu? Saya rasa ini akan lebih memusingkan."

Yona memijat kepalanya yang mendadak berdenyut ingin meledak mendengarkan kata-kata Dave. "Sebentar doang, Dave. Lo cuma perlu bertahan dikit. Seiring berjalannya waktu gue yakin lo bakal terbiasa dengan keramaian."

Lelaki itu menatap Yona yang mencoba meyakinkan. Sayangnya, Yona tak akan pernah tahu jika alasan Dave bukan karena ia terus menyendiri dan tidak pernah berbaur. Namun, karena kemampuan menjengkelkan ini yang membuat ia kesulitan untuk bertahan. Dave menghela napas pelan, lalu akhirnya mengangguk setuju dengan berat hati. Tidak ada lagi pilihan.

Yona seketika bangkit dan tersenyum lebar. Merapikan sejenak penampilan Dave, ia berjinjit mengusap rambut lelaki itu agar lebih bersemangat. "Yaudah, ayo gue antar ke lapangan. Jam ekskul bentar lagi mulai," ujarnya menarik tangan Dave keluar ruangan. Yona hari ini merasa lebih bahagia, karena berkat bantuan kerasnya, Dave mendapatkan sesuatu yang lelaki itu inginkan. Ia berharap, semoga saja Dave bisa beradaptasi dengan baik.

"Nanti kalau Antares apa-apain lo, bilang aja sama gue. Siapa pun yang berani gangguin lo selama kita nggak bareng dulu, lo harus langsung lapor ke gue. Oke?" Dave mengangguk mengerti. "Walau gue yakin, sih, nggak ada yang berani ganggu lo. Tapi kalau Antares gue nggak yakin. Gue rasa dia bakal pojokin lo. Tapi, lo jangan lemah. Lo harus kuat. Ngerti nggak?"

"Saya mengerti, Yona." Gadis itu tersenyum geli akan tingkah polos Dave.

"Billy bakal jagain lo, kok. Nggak usah khawatir. Kalau lo ada kesusahan tanya ke Billy aja. Gue udah bilang ke dia."

"Tetapi saya tidak tahu bermain basket sama sekali. Apakah saya benar akan diterima?"

"Lo udah dipanggil masuk basket, berarti lo udah diterima. Lo tenang aja, lo pasti bakal bisa nanti. Billy bakal ajarin lo."

Dave menoleh, dan tersenyum pada Yona. "Terima kasih, Yona. Kamu sudah berusaha keras membantu saya. Saya janji, saya akan melakukan yang terbaik agar tidak mengecewakanmu."

"Santai. Hal seperti ini masih kecil buat gue. Gue ini ketua cheers, apapun gue bisa." Yona terkekeh kecil. "Lagian, apapun yang gue lakuin buat lo, gue rasa itu nggak akan bisa membalas semua perlakuan baik lo ke gue," lanjutnya membalas senyuman Dave.

Mengeratkan genggamannya, Dave memandangi Yona baik-baik. Melihat senyuman gadis itu benar-benar melunturkan segala hal yang meresahkan hatinya. Ia tidak pernah berharap apapun untuk dirinya, ia hanya terus memohon agar senyuman itu terus terukir di bibir Yona. Karena hanya cukup dengan itu untuk Dave bisa merasa bahagia.

Ketika langkah Yona berhenti lamunan Dave langsung buyar. Mereka berdua telah tiba di lapangan basket yang ramai. Murid-murid perempuan yang belum berkumpul pada ekskul masing-masing memilih cuci mata sejenak dengan menyaksikan anggota basket yang melakukan pemanasan. Yona mendengkus, berarti nanti Dave akan ditonton oleh mereka semua juga dengan mata berbinar penuh kekaguman. Memikirkan itu, Yona menjadi kesal sendiri.

"Ada apa, Yona?" Dave bersuara. Ia mengikuti arah tatapan Yona, menyadari keramaian yang akan dihadapi, lelaki itu menipiskan bibirnya cemas. Yona menggeleng, menjawab. Lalu menarik lagi mendekati Billy yang menyadari kehadiran mereka.

"Billy!" sapa Yona ceria. "Kalian belum mulai, 'kan?"

"Belum. Bentar lagi. Nungguin kalian sebenarnya," jawab Billy. Baru saja ia berniat mengacak rambut Yona gemas namun diurungkan kembali, sadar jika Dave ada di sini. "Gimana? Lo udah siap?" Billy menatap Dave yang memegang tangan Yona erat-erat. Menyadari ketakutan Dave, Yona mengusap genggaman Dave menenangkan.

"Nggak apa-apa. Billy bakal bantu lo," ujarnya. "Dave udah siap, kok. Jagain dia, ya, Bil. Lo tau lah Dave orangnya seperti apa."

Billy mengangguk. "Lo tenang aja. Yaudah, ayo. Yang lain udah nunggu." Dave menatap Billy ragu, kemudian perlahan melepaskan genggaman mereka.

"Jagain beneran, ya, Bil," pesan Yona sekali lagi. Jujur ia tetap merasa khawatir meski percaya Dave akan aman bersama Billy.

"Iya, Yon, iya. Cowok lo dijamin aman sama gue." Billy lantas tertawa ketika Yona melotot kesal ke arahnya.

"Saya akan baik-baik saja, Yona. Tidak usah khawatir." Dave berbicara. "Lebih baik kamu segera menemui teman-temanmu. Mereka sudah menunggu. Dan jangan lupakan, kamu harus berhati-hati latihannya."

"Oke. Nanti kalau udah selesai langsung telpon gue aja. Ngerti?" perintah gadis itu. Tidak berbicara lagi, Billy menatap Yona yang tersenyum manis pada Dave yang mengangguk patuh. Setelah Yona berlalu, Billy masih terdiam. Jika saja ia bisa merasakan posisi Dave meski sejenak saja, mungkin itu akan sangat menyenangkan. Mengulum bibirnya, mengapa Dave harus seberuntung itu?

"Ayo." Billy melangkah duluan meninggalkan Dave. Diam-diam di belakang, Dave menghela napasnya pelan. Sudah ia duga, Billy menyukai Yona lebih dari itu.

Menggelengkan kepalanya, ia tidak mau memikirkan hal ini dulu. Yang harus ia pikirkan adalah, bagaimana caranya menghadapi mereka semua. Ketika Dave berjalan mendekat, semua anggota lantas berkumpul menyambut. Spontan, ia ingin mengambil earphone itu. Namun, diurungkan kembali. Dave yakin ia bisa melewati ini tanpa bantuan apapun.

"Akhirnya kita ketemu juga. Gue Reyhan." Dave menatap tangan yang terjulur padanya. Ia mengerjap, sesaat ragu untuk membalas. Karena Billy menyenggol, Dave seketika meraih tangan Reyhan kaku.

Tidak berbicara, Dave hanya membungkuk sopan. Reyhan terkekeh maklum, lalu mempersilahkan yang lain untuk berkenalan.

"Baru gue perhatiin, ternyata lo emang seganteng itu." Farel berdecak sambil berjalan maju. "Gue Farel. Kita pernah ketemu beberapa hari yang lalu kalau lo lupa."

Dave mengangguk singkat. Masih tidak mau mengeluarkan suara sama sekali meski Yona sudah memberi tahu kemarin jika ia harus banyak-banyak berbicara pada orang lain. Bukannya Dave tidak ingin menuruti ucapan Yona, namun bibirnya sungguh terasa berat untuk terbuka. Ia terus membungkuk sopan merespon mereka semua.

"Oke. Langsung aja." Antares tiba-tiba menghampiri seraya memantulkan bola basketnya sekali. Wajah lelaki itu terlihat tidak bersahabat ketika memandangi Dave.

"Terus terang, gue sebenarnya nggak mau menerima anggota baru seperti lo. Apalagi lo masuk di waktu yang nggak tepat. Tapi, karena gue masih baik hati. Gue bakal kasih lo sedikit kesempatan," ucapnya tanpa aba-aba melempar bola basket itu cukup kuat pada Dave spontan menangkap. Ia menatap Antares bingung, tidak mengerti maksud ucapan kapten basket itu. "Refleks yang cukup bagus." Antares tersenyum miring.

"Tapi, sebelum itu lo harus menerima tantangan gue dulu." Antares menjeda, membuat Dave mencengram bola di tangannya. "Permainan one by one, artinya pakai satu sisi lapangan. Kalau lo belum tahu, skornya itu cuma satu dan dua. Kalau nembak dari area tiga angka, lo dapet dua skor, kalau dari deket artinya lo dapet satu skor. Siapa pun yang berhasil nyetak lima belas angka terlebih dahulu, dia yang menang. Tapi buat lo, Dave. Karena lo kayaknya nggak tau cara main basket jadi gue kasih pengecualian. Kalau aja lo bisa nyetak dua atau satu skor sebelum Billy berhasil nembus lima belas, lo boleh masuk."

Tanpa mendengar respon Dave, Antares langsung berjalan menepi ke lapangan disusul yang lain. Menyisakan Billy yang sialnya menjadi lawannya. Menyaksikan tanda-tanda adanya pertarungan mendadak, suasana berubah heboh. Dave kian bingung, ia menatap sekitar. Kepalanya mulai pusing dengan keributan yang perlahan meruntuhkan pertahanannya. Cepat-cepat ia mengambil earphone itu. Ia sudah tidak tahan lagi. Namun, Billy mendekat dan menepis tangan Dave.

"Fokus!" tegur Billy. "Nggak ada aturan anggota basket pakai earphone di tengah-tengah ekskul lagi berjalan. Sekarang lo cuma perlu bertahan dan berusaha keras cetak satu poin di permainan ini. Seperti kata Antares, kalau lo berhasil, lo diterima. Tapi kalau enggak, berarti lo harus berhenti berharap bisa masuk basket."

Ucapan Billy kian mengejutkan Dave. Ia sama sekali tidak tidak tahu jika harus bertarung hari ini. Bukannya mereka semua tahu jika dirinya sama sekali tidak tahu cara bermain? Dave membatu di tempat, tidak tahu harus bagaimana hingga Billy menepuk pundaknya lalu berbicara lagi sebelum mengambil posisi.

"Sekarang kita lawan. Meski lo nggak tau caranya, tapi lo harus berusaha bagaimana pun caranya. Jangan sia-siakan kesempatan lo. Yona udah berusaha keras beri lo jalan masuk ke sini. Jangan bikin dia kecewa. Lo harus bisa cetak poin di permainan ini."

Dave belum bergerak, sementara Billy sudah bersiap menyerang di sana. Ia sama sekali tidak bisa fokus. Suara-suara menyakitkan dari keseliling duluan melumpuhkannya. Menutup mata sejenak menguatkan diri, Dave yakin ia bisa. Ia tidak mau melihat Yona kecewa. Menatap pada Billy yang mengisyaratkan untuk maju, suara peluit tiba-tiba terdengar membuat tubuh Dave mulai bereaksi.

Lelaki itu melangkah maju, mencoba melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemain basket jika sedang bertarung. Dave pernah menyentuh bola basket saat pelajaran olahraga. Namun, saat ingin merebut bola ia gagal dan membuat Billy mengusai bola itu dengan mudah. Dave berusaha lagi, namun tidak berhasil sama sekali hingga Billy lolos dan berhasil mencetak poin pertamanya.

Di seberang sana, Antares menyeringai. Dave terlihat tak ada harapan sama sekali. Jika saja bukan karena pengaruh Yona, Antares tidak akan membiarkan Dave mendapatkan kesempatan ini.

Pertandingan sudah lewat beberapa menit, namun Dave belum juga pernah menyentuh bola itu. Wajahnya sudah memerah menahan sakit akibat suara-suara dari sekeliling. Sementara Billy kini berhasil mencetak tujuh poin, menambah rasa cemas Dave karena kesempatannya makin menipis. Lelaki itu terus berusaha hingga terjatuh karena tindakannya sendiri. Teriakan-teriakan heboh yang memenuhi lapangan memekakkan telinga Dave yang lantas menutup daun telinganya rapat-rapat. Namun, ketika Billy mencetak poin lagi, ia kembali bangkit dan menahan semua kesakitan itu.

Billy bermain serius meski tahu Dave tidak akan bisa mengalahkan. Ia bukanlah tandingan untuk Dave. Antares yang menonton tidak sabar melihat kekalahan lelaki itu. Sebelum terpaksa menyetujui, ia sendiri sangat yakin jika Dave tidak akan berhasil. Karena itu Antares ingin melihat Dave mundur tanpa diminta lagi.

Tidak diberikan kesempatan menyentuh bola, skor Billy sudah mencapai sepuluh poin. Dave mengepalkan tangan. Ia mengatur napasnya yang memburu. Tidak ada yang bisa ia lakukan sama sekali. Sedangkan Billy tersenyum menantang pada Dave. Sengaja agar lelaki itu kian terpancing emosi untuk mengalahkannya.

Membayangkan raut wajah kecewa Yona, membuat Dave seolah mendapatkan kekuatan. Yona sudah percaya padanya jika ia akan berhasil, maka apapun yang terjadi ia harus mewujudkan itu. Bergerak maju lagi, Billy lantas bersiap karena kini Dave terlihat lebih baik lagi ingin merebut bolanya.

Antares meneguk minumannya santai, ia yakin Billy tidak akan membiarkan Dave masuk setelah pertengkarannya dengan Yona gara-gara lelaki itu. Maka dari itu Antares sengaja memilih Billy untuk melawan Dave saat ini. Pertandingan sesaat dikuasai oleh Billy. Hingga tanpa diduga, Dave yang pantang menyerah akhirnya berhasil merebut bola. Meski posisi tangan Dave salah untuk men-dribble bola itu mendekati ring, Antares tetap dibuat was-was menyaksikan.

Sorakan-sorakan mengubah suasana lebih menegangkan. Dada Dave berdebar lebih kencang seraya terus mempertahan bolanya, bersiap-siap ingin menembak. Tidak membiarkan, Billy tiba-tiba menggagalkan upaya Dave yang masih lemah. Ia merebut bola itu kembali dan menjauh untuk mencetak poin kesekiannya.

Dave mengambil napas banyak-banyak, menahan emosi yang menguasi. Ia masih punya kesempatan sebelum skor Billy cukup untuk menggagalkannya. Dave hanya perlu mencetak satu poin agar lolos namun benar-benar terasa mustahil. Billy menahan senyuman, Dave kini lebih agresif lagi ingin mengalahkan. Meski pada awalnya ia termakan pengaruh untuk tidak membiarkan Dave lolos, tetapi Billy bisa melihat jika lelaki itu berusaha keras bermain dengan baik. Dan tentu juga karena Yona sangat ingin Dave lolos, membuat Billy kini memutuskan untuk perlahan melonggarkan pertahanannya. Mendapatkan celah itu, Dave lantas berusaha merebut hingga berhasil lagi dan membawanya jauh.

Benar-benar tidak memperdulikan sekeliling, telinga Dave terasa sudah mati rasa dan fokus sepenuhnya pada tujannya saat ini. Melihat kesempatan Dave menembak sangat kemungkinan, semua penonton berteriak memberikan semangat. Lalu kemudian, tanpa halangan lagi Dave langsung meloncat dan akhirnya berhasil meloloskan satu bolanya.

Lapangan detik itu juga berubah semakin riuh, berbagai teriakan menyadarkan Antares jika Dave berhasil melewati tantangannya. Menoleh pada Billy yang pasrah, Antares segera bangkit dari tempat menghampiri lelaki itu. Ia berdecak pada Billy yang tertawa menjengkelkan.

"Sialan lo," dengkus Antares kesal. Tidak mau mendengar jawaban Billy, ia berbalik pada Dave yang menantinya dengan tatapan percaya diri. Antares tidak tahu jika Billy akan membiarkan Dave masuk di ekskul basket begitu saja.

"Bagus. Sesuai perjanjian, lo lolos," ucap Antares mencoba menerima. Setelahnya, ia berlalu meninggalkan Dave yang menahan senyuman. Lelaki itu mengatur napas lagi yang belum teratur, kemudian anggota basket yang lain berlomba-lomba mendekati memberikan selamat.

Hari ini, ia berhasil membuat Yona tersenyum lagi.



🍃🍃🍃🍃🍃



Sejak pertama kali melihat Yona, Devina langsung tidak menyukai gadis itu.

Entah mengapa, Yona terlihat sangat menjengkelkan. Tidak perlu berusaha, Yona sudah disukai oleh banyak orang. Yona terlalu dipuji, membuat Devina kian muak berhadapan dengan gadis itu. Padahal, Yona sama sekali tidak sehebat kata-kata mereka menurut pandangannya.

Devina ingat betul ketika dipertemukan pertama kali dengan Yona di hari tingkatan baru ekskul cheers. Yona terus berusaha menunjukkan dirinya agar bisa mendapatkan perhatian dari Kak Kristal. Sejak awal, ia sudah ingin mengalahkan Yona agar berada di bawahnya, namun hingga detik ini Yona tak juga bisa ia kalahkan sama sekali.

Berbagai cara telah Devina coba. Baik dari cara yang masih dibatas wajar, hingga cara yang kelewatan. Namun, sekuat apapun usaha yang ia lakukan, Yona tetap saja bisa berdiri kuat di posisinya. Seolah-olah tak ada yang bisa menjatuhkan.

Rasa benci Devina memuncak ketika Yona berhasil mengalahkannya pada seleksi pemilihan ketua cheers. Ia merasa sudah melakukan yang terbaik dibanding gadis itu, namun ternyata Yona seakan ditakdirkan untuk terus menjadi nomor satu. Devina terus kalah, ia terus saja berada di bawah Yona.

Menjatuhkan Yona hingga ke dasar adalah cita-cita Devina selama ini. Ia ingin sekali melihat Yona terjatuh tidak berdaya lalu ia pun bisa mengambil segala yang gadis itu miliki. Setelah semua perlakuan yang Yona lakukan padanya, saat ini Devina kembali menyusun rencana baik-baik agar tujuannya bisa tercapai.

Melempar tatapan sinis pada Yona yang baru saja duduk di antara anggota cheers, Devina berdecak. Entah kapan ia bisa melihat Yona lenyap dari bumi ini. Wajah gadis itu benar-benar mengganggu harinya.

"Lo baik-baik aja, 'kan, Yon?" Lagi-lagi Beby menanyakan keadaan Yona.

"Lo, kok, makin cerewet, sih, Beb? Gue baik-baik aja. Nggak usah nanya-nanya mulu, deh." Yona tertawa. Ia mengusap keringatnya yang bercucuran. Gadis itu terus berusaha keras agar tetap terlihat seperti biasa di hadapan anggota cheers, padahal saat ini tubuhnya terasa ingin ambruk tak berdaya.

"Kayaknya akhir-akhir ini kesehatan lo menurun banget, ya, Yon? Setiap abis latihan lo pasti berubah kek mayat hidup. Atau jangan-jangan lo lagi sakit?! Makanya lo sering izin dengan alasan yang nggak detail? Makanya juga lo udah dua kali dilarikan ke rumah sakit? Bener, 'kan?! Nggak heran lagi gue. Kok, bisa lo cuma terkunci di toilet tapi lo bisa pingsan seperti itu? Ngaku lo?!"

Ucapan panjang menggebu-gebu Mega membuat Yona kian memucat di tempat. Semua anggota cheers lantas terdiam seraya melempar tatapan penasaran ke arah gadis itu. Yona tidak langsung menjawab, bibirnya seakan terkunci rapat. Menambah rasa yakin dari mereka semua karena jika dipikir-pikir ucapan Mega ada benarnya juga.

Tidak membiarkan Davina berbicara hingga suasana kian tak terkendali, Yona langsung menyemburkan tawa gelinya merespon spekulasi dari Mega. "Ngomong apaan, lo, Meg? Yakali. Kesehatan gue emang beneran down belakangan ini, tapi gue baik-baik aja. Bukan mengidap suatu penyakit yang mungkin ada di pikiran lo semua sekarang. Amit-amit. Gue selalu hidup sehat, yakali gue tiba-tiba punya penyakit."

"Masalah kemarin, itu karena gue belum makan. Maag gue kambuh. Makanya pingsan," lanjutnya masih menyelipkan tawa agar terlihat meyakinkan.

"Sejak kapan lo maag?" sela Ochi tiba-tiba. Raut wajah Yona menegang kembali. Karena ia ingat dulu Ochi pernah menangkapnya basah dengan keadaan penuh darah.

"Iya. Sejak kapan, Yon? Perasaan selama kita kenal lo nggak pernah terlihat punya riwayat maag?" tambah Cinta kembali membuat Yona bungkam.

"Plot twist banget nggak, tuh, kalau ternyata ketua cheers kita punya penyakit?" Devina mengambil kesempatan memanasi. "Bakal tambah mengejutkan lagi kalau ternyata penyakitnya itu penyakit yang parah? Penyakit yang mematikan? Wah, ini bakal seru banget, sih. Gue duluan yang bakal berdecak heboh kalau itu beneran" Seolah ucapannya adalah candaan, Devina tertawa-tawa pada Yona yang lantas menatapnya tajam.

"Lo kalau ngomong pakai akhlak dikit, bisa?" kesal Beby terpancing emosi.

"Gue cuma ngomong tentang kebenaran yang mungkin terjadi. Sensi banget lo," sinis Devina tidak mau kalah.

"Tapi omongan lo udah kelewatan, Dev. Lo seolah-olah berharap banget itu terjadi. Kita satu tim. Seharusnya lo nggak ngomong seperti itu ke Yona karena bagaimana pun juga Yona kapten kita."

"Cuma pangkat dia yang di atas, tapi dia tetap seangkatan sama kita. Jadi lo santai aja." Devina mendengkus jengkel.

"Gue nggak ngerti sama lo. Lo sepertinya dendam banget sama Yona. Masalah lo apa, sih? Dari dulu, apapun yang Yona lakuin lo selalu berusaha ngambil celah buat singkirin dia? Lo masih berharap jadi ketua cheers? Lo masih nggak sadar diri juga?" Kata-kata tajam Beby tentu mengundang amarah Devina yang meletup-letup. Anggota cheers seketika berubah riuh saat Devina bangkit dan langsung menerjang Beby tanpa aba-aba. Beby yang di bawah Devina juga ikut membalas serangan gadis itu. Aksi perkelahian terjadi beberapa saat hingga Yona yang masih terdiam akhirnya turut meleraikan.

"Lo berdua bisa berhenti nggak?!" Dengan napas memburu Yona menjauhkan Beby dari Devina. Keadaan mereka berdua sudah acak-acakan. Ketika Devina ingin maju lagi Yona lantas menghadang. "Dev! Stop atau gue laporin lo ke Bu Emile?!"

Ancaman Yona justru membuat Devina tertawa. "Sana lo laporin! Emang lo siapa, hah?! Urusan gue sama jalang itu belum beres!"

"Apa lo bilang?! Lo yang jalang, anjing!" balas Beby murka. Ia berusaha melepaskan diri ingin menghajar Devina.

"Beb! Lo juga berhenti!" sentak Yona muak. Kepalanya pusing mendengarkan kata-kata kasar dari mereka berdua.

"Dia udah keterlaluan, Yon! Gue harus robek mulut dia biar bisa mingkem selama-selamanya! Lo nggak muak apa?!"

Tubuh Yona mendadak bergeser menjauh karena Devina tiba-tiba melepaskan diri dan mendorongnya agar bisa menarik rambut Beby kuat. Aksi pertengkaran mereka di mulai lagi. "BERHENTI GUE BILANG! BERHENTI!!!" teriak Yona tidak tahan. "KALAU LO BERDUA MAU BERANTEM JANGAN DI SINI! DI LUAR SEKOLAH SANA BIAR GUE NGGAK KENA IMBASNYA!"

Mendengar teriakan menggelegar Yona tentu membuat Devina dan Beby melepaskan serangan masing-masing. "Kalau lo berdua masih berantem, sana di luar! Sekalian nggak usah masuk lagi karena gue nggak mau punya anggota cheers kek kalian berdua! Sana, lanjutin kalau lo berdua mau gue laporin ke Bu Emile! Lo pikir gue nggak bisa keluarin lo berdua, hah?! Kalau lo mau bukti yaudah berantem lagi sekarang!" Yona tak terkendali, dadanya naik-turun emosi.

Devina menepis tangan Cinta dan Vivi yang menahan. Kemudian melangkah lagi pada Beby memberikan peringatan. "Gue pastiin, lo pasti bakal nyesel udah belain Yona sampai segininya!" ujar Devina penuh penekanan. Ia melempar pandang penuh dendam ke arah Yona.

"Maksud lo apa?" balas Beby masih diselimuti amarah.

Devina tertawa membalas, tidak ingin membahas lebih lanjut. "Lo bakal tau maksud gue nanti. Belum saatnya lo semua tau. Ketua cheers kita yang lo semua agungkan ini nggak sebaik yang lo liat!"

"Maksud lo apa, sih, Dev? Lo sadar nggak kalau kelakukan lo sekarang buat lo makin di bawah gue?" ujar Yona emosi, tidak bisa lagi membiarkan Devina yang kelewatan. "Kalau lo mau kalahin gue nggak gini caranya! Lo malah makin nunjukin kalau lo beneran terlalu mengenaskan sekarang. Lo sadar nggak?"

"Terus lo mau gue gimana, Yon?!" tantang Devina. "Oke, gue akui gue nggak bisa berbuat apa-apa sekarang karena lo ketua cheers. Fine, gue bakal menghargai lo daripada gue diluarin dari cheers."

"Tapi, Yon. Gue ingatin. Silahkan sekarang lo nikmati semua apa yang lo miliki, sebelum akhirnya lo bakal terjatuh dan nggak akan ada lagi yang mau bantuin lo sama sekali!" Wajah Devina memerah. Emosinya memuncak. Melempar senyuman miring penuh arti, lalu akhirnya berbalik pergi meninggalkan mereka semua. Mengepalkan tangan kuat-kuat, keinginannya kian tak tertahankan lagi. Devina berani melakukan apa saja agar Yona kali ini benar-benar terjatuh seperti apa yang ia inginkan. Tak peduli apapun itu, dan bagaimana pun caranya.

Devina sudah tidak tahan. Andai saja ia bisa mengulang waktu, maka rencana besarnya yang dulu ia susun baik-baik pada saat itu tidak akan ia sudahi. Devina akan tetap melanjutkan. Mencelakai Yona lagi. Ia kembali menyeringai.  Kali ini Devina tidak akan membiarkan gadis itu lolos untuk kedua kalinya, seperti pada malam itu di mana Yona official menjadi ketua cheers.

Meraih ponselnya, Devina segera mencari nomor seseorang yang dulu pernah ia perkerjakan untuk menghabisi nyawa Yona.


🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃


4036 words, done!!!!!!!! Siapa yang kangennnnn?😭👍

Aku mau nanya dulu krn mungkin kalian bingung sama fakta satu ini yang baru saja terbongkar. Masih ingat nggak di part Yona dan Dave ketemu? Di part 2 bagian akhir saat Dave balik lagi untuk mastiin klo benar Yona bs bikin telinga dia jadi normal? Dan kejadian itu akhirnya membawa mereka ke tragedi tambrak lari yang direncanakan? Yang bikin Dave untuk pertama kalinya selamatin Yona dari bahaya? Seperti yg kamu tau hari ini, itu pelakunya Devina karena dia kalah sama Yona😭

Ini nggak direncakan sih awalnya, tapi mendadak tercipta begitu saja. Udah tau kan seberapa dalamnya dendam Devina ini😭

Siapkan atimuuu. Jalan berliku penuh lara akan segera hadirrrr~

Jadi, bagaimana pendapatnya tentang part ini? Coba komen banyak dulu ihh sebelum ngilang WKWKWKWK

SPAM NEXT DULU COBA KALAU GA SABAR SAMA PART SELANJUTNYA :(

Dann, jangan lupa follow ig khusus Beautifulove 👇👇👇
-daydreamproject10
-asmahafaaf
-yonafarestaivory
-dave_saja
-astories.e

Oke, paypay sampai ketemu lagi:* AsmahAfaaf

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 47.6K 32
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
802K 56K 48
Sherren bersyukur ia menjadi peran figuran yang bahkan tak terlibat dalam scene novel sedikitpun. ia bahkan sangat bersyukur bahwa tubuhnya di dunia...
551K 44.6K 46
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...
101K 5.6K 33
☠️ PLAGIAT DILARANG KERAS☠️ FOLLOW SEBELUM BACA!!! Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ayla Humairah Al-janah, yang dijodohkan oleh kedua oran...