La Samba Primadona (Repost) |...

Από IndahHanaco

391K 53.9K 2.9K

Ranking : #1 dari 15,1K Chicklit (12-13 Okt 2020) Catatan : ini adalah kisah nyata, ditulis dengan izin si p... Περισσότερα

Saujana Cinta [1]
Saujana Cinta [2]
Saujana Cinta [3]
Black Angel [1]
Black Angel [2]
Les Masques [1]
Les Masques [2]
Les Masques [3]
The Curse of Beauty [1]
The Curse of Beauty [2]
The Curse of Beauty [3]
Fixing a Broken Heart [1]
Fixing a Broken Heart [2]
Run to You [1]
Run to You [2]
Run to You [3]
Everything for You [1]
Everything for You (2)
Everything for You (3)
Beautiful Temptation [1]
Beautiful Temptation [2]
Out of The Blue [1]
Out of The Blue [2]
Rainbow of You [1]
Rainbow of You [2]
Rainbow of You [3]
Cinta Sehangat Pagi [1]
Cinta Sehangat Pagi [2]
Cinta Sehangat Pagi [3]
Cinta Sehangat Pagi [4]
My Better Half [1]
My Better Half [2]
My Better Half [3]
My Better Half [4]
Cinta Tanpa Jeda [1]
Cinta Tanpa Jeda [2]
Cinta Tanpa Jeda [3]
Cinta Empat Sisi [1]
Cinta Empat Sisi [2]
Cinta Empat Sisi [3]
Cinta Empat Sisi [4]
Love Me Again [1]
Love Me Again [2]
Love Me Again [3]
Crazy Little Thing Called Love [1]
Crazy Little Thing Called Love [3]
Crazy Little Thing Called Love [4]
Perfect Romance [1]

Crazy Little Thing Called Love [2]

6K 1K 51
Από IndahHanaco

Aku menghela napas, entah lega atau malah kecewa. Vienna mendekat ke arahku dan Kimi setelah melambai pada Dinda yang sedang melayani pembeli. Sementara Efri baru datang dari arah dapur.

Vienna lebih muda dua tahun dariku. Dia baru bergabung dengan Medalion sekitar empat tahun terakhir. Dulunya, Vienna pernah menjajaki berbagai jalan untuk menjadi artis. Penampilannya memang cukup mendukung. Hingga pengalaman pahit membuatnya mundur dan banting setir menjadi SPG. Belakangan, dia juga menyambi menjadi guru origami di sebuah tempat kursus.

"Belum ada, Vien. Baru minggu depan," balas Kimi. "Kamu makin kinclong aja," pujinya kepada cewek yang masih bergabung di Medalion itu. Vienna menjadi salah satu pelanggan tetap butik sejak Special One dibuka. Aku selalu menyukai Vienna yang ceria dan seolah tak pernah memiliki masalah dalam hidup.

"Iya, setuju. Kamu makin cakep sekarang. Bikin minder aja." Aku memegang pipi kananku sekilas.

Vienna malah cemberut. "Kalian ngeledek, ya? Aku malah lagi jerawatan." Gadis itu menyibak poninya untuk menunjukkan sebuah jerawat di kening.

Aku tertawa geli. Tangan kiriku menunjuk area dagu. "Jerawatmu itu tau diri banget ya, Vien. Tumbuhnya di kening, bisa ditutupin pake poni. Mana jumlahnya cuma satu. Lha, jerawatku? Ada tiga, di dagu pula. Mau ditutupin pakai apa? Jenggot?"

Vienna mengibaskan tangannya. "Meski mukamu penuh jerawat, tetap aja Marcus sukanya sama kamu, Lea."

Kalimatnya yang tak terduga itu membuatku melongo. Betahun-tahun mengenal Vienna, aku tidak pernah mendengarnya menyebut nama Marcus secara khusus meski mereka berdua saling kenal sejak pembukaan Special One. Di sebelahku, Kimi bersiul usil.

"Ada yang lagi suka-sukaan ternyata," komentar Kimi. Aku hendak menyikut sahabatku tapi cemas akan mengenai perutnya.

"Ralat, Kim. Aku yang suka tapi Marcus nggak. Kami pernah kencan beberapa kali tapi nggak lanjut ke mana-mana. Kejadiannya belum lama, sekitar sebulan yang lalu. Sampai kemudian... Marcus tau masalahku. Nggak lama setelahnya dia bilang sebaiknya kami temenan aja karena nggak akan berhasil. Demi untuk mastiin kalau aku ngerti, dia juga bilang kalau sebenarnya hati Marcus udah ada yang punya. Kamu, Lea."

Jantungku seakan dijepit baja karena kata-kata Vienna. Kimi buru-buru maju untuk membela sebelum aku sempat bicara. "Vien, kalau soal itu, Lea nggak salah, dong! Itu kan urusan kamu dan Marcus. Jangan sampai..."

"Astaga, aku nggak nyalahin Lea, kok! Jangan kira aku datang ke sini karena tiba-tiba benci Lea atau semacamnya. Aku bisa terima penolakan Marcus. Lagian, cewek dengan kehidupan rumit kayak aku, memang nggak cocok sama Marcus. Aku nggak nyalahin siapa-siapa. Cuma, kadang rasanya gimanaaa gitu. Pengin aja dicintai sama seseorang tanpa syarat." Vienna mengedikkan bahu, ekspresinya tampak serius. Tenggorokanku mendadak terasa panas. "Aku jarang-jarang suka sama cowok. Sekalinya naksir, ujungnya malah ditolak. Tapi yang paling nyakitin dan bikin aku kecewa, Marcus itu... apa ya? Entahlah, mungkin aku yang terlalu sensitif. Yang kutangkap, dia hmmm... menghinaku. Eh, terlalu frontal kalau kubilang menghina. Lebih tepatnya mungkin menyalahkan. Karena... yah... aku nggak bisa jaga diri dengan baik."

Uraian panjang Vienna membuatku menahan napas. Tak bisa menahan diri, aku pun menyahut.

"Jangan pesimis, gitu! Suatu saat, kamu pasti ketemu laki-laki yang bisa menerimamu apa adanya, kok! Percayalah, Vien! Lagian, apa yang terjadi sama kamu itu bukan salahmu. Jangan pernah mikir kalau kamu yang harus bertanggung jawab."

Temanku itu menggeleng pelan. Rambut bob sebahunya bergoyang pelan. "Sekarang ini aku nggak yakin, Lea. Laki-laki selalu pengin dapat pasangan yang nggak punya cacat meski daftar dosanya sendiri panjang banget. Cowok itu makhluk superegois," kata Vienna dengan suara melirih.

"Aku pernah kok ketemu orang yang kayak gitu, Vien. Langka, tapi bukan berarti nggak ada." Suaraku pun tak kalah lirih. Aku bahkan memajukan tubuh agar Vienna bisa mendengar kata-kataku dengan jelas.

Seolah nama pria yang kumaksud terpantul begitu saja oleh dinding-dinding butik, mataku bergerak ke satu titik di sebelah kanan Vienna. Edgar sedang berdiri beberapa langkah di belakang Vienna, menatapku lekat-lekat. Aku buru-buru mengalihkan tatapan, berusaha meredam semua emosi yang sedang membuncah. Sepertiku, Kimi pun tampaknya baru menyadari kehadiran Edgar.

"Ed, udah lama bengong di situ? Maaf ya, cewek-cewek memang lupa dunia kalau lagi ngegosip," celoteh Kimi riang. Sahabatku itu berdiri perlahan dari tempat duduknya. "Oh iya, mumpung ingat. Ada pertanyaan titipan dari Lea. Kamu sekarang tinggal di Bogor, ya?" tanya Kimi kurang ajar.

"Hmm, pokoknya aku nggak jauh-jauh dari Lea," jawab Edgar tak jelas. "Kim, jangan bergerak sembarangan gitu! Kamu itu lagi hamil gede, hati-hati dikitlah." Edgar maju beberapa langkah untuk meraih tangan Kimi yang hendak duduk di sofa.

Nada memperingatkan yang meluncur dari bibir Edgar dan caranya memperlakukan Kimi, membuatku menahan napas sesaat. Aku baru saja hendak kembali bicara dengan Vienna saat Kimi bersuara.

"Vien, udah kenal Edgar, kan? Dulu kayaknya kamu pernah ketemu dia pas pembukaan butik, deh." Kimi melambai ke arah Vienna, meminta gadis itu mendekat ke arahnya. "Edgar ini tipe cowok yang bisa terima cewek yang dicintainya apa adanya. Nggak mau pusing sama masa lalu yang jelas-jelas nggak bisa diubah. Coba deh ngobrol sama Edgar, siapa tau dia punya kloningan yang sama persis. Dari sisi sifat, maksudku."

Astaga! Aku sungguh ingin mengayunkan tongkat sihir dan membuat Kimi menghilang dari Special One saat ini juga.

Vienna tampak kaget mendengar penuturan Kimi yang memang tergolong ajaib. Aku menahan rasa kesalku dalam-dalam. Untuk apa Kimi mengoceh sebanyak itu? Aku kian gemas karena Vienna malah bergabung dengan Kimi dan Edgar, bersalaman dan menyapa lelaki itu dengan sopan. Edgar hanya bertahan kurang dari tiga menit sebelum pamit untuk meletakkan benda yang dibawanya di depanku.

"Aku harus gimana sih supaya kamu ngerti? Dibilang jangan bawa makanan, tetap aja bandel," kritikku.

"Kan aku udah bilang, aku nggak akan menyerah."

"Sama kalau gitu. Aku juga nggak akan menyerah," sesumbarku. "Kamu kira, dengan ngelakuin hal-hal kayak ini, bisa bikin aku berubah pikiran? Dua setengah tahun aku bisa lupa sama kamu, kok! Masa sekarang aku harus kalah?" kataku setengah menantang.

"Lea, aku tau kamu bisa lupa sama aku. Tapi, aku sebaliknya. Udah ah, aku nggak mau ngomong panjang lebar lagi. Takutnya kamu kira aku cuma gombal. Kemarin, pas pertama datang ke sini, udah cukup semua penjelasanku. Sekarang, aku cuma mau nunjukin semuanya dengan sikapku," respons Edgar penuh percaya diri.

Kutatap Edgar dengan putus asa, saat pintu butik kembali terbuka. "Halo, cewek-cewek bos Spesial One. Apa kabar, kalian?"

Suara Marcus yang riang itu membuat kepalaku mendadak pengar. Mengapa orang-orang ini mendadak memutuskan untuk menyambangi butikku di saat bersamaan? Apalagi aku menangkap perubahan ekspresi yang ditunjukkan Vienna dengan jelas. Gadis itu tampak muram meski cuma sesaat. Sementara itu, senyum Marcus pun meredup setelah tatapannya menyapu seisi ruangan. Entah siapa yang membuatnya merespons demikian. Edgar atau Vienna?

Edgar menyapa Marcus dengan sopan, lalu kembali menatapku dengan sungguh-sungguh. "Jangan telat makan ya, Lea. Hari ini aku masakin mi goreng udang bumbu kari. Butuh berkali-kali percobaan sebelum ketemu rasa yang pas. Kamu selalu suka menu itu, kan?"

Aku menjawab ketus, "Aku suka banyak makanan."

Senyum Edgar mengembang. "Aku tau. Kamu punya banyak makanan favorit. Kali ini, cobalah cicipi. Makanan yang kubawain, jangan selalu dikasih ke orang lain. Aku nyiapin setiap masakan dengan serius, lho. Aku bahkan menyusun daftar menu secara khusus. Aku pengin masakanku variatif dan nggak bikin kamu bosan."

Aku sudah berhenti merasa kaget karena Edgar. Tak perlu ditanyakan siapa yang memberi lelaki ini informasi tentang nasib makanan yang menjadi jatahku. Aku hanya sekali menyantap makanan yang dibawakan Edgar.

"Ed..."

"Aku tau, kamu pasti mau menyuruhku pulang." Edgar kembali tersenyum. Tangan kanannya membenahi posisi kacamata. Lelaki itu agak membungkuk di depanku lalu bicara dengan nada lirih. "Aku nggak merasa sok hebat atau semacamnya. Aku cuma mau ngingetin satu hal. Kalau kamu nyari laki-laki yang bisa menerima orang yang dicintai apa adanya, mengabaikan masa lalu yang sama sekali nggak penting, aku masih orang yang sama. Langka tapi bukan berarti nggak ada. Kamu sendiri yang ngomong kayak gitu barusan. Nggak pura-pura lupa, kan?"

Aku menahan napas. Sebelum berhasil mencari jawaban yang cerdas, Edgar sudah berbalik. Lelaki itu meninggalkan butik dengan langkah-langkah panjangnya yang khas, usai pamit dengan sopan kepada yang lain. 

Lagu : The Man Who Can't Be Moved (The Script)

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

Bayi Milik Suami Duda Από Di_evil

Γενικό Φαντασίας

371K 18K 33
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...
118K 25.3K 52
Behind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa...
my love single mother Από RIPhooman

Γενικό Φαντασίας

372K 33K 53
jatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jad...
Hostium (END) Από Keila

Γενικό Φαντασίας

1.1M 55.9K 47
Reanka adalah gadis pendiam dengan sejuta rahasia, yang hidup di keluarga broken home. Di sekolahnya ia sering ditindas oleh Darion Xaverius. Reanka...