Diabolus

By Dillaft

576K 86.6K 19.6K

(Mengandung adegan kekerasan dan kata-kata kasar) Bona, gadis keturunan campuran manusia-iblis yang seratus t... More

Prolog
One: I am Diabolus
Two: Blood
Three: History Of Diabolus
Four: Akennaton
Five: Right hand
Six: Why?
Seven: Good bye, Papa
Eight: The Real King
Nine: Blue Eyes
Ten: Seducer
Eleven: The Fake Princess
Twelfe: Defeat or Death?
Thirteen: Not a Slap, But a Hug
Fourteen: The New Lie
Fifteen: Raxil
Sixteen: The Dark Side Of Psycho
Seventeen: Become a Queen
Eighteen: Women and Weapon
Twenty: Angel Of Death
Twenty One: War Of the Underworld
Twenty Two: The King Of The North
Twenty Three: Mine
Twenty Four: Gossip
Twenty Five: An Aroggant Man
Twenty Six: Not Now
Twenty Seven: Crazy Suggestion
Twenty Eight: We Are Family
Twenty Nine: Someone Between You and Me
Thirty: Dangerous Man
Thirty One: Crazy Speculation
Thirty Two: An Enemy
Thirty Three: Great King Of The Past
Thirty Four: Love Is Weakness
Thirty Five: Wasted Women
Thirty Six: What Do You Know About Me?
Thirty Seven: Dark Version of Cinderella
Thirty Eight: Another Ruler
Thirty Nine: Life For Life
Forty: Dark and Light
Forty One: Innocent Creature
Forty Two: Mystery Of The South
Forty Three: Concubine Charade
Forty Four: Secret in the Hereditario Book
Forty Five: Cruel Past
Forty Six: Akennaton Woman
Forty Seven: The Gladiator
Forty Eight: The Dark Side Of Sacrifice
Forty-Nine: Happines Becomes Disaster
Fifty: The Stupidest Creature on Earth
Fifty One: Despair
Fifty Two: Hope and Help

Nineteen: Socialite Woman

11.5K 1.7K 282
By Dillaft

Tak dirasa, sudah dua minggu Bona tinggal di Clan Akennaton. Hari-hari yang terlewatkan terkesan biasa saja. Pula kegiatan yang Bona lakukan terasa begitu monoton.

Satu-satunya kejadian penting hanyalah fakta bahwa pertemanan antara Bona, Eva dan Rebecca sudah terjalin cukup dekat.

Rebecca punya sejuta cara untuk membuat ratunya tertawa. Gadis lycan itu sangat pandai bercerita dan melontarkan beberapa lelucon.

Sementara Eva merupakan kebalikan dari Rebecca. Gadis manusia itu begitu cuek. Sosoknya mengingatkan Bona pada karakter kakak perempuannya, Lady Casmira.

Hanya mereka hiburan Bona untuk saat ini. Memiliki seorang teman merupakan hal sederhana yang mampu memberikan keceriaan pada Ratu Akennaton itu.

Seperti saat ini, dua teman baru Bona itu kembali berkunjung ke kamarnya setelah dipanggil oleh Damares atas perintahnya sendiri.

Rebecca dan Eva membawakan Bona tas mereka yang ikut terhisap oleh portal sepuluh tahun yang lalu. Dua gadis ini tahu bahwa Sang ratu begitu haus pengetahuan akan perihal manusia.

Bona tampak membongkar tas milik Rebecca. Tas tersebut berwarna hitam dengan hiasan huruf G di tengah-tengahnya. Lantaran sudah dimakan waktu, menyebabkan warnanya menjadi usang. Barang-barang Rebecca berhamburan di atas meja. Hanya riasan yang Bona kenali. Selebihnya, Bona tak tahu.

Yang pertama menarik perhatian Bona, ialah iPhone. Kemudian kacamata. Powerbank. Masker. Topi. Dan kunci mobil. Bona menatap benda-benda asing tersebut dengan keheranan. Namun, diimbangi dengan tatapan penuh ketertarikan.

Ratu Akennaton fraksi barat itu kemudian beralih pada tas berwarna cokelat milik Eva. Barang yang Bona kenali hanya lipstik. Eva juga memiliki sebuah iPhone. Barang-barang gadis manusia itu tak terlalu banyak seperti Rebecca.

Sembari membiarkan Bona asik dengan kesibukannya sendiri, Gelsy dan Damares yang juga telah akrab dengan dua gadis pendatang baru itu mencoba untuk menyibukkan diri pula dengan memulai sebuah perbincangan.

Gelsy berkata, "Bagaimana hari-harimu setelah menjadi pendamping seorang pemimpin lycan, Rebecca?" tanyanya.

Rebecca mengedikkan bahu, "Lumayan seru," katanya dengan tersenyum lebar. Gadis periang ini kemudian menoleh pada Eva, "Iya, kan, Eva?"

"Biasa saja," jawab Eva singkat. Gadis manusia itu tengah membaca salah satu koleksi novel Bona yang bergenre romansa dengan sedikit bumbu-bumbu erotis karya Damares. Beberapa kali pipi Eva merona sendiri ketika membaca kalimat demi kalimat dari buku itu.

Rebecca memutar bola matanya malas.

Gelsy terlihat ragu mendengar jawaban Rebecca, "Benarkah? Apa mereka tak berperilaku kasar padamu? Aku sering memerhatikan bahwa pria-pria lycan itu sangat kasar dan brutal," katanya sambil bergidik.

Damares yang tak tertarik dengan arah perbincangan ini lebih memilih untuk mendekati Bona. Pria itu merapikan barang-barang milik Rebecca dan memasukkannya kembali ke dalam tas agar tak terlihat berantakan.

"Mereka hanya jahat pada yang pantas menerimanya. Mereka itu orang baik, Gelsy. Kau hanya belum melihatnya. Apalagi, pria-pria lycan sangat setia pada pendamping mereka. Lycan hanya memiliki satu belahan jiwa di hidup mereka."

Pandangan Gelsy berubah centil, "Bagaimana kalau aku sebenarnya adalah belahan jiwa dari salah satu para lycan?" penyihir itu memegang kepala, seolah pusing tujuh keliling jika itu benar-benar terjadi.

Bona tersenyum geli mendengarnya.

Damares tertawa, "Perbaiki saja dulu racikan ramuan sihirmu!"

Gelsy mendelik, "Aku hanya bercanda! Kau pikir aku mau menjadi kekasih pria-pria ganas? Tentu tidak! Mereka sangat kasar. Apalagi Zinki. Aku sering melihatnya menyiksa para pengawal." Gelsy kembali bergidik.

"Kalau kau mau melihat sisi lembut Tuan Zinki, pertemukan dia dengan Eva," kata Rebecca.

"Kenapa memangnya?"

"Eva adalah belahan jiwa Tuan Zinki."

Gelsy menutup mulutnya terkejut. Damares pun cukup dibuat tercengang akan fakta ini. Sementara Bona yang sudah tahu mengenai fakta ini terlihat biasa-biasa saja.

"Lalu mengapa Zinki belum menandaimu?" tanya Damares.

"Aku tidak mau menjadi lycan. Kalau dia menggigit leherku, otomatis aku akan berubah menjadi manusia serigala," jawab Eva. Gadis itu menutup bukunya lalu menoleh pada Damares.

Ras lycan memang seperti ini. Para lycan hanya memiliki satu belahan jiwa di hidup mereka. Cara mereka menandai pasangan, yakni dengan cara menggingit leher pihak perempuan. Setelah proses penandaan ini dilakukan, mereka akan terikat selamanya sampai mati.

Rebecca hanya bisa geleng-geleng kepala, "Kasihan Tuan Zinki. Karena kau, dia harus dihadapkan dengan kesulitan. Termasuk kami semua! Aku lelah mengekorimu ke mana pun!"

"Kau pikir aku juga suka selalu bersamamu?" Eva tampak kesal.

"Zinki memerintahkan Rebecca untuk selalu berada di samping Eva agar aroma tubuh manusianya tak sampai tercium oleh diabolus lain, terutama Lord Milson. Mereka semua bekerja sama untuk melindungi identitas Eva," ujar Bona menjelaskan.

Ratu Clan Akennaton itu tersenyum penuh arti pada dua pelayannya. Seolah memberitahu bahwa dirinya memiliki kesamaan dengan Eva. Mereka bertiga, bersama Eduardo dan Casmira, memiliki masalah yang sama seperti para lycan. Hanya saja, Eva memiliki banyak pendukung dan sandaran yang dapat menerima identitasnya. Bedanya, Bona tak punya sandaran.

Damares tersenyum untuk menguatkan tuannya. Bona memang tak memiliki banyak pendukung seperti Eva. Pula tak memiliki sandaran yang dapat menerima kondisinya apa adanya. Namun, faktanya Bona mampu bertahan sampai saat ini.

Bona menunjukkan barang milik Eva yang paling menarik perhatiannya, "Apa ini, Eva?"

"Oh... itu stetoskop, Lady," jawab Sang empunya barang.

"Apa fungsinya?"

Damares yang mengetahui barang itu tentu terkejut. Ia menoleh pada Eva, "Kau seorang dokter?"

Eva mengangguk.

"Dokter?" Bona tampak senang. Lebih tepatnya, ia dan dua pelayannya terlihat begitu senang.

Dulu sewaktu masih tinggal di Clan Asten, mendiang Lord Ladarius, Eduardo, dan Casmira selalu dihadapkan dengan kesulitan bila Bona sedang jatuh sakit. Sebab kondisi kesehatan Bona selalu berbeda cara pengobatannya dengan diabolus. Hal itu menjadikan Ladarius dihadapkan dengan pilihan terberat, apakah ia harus membiarkan puteri bungsunya sakit dalam waktu yang lama demi menjaga identitasnya atau menculik seorang manusia yang berprofesi dokter untuk kesembuhan puterinya. Mengingat opsi kedua memiliki resiko yang sangat berbahaya, terpaksa kala itu Ladarius dan juga Eduardo, lebih memilih opsi pertama.

Sekarang, setelah mengetahui fakta bahwa Eva adalah seorang dokter, membuat Gelsy dan Damares merasa lega untuk tidak dihadapkan dengan kesulitan serupa seperti dulu dalam waktu ke depan.

Namun, yang menjadi tanda tanya besar, apakah Eva bisa dipercaya?

"Kalian tahu apa itu dokter?" tanya Eva.

"Ya," jawab Bona, "Damares pernah memberitahuku tentang itu. Dokter adalah profesi seperti tabib, kan?" ujarnya. Padahal, sebenarnya Bona mengetahui perihal dokter dari ayahnya, Ladarius.

Damares tersenyum ketika Eva menatapnya untuk menuntut jawaban, "Aku tahu dari buku," katanya. Tak gugup sekali pun.

Hidup dalam persembunyian selama puluhan tahun telah menjadikan dua pelayan Bona terlatih untuk pandai berbohong. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tak akan membuat mereka gugup. Sebab justru kegugupanlah yang merupakan sumbu awal timbulnya kecurigaan. Maka mereka harus berlatih untuk menghindari itu.

"Bagaimana denganmu, Rebecca? Apa profesimu dulu saat masih menjadi manusia?" tanya Bona tersenyum.

"Aku hanya seorang artis yang memiliki banyak haters, Lady," jawab Rebecca sambil tertawa kecil.

Dahi Bona berkerut, "Apa itu artis?"

"Mm... seseorang yang terkenal, Lady. Aku seorang seniman dalam bidang akting."

"Lalu apa itu haters?"

"Pembenci. Banyak yang membeciku, Lady."

Bona tampak prihatin untuk Rebecca. Namun, Rebecca hanya terlihat santai dan tertawa melihat ekspresi Sang ratu.

"Jangan khawatir, Lady. Aku bahagia sekarang. Aku lebih suka hidup di sini," jawab Rebecca. Gadis itu memang terlihat sangat bahagia. Ia mencintai kehidupan dan identitas barunya sebagai ras lycan.

"Tentu saja bahagia. Dulu dia sangat depresi, Lady. Temanku adalah dokter yang menanganinya. Para haters membuat mental Rebecca terganggu. Dia bahkan pernah mencoba bunuh diri," ungkap Eva. Bona tampak semakin sedih mendengarnya.

Karena hal ini, Eva dan Rebecca sering berpapasan di rumah sakit. Meski, tak pernah berkenalan secara langsung, Eva tentu telah mengenal Rebecca karena gadis itu merupakan artis yang sangat populer.

Banyak rumor yang beredar bahwa Rebecca telah menjual diri pada pria-pria kaya. Juga merupakan seorang simpanan dari pejabat negara. Bahkan ada rumor yang mengatakan bahwa Rebecca merupakan anak dari hasil hubungan haram.

Rumor-rumor tak berdasar tersebutlah yang membuat Rebecca begitu depresi sepuluh tahun yang lalu.

"Aku melihat Rebecca saat dia ingin melompat turun dari gedung rumah sakit. Aku mencoba menghentikannya, tetapi sebuah pusaran angin tiba-tiba muncul lalu menarik kami dan di sinilah kami berada sampai sekarang," kata Eva dengan nada jenguh, "andai aku tak berusaha menolongnya hari itu, aku pasti tidak akan berada di sini," katanya kemudian.

Rebecca tertawa mendengarnya.

"Bagaimana denganmu, Lady? Apa kau bahagia tinggal di sini?" tanya Rebecca.

"Siapa yang tidak bahagia jika tinggal di tengah kemewahan seperti ini." Bona terkekeh pelan.

"Aku nyaris tidak pernah melihatmu bersama Lord Milson, Lady. Lord lebih sering bersama Tuan Zinki daripada denganmu. Apa hubungan kalian sedang tidak baik?" tanya Eva.

"Husst..." Gelsy menatap tajam Eva, menyesali ketidaksopanannya. Sehingga Eva langsung menutup mulut.

Bona hanya tersenyum mendengarnya. Mengingat tentang Milson, membuat Bona merasa bersalah. Sudah dua minggu ia tak pernah bicara pada pria itu. Sungguh tak sopan. Bona bahkan tak pernah menyapanya bila berpapasan di koridor.

Pintu kamar Bona diketuk, "My Lady," seru seorang pengawal dari luar.

Setelah menerima anggukan dari Bona, Damares langsung membukakan pintu untuk pengawal tersebut.

Rebecca dan Eva reflek berdiri.

Pengawal membungkuk rendah pada Sang ratu lalu berkata, "Lord Milson memanggil Anda, Lady."

●●●

Bila mendengar kata siang, yang langsung terpikirkan pastinya perihal matahari dan teriknya yang membelenggu bumi. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Clan Akennaton.

Kilat-kilat menyambar di langit Akennaton. Awannya begitu gelap nan pekat. Kabut-kabut menelan pepohonan. Suara burung gagak menyambut telinga setiap saat. Tak ada matahari di dunia alam bawah.

Di dalam kabut wilayah barat Akennaton, terdengar suara tapak kaki kuda dan kereta. Kuda-kuda tersebut membawa kereta dengan pelan dan penuh kehati-hatian menuju istana fraksi barat Clan Akennaton.

Mereka kemudian muncul dari kabut. Ketika kuda berhenti di depan gerbang, dua pengawal Akennaton langsung membukakan gerbang untuk mereka.

Salah satu penghuni kereta turun dan mendekati Sang pengawal. Orang tersebut merupakan makhluk dari ras satyr, pria itu adalah pengikut setia Lord Caesar.

Peri hutan berbadan setengah manusia setengah kambing yang bernama Tiquico itu berkata, "Aku utusan dari Clan Aneor. Aku membawa undangan untuk diberikan kepada orang kepercayaan Lord Milson."

Sang pengawal mempersilakan Tiquico masuk. Di pintu utama istana, beberapa pengawal telah berdiri untuk menyambut kedatangan Tiquico.

Para pengawal membuka jalan untuk Zinki. Pria lycan ini saling menunduk dengan Tiquico sebagai bentuk sapaan dan kesopanan.

"Selamat datang, Tiquico," sambut Zinki singkat, tanpa senyuman.

Tiquico tersenyum tipis, "Aku diutus oleh Lady Caitlyn untuk mengantar undangannya pada Lady Bona," kata pria itu.

Tiquico mengeluarkan sebuat surat berwarna merah muda dari dalam jubahnya lalu memberikannya pada Zinki.

Zinki mengambil surat tersebut. Barulah senyuman pria ini terlihat, tetapi begitu tipis dan singkat. Zinki mengangguk pelan untuk pria di hadapannya. Pertemuan antara mereka pun berakhir.

Tanpa minat untuk memperpanjang perbincangan sembari menyeruput teh hangat, Zinki membiarkan tamunya pergi begitu saja setelah keduanya saling menunduk untuk yang terakhir kali.

Zinki menatap kepergian Tiquico sampai pria itu masuk ke dalam kereta lalu meninggalkan istana bersama kuda-kudanya.

Ketika kereta Tiquico telah tertelan kabut, Zinki menoleh pada seorang pengawal, "Tutup gerbangnya," katanya. Pengawal tersebut langsung mengindahkan.

Zinki berbalik arah lalu berjalan menuju ruang pribadi Lord Milson. Bukannya memberikan langsung surat tersebut pada Bona, pria itu malah berniat memberikannya pada Milson. Bukan apanya, Zinki memilih untuk cari aman saja. Ia takut bila undangan tersebut memiliki maksud yang buruk pada Sang ratu. Dan bila hal buruk tersebut benar menimpa Bona, habislah ia. Zinki masih sayang sama kepalanya.

Di dalam ruangan, seperti biasa, yang dilakukan oleh Sang penguasa fraksi barat hanya membaca buku. Kali ini bukan bacaan mengenai konspirasi alam atau konspirasi perihal wanita. Bacaan Milson sangat menarik... baginya. Ia tengah membaca buku yang membahas tentang strategi perang.

Kemunculan Zinki tak menjadikan perhatian Milson buyar pada bukunya.

"Lord," Zinki membungkuk pada Sang tuan.

"Ada apa?"

"Aku membawa undangan dari Clan Aneor."

"Letakkan saja di meja."

"Bukan untuk Anda."

Alis Milson terangkat. Meski begitu, mata pria itu masih terarah pada kalimat demi kalimat yang tertulis di dalam buku.

"Undangan ini untuk Lady Bona."

Barulah perhatian Milson buyar. Penguasa Clan Akennaton itu berdongak menatap Zinki, "Undangan apa?"

"Aku tidak tahu, Lord. Tiquico mengatakan bahwa undangan ini dari Lady Caitlyn," katanya. Zinki memberikan surat tersebut pada Milson.

Milson memerhatikan surat berwarna merah muda tersebut lalu membolak-balikkannya berulang kali. Milson tentu tahu maksud undangan ini. Warna merah muda merupakan lambang dari perkumpulan wanita-wanita bangsawan elit dunia alam bawah. Wanita-wanita tersebut pastinya bukan dari kalangan sembarangan. Mereka terhormat dan punya kekuasaan. Seringkali makhluk-makhluk dunia alam bawah menyebut mereka dengan sebutan wanita sosialita.

Milson tersenyum tipis, ikut merasa bangga akan reputasi baik ratunya sehingga menerima undangan yang terhormat seperti ini.

Milson membuka surat tersebut lalu membaca isinya;

Dear, Lady Bona.

Atas nama kehormatan dan keanggunan seorang wanita bangsawan, aku mengundangmu untuk bergabung bersamaku dan wanita-wanita bangsawan elit lainnya. Kami dengan senang hati bertukar pikiran dan pengalaman bersamamu.

Kami menunggu kehadiranmu malam ini di Clan Akins, Lady.

Dari temanmu tersayang,

Lady Caitlyn.

Milson tertawa setelah membaca surat itu, "Teman?"

Milson mengakui bahwa Caitlyn memang gadis bermuka dua. Setelah pertengkarannya dengan Bona tempo hari, bisa-bisanya gadis itu menulis surat dengan salam akhir yang begitu menjijikkan seperti ini.

Milson kemudian kembali melipat surat tersebut lalu melayangkan tatapannya pada Zinki.

Zinki yang langsung tanggap sontak membuka pintu ruang pribadi Milson. Pria itu berbicara pada seorang pengawal untuk memanggil Lady Bona ke ruangan ini.

Selepas itu, Zinki kembali menutup pintu dan berbalik menghadap Sang tuan. Namun, rupanya Milson telah berpindah posisi. Penguasa fraksi barat Clan Akennaton itu tampak sedang berdiri di depan cermin.

Tak banyak gerakan yang Milson lakukan saat berkaca. Yang dia lakukan hanya satu, menatap wajah untuk memastikan ketampanannya tak memudar.

Milson kemudian kembali duduk di kursi setelah membawa satu tumpukan buku untuk diletakkan di atas meja.

Pria itu kembali melanjutkan bacaannya yang sempat tertunda sembari menunggu kedatangan Si pemilik surat.

Suara hak sepatu menggema di sepanjang koridor luar ruangan. Milson dan Zinki tentu tahu siapa pemilik sepatu itu.

Tak lama kemudian tidak ada lagi suara yang terdengar. Digantikan dengan suara seorang pengawal yang berujar dari luar, "Lady sudah tiba, Lord."

Zinki membuka pintu lebar-lebar untuk Sang ratu. Sehingga Bona segera masuk ke dalam ruangan dan berhadapan langsung dengan Milson.

Bona membungkuk rendah, "My Lord," sapanya.

Ini adalah yang pertama kalinya bagi Bona menginjak ruang pribadi Lord Milson. Sosoknya yang selalu penasaran tentu tak akan melewatkan kesempatan ini. Bona memanjakan mata sejenak dengan interior ruangan itu. Pula memerhatikan koleksi buku-buku tebal Milson yang tak begitu menarik perhatian Bona. Mengingat Bona memang tak terlalu suka membaca buku dengan pembahasan berat.

Ketika Bona kembali menoleh ke depan, reflek ia gelagapan. Sebab ternyata Milson sudah lebih dulu menatapnya.

Tatapan tajam pria itu membuat Bona menerka-nerka, apakah Milson sedang marah atau tidak? Namun, karena Bona tak gentar, gadis itu dengan berani membalas tatapan Milson dengan sorot yang tak kalah tajamnya.

Zinki yang mengerti situasi langsung angkat kaki dari ruangan dan menutup pintu.

Ditinggal berdua menjadikan keheningan berkuasa selama beberapa menit. Bona pun kukuh tak mau bicara duluan setelah melayangkan sapaan yang tak diberi jawaban.

Akhirnya Milson angkat bicara, "Ke mana saja kau dua minggu terakhir ini, Bona?" tanyanya menyinggung, "menyapaku saja tak pernah."

Bona menunduk, tampak merasa bersalah. Jujur saja, sampai sekarang Bona masih meragukan posisinya. Apakah ia sudah pantas menjadi seorang ratu? Bona tak tahu apa yang semestinya dilakukan oleh seorang ratu. Sementara yang Bona lakukan hanya berdiam diri di kamar dengan perasaan was-was jika sewaktu-waktu rahasia besarnya akan terbongkar. Sungguh menyedihkan dan memalukan.

Milson menghela napas lalu melangkah pelan mendekati Bona, "Sampai kapan kita akan mengakhiri kesalahpahaman ini?" tanyanya.

Milson mengangkat dagu Bona. Sehingga iris mereka saling menumbuk, "Apa yang kau inginkan, Bona? Aku mengizinkanmu untuk melakukan apapun. Kau boleh berteman dengan siapa saja. Kau boleh menjelajahi dunia alam bawah sepuasnya. Aku akan memberikanmu fasilitas terbaik. Perhiasan dan segala kemewahan? Akan kubelikan semuanya untukmu. Sekali kau meminta, maka detik itu juga akan kukabulkan."

Sorot dingin pria itu membuat Bona hanyut dalam ketenangan. Deru napas Milson yang menyapu bibirnya menghantarkan perasaan mendebarkan. Pria itu serius dalam perkataannya. Dan Bona tahu itu.

"Yang kuminta darimu hanya satu. Aku ingin kau selalu mengerti pada setiap tindakan atau pun perkataanku. Lalu ketika hanya menyisakan kita berdua, mari kita bertukar pikiran. Aku akan memberikanmu semua kejujuran di akhir cerita."

Dahi Bona sedikit berkerut, "Walau itu jahat?" katanya. Melupakan fakta bahwa iblis itu pada dasarnya memang selalu jahat.

"Ya," jawab Milson berbisik, "mungkin kau belum tahu bahwa aku dan Victor tak pernah akur. Dari dulu aku selalu bersaing dengannya. Jika dia mengetahui kelemahanku, takhtaku akan berada dalam masalah besar. Aku tahu perkataan itu menyakitimu. Maafkan aku, tapi aku harus jujur bahwa itu memang benar," katanya kemudian.

Bona menepis kasar tangan Milson dan bergerak mundur untuk menjauh. Gadis itu kelihatan kesal. Namun, Milson memeluk pinggangnya erat agar kembali mendekat.

"Kau--"

"Jangan berani memotong kalau aku sedang bicara!" Milson tampak marah.

Tatapan tajam dua insan ini saling menusuk. Terlihat jelas bahwa kekesalan mereka menggebu. Meski begitu, Bona dan Milson tahu bahwa tak ada waktu untuk beradu tinju.

"Memang benar bahwa aku membutuhkanmu untuk mengisi takhta Ratu, tetapi seiring waktu, aku sadar bahwa aku mulai menginginkanmu seutuhnya."

Deru napas Milson terasa begitu pelan. Bona bisa merasakannya. Napas pria itu seakan meninggalkan jejak geli di bibir Bona. Tatapan kesal pria itu memudar. Milson menatap iris Bona begitu dalam. Seakan ingin menangkap dan mengurungnya.

"Aku mau semuanya..." Milson berbisik. Tangan pria itu bergerak membelai rambut hingga berakhir di tengkuk Bona.

Terlebih saat Milson menyatukan hidung mereka. Reflek mata Bona terpejam. Bulu kuduknya meremang. Jantungnya berdebar. Sinar ikatan Milson membuat darahnya berdesir hebat.

Ketika Bona membuka mata, pandangan Milson yang kini telah menggelap menyambutnya. Pria itu menatapnya dengan penuh kasih. Secara tidak langsung, pria itu telah mengungkapkan cinta kepada ratunya.

"Apa maafku sudah diterima?"

Perlahan, tapi pasti, Bona memberi jawaban dengan anggukan.

Bibir Milson tertarik membentuk senyuman tipis. Pria itu begitu melimpahkan seluruh isi perasaannya pada Bona melalui tatapan.

Wajah Milson semakin mendekat. Mata pria itu menatap lurus ke arah bibir Bona. Bona tentu tahu apa yang ingin Milson lakukan. Sehingga Bona langsung menutup mulutnya rapat-rapat.

Lantas Milson mengurungkan niat. Penguasa Clan Akennaton itu mencoba memaklumi penolakan ini. Meski, kesalahpahaman mereka telah menemukan titik temu, tetapi mendapatkan kembali kepercayaan dari Bona tentu tidak secepat itu.

Yang mampu Milson lakukan saat ini hanya mengelus lembut pipi gadis itu. Ia kemudian mengambil surat undangan di atas meja lalu memberikannya pada Bona.

Bona menatap surat berwarna merah muda tersebut dengan pandangan bertanya.

Milson bersandar di meja. Dua tangannya masuk ke dalam saku celana, "Berdandanlah yang cantik. Kau pantas mendapatkan penghormatan dari mereka. Karena sekarang kau adalah wanita Akennaton," katanya dengan senyuman miring.

●●●


Malam telah tiba. Sesuai dengan waktu yang tertera di undangan, malam ini, ialah pertemuan bagi wanita sosialita alam bawah.

Tentu ini merupakan kesenangan luar biasa bagi Bona. Ia tak akan mau melewatkannya. Berbaur dengan diabolus lain merupakan impiannya sejak dulu. Maka undangan Lady Caitlyn dengan senang hati ia terima.

"Terima kasih," ujar Bona pada seorang pelayan yang baru saja selesai merias wajahnya.

Pelayan tersebut membungkuk rendah pada Bona lalu meninggalkan kamarnya.

Bona menatap pantulan dirinya di cermin. Ratu Clan Akennaton itu tampak begitu riang. Senyuman tak pernah luput dari wajahnya. Pipi gadis itu tampak merona. Bibirnya dipoles dengan lipstik berwarna merah. Rambutnya dibiarkan tergerai.

Yang paling meninggalkan kesan anggun, ialah dress yang ia kenakan. Dress tersebut dihiasi dengan permata-permata kecil yang begitu indah. Tubuh Bona tampak berkilau dibuatnya. Penampilan gadis itu jelas mencerminkan hidup seorang ratu yang bergelimang akan kemewahan.

"Ingat, Nona. Jangan berbuat yang macam-macam!" ujar Damares mengingatkan.

Bona menatap Damares dari cermin. Pelayan setianya itu sedang berdiri di belakangnya bersama Gelsy.

Bona hanya tertawa, "Bagaimana, Gelsy? Kau sudah siap?"

"Ya, Nona." Gelsy tak perlu berdandan dan mengenakan gaun indah seperti Sang ratu. Penyihir itu hanya membutuhkan jubah untuk menutupi wajah bertopengnya.

Identitas Bona yang kini telah diketahui banyak orang membuat pelayan-pelayannya tentu akan mengalami hal serupa. Terlebih Gelsy dan Damares, ialah pelayan setia seorang ratu dari Clan besar. Namun, kali ini Damares tak ikut bersama mereka.

Ketika mereka bertiga berbalik untuk pergi meninggalkan kamar, sosok Milson mengejutkan mereka. Penguasa Clan Akennaton fraksi barat itu sedang duduk santai di tempat tidur Bona.

Bona menghela napas, beruntung ia dan pelayan-pelayannya tak berbincang macam-macam.

"Kenapa kalian masih memanggilnya Nona? Dia seorang Ratu sekarang," ujar Milson. Tatapan dinginnya tertuju pada Damares dan Gelsy.

Damares dan Gelsy langsung menunduk takut.

"Aku yang menyuruhnya. Aku sudah terbiasa dipanggil seperti itu," kata Bona.

Milson mendekati Bona. Meski, mereka berdua berhadapan, tetapi tatapan dingin Milson masih saja tertuju pada dua pelayan setia ratunya.

"Aku sudah siap, Milson. Bagaimana caranya aku pergi ke Clan Akins?" tanya Bona. Gadis itu kemudian menangkup pipi Milson agar menatapnya, "Lord Milson!" panggilnya dengan nada kesal.

Bona menggerakkan wajah Milson agar selaras dengan wajahnya. Sehingga jarak wajah mereka berdua sangat dekat. Milson yang menerima perlakuan tersebut lantas menjadi bernostalgia pada masa-masa pendekatannya dulu dengan Bona. Gadis itu selalu lancang bila menyentuhnya. Bona tak pernah ragu dan takut. Milson sangat menyukai sikap Bona yang agresif seperti ini.

Milson tersenyum miring. Suasana hatinya langsung membaik. Pria itu kemudian membuka pintu kamar Bona. Sehingga Zinki dan seorang pria lycan masuk ke dalam.

Zinki dan pria di sampingnya membungkuk rendah pada penguasa mereka.

"Dia akan mengantarmu." Milson menunjuk pria di samping Zinki. Dia adalah Patricio, sepupu Zinki. Pria itu merupakan salah satu petarung terbaik di ras lycan.

Milson membuka portal. Sehingga Bona dan Gelsy berjalan ke portal itu.

"Jaga dia," ujar Milson pada Patricio.

Patricio menunduk pada rajanya. Pria itu kemudian menyusul Bona dan Gelsy. Mereka bertiga masuk ke dalam portal. Pusaran angin merah tersebut membawa mereka menuju Clan Akins.

Mereka tiba di sana. Keindahan rumah bagi diabolus elemen udara itu menyambut mereka. Ada banyak sekali pohon di sana. Kediaman-kediaman diabolus Akins didominasi oleh warna putih. Mereka seperti memiliki dua dunia. Sebab beberapa rumah menjadi terbagi, ada yang menetap di darat dan ada juga yang melayang di atas. Pohon-pohon raksasa menjadi sandaran bagi rumah-rumah di atas.

Diabolus dan ras-ras immortal lain tampak beterbangan di atas langit. Pula ada banyak sekali naga putih. Clan Akins memang identik dengan naga putih. Selain angin, naga tersebut juga merupakan lambang clan mereka. Naga putih ditunggangi oleh ras dragon rider. Mereka adalah sosok manusia setengah peri yang bertelinga panjang.

Bona tak henti-hentinya tersenyum kagum. Ia sangat menyukai pemandangan Akins. Negeri mereka tampak makmur dan subur.

Istana putih Clan Akins telah menanti kedatangan Sang ratu dari negeri api. Ketika Bona dan penjaga-penjaganya berjalan memasuki istana Akins, seorang pengawal mendekati Bona. Pengawal tersebut membungkuk rendah.

"Lady Bona?"

Bona mengangguk, "Ya."

"Queen Helena sudah menunggu. Aku akan mengantar Anda, Lady."

Bona tersenyum senang. Pengawal tersebut membawa mereka menuju sebuah aula. Namun, ketika Patricio ingin ikut masuk ke dalam, pengawal tersebut tak memperbolehkan. Sebab dalam pertemuan ini memang pria tak diizinkan bergabung.

Patricio lantas menjadi kesal. Namun, Bona menenangkannya, "Tak apa. Kau tunggu saja di sini."

"Baik, Lady," Patricio menunduk. Pria itu menoleh pada Gelsy, "panggil aku jika kau butuh sesuatu," katanya kemudian. Gelsy mengangguk.

Bona dan Gelsy kemudian masuk ke dalam aula. Perkumpulan wanita sosialita telah dihadiri banyak bangsawan. Gadis-gadis bangsawan diabolus di dalam tampak berbincang ria. Pelayanan yang Akins berikan pun tak main-main. Banyak pelayan-pelayan yang memberikan hiburan dengan menari di tiang. Alunan musik lembut menyambut telinga. Dan pastinya pelayanan yang tak terlupakan, yakni asap dosa.

Tak butuh waktu yang lama bagi Bona untuk menjadi pusat perhatian. Sosoknya yang anggun menyita mata gadis-gadis bangsawan lain. Bagaimana tidak. Bona hadir atas nama Ratu Akennaton. Beberapa gadis bangsawan Akennaton lain tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Bona.

Sang tuan rumah, Lady Helena bertepuk tangan dan mendekati Bona, "Kita kedatangan wanita cantik rupanya," katanya.

Bona tertawa, "Terima kasih, Lady."

"Selamat datang," sambut Helena. Penguasa Clan Akins itu tampak begitu cantik dengan gaun putihnya.

Bona tersenyum. Helena merangkulnya lalu membawa Bona untuk berkenalan dengan gadis bangsawan lain.

Tiga gadis bangsawan, yang merupakan teman akrab Lady Helena saling menunduk dengan Bona. Mereka semua berkenalan dan menerima kehadiran Ratu Akennaton itu dengan senang hati.

Yang pertama, ada Lady Grace, selir Lord Caesar. Bona tentu sudah melihat gadis itu sebelumnya. Bona mengingat hari itu, hari di mana Grace dan Caitlyn mengeluarkan air mata palsu untuk kematian Lord Baron.

Sebenarnya, Bona tak terlalu suka dengan selir-selir Caesar. Mereka berdua tampak angkuh dan munafik. Namun, Bona berusaha tersenyum untuk menghargai keadaan.

"Senang bertemu dengan Anda, Lady," ujar Grace tersenyum. Bona membungkuk, sebagai tanda bahwa ia tersanjung.

"Dia adalah selir pertama Lord Caesar, Lady. Posisinya nyaris sama seperti Ratu," ungkap Helena.

Lady Grace memukul pelan lengan Lady Helena. Gadis itu tampak malu-malu. Padahal sebenarnya dia senang dipuji-puji seperti itu.

Yang kedua, ada Lady Alesha. Gadis itu, adalah bangsawan terhormat dari Clan Aneor. Ayahnya merupakan penasihat Lord Caesar.

Dan yang terakhir, ada Lady Nina, gadis bangsawan Clan Akins. Nina adalah puteri bungsu dari paman Lady Helena.

Pelayan setia Lady Helena, gadis ras dragon rider bernama Earie pula memberi sapaan untuk Bona.

"Di mana Lady Casmira?"

"Oh, iya. Lady Casmira tak datang. Katanya dia memiliki urusan penting bersama Lord Eduardo," jawab Helena.

"Oh... begitu, ya." Bona tampak sedih. Sudah dua minggu ia tak berjumpa dengan kedua kakaknya. Meski, tak akrab, tetapi Bona tetap merindukan mereka.

Untuk menepis rasa sedihnya, Bona menarik Gelsy agar berdiri di sampingnya, "Dia Gelsy, seorang penyihir," katanya memperkenalkan Gelsy, niat hati ingin mengganti perbincangan baru.

Gelsy langsung menunduk hormat pada gadis-gadis bangsawan di hadapannya.

Earie menyahut, "Clan kami juga memiliki seorang pengikut setia dari kaum penyihir putih," katanya.

"Oh, benarkah?" Bona tersenyum.

Helena mengangguk, "Ya."

"Kau penyihir ras apa?" tanya Earie pada Gelsy. Gadis penunggang naga putih itu menatap Gelsy dari atas sampai bawah. Penampilan Gelsy sangat jauh berbeda dengan ciri fisik penyihir putih. Rambut ungu pelayan Bona itu menjadi salah satu perbedaannya. Tak ada penyihir putih yang memiliki rambut berwarna ungu. Terlebih separuh wajahnya yang tertutupi oleh topeng menjadikan Gelsy tampak menyeramkan dan aneh.

Earie menatap Gelsy dengan pandangan meremehkan, tampak begitu sinis seolah merasa jijik. Earie memang terkenal cukup lancang dan berani. Sebab ia berdiri di belakang nama Lady Helena. Terlebih rasnya merupakan pengikut setia Clan Akins. Ras mereka merupakan suatu kebanggaan bagi diabolus Akins.

Gelsy menunduk. Penyihir itu tampak tak percaya diri dengan penampilannya.

Bona yang menyadari hal itu tentu langsung merasa jengkel pada Earie. Rasa ingin mencakar-cakar wajah gadis bertelinga panjang itu begitu menggebu. Bona yang tak ingin suasana hatinya rusak, memutuskan untuk mencari kesenangan baru.

"Aku ingin berkeliling dulu, Lady. Aku ingin memanjakan mata dengan kemewahan yang ada di ruangan ini," kata Bona.

Helena tertawa mendengarnya, "Silakan, Lady."

Bona dan Gelsy berjalan menjauh dari Helena dan teman-temannya. Mereka berjalan di tengah-tengah kerumunan, melewati beberapa kelompok gadis yang kelihatan asik dengan perbincangan mereka. Beberapa gadis bangsawan Akennaton membungkuk rendah pada Bona.

Bona menoleh pada Gelsy. Pelayannya itu menunduk tak percaya diri. Perlakuan Earie membuat Gelsy sungguh tak enak hati.

Lantas Bona mengangkat dagu Gelsy, "Angkat dagumu! Percaya dirilah, Gelsy! Kau adalah gadis luar biasa, tak perduli kau dari ras mana. Tanamkan itu dalam hatimu! Cantik tak harus selalu persoalan wajah," Bona kemudian menunjuk dada Gelsy, "cantikmu di sini," katanya kemudian.

Gelsy tersenyum. Hatinya tersentuh mendengar kata-kata tuannya.

Bona ikut tersenyum, "Jangan perdulikan gadis telinga panjang itu," katanya, membuat Gelsy tertawa.

"Wow... aku sangat tersentuh mendengarnya," sahut Lady Caitlyn. Selir kesayangan Lord Caesar itu berdiri di belakang Bona dengan tangan dilipat ke depan.

Bona menoleh, "Oh... teman tersayangku," katanya menyinggung. Jujur saja, ketika membaca surat Caitlyn ia sungguh merasa jijik. Gelak tawa Bona bahkan lebih keras daripada suara tawa Milson.

Caitlyn tersenyum miring. Mereka berdua saling menunduk untuk menyapa. Gadis licik ini memang sangat pandai cari muka. Pertemanan antara Lady Grace dan Lady Helena membuat Caitlyn cemburu. Hal tersebut tentu membuatnya tak ingin kalah saing. Ia juga harus mencari teman dengan kekuasaan tinggi seperti Helena. Dan orang itu, adalah Bona.

Namun, mengingat keduanya pernah bertengkar pasti akan membuat Caitlyn kesulitan untuk berteman dengan Ratu dari Akennaton. Sosok Caitlyn sudah terlanjur buruk di mata Bona.

"Bagaimana harimu setelah menjadi Ratu, Lady?"

"Yang jelas lebih enak daripada hari-hari seorang selir."

Caitlyn tertawa, "Oh, ya?"

Bona tak menjawab. Ia lebih memilih menatap kerumunan gadis sosialita lain ketimbang menatap wajah gadis munafik di sampingnya.

"Bagaimana kabar bunga escravo-mu?"

Caitlyn tersenyum miring ketika pertanyaannya tak kunjung dijawab. Sang Ratu Akennaton itu jelas tak menyukai kehadirannya. Meski begitu, Caitlyn tak menyerah untuk mengajaknya berbincang.

"Dan bagaimana tentang urusan ranjangmu? Aku tidak yakin kau pandai memuaskan seorang pria mengingat umurmu yang masih sangat muda."

Bona menoleh dan mendekatkan wajahnya pada Caitlyn, "Apa maumu, Lady Caitlyn?" tanyanya berdesis.

Caitlyn menyeringai, "Berteman denganmu."

"Enyah saja dari pandanganku!" kata Bona kesal.

"Ayolah. Aku akan mengajarimu cara memuaskan pria." Caitlyn menyeringai.

Gelsy memegang tangan Bona, mengingatkan gadis itu untuk tak berurusan dengan Lady Caitlyn. Bona kembali melihat ke depan dan berusaha sebisa mungkin untuk tak memerdulikan keberadaan Caitlyn.

Caitlyn melakukan hal serupa. Gadis itu akhirnya menutup mulut, tetapi tak ingin enyah dari pandangan Bona. Caitlyn tetap berdiri di sana agar gadis-gadis lain mengira mereka berteman.

"Dia sangat cantik."

"Tapi, dia masih sangat muda untuk menjadi seorang Ratu."

Mata Bona bergerak ke sisi kiri ketika mendengar perbincangan dari satu kelompok gadis sosialita. Mereka berlima melingkar dan bergosip ria. Bona jelas tahu bahwa dirinya yang mereka perbincangkan.

"Dia Ratu Akennaton."

"Tapi, Rajanya Lord Milson."

Keempat gadis lain tampak senang-senang saja memuji Bona, tetapi Si gadis yang satunya selalu saja meralat pujian mereka.

Mendengar nama Milson membuat keempat gadis bergidik.

"Aku justru kasihan padanya karena menjadi Ratu. Apalagi dia harus melayani Raja dengan reputasi buruk seperti itu," kata Si gadis yang kelima. Dia adalah Earie, pelayan setia Lady Helena. Gadis dragon rider itu sedang membicarakan Bona bersama gadis-gadis bangsawan Akins.

Bona tampak marah. Gadis dragon rider itu berhasil merusak suasana hatinya. Setelah penghinaan yang ia lakukan pada Gelsy, sekarang Earie malah menghinanya.

Bibir Caitlyn mendekat ke telinga Bona lalu berbisik, "Kalau aku di posisimu, pasti aku akan menampar mulut gadis itu," katanya mengompori Bona.

Sontak amarah Bona semakin menumpuk di dada. Tanpa menunggu lama, Bona menghampiri kelompok Earie. Sehingga Gelsy mengikutinya dengan panik.

"Berani sekali kau mengatakan itu."

Earie dan empat gadis lainnya tampak terkejut melihat kedatangan Bona. Ratu Clan Akennaton itu terlihat tenang dengan senyuman, tetapi matanya berkilat akan amarah yang tertahan.

Earie menetralkan ekspresi wajahnya. Ia membungkuk dan mencoba untuk terlihat santai seolah tak terjadi apa-apa, "Memangnya aku berkata apa, Lady?"

"Kau menghina Rajaku! Bagaimana bisa mulutmu seberani itu mengatakannya?"

"Kapan aku mengatakannya?" Earie kukuh tak mau mengaku. Gadis bangsawan lainnya pun diam saja dan tak ingin cari masalah dengan Bona.

Sikap Earie yang begitu lancang membuat kekesalan Bona memuncak, "Apa telingamu tak cukup panjang untuk mengerti ucapanku?" tanyanya menghina. Gelsy mulai khawatir dengan situasi ini.

Raut wajah Earie tampak kesal. Tatapan matanya berubah datar.

Bona melihat ke bawah, menatap sendal yang dikenakan Earie. Sendal tersebut tampak seperti akar pohon yang melilit kakinya. Tampak begitu jelek jika dibandingkan dengan sepatu mewah milik Bona.

"Berapa ukuran kakimu? Aku akan membelikanmu sepatu atas nama Lord Milson. Sepatumu sangat jelek, sejelek hatimu," kata Bona. Tak ada lagi senyuman di wajahnya. Tatapannya pun sama datarnya seperti Earie.

"Semua orang tahu bahwa reputasi Lord Milson memang buruk, Lady," akhirnya Earie berterus terang, "dan semua orang membicarakannya. Hanya saja, aku tak beruntung karena dipergoki olehmu," katanya kemudian. Gadis itu tampak sangat kesal. Ia merasa tak terima dengan penghinaan Bona.

Bona menampar Earie. Beberapa gadis bangsawan yang melihatnya tampak terkejut. Aura tegang mulai mengitari dua gadis itu.

"Nona!" Gelsy kelihatan panik. Penyihir itu menarik tangan Bona agar pergi darisana, tetapi Bona menepisnya.

"Pelayan rendahan! Jaga mulutmu!" kata Bona marah.

Tangan Earie terkepal. Matanya berkilat akan kekesalan menggunung, "Kau sangat menyedihkan, Lady! Kau menolak fakta yang ada. Akui saja bahwa dia memang dianggap hina karena terlahir sebagai reinkarnasi dari seorang pemberontak. Semua orang tahu bahwa perangai pendampingmu sangat buruk!"

Sungguh sangat lancang sekali Earie. Bona sungguh tak terima pendampingnya di jelek-jelekkan seperti ini. Apalagi penghinaan tersebut keluar dari mulut seorang pelayan. Amarah Bona akhirnya sampai diujung puncak. Matanya melebar dengan wajah yang memerah menahan marah.

Sekali lagi tangan Bona melayang menampar mulut Earie, "Dasar gadis lancang! Apa kau tidak punya sopan santun, hah!"

Suara Bona yang membentak dengan keras sepenuhnya menyita perhatian gadis-gadis bangsawan di aula. Aura ketegangan mulai menyelimuti ruangan. Tatapan marah Sang Ratu Akennaton begitu menusuk seolah ingin membunuh Earie.

Rasa perih di bibir Earie membuat emosi begitu menggebu di dadanya. Tak kuat melawan amarah di dada, gadis dragon rider ini langsung memukul wajah Bona hingga terjatuh.

Sangat disayangkan kali ini. Sebab lawan Bona adalah gadis petarung yang tangguh. Bona yang tak tahu berkelahi tentu tak bisa melawan serangan Earie. Ratu Clan Akennaton itu tersungkur ke lantai dengan rasa perih di pipi.

Seisi ruangan langsung menjadi panik bukan main. Earie menaiki tubuh Bona lalu meninju wajahnya tanpa henti.

Gelsy berteriak ketakutan. Gadis itu menarik lengan Earie agar menjauh dari tuannya. Namun, Earie mendorongnya begitu kuat.

Tubuh Bona yang dikunci membuatnya tak bisa melawan. Pergerakannya begitu terbatas. Terlebih Earie menghujamnya dengan pukulan demi pukulan. Gadis dragon rider itu tampak begitu beringas. Amarah yang begitu menguasai dirinya tak dapat menghentikan tindakannya untuk membalas penghinaan yang ia terima.

Bona merasakan kesakitan yang teramat sangat. Wajahnya terasa seakan ingin hancur. Ratu Clan Akennaton itu meringis berulang kali.

Beberapa gadis bangsawan mencoba melerai. Mereka menarik tubuh Earie sampai gadis itu berdiri. Amarah yang masih menguasai membuat tindakan Earie untuk membalas Bona tetap berlanjut. Kini kaki gadis itu yang bergerak menyakiti Bona. Earie menginjak-injak Bona berulang kali lalu menendangnya.

Menerima tendangan di perut membuat pertanahan Bona runtuh. Tubuhnya begitu lemah dan seakan kehabisan tenaga. Mata gadis itu mulai sayu dan redup ingin kehilangan kesadaran.

Gelsy menangis melihat Bona meringis kesakitan. Gadis itu mengucapkan banyak mantra untuk membalas perbuatan Earie. Namun, sayang. Semua malah salah sasaran. Mantra Gelsy hanya membuat gelas-gelas berjatuhan dan pecah. Penyihir itu akhirnya berlari keluar dari aula untuk mencari Patricio.

Lady Helena berlarian panik menghampiri kerumunan. Gadis-gadis bangsawan lain berdatangan untuk membantu menarik Earie agar menghentikan penyerangannya.

"Lepaskan aku!" Earie mengamuk tak karuan. Dada gadis itu naik turun penuh amarah. Ia sungguh brutal dan sulit diatasi. Kesadarannya baru kembali setelah Lady Helena menamparnya.

"Sadarkan dirimu!" bentak Helena marah.

Penguasa Clan Akins itu menoleh untuk melihat lawan Earie. Mengetahui bahwa gadis itu adalah Bona, Helena langsung panik bukan main.

Bona telah tak sadarkan diri dalam keadaan mengenaskan. Wajah dan tubuh Ratu Akennaton itu penuh memar dengan mata yang membengkak.

Earie yang baru sadar akan kelakuannya pun menjadi panik sendiri.

"Apa kau sudah gila!" bentak Helena pada Earie. Ia begitu marah dan menyesali perbuatan pelayannya.

Selir-selir Aneor pun sama terkejutnya. Mereka semua terkejut dengan insiden mengerikan ini. Terlebih yang menjadi korban bukanlah sembarangan orang. Dia adalah Bona Akennaton. Lady Helena dan Earie sadar bahwa mereka telah melakukan kesalahan fatal.

Gelsy dan Patricio berlarian panik menghampiri ratu mereka. Namun, keadaan menyedihkan Bona membuat air mata Gelsy meluruh jatuh bertambah banyak. Penyihir itu memangku kepala Bona. Ditatapnya wajah penuh memar itu dengan sedih. Hatinya sungguh sakit melihat keadaan tuannya.

Patricio panik luar biasa melihat keadaan Sang ratu, "Siapa pelakunya?" tanyanya marah. Sehingga Gelsy langsung menatap Earie.

Patricio menggeram marah pada gadis dragon rider itu. Pria itu melangkah maju ingin menyerang, tetapi Lady Helena melindungi Earie. Pengawal Clan Akins tampak was-was dan mendekati ratu mereka untuk memberi perlindungan.

Aura tegang yang semakin tersulut tak dapat lagi terelakkan. Patricio dan pihak Akins memasang posisi jaga-jaga. Patricio tentu tahu bahwa keadaannya saat ini tak berimbang bila ingin melakukan penyerangan. Ia pun memutuskan untuk tidak melibatkan perkelahian.

Lantas Patricio melolong dengan sangat keras. Suara lolongannya begitu memekakkan telinga dan menyapu dunia alam bawah. Tanah tampak bergejolak. Suara lolongan Patricio terdengar sampai Clan Akennaton. Para lycan di tanah elemen api itu membalas melolong. Suara lolongan ras manusia serigala itu terdengar sampai ke Clan Akins.

"Tamatlah riwayatmu, Helena," kata Patricio dengan tatapan penuh ancaman. Pria itu kemudian menggendong tubuh lemah Bona.

Gelsy membuka portal. Sehingga mereka bertiga masuk ke dalam dan angkat kaki dari Clan Akins. Kepergian mereka meninggalkan teror ketakutan bagi Helena dan diabolus elemen udara lain.

Kepulangan Bona telah dinantikan oleh Clan Akennaton. Lolongan Patricio yang merupakan sebuah tanda peringatan membuat para lycan berkumpul di depan pintu utama istana barat Clan Akennaton.

Para pengawal berjaga dengan was-was. Milson dan Zinki memantau hamparan tanah berselimut kabut dengan penuh kehati-hatian. Tak lama kemudian, sebuah portal muncul di tengah-tengah kabut.

Patricio dan Gelsy keluar dari pusaran angin merah tersebut dengan wajah panik. Pria lycan itu membopong tubuh Bona melewati jembatan menuju pintu utama istana. Melihat itu membuat Milson begitu terkejut dan kalang kabut.

Patricio membaringkan tubuh Sang ratu di lantai saat Milson ingin melihat keadaan Bona. Yang dilihat Milson kemudian sungguh menyayat hati. Wajah Bona penuh akan memar berwarna ungu. Kedua mata Ratu Clan Akennaton itu membengkak parah dan menghitam.

Mata Milson berkilat akan kemurkaan. Tangannya terkepal. Raja Fraksi barat Clan Akennaton itu berteriak penuh amarah. Sehingga tanah Akennaton ikut bergetar merasakan kemurkaannya.

"Siapa yang melakukannya?"







_________________________________________

Halo

Yang kemarin itu bukan update-an ya. Sorry🤣

Ini baru chapter 19 yang asli, gimana mnurut kalian?

Chapter ini panjang lho, 6000 word x_x

Pict di atas sekiranya begitulah tampilan istananya Milson ya guys. Tapi dalam imajinasi aku jembatannya lurus dan lebar. Pokoknya sisi kiri dan kanan istananya ada lahar api kaya gitu deh

Semoga kalian suka ya!

See you di chapter selanjutnya

Dilla❣

Continue Reading

You'll Also Like

144K 13.4K 37
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
220K 25K 28
Sang Tiran tampan dikhianati oleh Pujaan hatinya sendiri. Dia dibunuh oleh suami dari kekasihnya secara tak terduga. Sementara itu di sisi lain, dal...
886K 76.8K 33
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
377K 989 8
konten dewasa 🔞🔞🔞