Beautifulove

By DayDreamProject10

181K 28.2K 13.8K

°Tentang gadis biasa saja yang menginginkan hal luar biasa.° --- Namanya Yona. Gadis penuh rahasia yang menda... More

0 :: Prolog.
1 :: Yona Faresta Ivory.
2 :: Dave.
3 :: Memulai.
4 :: Mengikat.
5 :: Melunak.
6 :: Menjadi.
7 :: Mengetahui.
8 :: Melekat.
9 :: Menguat.
10 :: Menenangkan.
11 :: Menyenangkan.
12 :: Melawan.
13 :: Mengungkapkan.
14 :: Memalukan.
15 :: Melelahkan.
16 : Mengecewakan.
17 :: Melegakan.
18 :: Menjanjikan.
19 :: Mengacaukan.
21 :: Mengertikan.
22 :: Mengejutkan.
23 :: Menegaskan.
24 :: Mengupayakan.
25 :: Meresahkan.
26 :: Menyesalkan.
27 :: Membahagiakan.
28 :: Menggelisahkan.
29 :: Menjengkelkan.
30 :: Menyedihkan.
31 :: Merencanakan.
32 :: Menghentikan.
33 :: Mengalihkan.
34 :: Menyudutkan.

20 :: Menyembunyikan.

1.9K 401 208
By DayDreamProject10

#QnAtime

*Kalian punya rahasia nggak yang tidak diketahui siapapun itu?*

*Tipe mendem atau suka curhat?*

*Tipe susah percaya atau b aja?*

*Apa yang ada di pikiranmu saat ini?*

*********

Jangan lupa vote sebelum baca. Jangan lupa komen juga. Voment kalian berharga❤

"Ada banyak luka yang tak kunjung mengering di dalam sini. Maka tinggal lah lebih lama lagi. Kurasa, hadirmu adalah satu-satunya penyembuh raga ini."

🍃🍃🍃🍃🍃

Mendengar pintu ruangan terbuka, Yona segera menutup matanya berpura-pura tertidur. Gadis itu menggigit pipi dalamnya, menahan gejolak yang ia rasakan ketika mengetahui Dave berjalan mendekat. Yona benar-benar tidak bisa menghadapi lelaki itu lagi. Sejak kejadian kemarin, hubungan mereka berdua diselimuti oleh kecanggungan. Sesaat, Yona merasa ingin menghilangkan diri saja di muka bumi ini.

Yona juga tidak pernah berhenti mengutuk diri dalam hati, ia tidak percaya bisa melakukan hal tersebut. Ketika satu kecupan hangat mendarat di pipinya, gadis itu pikir ia sudah berada pada alam baka. Sungguh-sungguh membuatnya seperti manusia tak bernyawa lagi. Sangat memalukan, dan merasa bersalah pada Dave sebab lelaki itu menerima dampak yang seharusnya tidak ia terima.

Tentu saja di detik setelah kejadian singkat itu Yona langsung murka pada Dave. Mengumpatinya berkali-kali dengan kata kasar. Padahal yang salah adalah dirinya. Tetapi tetap saja emosi Yona tidak bisa dikendalikan.

"Yona, kamu sudah tertidur?" Suara Dave terdengar. Jelas lelaki itu tahu jika pikiran Yona sekarang dipenuhi oleh berbagai hal.

Sedikit tersentak karena Dave tiba-tiba bersuara. Yona semakin menutup matanya rapat meski posisinya membelakangi lelaki itu. "Bu Dinar mana, sih? Kok, Dave yang temenin gue malam ini? Gimana bisa tidur gue?" gerutunya dalam hati.

"Bu Dinar sedang ada urusan. Malam ini saya yang akan menemani kamu. Tidak usah memperdulikan saya, tidur saja dengan nyaman." Dave berucap lagi, membuat Yona langsung membuka matanya.

Tidak bergerak, Yona mengernyit saja. Bagaimana bisa lelaki itu menjawab dan sangat pas dengan pemikirannya tadi? Menggigit pipi dalammnya lagi, ia mencoba tidak memperdulikan. Yona sangat malas menebak-nebak sesuatu yang gila.

"Saya akan duduk di samping kamu. Kamu bisa tidur sekarang. Jangan memikirkan apa-apa lagi. Besok kemo kamu akan dimulai." Yona lantas menutup mata kembali karena Dave memperbaiki selimutnya tanpa ragu. "Selamat malam, Yona. Semoga mimpi indah."

Setelah berucap, Dave menudukkan tubuh. Ia menghela napas pelan. Ia tahu Yona masih tidak mau berbicara padanya. Sudah empat hari berlalu tetapi gadis itu masih menutup mulut ketika Dave datang menemani. Meski begitu, ia tidak pernah menyerah dan terus menjaga Yona sambil bergantian dengan Bu Dinar. Pengobatan Yona sekarang hanya mereka berdua yang tahu. Semua disembunyikan dengan rapi sesuai permintaan gadis itu.

Di saat seperti ini, rasa bersalah Yona kian memenuhi. Ia tahu Dave pasti berpikir jika ia marah pada lelaki itu. Tetapi nyatanya, keberanian Yona hanya menghilang sepenuhnya. Jangankan menatap wajah Dave, membuka suara saja bibir gadis itu tidak mampu. Menggigit kukunya bimbang, Yona sangat ingin berbalik lalu meminta maaf atas sikapnya. Namun sebelum melakukan, tubuh gadis itu duluan membeku di tempat.

Senyum kecil terbit di bibir Dave. Matanya tidak lepas dari punggung belakang Yona yang sesekali bergerak memeluk boneka yang ia berikan. Dave mengerti kegelisahan yang Yona hadapi beberapa hari ini. Karena itu ia tidak pernah mencoba mempertanyakan.

Setelah mencoba menyelam pada alam mimpi, Yona tetap kesulitan untuk tidur. Selain karena kehadiran Dave yang menemaninya, pikiran gadis itu juga terus berlari ke mana-mana. Memikirkan kedua orang tuanya yang terpaksa ia bohongi. Walau Yona tahu mereka berdua tidak akan peduli jika ia tidak pulang ke rumah berhari-hari, tetapi tetap saja Yona meminta izin dengan alasan kegiatan sekolah. Yona menggigit bibirnya menahan tangis, namun nyatanya air mata itu perlahan mengalir keluar. Dadanya selalu terasa ditekan kuat ketika memikirkan itu lagi.

Menatap ke arah jendela rumah sakit, Yona bisa melihat cahaya bulan yang sedang bersinar terang di luar sana. Besok ia akan mulai berjuang demi kesembuhanya, tetapi Yona merasa seakan tidak mampu menjalani ini sendiri. Gadis itu selalu berharap kehadiran dan dukungan dari orang tuanya bisa ia rasakan. Meski sebentar saja, Yona sangat berharap itu ada.

Yona jelas masih mengingat rasa-rasa yang ia dapatkan pada saat itu. Kehangatan memenuhi dirinya. Kebahagiaan selalu ia rasakan di setiap detiknya. Dulu, saat Yona jatuh sakit Herman dan Linda seketika khawatir luar biasa. Mereka berdua menemaninya tanpa henti. Menjaganya dan merawatnya dengan baik. Lalu ketika Yona kesulitan untuk tidur, mamanya akan mengusap kepalanya hingga kantuk menyerang. Segalanya penuh kasih sayang dan juga cinta. Tetapi sekarang, bahkan nyawanya yang mungkin saja akan menghilang, Yona tidak juga diberikan kesempatan untuk merasakan itu lagi.

Ia sejujurnya tidak mau mengingat ini kembali, namun pikirannya selalu saja berakhir pada kenangan itu. Membekap mulutnya menahan isakan, tubuh Yona berusaha agar tidak bergetar. Rasa ini terlalu menyakitkan. Jika saja ia bisa menyerah maka gadis itu akan menyerah. Hampir setiap saat Yona lelah berkepanjangan. Ingin sekali mengakhiri tetapi tidak bisa. Ia terus terjebak pada ruang yang hanya bisa menyakitinya tanpa henti.

Pada akhirnya karena tidak bisa menahan lagi satu isakan memilukan berhasil keluar. Yona kian erat membekap mulutnya, berharap Dave tidak sempat mendengarkan. Namun Dave yang setia memperhatikan Yona langsung bergerak di tempat. Lelaki itu lantas memengang bahunya, mengusapnya penuh kasih sayang yang justru semakin meledakkan tangis Yona.

Dave tidak berbicara, ia tahu segalanya yang menyakiti gadis itu saat ini. Yona juga tidak bergerak mengganti posisi. Ia terus begitu dengan tangis yang gencar keluar. Bahu Yona bergerak naik-turun cepat, mengeluarkan semuanya yang menyesakkan. Tidak bisa membiarkannya lagi, Dave menarik tubuh Yona agar menatapnya.

"Dave ...." lirih Yona hampir tak terdengar. Dave segara naik ke atas kasur bersama gadis itu, lalu mendekapnya erat. "S—akit, Dave ...."

"Saya tahu, Yona. Tidak apa-apa. Tidak usah memikirkan itu,"  ujar Dave pelan menenangkan. "Semuanya akan baik-baik saja. Percaya pada saya," lanjutnya memeluk penuh perasaan. Dada lelaki itu ikut terasa dihimpit kuat merasakan tubuh Yona yang kian bergetar hebat.

"Ber-harap orang tua gue ada di sini nggak sa-lah, 'kan?" tanya Yona pilu. Ia hampir tak bertenaga lagi. Rasanya kian menyesakkan.

Dave terdiam sejenak. Ia mengatur napas yang memburu. Ada banyak perasaan yang memergokinya. Tidak sanggup berucap menjawab pertanyaan itu, Dave berusaha menganggukkan kepala.

"S-sepertinya, semu-a keinginan gue terlalu mus-tahil untuk dicapai, ya?"

Lelaki itu menggeleng cepat. Masih tidak bersuara, Dave mendekap Yona tanpa celah seakan ingin menyalurkan kekuatan.

"Bagai-mana kalau pe-ngobatan gue nggak ber-hasil? Bagian-mana kalau gue bakal pergi secepatnya mung-kin? Gue takut, Dave."

"Tidak, Yona. Itu tidak akan terjadi," ujar Dave akhirnya. "Jangan pernah berucap dan berpikir seperti itu lagi. Kamu akan pulih kembali. Kamu tidak akan ke mana-mana. Kamu akan tetap di sini bersama saya."

Mengusap rambut Yona lembut, Dave mengeraskan rahang menahan sesaknya. Tangis gadis itu benar-benar terlalu berpengaruh. Ia seolah bisa merasakan apa yang Yona rasakan. "Kamu tenang saja, Yona. Semua akan baik-baik saja. Saya ada di sini. Berarti kamu tidak pernah kenapa-kenapa. Saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi."

Mendengar itu, Yona semakin tak mampu mengehentikan tangisnya. Ia membalas pelukan Dave yang selalu ada ketika ia membutuhkan. Ketidakhadiran Dave yang mungkin saja akan menghilang suatu saat nanti tidak bisa Yona bayangkan. Keberadaan lelaki itu benar-benar menggantikan semua rasa yang hilang.

"Yona, dengarkan saya. Kamu tidak sendirian. Itu tidak akan pernah terjadi. Saya akan selalu di sini. Apapun yang terjadi. Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri segalanya. kamu masih memiliki saya. Jangan pernah memikirkan hal seperti itu lagi, mengerti?" ujar Dave dipenuhi ketakutan. "Dengarkan saya, Yona. Kamu bisa. Saya akan selalu mendukungmu dan berikan apapun yang kamu butuhkan. Jangan pernah berpikir untuk menghilang. Kamu pasti sembuh. Saya yakin."

Dengan sisa tenaga Yona menganggukkan kepalanya mengerti. "Sekarang, saya mohon kamu berhenti menangis, Yona." Dave terus mengusap rambut Yona penuh cinta. Mengelusnya baik-baik, berharap Yona mendapatkan apa yang tadi ia harapkan. "Saya akan di sini menemanimu hingga pagi. Sekarang, kamu harus tidur, Yona. Jangan memikirkan apapun lagi. Hanya tutup matamu."

Semakin menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Dave, Yona perlahan menutup mata. Ia mengatur napas yang terputus-putus, seraya menikmati irama jantung lelaki itu yang seolah-olah menjadi iringan pengantar tidur. Kembali mengeratkan pelukannya pada Dave. Selamanya, Yona ingin merasakan kehangatan lelaki itu pada hidupnya. Jika benar harapannya yang lain tidak akan pernah didengar lagi, maka Yona hanya ingin satu hal terakhir untuk dikabulkan;

Memiliki Dave. Hingga akhir hidupnya dapat bertahan.


🍃🍃🍃🍃🍃


Bu Dinar menatap Dave yang kembali seperti dahulu. Duduk di samping Yona tanpa mengenal waktu, menunggu gadis itu tersadar dari tidur panjangnya. Beberapa saat lalu, pengobatan Yona yang memakan waktu berjam-jam telah usai. Kini gadis itu belum sadarkan diri juga, membuat Dave tidak pernah beranjak dari tempatnya sama sekali.

Lontaran harap terus diserukan dalam hatinya. Wajah pucat Yona terus ia perhatikan. Mengusap tangan Yona pelan, Dave ingin sekali melihat mata gadis itu bergerak terbuka lalu menatapnya lagi.

"Kamu tenang aja, Dave. Kata Dokter Yona akan sadar beberapa jam lagi. Pengobatannya lancar. Kamu juga tahu itu 'kan tadi?" ujar Bu Dinar memecahkan keheningan.

Dave tidak menjawab. Ia setia seperti itu. Meski tahu hal tersebut, tetapi tetap saja hatinya tidak bisa merasa tenang.

"Mending kamu makan siang dulu. Jam siang udah lewat dari tadi. Kamu mau Yona marah kalau nanti kamu yang jatuh sakit?" pancing Bu Dinar. Dave tidak langsung bergerak, masih setia duduk di samping Yona. Namun karena bayangan Yona marah padanya terlalu mengerikan, mau tidak mau Dave akhirnya beranjak sebelum hubungan mereka yang semalam sudah membaik kembali terasa dingin.

Bu Dinar mengulas senyum menyaksikan Dave yang berjalan duduk di dekatnya, ia segera memberikan sekotak makan siang. Setelah memastikan Dave menyendok makanannya, wanita itu berjalan mendekati Yona, duduk di kursi yang Dave tempati tadi. Mengambil handuk hangat basah itu, kemudian mengusap wajah Yona agar tetap terlihat segar.

Tidak berbicara, Bu Dinar menatap wajah Yona saja yang menutup mata dengan nyaman. "Kamu nggak bisa terus seperti ini, Yona. Orang tua kamu berhak untuk tau," lirihnya.

"Ibu tau semuanya pasti sangat berat untuk kamu. Tetapi tetap saja menyembunyikan ini semua bukan pilihan yang tepat. Bagaimana pun juga kamu masih terikat dengan mereka." Bu Dinar mengulum bibir. Matanya terasa berkaca-kaca.

"Kamu benar-benar gadis yang hebat. Ibu yakin kamu pasti sembuh. Tinggal beberapa pengobatan lagi, lalu setelahnya kamu bisa bebas. Ibu yakin semuanya akan berjalan lancar," ucapnya mengambil napas dalam-dalam. "Bertahan sebentar lagi, ya?"

Terdiam sejenak menatap Yona, mata Bu Dinar kian terasa perih. Ia menunduk, menepis air mata yang berhasil keluar. Wanita itu menggapai tangan Yona yang terasa jelas jika Yona sudah mulai kehilangan berat badannya.

"Bu Dinar benar berencana ingin mengatakan semuanya pada orang tua Yona?" tanya Dave tiba-tiba. Bu Dinar lantas tersentak kecil. Mereka berdua sudah sering bersama, tetapi baru kali ini Dave mengeluarkan kata terpanjang padanya.

"Iya. Menurut kamu bagaimana, Dave?" tanya Bu Dinar balik.

Menjeda sesaat, Dave tidak langsung menjawab. "Saya rasa Yona tidak akan setuju."

"Ibu juga tau. Tapi kita nggak boleh terus menyembunyikan ini. Orang tua Yona berhak untuk tau. Walau mungkin mereka nggak akan peduli. Tapi setidaknya kita udah mencoba, 'kan?"

"Bagaimana jika nanti Yona marah?"

Bu Dinar terdiam. Ia mencoba berpikir mencari solusi. "Kamu nggak usah khawatir. Biar Ibu yang urus. Nanti Ibu bakal coba ngomong pelan-pelan sama Yona."

Dave mengangguk mengerti. "Kamu sudah selesai makan? Kalau sudah selesai mending kamu pulang dulu, Dave. Istirahat bentar terus mandi. Yona nggak akan mau liat bentuk kamu yang seperti itu."

"Nanti saja setelah Yona bangun," jawabnya berjalan mendekat. Tetapi Bu Dinar menghentikan.

"Nggak bisa! Sana pulang dulu!" perintah Bu Dinar tegas.

"Tetapi—"

"Ibu nggak akan bantuin, ya, kalau Yona nanti marah. Dia nggak akan ijinin kamu ke sini lagi nanti kalau kamu nggak nurut."

"Baiklah," balas Dave berat hati. Setelah menyempatkan pamit dulu ke Yona, lelaki itu berjalan keluar dari ruang inap Yona.

Menghela napas beratnya, akhirnya Dave pulang juga. Lelaki itu benar-benar keras kepala, tidak mau meninggalkan Yona sama sekali. Jika saja ia tidak mengancam seperti usulan yang Yona berikan kemarin, Dave mungkin tidak mau mendengarkan katanya sedikit pun.

Mengelus rambut Yona seraya tersenyum. Bu Dinar menatap Yona haru. "Saat ini Ibu nggak mau bilang Tuhan itu adil. Tapi nyatanya, Dia masih berbaik hati ke kamu 'kan, Yona? Mengambil sesuatu dari kamu tapi menggantinya dengan kehadiran Dave. Ibu harap, kalian bisa  terus bahagia bersama."


🍃🍃🍃🍃🍃



"Dave, lo tau nggak Yona izin karena apa?" tanya Cinta setelah membuka earphone Dave sebelah tanpa ragu. Dave tidak bereaksi, ia diam saja. Baru ingin kembali memasang earphone-nya, Cinta menahan dan mengambil sebelah benda kecil itu sesuka hati.

Dave menatap Cinta datar, gadis itu datang lagi menganggu. Meski tahu persis Dave seperti apa, tetapi Cinta terus bertanya tanpa henti. Dave tidak merespon, ia membiarkan. Kembali menunduk membaca buku tebal yang ia pinjam di perpustakaan, Cinta berdecak. Gadis itu setiap hari bertanya tentang Yona. Tetapi Dave tidak mau memperdulikan. Ia tahu jelas maksud dan tujuan Cinta di balik pertanyaannya itu.

"Dave, gue lagi ngomong sama lo! Jawab apa kek gitu," kesal Cinta menutup buku Dave. "Yona ke mana? Lo pasti tau 'kan?"

Menghela napas pelan, Dave mulai tidak tahan. Ia tahu Cinta adalah teman Yona, tetapi ia juga tahu jika Cinta tidak se-peduli itu pada Yona.

"Udah hampir seminggu Yona izin, tapi nggak ada kejelasan detail dia izin karena apa. Sebagai teman gue khawatir dia kenapa-kenapa. Mungkin aja dia ada masalah makanya izin mulu," ujar Cinta.

Dave sudah memperhatikan diam-diam semua teman yang Yona miliki. Mengetahui rahasia yang terkuak tentang gadis itu lagi, membuat Dave seakan ingin membawa Yona pergi sejauh-jauhnya dari mereka semua. Dave mendadak menajamkan tatapannya ketika mendengar suara hati Cinta.

"Geli banget gue ngomong kek gitu. Temen apaan? Kalau bukan karena Yona berpengaruh gue juga ogah temenan sama dia." Cinta mendelik.

"Jadi Yona di mana, Dave? Jawab dong! Sekali ini aja lo ikhlasin hati ngomong sama gue. Dulu Yona nggak pernah seperti ini masalahnya." Cinta terus membujuk. Menghela napas pelan lagi, Dave tidak mengerti mengapa Yona harus dikelilingi orang-orang seperti ini. Sebenarnya fakta apalagi yang Yona sembunyikan?

Tidak pernah berniat menjawab pertanyaan Cinta, Dave beranjak dari tempat seraya merampas sebelah earphone-nya. Ia menyumbat kedua telinganya. Dave begitu muak berhadapan dengan gadis itu lagi. Mungkin setelah Yona kembali bersekolah, ia ingin mengajukan diri agar bisa sebangku bersama Yona saja.

"Dave! Lo mau ke mana?! Jawab gue dulu, woi!!!" pekik Cinta kesal setengah mati.

Dave yang tidak memperdulikan apa-apa meski sangat tahu Cinta pasti berteriak kuat padanya, memilih terus berjalan keluar kelas. Jika ia tidak pergi dari tempat itu, maka Cinta akan terus menganggu.

Baru saja Dave berhasil melangkah keluar dari pintu, Billy tiba-tiba menghadang jalannya. Lelaki itu membuka earphone yang terpasang. Mempersilahkan Billy yang terlihat jelas datang ke sini karena ingin berbicara padanya.

"Yona di mana?" tanya Billy tanpa basa-basi.

Dave masih menutup mulut. "Gue tanya Yona di mana?" Billy bertanya kembali. Rahangnya mengeras. Mereka berdua lantas saling melempar tatapan tajam.

"Untuk apa bertanya?" Dave bersuara, membuat Billy seketika tersenyum sinis.

"Kasih tau gue Yona di mana, berengsek?!" emosi Billy tanpa aba-aba menarik kerah segaram Dave dan menyudutkannya ke dinding dengan keras.

Lelaki itu tidak juga bereaksi sama sekali. Hanya menatap Billy tajam. Suasana langsung berubah keruh detik itu juga. Berkumpul menyaksikan Billy menyerang Dave yang terdiam saja.

Semakin mengetatkan jemarinya pada kerah seragam Dave, mata Billy memerah menahan emosi. "Lo bukan siapa-siapa Yona! Lo nggak berhak nyembinyiin ini! Cepat bilang Yona di mana, sialan?!!!" teriak Billy kuat.

"Untuk apa mengetahui itu? Kamu sendiri sudah melupakan Yona," ujar Dave masih dalam kurungan Billy yang langsung merapatkan bibir. "Saya benar bukan siapa-siapa Yona jika kamu mempertanyakan mengenai status. Meski begitu, saya tahu segalanya tentang dia, termasuk tentangmu yang sudah tidak memperdulikan dia lagi."

"Yona salah paham!"

Dengan sekali hentakan Dave berhasil lepas dari Billy. Walaupun Yona tidak sempat bercerita tentang masalahnya dengan lelaki itu, tetapi ia bisa tahu hanya dengan mengamati Yona setiap saat. Billy sudah menyakiti Yona, maka dari itu Dave tidak ingin merespon Billy baik-baik. Tidak menjawab, ia langsung melangkah pergi lagi namun Billy tiba-tiba menarik dan melayankan tinjuan.

Koridor seketika heboh saat Dave terjatuh kasar ke lantai. Dada Billy naik-turun penuh amarah. Tidak ada yang berani menyela, Billy berjalan mendekati Dave dan menarik kerah segaram lelaki itu lagi. Menuntutnya agar segera menjawab.

"Lo nggak tau apa-apa soal gue sama Yona! Lo cuma orang asing di kehidupan dia! Cepat bilang Yona di mana sebelum gue bunuh lo, anjing!" bentak Billy memukul wajah Dave lagi. Dave tidak melawan sama sekali, tangannya mengepal saja menahan diri.

"Setidaknya saya tidak mengecewakan Yona seperti dirimu," balas Dave tajam. "Jika kamu hanya ingin melukai dia setelahnya, saya sarankan kamu pergi sejauh mungkin dari Yona."

Mendengar itu Billy memukul Dave lebih kuat. Ia menaiki tubuh Dave lalu menghajarnya tanpa ampun. Billy benar-benar membabi buta hingga koridor kian heboh. Wajah Dave sudah penuh luka tetapi lelaki itu tetap diam saja. Napasnya sudah terasa sulit dihembuskan tetapi Billy masih menyerangnya keras. Tepat di saat pandangan Dave mulai mengabur, tubuh Billy terlepas darinya. Guru-guru datang menengahi. Tidak ada satu pun murid yang berani menghentikan Billy.

Dave tidak bisa melihat dengan jelas lagi, telinganya berdengung menyakitkan. Ia tidak bisa berpikir. Hanya bayang Yona yang terlintas di pikirannya. Sebelum orang-orang mendekati Dave, kesadaran lelaki itu duluan lenyap seketika.

🍃🍃🍃🍃🍃🍃


2855 words, done!!!!!

Jujur aja, pas nulis ini gue benar-benar ga bisa nahan sesak karena Yona. Terlalu menyakitkan sampai gue nangis kenceng sendiri. Padahal ini belum apa-apa. Sebagai penentu idup Yona kedepannya bakal gimana, gue sering nangis hanya dengan memikirkan itu doang wkwk

Kadang gue merasa jahat bgt sih, tapi mau gimana lagi? Namanya takdir. Semoga cerita ini berakhir dengan indah untuk Yona dan Dave (:

Gue bilangin lagi, siapkan hatimu yak. Takutnya ga kuat, gue aja sering merasa ga kuat wkwk.

Jadi bagaimana rasanya setelah baca part ini? Ada kesan? Kritik? Pesan? Atau kehebohan? WKWKWKWK.

Bayangkan Yona adalah dirimu yang nyata, kira-kira kamu bisa bertahan sekuat dia gaa? Aku sih mungkin enggak wkwkwk (:

Oke sampai ketemu lagi. SPAM NEXT DI SINI DLU DONGG(^.^)

Btw, jangan lupa follow ig tentang Beautifulove yak!
-daydreamproject10
-asmahafaaf
-yonafarestaivory
-dave_saja
-astories.e

Paypay. Sampai ketemu lagi❤❤❤ Terima kasih sudah membaca❤❤❤❤


Continue Reading

You'll Also Like

89.6K 7.2K 23
"kita akan berkeliling wisata nanti saat hesa sudah besar dan papa yang akan menjadi bos di perusahaan agar bisa meliburkan diri mengajak hesa dan ma...
308K 28.2K 79
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
219K 3.4K 12
suka suka saya.
123K 12.9K 19
[Content warning!] Kemungkinan akan ada beberapa chapter yang membuat kalian para pembaca tidak nyaman. Jadi saya harap kalian benar-benar membaca ta...