Beautifulove

נכתב על ידי DayDreamProject10

181K 28.2K 13.8K

°Tentang gadis biasa saja yang menginginkan hal luar biasa.° --- Namanya Yona. Gadis penuh rahasia yang menda... עוד

0 :: Prolog.
1 :: Yona Faresta Ivory.
2 :: Dave.
3 :: Memulai.
4 :: Mengikat.
5 :: Melunak.
6 :: Menjadi.
7 :: Mengetahui.
8 :: Melekat.
9 :: Menguat.
10 :: Menenangkan.
11 :: Menyenangkan.
12 :: Melawan.
13 :: Mengungkapkan.
14 :: Memalukan.
15 :: Melelahkan.
16 : Mengecewakan.
17 :: Melegakan.
18 :: Menjanjikan.
19 :: Mengacaukan.
20 :: Menyembunyikan.
21 :: Mengertikan.
22 :: Mengejutkan.
24 :: Mengupayakan.
25 :: Meresahkan.
26 :: Menyesalkan.
27 :: Membahagiakan.
28 :: Menggelisahkan.
29 :: Menjengkelkan.
30 :: Menyedihkan.
31 :: Merencanakan.
32 :: Menghentikan.
33 :: Mengalihkan.
34 :: Menyudutkan.

23 :: Menegaskan.

2K 402 259
נכתב על ידי DayDreamProject10

Aloooo, Beautifulove up lagi seneng gaaaa?😂😂😂😂

Sebelum baca, mohon dijawab dulu yak ini. Penting! Jawaban-jawaban kalian bakal kupost nanti. Kudu dijawab! 😂❤

-Menurutmu, cerita Beautifulove itu seperti apa, sih? Kenapa orang-orang harus baca Beautifulove?-

Selain karena untuk bahan post, dan untuk promosiin Beautifulove jg nnti. Aku juga pengen liat menurut-menurut dari kelian semua itu gmana😭

Jangan lupa vote dulu yak sebelum baca, komen juga tinggalkan reaksimu ttng part ini. Makasih udah bacot banget kemarin. Mari berbacot ria lagi hari ini. Kutunggu notif jebol gara2 kalian😳😭❤

***

#QnATime!

*Pernah suka sama seseorang yang disukai sama banyak orang juga nggak?*

*Kalian orangnya cemburuan atau cuek?*

*Pernah mencintai seseorang secara diam-diam?*

*Bonus! jika kalian dikasih kesempatan bisa bersama Dave seharian, kalian mau ngelakuin apa bareng Dave?*

***

"Jika nanti, akhir ini tak sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Tak apa. Cukup ingat, segalaku sudah bersamamu."

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Tentu saja, Yona masih begitu ingat ketika pertama kali bertemu dengan Dave. Sebelum pertemuan mereka terjadi di supermarket, jujur ia pernah mendengar nama Dave pada pembicaraan teman-temannya. Saat itu, Yona sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri mengikuti seleksi pemilihan ketua cheers. Ia sama sekali tidak punya waktu untuk mengurusi hal lain. Namun, siapa sangka, anak baru yang sempat temannya puja-puji itu adalah Dave yang kini terus bersamanya.

Takdir memang kadang begitu lucu. Yona juga tidak menyangka hal ini bisa terjadi. Mungkin, jika waktu itu ia menyempatkan diri mencari tahu tentang Dave, maka semua yang pernah terjadi tidak akan ada. Ia tidak akan bekerja di supermarket karena tahu tempat itu tidak aman. Rahasianya tidak akan diketahui siapapun. Dan mereka berdua juga pasti tidak akan berakhir seperti ini. Meski takdir kadang keterlaluan, tetapi ia juga bisa membuat segalanya menjadi lebih baik lagi.

Yona tersenyum mengingat. Pertemuannya dengan Dave sungguh tak biasa. Dave yang sangat menyebalkan pada saat itu membuat ia terpaksa melakukan hal yang seharusnya tak bisa ia lakukan. Yona hanya tidak suka dengan seseorang yang berusaha keras memasuki kehidupannya. Namun, Dave yang memiliki nyali besar berhasil meruntuhkan pertahanan kuat Yona yang selama ini tak ada satupun yang mampu merobohkan.

Meski semua berawal dari rasa tidak suka, tetapi kini Yona merasa sangat beruntung dipertemukan dengan lelaki itu. Pernah sekali ia mencoba membayangkan, bagaimana jadinya jika Dave tidak ada di sini? Bagaimana caranya ia akan bertahan hidup dengan segala luka yang memenuhi? Bagaimana caranya ia akan menanggung semua itu seorang sendiri? Membayangkannya saja Yona merasa tak sanggup. Kehadiran Dave benar-benar begitu berarti baginya.

Memperhatikan seksama wajah Dave yang sedang sibuk menyuapinya, rasa bersalah yang ada kini kembali menghantui. Setelah semua perlakuan buruk yang Yona berikan kemarin, Dave terus saja membalasnya baik-baik. Lelaki itu seakan tak kenal lelah untuk terus menghadapi dirinya. Ia sudah begitu merepotkan Dave, membuatnya selalu khawatir karena kecerobohan yang ia lakukan. Saat sadar kemarin, Dave tidak berhenti memohon maaf pada Yona, ia merasa gagal menjaga. Namun, bagi Yona, Dave sama sekali tidak pernah gagal. Lelaki itu sudah melakukan yang terbaik. Semua yang Dave berikan selalu membuat Yona tersentuh setiap saat. Dan sudah sangat berhasil membuat hatinya tidak ingin berpisah, dari apapun yang terjadi nanti.

"Dave," panggil Yona pelan. Entah mengapa perasaannya jadi membuncah. Gadis itu tersenyum manis ketika Dave menatapnya. "Makasih, ya."

"Untuk apa, Yona?" Meski tahu apa yang Yona pikirkan sedari tadi, tetapi Dave masih ingin bertanya. Ia membalas senyuman Yona.

"Untuk semuanya ...." Mata Yona berkaca-kaca. "Makasih masih di sini. Makasih udah menjaga gue baik-baik. Makasih udah memperlakukan gue dengan tulus, dan makasih juga karena udah jadin gue kek bayi besar di sini," ujarnya tertawa kecil di akhir kalimat. Dave masih membalas tersenyum. Ketika satu tetesan bening itu mengalir, ia lantas menjulurkan tangan mengusap pipi Yona.

"Lo sama sekali nggak pernah gagal. Jangan pernah berbicara lagi kalau lo nggak becus jagain gue. Karena selama hidup gue, cuma lo yang paling berhasil lindungi gue dari apapun itu." Yona berbicara lagi. Ia terus tersenyum meski tetesan itu tidak berhenti mengalir. Gadis itu terkekeh geli, lalu menghapus air matanya sendiri.

"Lebay banget nggak, sih, gue sekarang? Pake nangis segala. Gue yakin ini pasti efek samping karena gue pingsan kemarin," canda Yona asal. Dave belum berbicara, ia hanya memandangi Yona yang berusaha menghentikan tangisnya dengan bibir yang kembali menertawakan diri sendiri. Entah mengapa, perasaan gadis itu benar-benar terasa penuh saat ini. Yona terus menangis penuh haru, hingga tubuhnya bergetar.

"Yona," panggil Dave tidak bisa menahan diri. Ia menarik tubuh Yona masuk ke dalam pelukannya yang selalu gadis itu dambakan diam-diam. Alih-alih mereda, tangis Yona justru meledak. Ia kembali lagi mengeluarkan segalanya pada rengkuhan Dave yang hangat.

Dave membiarkan, ia memeluk saja mempersilahkan Yona. Merasakan tubuh bergetar Yona membuat lelaki ia kian mengeratkan dekapannya. "Jangan pernah pergi. Apapun yang terjadi. Gue mohon ...." lirih Yona masih dalam rengkuhan.

Mengelus punggung belakang Yona lembut menenangkan, Dave membalas cepat. "Tidak akan. Kamu tenang saja, Yona. Saya akan selalu di sini. Jangan menangis lagi. Saya benar tidak pernah menginginkan apapun dari kamu, kecuali jangan pernah kenapa-kenapa, dan menangis. Hanya itu yang saya inginkan."

Yona mengangguk, ia ikut mengeratkan lingkaran tangannya pada tubuh Dave. Menyembunyikan wajahnya di dada bidang lelaki itu. Yona suka tempat ini. Hangat, menyenangkan, dan selalu berhasil mengamankan luka di hatinya. Berdiam diri beberapa saat, ia benar-benar meresapi rasa yang Dave berikan. Mendengar irama jantung Dave yang berdetak lebih cepat, Yona tersenyum. Jika saja ia bisa selamanya merasakan ini, maka ia yakin takkan pernah mencari kebahagian lain. Dave sudah sangat cukup untuk hidupnya.

Melepaskan pelukan itu pelan, Yona mengangkat wajah menatap Dave yang tersenyum menatapnya. Lelaki itu mengusap pipi Yona mengusir sisa-sisa air mata yang ada. "Sudah selesai?" tanyanya membuat bibir Yona langsung cemberut. Nada suara Dave terdengar mengejek, lantas merubah suasana hati gadis itu.

Dengan segera Yona menjauhkan tubuh dari Dave. Ia memasang wajah kesal, namun nyatanya ia hanya menyembunyikan rasa malu yang memergoki. Sejak kapan seorang Yona menjadi menye-menye seperti ini? Yona seketika melengos tidak percaya.

"Ada apa, Yona?" Dave bertanya lagi. Ujung bibirnya berkedut geli ingin tersenyum karena tingkah Yona. Tetapi ia menahan, ia tidak mau Yona menjadi marah.

"Lo ngejek gue, ya? Udah puas lo ngejek gue?" sinis Yona. Ekspresinya dibuat garang. Dave yang melihat tidak bisa menahan tawa geli. Tanpa ragu ia mencubit pipi Yona pelan. Bukannya menepis kasar tangan Dave, ia justru dibuat tersipu sendiri. Dave berbalik tersenyum. Betapa menggemaskannya gadis ini sekarang.

"Siapa yang mengejek kamu? Saya tidak mengejek, hanya bertanya." Yona berdecih sebal mendengarkan. Ia memalingkan wajah tidak ingin menatap lelaki itu. "Ada apa, Yona? Menghadap ke saya. Kamu harus menghabiskan makan siangmu. Tinggal dua sendok lagi. Lalu kamu bisa istiharat," perintah Dave yang diabaikan oleh Yona.

Mengehela napas pelan, ia meraih tangan Yona. "Baiklah. Saya salah. Maafkan saya," ucapnya lembut. "Saya tidak akan mengulanginya lagi. Jadi, sekarang habiskan makananmu dulu. Saya yang salah." Meski bibir Yona masih cemberut kesal, tetapi mendapatkan permintaan maaf tulus dari lelaki itu sungguh tidak bisa lagi ia abaikan. Perlahan ia menatap Dave yang yang langsung tersenyum manis padanya, sembari menyondorkan sendok berisi bubur.

Yona membuka mulutnya melahap, membuat Dave mengusap rambut gadis itu penuh kasih sayang. Mau tidak mau Yona tersenyum membalas. Ia merasa sangat bahagia karena Dave begitu memanjakannya sejak kemarin. Dave tidak membiarkannya bergerak banyak di tempat. Hampir semua keperluan Yona benar-benar diurus langsung oleh lelaki itu.

Setelah makanannya habis, Dave bergerak lagi meraih air minum Yona. Bahkan untuk meneguk minumannya saja Dave masih membantu. Yona merasa geli sendiri, namun jujur ia sangat menikmatinya diam-diam.

Baru saja Yona ingin memajukan wajah agar Dave menghapus bekas minumnya tadi, pintu ruang inap tiba-tiba diketuk. Yona dan Dave lantas berbalik, mendapati kehadiran Billy yang datang menjenguk. Dave langsung bersiap di tempat. Selama hidupnya, jujur ia sama sekali tidak berencana untuk menyimpan rasa tidak suka pada seseorang. Dave hanya ingin hidup tenang tanpa hal-hal yang memberatkan hati. Namun, setelah kenal dengan Billy, ia lantas memutuskan jika ia akan selalu keberatan atas kehadiran lelaki itu.

"Billy!" sapa Yona ceria. Billy berjalan mendekat dengan senyuman lebar. Dave tanpa sadar meruntuk dalam hati. Meski Billy adalah sahabat Yona, namun ia tidak ingin menyembunyikan rasa tidak sukanya. Secara terang-terangan Dave menyambut kedatangan Billy dengan tatapan tidak bersahabat. Billy yang menyadari itu tidak mau memperdulikan.

"Bagaimana keadaan lo? Udah membaik? tanya Billy ingin mengambil posisi di samping Yona. Tetapi Dave yang duluan tahu maksud lelaki itu langsung mendekatkan tubuhnya kembali, ia mengusap ujung bibir Yona sengaja. Membersihan sisa tadi yang sempat tertunda.

Melihat itu, Billy tentu dibuat terdiam sejenak. Ia mencoba menghilangkan rasa pahit di hatinya. Dulu, saat Yona jatuh sakit hanya dirinya yang pernah memanjakan gadis itu. Namun, sekarang semua telah diambil alih oleh Dave. Billy menipiskan bibir, seharusnya ia sudah terbiasa dengan fakta menyakitkan ini.

"Udah membaik, kok. Lo datang sendiri?" Yona membalas tak enak hati. Sedangkan Dave tidak peduli sama sekali. Ia semakin segaja membuat Billy cemburu dengan merapikan rambut Yona.

"Iya. Bu Dinar nggak izinin yang lain jengukin lo," balas Billy. "Lo beneran udah nggak apa-apa, 'kan?" Billy memastikan lagi, ia melanjutkan langkah mendekat di samping sebelah Yona yang kosong. Tatapan Dave kini kian menajam. Seharusnya lelaki itu tidak perlu datang. Sudah ada dirinya di sini. Ingin sekali rasanya Dave mengusir Billy jauh-jauh.

"Seperti yang lo liat sekarang. Gue beneran udah nggak apa-apa." Yona tersenyum. Sesaat melupakan Dave yang masih diam menyimak. "Lo bawa apaan, tuh?" tanyanya melirik bawaan Billy.

"Beberapa buah apel kesukaan lo," balasnya tersenyum lebar menunjukkan. Ia menoleh, ingin meletakkanya di meja tetapi tak ada lagi ruang yang bisa menampung. Meja lumayan besar itu sudah penuh oleh berbagai kebutuhan Yona, dan juga tentu pada buah apel yang sudah tersedia banyak di sana.

"Saya sudah menyiapkan segalanya. Jadi, Yona tidak membutuhkan pemberianmu lagi. Lebih baik kamu membawanya pulang nanti." Dave tiba-tiba bersuara. Tajam, membuat Yona seketika menyikut lelaki itu kesal. Raut wajah Billy tiba-tiba berubah.

"Nggak apa-apa, kok, Bil. Gue bakal makan semuanya nanti. Makasih, ya. Sini kasih ke gue," pinta Yona menghibur Billy. Ia tersenyum senang seraya memeluk pemberian sahabatnya itu.

"Makan yang banyak. Biar lo cepat sembuh." Billy mengacak-ngacak rambut Yona gemas. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Karena detik kemudian Dave menepis tangannya cukup kasar.

"Jangan sentuh Yona. Kamu baru saja tiba dari luar. Telapak tanganmu pasti penuh dengan kuman. Kamu tahu Yona sedang sakit, bukan? Bagaimana nanti jika Yona bertambah sakit karenamu?" Billy tertegun karena perlakuan Dave. Lelaki itu menatapnya segit.

Yona menghembuskan napasnya jengkel. Ia tidak mengerti mengapa Dave tiba-tiba berubah tidak sopan seperti ini. "Dave, gue butuh ngomong dulu sama Billy. Lo bisa keluar sebentar nggak? Gue janji nggak bakal lama," pintanya lembut. Ia tersenyum menenangkan. Dave langsung menatapnya tidak percaya. "Sebentar aja, kok. Gue janji." Masih menatap Yona berbagai arti, Dave akhirnya mengangguk setuju. Dengan berat hati kakinya melangkah meninggalkan. Ia menipiskan bibir merasa kecewa karena Yona tetap memilih Billy. Menghela napas pelan, seharusnya ia tidak lupa jika dirinya memang bukan siapa-siapa di sini.

Memandangi kepergian Dave, Yona merasa bersalah. Tetapi, jika ia tidak menyuruh Dave untuk keluar sejenak, bisa-bisa ia akan stress karena harus menghadapi dua lelaki ini sekaligus.

"Maaf, ya, Bil. Dave sebenarnya nggak seperti itu, kok," ujar Yona.

"Nggak apa-apa kali. Santai. Gue maklum. Dia cuma khawatir banget kalau lo kenapa-kenapa," balas Billy tersenyum kecut. "Tapi keadaan lo beneran udah baik-baik aja, 'kan? Gue beneran khawatir banget denger lo pingsan kemarin. Gue nggak abis pikir sama orang yang kunciin lo dari luar. Dan sialnya CCTV dekat situ rusak, jadi kebenaran tentang orang yang celakain lo belum ditemukan sampai sekarang," kesalnya.

Yona terkekeh. "Gue beneran udah membaik, Bil. Cuma kecapean aja kemarin jadi bisa pingsan kek gitu. Soal kecelakaan itu, lo nggak usah khawatir. Kalau udah waktunya pasti bakal ketahuan, kok. Lo tenang aja."

"Kalau orang itu ketemu gue bakal habisin dia nanti." Billy mengepalkan tangan, Yona terkekeh lagi membalas. "Lo makanya berhenti kerja dulu bentar. Udah pernah gue bilangin tapi lo-nya masih aja keras kepala. Kalau keperluan lomba cheers udah beres, baru lo bisa balik kerja lagi."

"Gue udah berhenti, kok, di supermarket. Tinggal di Coffee Shop doang. Belum bisa keluar di sana. Tunggu gue punya pengganti. Aturannya gitu."

"Sejak kapan lo keluar? Kok, gue nggak tau?"

"Baru-baru ini. Waktu kemarin kita ribut karena lo tiba-tiba punya pacar tanpa sepengetahuan gue! Lo sebenarnya sahabat gue nggak, sih, Bil? Tega banget lo. Gue sejujurnya masih kesel sama lo," ucap Yona sinis.

"Gue beneran minta maaf banget soal itu. Bukannya gue mau sembunyiin dari lo. Gue cuma belum berani aja. Gue—"

"Kenapa? Lo takut gue marah? Lo takut kalau gue malah ngira lo bakal ninggalin gue?" potong Yona, ia menggelengkan kepalanya. "Enggak, Bil. Gue nggak bakal ngelakuin itu. Ini hidup lo. Lo bebas mau ngapain aja. Lo nggak usah khawatir. Gue beneran nggak keberatan lo punya pacar. Nggak sama sekali."

"Gue juga nggak akan mikir kalau lo mau ninggalin gue. Bahkan cara lo kemarin yang bikin gue mikir gitu. Jangan pernah sembunyikan apapun lagi. Gue nggak suka."

"Maafin gue, Yon. Gue emang bodoh," sesal Billy menunduk.

"Udah, nggak apa-apa." Yona mengelus bahu Billy. Ia tersenyum. Meski sangat yakin Billy tidak akan pernah meninggalkannya, namun ia juga tidak ingin terus mengharapkan hal itu. Karena bagaimana pun juga, Billy tetap mempunyai kehidupannya sendiri.

"Jadi, gimana hubungan lo sama Yena? Baik-baik aja? Gue penasaran bagaimana cara kalian bisa dekat terus jadian. Lo, 'kan, baru pertama kali pacaran, Bil. Gue yakin pasti Farel yang ngajarin lo? Bener, 'kan? Siapa lagi kalau bukan dia." Billy tertawa mendengar ucapan Yona. Memang benar jika Yena adalah pacar pertamanya, tetapi tidak untuk cinta pertamanya. Menatap gadis itu yang menunggu jawaban, Billy selalu berandai jika saja hubungan mereka tidak harus dibatasi oleh kata sahabat.

"Lain kali gue cerita. Entar abis lo keluar dari rumah sakit," ujar Billy membuat Yona cemberut. "Panjang ceritanya. Kalau gue ceritain sekarang Dave yang lagi nunggu di luar bisa ngamuk karena gue kelamaan," lanjut Billy. Yona tertawa merespon.

"Kalau lo sendiri gimana sama Dave? Ada berubahan?" Billy berbalik bertanya. Raut wajah Yona langsung berubah kesal.

"Perubahan apaan?"

"Ya, perubahan status kalian. Udah saling sayang, 'kan? Ngapain masih tanpa status begini?"

"Apaan?! Kagak lah! Gue sama Dave cuma temen. Udah gue bilangin, ya, dulu. Lo bikin kesel aja, ih!" gerutu Yona, justru membuat Billy terkekeh palsu.

"Kalau emang omongan gue nggak bener yaudah nggak usah ngagas kali. Lo malah makin keliatan kalau emang beneran suka sama Da—ffftt!" Omongan Billy harus terhenti karena Yona langsung membekap mulutnya.

"Apaan, sih, lo! Kalau Dave denger gimana?! Jangan ngomong macam-macam! Itu nggak bener gue bilang!" gregetnya ingin menelan Billy hidup-hidup.

Billy tertawa ketika Yona melepaskan tangannya. Gadis itu benar-benar menggemaskan. Mengaku tidak, namun pipinya merona. Yona memukul bahu Billy kesal. "Awal lo ngomong gitu lagi!"

"Iya, iya. Ampun." Billy masih tertawa. Tepatnya menertawakan diri sendiri karena masih saja merasa sakit hati.

"Tapi kalian beneran cocok, lho, Yon. Nggak mau dicoba dulu?" Mata Yona melotot kesal lagi. "Gue cuma ngomong, mengutarakan pendapat. Santai aja dong, Sis, matanya," kekeh Billy.

"Gue udah bilangin, gue sadar diri. Dave siapa, gue siapa. Gue udah merasa cukup dengan ini semua. Gue udah bahagia banget Dave selalu ada buat gue. Dave emang terbaik banget, sih, kalau lo nanya dia gimana ke gue. Tapi, gue harus tetap sadar dan nggak berharap yang lain-lain lagi sama dia. Ini semua udah lebih dari cukup," jelas Yona berusaha tersenyum lebar di akhir kalimat.

"Udah gue bilangin juga, Yon. Hal-hal seperti itu nggak akan berguna lagi. Kalau kalian sama-sama suka, ya suka aja. Nggak bakal peduli yang lain lagi."

"Apaan, sih!" Yona kembali bergerutu kesal. "Udah! Nggak usah dibahas lagi!"

"Yon, gue serius. Kalau lo bahagia sama dia, yaudah, jangan dilepas. Di sini bukan karena masalah yang lo pikirkan. Tapi, masalahnya adalah lo yang menolak perasaan lo sendiri," ucapan Billy kali ini membuat Yona terdiam.

"Kalau hati lo bilang iya, gue mohon lo jangan memaksa untuk bilang enggak. Lo berhak bahagia, Yon. Jangan takut apa-apa lagi. Gue yakin banget Dave nggak akan pernah ninggalin lo," lanjutnya benar-benar membungkam Yona.

🍃🍃🍃🍃🍃

Sudah berjam-jam yang lalu Billy pamit pulang, dan sudah berjam-jam juga Dave ngabaikannya begitu saja. Yona bingung harus bagaimana lagi, ia sudah berkali-kali mengajak Dave berbicara namun lelaki itu hanya membalas jika pembicaran mereka penting untuk dijawab.

Bergerutu kesal dalam hati, Yona menghela napasnya kasar. Diabaikan Dave rasanya sangat tidak enak. Ia merasa ingin stress saja. Lelaki itu terlihat jelas jika sedang merajuk lagi. Wajahnya ditekuk dingin, tatapanya datar, dan bibirnya seolah dilem kuat-kuat tidak ingin terbuka mengeluarkan suara. Meski Dave tetap membantu Yona menghabiskan makan malam, tetapi ia tidak pernah bicara sama sekali. Hanya sesekali menatap dan menyuapi gadis itu penuh aura tidak mengenakkan. Yona yang terus cemberut kesal bahkan tidak diperdulikan sedikit pun.

Memperhatikan Dave yang sedang menyantap makan malamnya, Yona memutar otak agar lelaki itu segera kembali seperti tadi sebelum Billy datang menjenguk. Sementara Dave yang tahu semua yang Yona pikirkan tetap memilih diam, berusaha tidak merespon. Ia ingin tahu lebih lagi tentang apa yang gadis itu rasakan jika dirinya masih tak menghiraukan.

"Dave," panggil Yona tiba-tiba, Dave lantas mengangkat pandang. Ia menaikkan alisnya sebelah karena Yona tak juga mengatakan maksud dari panggilannya. Lalu setelahnya Dave kembali menunduk melanjutkan makan.

Dari tempat ia bisa mendengar decakan kesal Yona. Dave tetap tidak memperdulikan. Namun, tidak lama kemudian Yona memanggil lagi. "Dave!" Nada suara gadis itu meninggi. Ia menatap Dave jengkel.

"Tolong, boneka gue jatuh ...." lanjutnya memelankan suara, seolah tak berdaya. Dave langsung bangkit dari tempat mendekati Yona, memungut boneka kelinci berukurang sedang itu.

"Makasih." Yona tersenyum manis. Alih-alih mendapatkan jawaban seperti apa yang ia harapkan, Dave hanya mengangguk singkat dan kembali ke tempat.

Yona melengos tidak percaya. Dengan penuh amarah ia meninju-ninju boneka kelinci pemberian Dave, membayangkan jika ia sedang meninju Dave saat ini. Melirik Yona, lelaki itu tersenyum tipis. Ia beranjak lagi menuju toilet tanpa izin. Yona mendesah bosan, tidak tahu harus melakukan apa.

Menunggu Dave yang masih di dalam toilet, Yona mencoba menggerakkan tubuh ingin meraih remot tv yang disimpan agak jauh dari jangkauannya. Tidak berhasil, otomatis bibirnya berseru agak kuat memanggil kembali. "Dave! Tolongin gue!"

Tidak cukup lima detik, Dave seketika keluar dan berlari menghampiri Yona. Wajahnya terlihat khawatir karena Yona berteriak. "Ada apa, Yona? Kamu kenapa? Ada yang sakit? Tolong beritahu saya," tanyanya cepat. Yona mengulum bibir menahan tawa.

"Itu ... remotnya terlalu jauh. Gue bosen pengen nonton," jawabnya cemburut imut.

Dave diam beberapa saat menatap. Kemudian ia membuang napas, menetralkan jantungnya yang berdegup kencang. Ia kira Yona kenapa-kenapa, namun ternyata hanya karena sebuah remot tv. Dengan sabar Dave mengambilkan benda itu pada Yona.

"Makasih." Untuk kedua kalinya Yona tersenyum manis membalas. Setelah mengangguk singkat, Dave ingin berbalik lagi, tetapi Yona segera bersuara, "Dave, tolong sama buah-buahannya sekalian." Yona menunjuk buah itu, Dave mengambil dengan sabar lagi.

"Yah, udah abis ternyata yang lo kupas tadi. Tolong, kupasin lagi, ya, Dave?" pinta Yona mengedip-ngedipkan mata merayu. Ketika Dave menudukkan tubuh di sampingnya, ia lantas berseru senang dalam hati.

"Eh, lo potongnya bagi empat aja. Nggak usah kecil-kecil kek tadi," koreksi Yona. Dave menuruti.

"Kupasin yang jeruk juga, ya, Dave. Gue mau makan jeruk juga malam ini." Yona menambah. Dave menuruti lagi.

"Keknya semuanya aja, Dave, sekalian. Biar makin cepet sehat gue makan banyak jenis buah. Iya, 'kan?" tanyanya tersenyum saat Dave menoleh padanya dengan wajah datar. "Dikupasin baik-baik, ya, semuanya. Tolong." Bersabar lagi, lelaki itu menurut saja. Sedangkan Yona tertawa tanpa suara, ia menguyah nikmat sambil menyaksikan tayangan pada layar besar itu. Sesekali ia melirik wajah Dave yang masih sabar menahan perlakuannya.

Setelah selesai, Dave beranjak dari tempat menuju toilet ingin mencuci tangan. Yona terus asik makan, ia sibuk pada tontonanya. Merasa haus, Yona menoleh ingin meraih air minumnya, namun telah habis tak tersisa. Menatap botol minuman yang ada di meja sofa tempat Dave tadi makan, Yona mencoba bergerak turun dari ranjang. Sebelum berjalan mengambil ia menatap Dave yang masih di dalam toilet, buru-buru ia ingin mengambil langkah. Namun, sayang, Dave duluan berbalik dan melihat Yona.

"Apa yang kamu lakukan, Yona?!" teriak Dave langsung. Gadis itu membeku dengan tangan memeluk botol minuman. Dave berlari mendekat.

"Saya sudah menyuruhmu untuk tetap di tempat! Kenapa kamu turun dan berlajan cepat seperti tadi? Kamu belum pulih total!" Yona menunduk tidak berani menatap Dave yang memarahinya. Ia tidak tahu lelaki itu akan semarah ini. Segera menyadarkan diri, Dave menghela napas kasar lalu tanpa aba-aba ia mengendong Yona kembali ke atas ranjangnya.

Yona tentu kaget dengan perlakuan Dave, namun ia tidak berbicara. Dave meletakkanya hati-hati. Gadis itu masih menunduk. "G-gue cuma mau minum. Air minum gue habis," cicit Yona.

"Seharusnya kamu memanggil saya lagi. Jangan bertindak seperti tadi," balas Dave tegas.

"Males manggil lo! Tiap gue ngajak ngomong kagak mau ngomong! Berasa ngomong sama robot beneran gue." Yona spontan menjawab kesal. Ia menyipitkan matanya sinis ke Dave yang terdiam.

"Udah sana lo pergi, gue nggak butuh manusia nggak bisa ngomong di sini. Sana pergi!" usirnya. Tetapi Dave tidak bergerak. Baru saja Yona ingin mendorong Dave menjauh, tetapi lelaki itu duluan berbicara.

"Maafkan saya, Yona. Saya memang salah," ucapnya menyesal. "Saya tidak bermaksud. Maafkan saya. Saya hanya—"

"Apa? Nggak bermaksud apanya? Lo dari tadi nggak ngomong-ngomong padahal gue udah ajak lo ngomong berkali-kali!" sela Yona kesal.

"Iya, saya tahu. Saya memang salah. Tolong, Maafkan saya," mohon Dave. Kali ini Yona yang menngabaikan.

"Udahlah! Terlanjur kesel gue sama lo. Sana balik ke tempat lo lagi. Jangan deket-deket sama gue." Yona mengusir. Wajahnya ditekuk sebal.

"Yona, saya sudah minta maaf. Tolong, maafkan saya kali ini. Saya tidak akan mengulanginya." Dave masih memohon. Yona tersenyum miring. Lelaki itu pikir ia bisa dikalahkan? Tidak akan. Bahkan sekarang siapa yang memulai, dan siapa juga yang meminta maaf akhirnya.

Menatap Dave sesaat, Yona pun mengangguk setuju. Dave lantas tersenyum lebar dan duduk di sampingnya. "Masih ingin saya kupaskan, Yona?"

"Iya. Yang banyak. Gue masih laper. Kek percuma tadi gue makan tapi enggak kenyang-kenyang. Gimana bisa kenyang gue? Lo aja yang suapin pake muka nggak ikhlas segala. Bukan makan malam lagi gue tadi namanya, tapi makan hati!" belas Yona mendengkus.

"Saya ikhlas, Yona. Saya bersumpah," bela Dave.

Yona melirik sebal saja, ia tidak menjawab. Mengupas segala yang Yona butuhkan, Dave meletakkannya di depan gadis itu yang masih bersungut-sungut. "Saya benar-benar minta maaf, Yona. Jangan marah lagi. Saya sudah merasa sangat menyesal. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Saya janji." Dave menjulurkan kelingkingnya di hadapan Yona. Memandangi jari kecil itu sejenak, Yona justru berbalik menghadap Dave, tidak menyambut kelingking lelaki itu.

"Lo sebenarnya kenapa, sih, diemin gue tadi? Lo marah karena gue nyuruh lo keluar dan ngobrol sama Billy?" tanya Yona. Ia tidak bisa menahan diri lagi.

Dave diam, ia tidak menjawab.

"Jadi lo marah beneran? Apa jangan-jangan kejadian kemarin lo pergi entah ke mana karena marah juga? Karena Billy?" tambah Yona mendesak.

"Jawab, Dave. Jangan main diem-dieman. Kasih tau gue aja semuanya," kesal Yona.

"Kalau saya mengatakan iya bagaimana, Yona?" jawab Dave akhirnya. Yona berbalik dibuat terdiam. "Tepatnya bukan marah, tetapi saya hanya merasa tidak suka, dan tidak terima. Saya tahu Billy adalah sahabatmu, tetapi saya tetap tidak suka melihat dia dekat-dekat dengan kamu."

Yona tidak langsung menjawab. Ia melunakkan tatapannya. Memberikan lelaki itu pengertian. "Oke, gue paham." Yona mengangguk. "Gue sama Billy sahabatan. Kita udah bertahun-tahun bersama nggak mungkin gue jauhin dia gitu aja. Lo nggak usah khawatirin apapun karena kalian sama untuk gue. Billy punya tempat khusus di hati gue, begitu pun lo punya tempat istimewa di hati gue."

Dave kembali terdiam. Rongga dadanya menghangat mendengar ucapan Yona. Namun tetap saja ia masih keberatan karena nama Billy disebut lagi.

"Gue sama Billy enggak ada apa-apa kalau itu yang lo takutin. Kita temen, kita sahabat. Bahkan seperti saudara."

"Apakah kamu benar menganggapnya begitu? Kalian sudah lama bersama, mungkin saja tanpa diketahui kalian tanpa sadar memiliki rasa yang berbeda," tanya Dave memberanikan diri.

Yona tertawa mendengarkan. "Yakali, Dave. Nggak akan. Sebelum temenan kita udah sepakat nggak akan lebih dari itu. Lo ini ngaco kalau ngomong. Nggak mungkin."

"Jadi, kamu benar-benar tidak menyukai Billy lebih dari itu?"

Yona terkekeh, ia makan lagi dengan santai. "Enggak lah. Dosa banget gue suka sama sahabat sendiri."

"Lalu, kalau begitu siapa yang kamu sukai sebenarnya?" tanya lelaki itu membuat Yona seketika tersedak. Ia terbatuk-batuk. Dave buru-buru menuntunnya minum.

Mengambil napas banyak-banyak, pertanyaan Dave tadi seolah mengambil semua oksigen yang ia miliki. Yona menutup mulut sejenak, tidak langsung menjawab, ia berusaha mengusai diri dahulu. "Lo jangan nanya seperti itu lagi. Hampir mati mendadak gue gara-gara lo."

"Memangnya kenapa, Yona?"

"Pokoknya jangan. Gue belum punya jawaban," balas Yona berupaya biasa-biasa saja.

Menganggukkan kepalanya mengerti, Dave menipiskan bibir merasa kecewa. Ia tidak mengerti dirnya sendiri. Seharusnya tak perlu merasa seperti ini. Karena pada awalnya, keputusannya hanya mencintai Yona, tidak untuk memikirkan balasan.

Mereka berdua sama-sama terdiam. Suasanya terasa menjadi canggung. Melirik pintu itu, Yona berharap Bu Dinar cepat-cepat datang.

Karena tidak merasakan pergerakan lelaki itu lagi di sampingnya, Yona menoleh. Dave menunduk entah memikirkan apa.

"Dave," panggil Yona. Dave langsung mendongak. "Jadi lo mau, 'kan, baikan sama Billy? Selain karena Billy sahabat gue, kelangsungan lo di ekskul basket juga nanti bakal gue serahkan ke dia. Billy yang bakal bantu lo di sana. Dia udah setuju."

Dave masih bungkam. Ia memandangi Yona. "Sepertinya kamu sangat menyayangi dia. Benar, bukan?"

"Tentu aja. Billy sahabat gue. Jadi gue sayang dia sebagai sahabat," jawab Yona tanpa ragu.

"Lalu saya siapa Yona?" tanya Dave lagi-lagi membuat Yona terdiam. "Jika benar Billy sahabatmu, lalu saya bagaimana? Billy selalu bertanya pada saya tetapi saya tidak bisa menjawabnya dengan pasti."

"Kenapa lo masih bertanya? Bukannya semua udah jelas?" tanya Yona balik. Dave mengernyit bingung, namun setelahnya ia harus membatu di tempat karena jawaban tak terduga dari Yona.

"Lo itu milik gue, Dave. Apalagi?"

🍃🍃🍃🍃🍃

4235 words, done! Yah, kilap lagi🙂😳

Setelah kemarin partnya penuh dengan kepahitan, aku balik lagi dgn part penuh kemanisan. Jadi bagaimana pendapatmu ttng part 23 ini? COBA KOMEN DULU YANG HEBOHHHH (:

Hati aman nggak? Atau udah ambyar duluan? xixixi

Coba kasih emot yang mewakilkan perasaan kalian setelah baca part iniiiiii!!!!

Kupikir2 lagi, kisah mereka beneran sepanjang itu. Buat yang nyuruh cepat2 tamat, mending kalian menikmati aja dulu kisah mereka pelan2. Tp jujur juga, aku beneran kepo reaksi kalian stlh Beautifulove tamat bakal bagaimana wkwk. Siapkan hati aja saranku. Ini beneran hihi.

Aku mau nanya, menurut kalian kisah Yona dan Dave ini terasa rumit nggak sih? Maksudku nyambung aja gt kan? Tidak berputar-putar?

Ada yang ingin disampaikan untu Yona nggak?

Ada yang ingin disampaikan juga untuk Dave?

Untuk Billy ada juga?

Bagaimana dengan untukku? Xixixi

Dahlah, bacotku udah banyak. Mkasih banyak2 udah memberikan waktu udah baca, vote, dan komen. SYNG KALIAN :*

Spam NEXt untuk part selanjutnya biar cepet up lagi?

Dann, jangan lupa follow ig khusus Beautifulove 👇👇👇
-daydreamproject10
-asmahafaaf
-yonafarestaivory
-dave_saja
-astories.e

Oke, paypay. Kalau mau teror aku makin cepat up langsung dm aja di igku, asmahafaaf. WKWKWKWKWWKWK

Salam cinta segunung by  AsmahAfaaf

המשך קריאה

You'll Also Like

373K 26.1K 19
Seorang remaja bernama Arshaka Jocasta yang menjadi pusat obsessi para sahabatnya. Arshaka mengidap penyakit langka. Sindrom Kleine-Levin. Di mana s...
1.3M 9.3K 18
Berisi cerita pendek dengan tokoh yang berbeda-beda! ⚠️Mature content with a sex, deep kiss, and vulgar words⚠️ ⚠️Setiap cerita bisa membuatmu sange...
90.7K 7.2K 23
"kita akan berkeliling wisata nanti saat hesa sudah besar dan papa yang akan menjadi bos di perusahaan agar bisa meliburkan diri mengajak hesa dan ma...
678K 67.8K 41
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...