Kedai Cinderella

By dianafebi_

2.3M 296K 32.7K

Hidup Sabella Hasyim yang bak Cinderella itu jungkir balik ketika bertemu dengan Arshaka Shabiru, pria yang i... More

Prolog
1. Di kala Hujan turun...
2. Bertahan Meski Sakit
3. Bukan Sepatu Kaca
4. Aku bersedia
5. Kesepakatan
6. Air Mata Jatuh Saat Hujan
7. Alisa Shabiru
8 : Maju atau Menyerah?
9. Royal Wedding Day
10. Royal Wedding Day (2)
11. Labirin
12. Menaklukkan Hati Alisa
13. Panggilan
14. Sisi Lain Duda Gila
15. Kedai Cinderella
16. Aktor Ulung
17. Alisa, Please!
18. Bayangan Hitammu
19. Girls Power
20. Pelukan Manis
21. Sebuah Rasa
22. Terluka
23. See Your Heart
24. Roma, hari pertama.
25. Roma, Red Queen
26. Roma, The Show
27. Misi Menaklukkan Hati Alisa (2)
28. Like Real Family (Lavender's Blue)
29. Something in Your Eyes
30. Seorang Pria di Kedai
31. Deep Condolence
32. After That Touch
33. Miss him? No! maybe?
34. Because Of Him
35 : Nightware
36: His hands and My ears
37: I feel fool
38: Staring at Me
39 : Alisa and Her Past
40: Malaikat Putih Berjubah Merah
41: Pintu Labirin
42 : Turun Dari Panggung Impian
43: Hirkai Serif Odasi
44 : Hagia Sophia and Him
45 : Cappadocia
46 : Sunset Point
46 : Last Part (Crash Landing On You)
EXTRAPART 2
EXTRAPART 3
EPILOG
PASCA END DAN INFO VERSI HAPPY ENDING

EXTRAPART 1

28.4K 3.2K 103
By dianafebi_

Aku membuka mata saat merasakan ada yang menelusup diantara pinggang dan lenganku. Aku melihat jam pukul satu dini hari. Karena aroma khas tubuhnya tercium jelas di hidungku, aku kembali menutup mata merasakan pelukannya.

"Berbaliklah, aku merindukanmu," katanya dengan suara lelah dan mengantuk.

Aku langsung berbalik menghadapnya, kemudian dia menyambutku dengan pelukan yang lebih erat.

"Mendarat jam berapa? Udah selesai urusannya di Dubai?"

"Jam dua belasan, udah. Aku langsung menyelesaikannya. Aku tidak akan kemana-mana lagi untuk seminggu ke depan," ucapnya tanpa membuka mata.

"Kau lelah sekali ya? Mau aku pijat?"

Dia menggeleng, "Cukup peluk saja. Lelahku hilang."

Aku tersenyum sambil semakin mengeratkan pelukan, "Kalau pijat plus plus?" godaku.

Dia tersenyum masih dengan mata tertutup, tiba-tiba dia melesakkan wajahnya diantara leherku.

"Ah, iya, aku lupa kalau sedang halangan," bohongku.

"Haish!" dia menarik wajahnya sambil memberiku tatapan sengit, "Kau sengaja menggodaku ya?"

Aku tertawa melihat ekspresi kesalnya. Saking kesalnya, dia mendaratkan sentilan di dahiku, "Hey! Sakit tau!" pekikku sambil mendorongnya jauh-jauh. Kemudian dia bangkit, memperangkap tubuhku dengan dua tangannya lalu menciumiku.

"Mana yang sakit? Mana? Mana?" katanya sambil terus menyiumiku.

"Hey, hentikan!" aku memberontak dan kembali mendorongnya dengan keras. Sebelum dia memerangkapku lagi, aku mengambil bantal kemudian menghantamkan bantal itu ke tubuhnya beberapa kali.

Bukannya mengalah, dia malah mengambil bantal juga lalu menghantamkan kearahku. Bukannya saling bercengkerama setelah seharian tidak bertemu, kami malah perang bantal di pukul satu dini hari.

Jika kalian pikir setelah kami menikah tanpa kontrak hubungan kami hanya dihiasi manis-manis saja, kalian salah. Nyatanya, kami masih tetap seperti dulu. Sering berdebat, apalagi masalah pekerjaan. Seleraku yang berbeda dengan seleranya. Konsep pemotretan, konsep acara, bahkan sampai pemilihan warna dan model menjadi sumbangan besar perdebatan kami. Memang sih aku tidak kembali kerja di Shabiru Mode, tetapi dia sering memintaiku pendapat yang justru sering berujung debat.

Namun, jika ada di masa paling romantis, Pak Shaka adalah jagonya. Secara tiba-tiba saja dia mengajakku makan malam mewah di luar negeri, secara tiba-tiba dia mengirimiku bunga ke kedai, secara tiba-tiba dia memberiku hadiah, secara tiba-tiba juga kadang dia datang ke kedai untuk memelukku dan bilang mencintaiku lalu pergi setelah mengatakan itu. Apapun yang dia lakukan, mau pergi kemanapun, dia selalu mengirimiku pesan, meski aku sudah mengatakan aku selalu percaya kepadanya. Dia tidak perlu selalu laporan, tetap saja dia melakukannya.

"Mim."

"Mim," ikutiku sambil menunjuk huruf-huruf hijaiyah di buku kecil berjudul IQro jilid satu.

"Nun."

"Nun."

Setelah salat subuh, dia menyempatkan untuk mengajariku mengaji. Karena sudah lama tidak melafalkan huruf-huruf kitab, lidahku kagok juga sebagian lupa pelafalan yang tepat. Jadi, suamiku yang saleh ini selalu menyempatkan waktu untuk mengajariku mengulang kembali bacaan Iqro dari awal.

"Wau."

"Wau," aku mendongak kearahnya, "Wau ai ni,"kataku sambil tersenyum manis kepadanya.

Ctak! Satu sentilan mendarat di keningku, "Aw! Haish!"

"Jangan main-main dengan sesuatu yang berhubungan dengan agama. Huruf-huruf ini tertulis ribuan di kitab suci. Dan bukan suatu hal yang bisa dibercadain."

Dia masih tetap menjadi pribadi yang principal, disipliner dan sedikit otoriter. Tidak ada toleran untuk hal-hal yang dianggapnya serius, tidak semua hal baginya bisa dianggap santai, berlaku juga kepadaku. Tetapi, memang akunya saja yang suka menggodanya, jadi aku sering mendapat hukuman darinya.

"Iya, iya, maaf."

"Sakit? Sini coba kulihat?" dia menarik wajahku, kemudian mengecup kening yang beberapa menit lalu dibubuhi sentilan darinya. "Jangan diulangi lagi, ya."

"Hm." Dan, seperti itu dia memberiku hukuman. "Yuk, lanjut."

Bicara soal menutup aurat. Sehari setelah akad, Pak Shaka pernah memberiku kalimat harapan bahwa jika suatu hari nanti aku mau menghijabi auratku. Saat aku tanya, kenapa dia tidak menyuruhku saja saat itu. Dia menjawab itu adalah pilihanku, dia tidak mau memaksa. Aku bebas memilih mau menutup aurat atau tidak, yang terpenting dia sudah memberiku nasihat.

Namun, saat aku mencari tau tentang hal itu. Ternyata, dosa istri adalah dosa suami. Jika istri berbuat dosa, suami juga mendapatkan dosa. Termasuk, jika istri mengumbar aurat, suami pun ikut menanggung dosa. Beberapa minggu terakhir ini, aku memikirkan hal itu. Dan perlahan aku mengubah outfitku, aku lebih sering memakai pakaian lengan panjang dan rok panjang. Kadang juga setelan panjang atau gamis meski belum berhijab.

Aku baru tau alasan Pak Shaka tidak mau memaksaku memakai hijab, itu semua karena masa lalunya dengan Oriana. Pak Shaka memaksa Oriana untuk berhijab, bukan berbuah baik namun sebaliknya. Oriana jadi membencinya, mereka sering bertengkar, hingga akhirnya Oriana memutuskan pindah agama setelah mengenal Ryu. Pak Shaka hanya takut itu juga terjadi padaku, meski dia tau konsukuensinya apa.

"Selamat datang!" ujarku begitu mendengar pintu kedai dibuka pelanggan. Aku kembali kerja di kedai sebagai owner juga sebagai pegawai. Posisiku sebagai kasir, meski terkadang juga membantu meracik kopi.

Nania sudah tidak bekerja di sini, dia ditawari bekerja di sebuah perusahaan iklan terkenal, sesuai cita-citanya. Karena masih sekota, dia sering berkunjung ke kedai sekadar curhat atau ingin bermalas-malasan di gudang kedai, atau kabur dari David setelah mereka bertengkar. Nania tahu, jika David tidak bisa melawanku. Tempat persembunyiannya tidak ada lagi selain di kedai.

Seperti sekarang, gadis itu datang-datang bermuka cemberut merecoki pekerjaanku dengan ocehan curhatnya.

"Nyebelin banget, kan? Kita pacaran dua tahun lebih, aku udah punya kerjaan, dia juga. Masih nunggu apa lagi coba? Sampai aku dilamar pria lain?"

"Sabar, Nania."

"Sabarku udah segunung, Bel. Kurang sabar apa coba? Perempuan itu cuma butuh kepastian, setidaknya proposal dulu lah. Jangan, kan untuk melihat gelagatnya mempersiapkan proposal, bicara mengarah ke topik pernikahan aja nggak pernah. Padahal aku udah sering kasih kode. David sialan!"

Aku meyodorinya es teh dari bahan buah-buahan, kesukaannya adalah buah apel. "Nih, minum dulu biar hati dan pikirannya adem."

Tanpa perintah lagi, Nania menyeruput minuman itu hingga setengah gelas, "Kamu udah nikah dua kali, aku satu kali aja belum juga."

"Haish! Bukan nikah dua kali, tapi rujuk! Rujuk!" semprotku.

"Iye, iye. Minta bolunya dong, butuh yang manis-manis nih." Belum juga aku mengizinkan, tangannya sudah mencomot dari balik etalase counter, kemudian melahapnya seperti tidak makan berhari-hari.

"Pernikahan tidak segampang apa yang kamu lihat, Nan. Ada banyak tugas yang harus dipersiapkan, dan tugas yang paling harus tunai adalah kesiapan mental, jiwa dan raga. Meskipun kalian sama-sama memiliki kesiapan dalam hal finansial, tetap percuma jika mental kalian tidak siap. Apalagi dari pihak laki-laki, dia tidak memikul tanggung jawab mencari uang saja, tetapi juga bertanggung jawab dalam segala hal, termasuk menjadi partnermu berumah tangga." Aku mencoba memberinya pengertian.

"Jadi, David belum siap mental gitu nikahin aku?"

"Mungkin, kenapa kamu tidak tanya saja baik-baik kepadanya. Bicara dari hari ke hati. Apa yang membuatnya tidak segera melamarmu."

Sebenarnya aku tahu, bukannya David tidak siap mental. Tetapi, dia sedang mengusahakan sebuah hunian yang nyaman untuk Nania, dia tidak mau membawa Nania ke rumah orang tuanya untuk menghindari masalah di kemudian hari, atau tinggal di apartemen sempit yang saat ini dia tinggali.

David juga mengusahakan sebuah kendaraan bagus untuk Nania pergi bekerja. Jadi, dalam prinsip David dia tidak mau mengajak Nania susah, dia mau memberikan yang terbaik untuk orang yang dicintainya. David memintaku untuk merahasiakan ini dari Nania, dia ingin memberikan kejutan itu setelah akad, dalam waktu dekat ini.

Kling! Sebuah pesan masuk ke ponselku. Aku merogoh dia saku seragam, kemudian membuka pesan tersebut. Betapa terkejutnya aku saat melihat foto yang dikirim Alisa.

"Bunda, Alisa memenangkan kontes desainer cilik tingkat nasional di Newyork. Jadi, siapkan segera adik untuk Alisa, ya. Miss you, Bunda."

"Aaaaaa!" pekikku saking girangnya, "Lihat! Lihat! Alisa menang kontes desainer cilik! Aaah, I'm so proud of her!" aku menunjukan itu ke Nania.

"Oh, ya? Wah, kereen! Congratulation!" Nania juga memekik girang, seperti lupa beberapa detik yang lalu terselimuti perasaan galau.

"Perhatian! Perhatian!" aku keluar dari balik counter, "Buat pelanggan yang sudah datang, khusus hari ini saya mengratiskan kopi semua varian. Putriku baru saja memenangkan kontes desainer di New york!"

Semua orang menyambut antusias, mereka bertepuk tangan memberiku selamat. Ah, rasanya begitu bangga melihat putri sambungku berprestasi. Aku benar-benar bahagia mengetahui hal itu. Rasanya aku ingin terbang ke New york untuk langsung memberinya selamat.

Di tengah-tengah euphoriaku atas kabar baik itu, aku mendapat sebuah panggilan dari nama kontak 'Antoni'.

"Halo?"

[Hai, apa kabar?]

"Baik, lo gimana? Masih betah ya di Jogja? Kapan balik ke sini?"

[Gue udah balik kok, udah semingguan.]

"Wah, kenapa baru nelpon sekarang he?"

[Sebenarnya pengen nelpon, tapi lo kan udah jadi istri orang. Gue takut ganggu.]

"Haish! Laki gue kan, kenal lo. Biasa aja kali."

[Emang beneran boleh?]

"Apa?"

[Nelpon lo?]

"Bolehlah, ya kalo nggak penting-penting amat, ya jangan. Haha."

[Kalau ketemuan boleh?]

"Hm? Ketemuan? Ngapain?"

[Ada hal yang pengen gue kasih, penting.]

"Em... gimana ya? lo tau sendiri kita pernah kejebak gossip, gue takut hal itu keulang lagi."

[Iya, gue tau, gue juga takut. Gue ke kedai aja gimana? Tutup jam berapa?]

"Sebenarnya gue pulang jam delapan sih, nggak sampe tutup."

[Ya udah, gue kesana jam delapan, ya.]

"Hm, oke."

Aku buru-buru membuka fitur pesan begitu Antoni memutus sambungan telepon. Aku mengirimi pesan kepada Pak Shaka jika Antoni akan menemuiku di kedai jam delapan malam. Pesanku centang satu, kemungkinan dia sedang dalam penerbangan. Baru saja tadi malam bilang tidak akan pergi ke mana-mana, nyatanya dia mendapat undangan dadakan rekan bisnisnya di Kuala Lumpur.

"Siapa, Bel?"

"Antoni."

"Dia udah balik dari Jogja?"

Aku mengangguk, "Nan, kamu nanti malam ada acara nggak? Bisa temenin aku di sini ketemuan sama Antoni?"

Nania langsung mengangguk, "Oke, siap."

Aku bersiap-siap pulang tepat jam delapan malam, aku juga sudah memberitau sopirku untuk bersiap juga karena aku tidak ingin berlama-lama bertemu dengan Antoni, bukan karena apa hanya saja ingin menjaga diri karena suamiku tidak di sini, Nania yang bersedia menemani tiba-tiba pergi karena dijemput David. Sedihnya, Pesanku belum dibaca oleh Pak Shaka. Sebenarnya undangan apa yang membuatnya tidak membuka ponsel seharian?

From : Antoni

Bel, gue buru-buru nih gak bisa masuk. Bisa lo keluar bentar? Gue di jalan depan kedai.

Menyebalkan! Tetapi syukur jika memang dia terburu-buru, itu berarti pertemuan kami tidak akan lama. Setelah berpamit kepada karyawan yang lain, aku keluar dari kedai. Aku melihat tiga mobil yang terparkir, mobil paling belakang adalah mobilku, Pak Sopir sudah keluar untuk membukakan pintu untukku. Aku memberinya kode untuk menunggu sebentar.

Wajah Antoni menyembul dari mobil paling depan, aku segera melangkah kearahnya. Aku ingin ini segera berakhir. Aku benar-benar takut jika hal yang lalu terulang kembali. Lebih takutnya lagi jika Pak Shaka tidak mempercayaiku lagi.

"Hey?" sapaku dengan senyuman tipis.

Antoni membuka pintu, dia mengeluarkan sebuah kotak berbungkus kertas kado warna biru muda. Dia tidak turun dari mobilnya, namun dia mengulurkan kotak itu kearahku. Mau tidak mau aku harus mendekat untuk mengambilnya.

"Apa itu?"

"Sesuatu yang penting."

"Haha, apaan sih? Sini!" Aku mengulurkan tangan untuk meraihnya.

Tiba-tiba seseorang mendorongku dari belakang, Antoni menarikku masuk ke mobilnya. Semua terjadi dengan cepat, belum sempat berteriak minta tolong, aku sudah dibekap dengan sehelai kain yang membuat kesadaranku menurun. Hingga akhirnya aku benar-benar tidak berdaya.

***

tbc

Continue Reading

You'll Also Like

1M 14K 22
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
1.8M 26.2K 43
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1M 56.6K 40
Balasan diputus secara sepihak adalah menikahi paman sang mantan pacar.
3.1M 172K 22
Meski kita kembar aku bersyukur karena wajah kita tidak identik. Tapi kenapa selalu aku yang menyelesaikan masalah yang kamu buat dan kamu selalu men...