Beautifulove

By DayDreamProject10

181K 28.1K 13.8K

°Tentang gadis biasa saja yang menginginkan hal luar biasa.° --- Namanya Yona. Gadis penuh rahasia yang menda... More

0 :: Prolog.
1 :: Yona Faresta Ivory.
2 :: Dave.
3 :: Memulai.
4 :: Mengikat.
5 :: Melunak.
6 :: Menjadi.
7 :: Mengetahui.
8 :: Melekat.
9 :: Menguat.
10 :: Menenangkan.
11 :: Menyenangkan.
12 :: Melawan.
13 :: Mengungkapkan.
14 :: Memalukan.
15 :: Melelahkan.
16 : Mengecewakan.
17 :: Melegakan.
18 :: Menjanjikan.
20 :: Menyembunyikan.
21 :: Mengertikan.
22 :: Mengejutkan.
23 :: Menegaskan.
24 :: Mengupayakan.
25 :: Meresahkan.
26 :: Menyesalkan.
27 :: Membahagiakan.
28 :: Menggelisahkan.
29 :: Menjengkelkan.
30 :: Menyedihkan.
31 :: Merencanakan.
32 :: Menghentikan.
33 :: Mengalihkan.
34 :: Menyudutkan.

19 :: Mengacaukan.

2K 449 192
By DayDreamProject10

Jangan lupa vote, dan tinggalkan komen dari kesan kalian baca cerita ini ya! Semangat semuanya!

Terima kasih untuk cintanya hingga saat ini❤

***

Btw wattpad sekarang berbeda yak. Kalian masih setia pakai versi wattpad terbaru atau donlot ulang veris jaman dulu nih? hihihi.

"Kita adalah, rasa yang seharusnya tak bisa dirasa."

***

Harap untuk rileks dan siapkan jantung cadangan

 🍃🍃🍃🍃🍃

Sesuai janji, Yona benar-benar mengundurkan diri dari supermarket tempatnya bekerja. Meski waktu yang ia habiskan di sana cukup singkat, tetapi ia banyak mendapatkan kehangatan dari tempat itu. Sejujurnya Yona sangat berat hati, namun apa boleh buat, membuat Dave bahagia atas tindakannya lebih berarti baginya saat ini.

Bibir Yona lantas berkedut, ingin menertawakan diri sendiri karena untuk pertama kalinya ia bersedia melakukan apa saja demi seseorang. Sejak dulu, ia terlalu keras kepala untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi pilihannya. Tetapi detik ini, kehadiran Dave berhasil mengikis sisi keras Yona secara perlahan.

Mengambil napas dalam-dalam, gadis itu juga tahu jika sepantasnya ia memutuskan hal ini sebelum semakin merepotkan orang-orang yang peduli dengannya. Yona hanya sulit melepaskan sesuatu yang memberikannya rasa yang ia dambakan. Mengambil napas lagi, Yona kini berupaya menyingkirkan rasa menggelikan yang tak kunjung reda ketika nama Dave melintasi pikirannya.

Berbalik mendengkus pelan, sepertinya ia akan segera gila. Bagaimana bisa ia merasa goyah hanya dengan memikirkan manusia robot itu? Kepalanya menggeleng cepat, ia harus berhenti. Ikut terjatuh pada rasa yang sama akan sangat merepotkan. Gadis itu enggan membuang waktu tak tentunya untuk hal-hal demikian.

Merasakan ponselnya bergetar, perhatian Yona langsung tertarik. Kepala gadis itu menengadah sesaat, memperhatikan guru yang sedang terduduk di depan sana. Merasa aman, Yona melepaskan pena yang digenggam kemudian memeriksa pesan singkat yang masuk.

Kak Raka
Oke. See you soon, Cantik

Yona tersenyum geli membaca. Sebelum ia harus istirahat untuk jadwal kemo pertamanya, Yona duluan mengatur agar Dave bisa masuk ekskul seperti apa yang ia ucapkan kemarin. Untung saja Raka begitu baik. Meminta pertolongan Raka untuk membantunya memasukkan Dave ke ekskul basket dengan cepat disetujui oleh lelaki itu.

Setelah membalas, bel istirahat ikut berbunyi. Yona buru-buru merapikan mejanya. Setelah itu ia beranjak, ingin segera menemui Raka di kantin.

"Yona?" panggil Dave selalu tepat waktu. Yona lantas berbalik dan tersenyum lebar.

"Dave, gue punya kabar gembira buat lo! Kebetulan kakak kelas tingkat mau bantuin lo biar bisa masuk ke ekskul basket. Gue yakin lo pasti berhasil masuk, sih, kek Revian kemarin!" cerita Yona langsung. Wajahnya berseri sambil menarik tangan Dave untuk keluar dari kelas. "Yuk, kita temuin dia di kantin. Dia udah nunggu."

"Kakak tingkat siapa?" tanya Dave di sela-sela langkahnya. Ia melepaskan genggaman Yona lembut, lalu merubah dengan membenamkan jemari mereka bersama.

Langkah Yona memelan, ia memandangi tangannya yang digenggam erat oleh lelaki itu. Seolah tak ingin berpisah. Mereka memang sudah beberapa kali melakukan kontak fisik seperti ini, tetapi mengapa Yona tidak bisa merasa biasa-biasa saja? Mendadak ia merasa gugup ketika meresapi rasa nyaman dari telapak tangan Dave yang hangat dan juga membungkus tangannya aman.

Yona menenguk ludah susah payah, kemudian akhirnya membalas. "Lo nggak akan kenal. Entar langsung liat aja orangnya."

Dave mengangguk patuh, ia tersenyum. Keramaian sekeliling tidak diperdulikan lagi oleh mereka. Yona terus menerobos jalan tanpa berniat melepaskan genggaman erat itu.

"Kak Raka!" sapa Yona ceria. Raka yang dipanggil langsung berdiri menyambut.

"Eh, Neng Geulis udah dateng. Cepet amat, Yon. Nggak sabar ketemu gue, ya?" goda Raka merapikan jambulnya seraya menaik-turunkan alis.

"Iyalah." Yona tertawa merespon. "Makasih, lho, udah mau bantuin gue," ucapnya lagi lalu menepuk pundak Dave. "Ini, Kak. Temen yang gue maksud itu."

"Serius temen doang, nih? Nggak lebih, 'kan? Siapa tau gue bisa daftar jadi cowok lo," balas Raka terkekeh. "Duduk, Yon. Gue udah pesen makanan buat lo."

Mendengar ucapan Raka, Dave seketika memicingkan matanya tidak suka. Perasaan lelaki itu terasa tidak enak. Sepertinya menerima bantuan Yona bukan lah pilihan yang tepat.

"Temen, Kak. Serius. Tanya aja sama Revian. Kita bertiga satu kelas." Yona menatap Revian yang diam saja di tempat. Lelaki itu ketahuan membolos lagi. Tidak menjawab, Revian hanya melirik.

"Gue tau. Tapi rumor kalau kalian berdua jadian udah menyebar luas. Jadi gue mau minta jawaban jelas dari lo aja," ujar Raka. Lelaki itu mengarahkan pandang ke Dave yang terdiam juga. Dave tidak merespon apa-apa, hanya bergerak tidak nyaman di posisinya. Berharap bisa pergi dari sini secepat mungkin.

"Yakali, Kak. Nggak lah!" bantah Yona santai. Ia sudah mengenal Raka dari dulu. Lagian siapa juga yang tidak mengenal anak dari pemilik yayasan sekolah ini? Sudah jelas Yona mengenalnya dengan baik.

"Oh gitu. Jadi bisa nggak, nih? Daftar jadi jodoh lo?" Raka nyengir ketika kakinya disenggol Revian dari bawah meja.

"Kak Raka bisa aja ngomongnya." Yona tertawa kembali, membuat Dave yang di sampingnya lantas menoleh tidak terima. Sudah berapa kali gadis itu tertawa karena lelaki menjengkelkan di depannya ini?

"Oke. Jadi, lo yang namanya Dave?" Raka menoleh pada Dave yang menatapnya datar. "Gue akui, sih, lo adalah cowok yang paling beruntung bisa dekat sama Yona. Lo emang ganteng walau tetap gue yang nomor satu. So, lo pakai pelet jenis apa sampai bisa nempel banget sama Yona?" tanyanya asal. Revian menendang kaki Raka lagi dengan mata mengarah ke Dave yang sama sekali tidak berniat untuk menjawab.

"Pertanyaan lo apaan banget, deh, Kak." Yona tertawa geli menyela.

Raka ikut tertawa. "Abisnya temen lo ini kaku banget. Robot beneran, dah. Mending sama gue aja, Yon, daripada sama dia. Gue humoris juga, romantis lagi."

"Maklum ajalah. Semua orang juga tau dia orangnya gimana." Yona menyenggol Dave. "Kenapa lo?" tanyanya ketika melihat wajah Dave yang tidak biasa. Rahang lelaki itu mengetat, seperti menahan sesuatu.

Dave menggeleng dingin. "Saya akan pergi memesankanmu makanan, Yona," ucapnya beranjak. Dave sungguh menulikan telinga ketika Raka langsung protes karena ia sudah duluan memesankan Yona makanan beberapa saat lalu.

Yona menghembuskan napas kesal. Saat ini ia sedang berjuang mendapatkan kesempatan untuk Dave, tetapi lelaki itu justru bersikap kurang bersahabat pada Raka. "Maaf, ya, Kak. Dia orangnya emang gitu."

Raka membalas santai atas perlakuan Dave. Sebenarnya ia sengaja karena ingin melihat respon-respon apa saja yang lelaki itu punya. Raka terkesima sendiri sebab mengetahui langsung jika Yona dan Dave memang betul sedekat itu.

Yona dan Raka masih mengobrol ringan saat Dave kembali dengan makanan yang sudah ia beli. Lelaki itu duduk di samping Yona lagi dan memperbaiki tatanan makanan gadis itu baik-baik. Dave tidak memperdulikan Raka sedikit pun.

"Serius lo mau masuk basket? Punya pengalaman masuk basket nggak?" tanya Raka lagi. Namun Dave tetap tidak mau bersuara.

Raka mendecak karena Dave justru sibuk pada makanannya. "Dia bisa main nggak, Yon?"

"Em, enggak sama sekali," jawab Yona menggeleng.

"Lah? Terus gimana mau bisa masuk kalau nggak tau main basket?" Raka jadi bingung sendiri. "Bukan apa-apa, nih, Yon. Lo tau sendiri Antares gimana. Nerima Revian aja kemarin susah banget. Apalagi dia?"

"Gue tau. Makanya gue minta tolong sama lo. Gue cuma mau lo ngomong sama Antares baik-baik. Mungkin bikin negosiasi gitu biar Dave bisa dikasih kesempatan." Yona meletakkan sendoknya. Menatap Raka memohon. "Lo juga tau sendiri Antares gimana. Gue belum ngomong aja dia udah lari. Cuma lo yang bisa bantuin gue ngomong sama dia."

"Lagian Dave orangnya pintar, kok. Dia cepat tanggap. Diajarin bentar mungkin dia bisa." Raka menghela napas mendengar ucapan Yona. "Gini aja, kalau Dave nggak berhasil nunjukin potensi setelah masuk basket. Gue bakal terima kalau dia akhirnya ditolak. Setidaknya kasih dia satu kesempatan."

"Kenapa nggak langsung ke Billy aja lo minta tolongnya? Dia, kan, dekat juga sama Antares?"

"Emang. Tapi gue rasa pertolongan lo bakal lebih ngaruh. Lo mantan ketua, gue pikir Antares bakal lebih dengar masukan lo."

Rake terdiam, begitu pun Revian yang menyimak. Yona menatap kakak tingkatnya itu memelas. "Please! Sekali ini doang."

"Oke," putus Raka. "Tapi gue cuma bantuin ngomong doang, ya, ke Antares. Gue bakal berusaha biar dia kasih kesempatan dikit. Sisanya gue nggak bisa ngapain-ngapain lagi."

"Beneran?! Wah, nggak salah emang gue minta bantuan sama lo! Makasih banget, Kak!" seru Yona gembira memukul lengan Dave yang tidak pernah mau peduli.

"Tapi, ada syaratnya ...." Raka menyengir lebar.

"Apa, Kak? Gue bakal lakuin apapun itu asal masuk akal!"

"Habis gue bantuin kita harus jalan berdua gimana? Dating ala-ala gitu. Pasti seru!"

"Tidak bisa!" sela Dave tegas mengheningkan suasana. Ia melempar tatapan tajam ke Raka yang lantas terperanjat. Begitu pun Revian yang dibuat tersedak.

Ikut terkejut sesaat, Yona seketika memukul lengan Dave kesal. "Lo kenapa?!" desisnya. Dave masih memandang Raka dingin. Buru-buru Yona bersuara mencairkan keadaan.

"Gampang itu, Kak. Tinggal atur aja," ucapnya tersenyum senang menerima. Baru saja Raka ingin membalas tetapi Dave lebih dulu berdiri dan mengambil tangan Yona untuk segera pergi dari sini.

"Dave, lo ngapain?!" Yona mencoba melepaskan genggaman Dave. Tetapi Dave tidak membiarkan. "Kak Raka, nanti gue hubungi lagi!" serunya sebelum benar-benar meninggalkan kantin.

"Lo kenapa, sih?!" sentak Yona setelah berjalan menjauh dari keramaian. "Lo gila, ya?! Gue lagi berusaha buat bantuin lo, woi!" kesal gadis itu.

"Tidak usah, Yona. Kamu tidak perlu meminta bantuannya lagi. Saya akan mengurusnya sendiri," jawab Dave tenang.

"Gimana caraya? Cuma dia yang bisa bantuin lo. Lo mau masuk basket, 'kan? Lo ini gimana, sih? Gue udah berjuang buat lo, Dave!"

"Tetapi saya benar-benar tidak bisa menerima bantuan dia. Bukannya kamu ingin meminta pertolongan saja? Kenapa harus menerima ajakan dia?" Dave membalas cepat. Ia tidak tahu mengapa tubuhnya kini terasa panas setelah Raka mengajak Yona jalan bersama secara terang-terangan di depannya tadi.

"Itu syarat yang gampang doang, Dave. Cuma jalan beberapa jam. Terus beres! Apa yang perlu kita omongin lagi masalah ini? Yang jelas lo bakal dapat kesempatan!"

"Saya tidak mau, Yona," ujar lelaki itu keras kepala, membuat Yona mendengkus tidak percaya.

"Lo udah setuju kemarin?! Kenapa tiba-tiba nggak mau? Kesempatan lo cuma ini, Dave. Gue mohon sama lo nggak usah macam-macam kali ini, ya? Lo mau nggak naik kelas?!"

Dave terdiam, rahangnya kian mengetat. Ia tidak menatap Yona, ingin menyembunyikan wajah merahnya yang diselimuti amarah.

"Dave! Ayolah! Lo mau, 'kan?" Yona menarik lengan Dave pelan. Sengaja melunakkan diri agar mendapatkan jawaban baik dari lelaki itu.

"Bagaimana caranya saya bisa menyetujui itu, Yona? Sementara saya sendiri belum pernah mengajakmu jalan bersama? Kita belum pernah melakukan itu berdua. Saya tentu saja tidak bisa menerima." Lagi-lagi Yona dibuat membatu di tempat. "Dia hanya mengambil kesempatan dari kamu. Kamu tidak bisa melihat itu?"

"Dave, lo—"

"Terima kasih karena sudah membantu saya, Yona. Tetapi jika caranya melalui dia, saya tidak bisa," final Dave kemudian melangkah pergi meninggalkan Yona sendiri.

Beberapa saat Yona masih terdiam, hingga tidak lama ia langsung menyadarkan diri lalu melengos takjub. "TERSERAH LO MANUSIA SINTING! GUE NGGAK PEDULI!!!" teriak Yona nyaring menyalurkan amarah.

🍃🍃🍃🍃


Tidak memperdulikan waktu, Yona terus menggerakkan tubuhnya. Bel masuk sudah berbunyi beberapa saat lalu, tetapi gadis itu memilih tidak masuk kelas dan justru semakin dalam mengulang gerakan-gerakan cheers. Ia sudah ketinggalan latihan karena harus istirahat. Cedera pada kakinya kemarin membuat Bu Emile dengan tegas menyuruhnya untuk tidak latihan sedikit pun.

Sambil bersorak sendirian, Yona menguatkan diri agar bisa bertahan sedikit lagi. Ia mengabaikan teriakan-teriakan dari anggota lain yang menyuruhnya beristirahat. Sebagai ketua, Yona tentu malu sendiri karena terus mendapatkan waktu istirahat. Seharusnya ia yang lebih berusaha keras di sini, tetapi keadaan benar-benar tidak mau berbaik hati padanya.

"Yon! Istirahat dulu!" Beby berteriak lagi. Melihat gelengan dari Yona membuat gadis itu berdecak. Sudah hampir setengah jam Yona latihan tanpa henti.

Meski merasakan tubuhnya mulai melemah, Yona tidak juga berniat berhenti. Ia memilih keras kepala sebab ingin menebus waktu latihan yang terbuang kemarin. Apalagi untuk jadwal latihan berikutnya Yona terpaksa tidak hadir lagi. Jadwal kemo pertama yang Bu Dinar atur sama sekali tidak bisa ia langkahi. Yona menggesekkan giginya kuat-kuat, menahan amarah yang membelenggu di dada. Ia sungguh-sungguh dibuat tidak berdaya dengan keadaan.

Berbalik menggigit bibir bawahnya keras, pergerakan Yona memelan. Napas gadis itu terputus-putus sambil membungkuk memegangi lututnya. Mata Yona memerah mencoba mengusai diri agar tidak tumbang di tempat. Mengatur napasnya pelan-pelan, ia selalu berharap jika semuanya akan berjalan dengan lancar. Ia sudah mempertaruhkan segala yang ia punya agar bisa berdiri di posisi ini. Menjadikan tim cheers sebagai pemenang di perlombaan nanti akan menjadi pencapaian terakhir yang ingin Yona gapai sebelum benar-benar meninggalkan semuanya.

"Yona Faresta Ivory! Gue bilang berhenti latihan dulu!!!" Yona lantas terkekeh ketika Beby kali ini berteriak lebih kencang hingga menggelegar di setiap sudut lapangan. Gadis itu mengangkat tangan mengerti. Di antara semua teman yang ia miliki, hanya Beby lah yang selalu repot-repot mengkhawatirkannya.

"Batu banget, sih, lo!" decak Beby kesal ketika Yona berbalik mengampiri. "Mau mati lo hari ini?"

"Lebay lo," balas Yona tertawa dengan wajah pucatnya.

"Gimana enggak? Lo udah kek mayat hidup sekarang! Coba lo ngaca." Beby menyerahkan cermin kecil ke Yona. Saat melihat pantulan wajahnya yang terlihat seperti tak bernyawa lagi, Yona kembali tertawa tidak jelas.

"Menggila banget lo hari ini. Baru pulih juga." Mega bersuara sambil memberikan sebotol minuman dingin. "Lo nggak apa-apa, 'kan?"

"Nggak apa-apa," Yona menjawab cepat. "Lagi semangat banget gue hari ini. Kemarin, kan, gue nggak ikut latihan."

"Tapi nggak segitunya juga kali. Entar lo drop lagi gimana? Jangan terlalu maksain diri," ujar Beby diangguki oleh yang lain.

"Iya. Nanti yang ada lo absen latihan lagi. Makin buang-buang waktu. Jadwal tanding kita makin deket," sahut Cinta kurang bersahabat. Yona seketika menutup mulut. "Kita udah berusaha keras di sini. Gue nggak mau semuanya hancur gara-gara lo, Yon."

Yona mengangkat wajah, tidak langsung menjawab, ia memandangi Cinta sejenak. "Tenang aja. Gue nggak akan biarin itu terjadi. Kita bakal menang. Lo nggak usah khawatir."

"Nggak usah khawatir lo bilang?" Devina yang duduk di pojok ikut berucap. "Lo ini ketua, Yon. Tapi lo makin ke sini malah bersikap seenaknya banget. Gue akui lo emang hebat, nggak ikut latihan lo juga tetap bakal maksimal nanti. Tapi mengingat posisi lo di cheers, lo nggak malu? Masa iya ketua paling sering absen? Sikap profesional lo mana?"

Setelah Devina membuka suara, semua anggota langsung terdiam. Mereka saling melirik-melirik melempar tanggapan. Merasa jika perkataan gadis itu memang benar. Melihat Yona yang tak berkutik, membuat Devina memandang Yona merendah.

Membuang napasnya kasar, Yona menunduk. Ia tahu kesalahannya. "Sori, gue emang salah. Gue juga nggak mau ketinggalan."

"Lo berpikir lah, Yon. Meski lo udah merasa hebat lo nggak bisa seperti ini. Kita semua latihan keras tanpa henti. Lo seharusnya yang bimbing kita setiap saat. Bukan ilang-ilangan di setiap kesempatan." Devina semakin menyudutkan Yona.

"Lo ingat aja. Latihan sebelum seleksi lo juga pernah pergi gitu aja. Latihan pertama setelah seleksi lo juga tiba-tiba izin. Kita semua juga punya urusan, tapi nggak pernah menyampingkan latihan seperti lo," ujar Devina tidak berhenti mengeluarkan kata sinisnya. "Terus kemarin lo libur lagi. Lo baru beberapa kali ikut latihan penuh. Enak banget lo jadi orang."

"Udah, Dev!" Mega menyela. Kepalanya pusing sendiri mendengar Devina mengoceh. "Yona nggak akan lewatin latihan kali kalau urusan dia bisa ditinggal. Lagian Yona libur kemarin karena disuruh Bu Emile, bukan kemauan dia. Itu juga gara-gara lo yang bikin Yona cedera."

Devina memutarkan bola matanya malas. "Gue nggak sengaja. Lagi pula gue juga nggak tendang kaki dia sekencang itu. Emang dia aja yang lemah. Keenakan libur latihan mulu, tuh."

"Iya, iya, gue tau gue salah. Gue beneran minta maaf sama kalian atas sikap gue. Tapi gue mau negasin sama lo, Dev. Kalau gue sama sekali nggak berniat santai-santai atau menyampingkan latihan!" ujar Yona akhirnya. Ia mengepalkan tangannya kuat. "Gue nggak akan pernah menyalah gunakan posisi gue. Atau apapun itu!"

"Gampang banget lo, minta maaf doang? Terus latihan berikutnya lo mau minta maaf lagi karena harus absen? Yon, lo ini masih mau jadi ketua atau gimana, sih?" balas Devina. Yona mengetatkan rahangnya, semakin terpancing emosi.

"Gue saranin mending lo mundur aja jadi ketua hari ini. Udah nggak becus milih pemain inti kemarin, sekarang makin melunjak. Kasian banget gue sama anggota lain punya ketua seperti lo."

"Dev! Lo ngomong apaan, sih?!" kesal Beby. "Udah, cukup! Lo nggak usah ngomong lagi. Lo nggak tau apa-apa!"

"Gue ngomongin fakta! Emang bener Yona lebih baik mundur aja. Kalau dia gini mulu, perlombaan kita bakal hancur! Lo semua mau usaha keras kita sia-sia?" ucap Devina. "Asal lo tau aja, latihan berikutnya Yona mau izin lagi. Hebat banget, 'kan?" tambahnya tertawa kagum.

"Tau apa lo?" tanya Yona setelah berdiam.

Devina tersenyum miring. "Lo pikir gue nggak tau? Gue denger obrolan lo sama Bu Emile. Lo izin lagi untuk latihan berikutnya. Lo mau ngapain, sih, Yon? Kenapa nggak langsung ngundurin diri aja? Gue juga heran kenapa Bu Emile masih mempertahankan orang seperti lo."

Yona berdecih geli mendengarkan. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Devina. "Maksud lo ngomong seperti itu apa? Lo pikir, kalau gue mengundurkan diri lo bakal dapat posisi gue gitu? Mimpi! Lo nggak akan pernah dapetin itu!"

Kali ini Devina yang terdiam. "Dev, bukannya udah gue bilang? Nggak semua apa yang lo inginkan bisa lo capai? Ada banyak hal-hal yang nggak seharusnya lo dapat. Salah satunya jadi ketua cheers!"

Gadis itu tertawa kecil melihat Devina yang menutup mulutnya rapat-rapat menahan emosi. "Gue saranin juga, mending lo berhenti sebelum harga diri lo, lo injak-injak sendiri tanpa sadar." Yona berdecak sarkastis. "Lo bener-bener mengenaskan banget, Dev. Kasian gue sama anggota lain karena punya teman ekskul seperti lo."

Wajah Devina memerah, ia menatap Yona tajam yang dibalas tatapan santai oleh gadis itu. "Kalau lo beneran pengen lomba kita berhasil dan usaha kita semua nggak sia-sia. Yaudah, lo tinggal fokus latihan aja sepenuhnya. Lo masih kurang maksimal. Nggak usah buang-buang waktu mikirin kekurangan orang. Lo pasti punya kaca lah. Coba ngaca dulu bentar."

Tak ada lagi yang bersuara, semuanya terdiam mendengarkan balasan sadis Yona. "Sori banget untuk semuanya. Memang benar latihan berikutnya gue bakal izin lagi. Urusan ini nggak bisa gue tinggal sama sekali. Gue bakal tembus itu duluan besok. Kalian semua latihan yang baik walau gue nggak bisa hadir. Gue percaya sama kalian."

Yona beranjak dari tempat. "Gue duluan. Bel berikutnya gue harus masuk kelas. See you, guys!"

Setelah mendapatkan anggukan dari yang lain—kecuali Devina yang masih tak berkutik—Yona berjalan meninggalkan. Genggaman gadis itu pada botol minuman yang dibawa serta kian mengerat. Ia berusaha menahan diri saat ini hingga tubuhnya perlahan terasa gemetar. Dadanya turut terasa dihimpit kuat. Mata Yona mengerjap-ngerjap, mengusir rasa pedih yang menyelimuti. Kata-kata Devina tadi benar-benar merusak pertahanannya dalam diam.

"Jangan lemah, Yon. Lo kuat," bisik Yona pada dirinya sendiri sebelum menghilang di balik pintu besar itu.

Sementara Devina yang masih di tempat kian mengepalkan tangan hingga jemarinya memutih. "Lo bakal nyesel, Yon! Tunggu balasan gue!"


🍃🍃🍃🍃


"Ayo!"

Satu ajakan dari Yona tiba-tiba terdengar di sampingnya. Lelaki itu lekas mengangkat pandang, ia belum berdiri dari bangkunya. Dave mengernyit tidak mengerti merespon.

"Ayo kenapa, Yona?" tanya Dave bingung. Namun detik kemudian ia tersadar dan kembali menunduk merapikan bukunya. Lelaki itu lupa jika ia harus bersikap terbatas pada Yona. Yona belum memberinya jawaban jika benar gadis itu sudah menolak rencana yang Raka tawarkan.

Yona mendengkus, baru tahu jika ternyata manusia robot ini bisa merajuk juga. Setelah pertengkaran mereka tadi, Dave langsung berubah mendiaminya. Bahkan tidak menggila mencarinya saat ia tidak masuk kelas juga. Dave justru duduk tenang di tempat ketika Yona kembali ke kelas. Hanya melirik gadis itu sejenak, lalu kembali fokus membaca dan tidak menyerbunya dengan berbagai pertanyaan yang sempat Yona kira akan seperti itu.

"Ayo!" Yona berbicara kembali dengan nada gemas. "Woi, lo mau pergi nggak? Bel pulang udah bunyi. Lo mau nginap di sekolah?"

Dave berdiri mengandeng tasnya. "Maaf, Yona. Saya tidak bisa berbicara banyak padamu saat ini. Ayo, kita pulang bersama," ucapnya terus terang. Lelaki itu berjalan duluan meninggalkan Yona yang seketika terbahak tidak percaya.

Mengambil napas dalam-dalam, Yona tidak boleh ikutan kesal dengan lelaki itu. "Yang ngajarin lo merajuk siapa? Belajar di mana lo?" tanyanya mensejajarkan langkah dengan Dave yang tenang.

Tidak menjawab, Dave hanya melirik Yona. Ia baru tahu jika caranya sekarang adalah merajuk seperti kata gadis itu. Sejujurnya, Dave tidak berniat melakukannya, hanya ingin mendiami sampai Yona bercerita jika ia sudah menolak Raka. Dave tadinya ingin mencoba mengerti karena Yona melakukan itu untuknya, tetapi tetap saja hatinya enggan menerima.

"Jadi lo nggak mau ngomong beneran sama gue? Oke kalau gitu. Jalan-jalan kita berdua hari ini batal!" ketus Yona memancing. "Tadinya gue berencana ngajakin lo jalan berdua karena kita belum pernah ngelakuin itu. Tapi lo malah gini. Yaudah! Nggak rugi juga gue!"

Mendengar ucapan Yona, Dave langsung berpaling dan menatap Yona dengan mata berbinar. Yona hampir tertawa melihat itu. "Kamu serius?"

"Serius. Tapi itu tadi. Sekarang udah ng—"

Belum selesai perkataan Yona, Dave langsung mengambil tangan Yona dan menariknya segera keluar dari gerbang. "Maafkan saya, Yona. Saya tidak akan melakukannya lagi. Ayo, kita cepat-cepat pergi."

Derai tawa Yona akhirnya lepas. Ia membiarkan Dave terus menarik tangannya menuju mobil lelaki itu. Melihat senyum cerah di bibir Dave membuat dada Yona menghangat. Seolah-olah dipenuhi oleh berbagai rasa yang menyenangkan, dan meluruhkan segala rasa yang memberatkannya tadi.

Hari ini Yona menyadari satu hal lagi, jika senyuman Dave sudah menjadi penyembuh ampuh baginya.

"Yona, silahkan masuk," ujar Dave membuyarkan lamunan Yona. Gadis itu tersenyum geli merespon tindakan Dave yang membukakannya pintu mobil.

"Kita akan jalan berdua ke mana, Yona?" Dave menoleh setelah duduk di kursi kemudi. Badannya ditegakkan semangat.

"Lo maunya ke mana?" tanya Yona balik.

"Ke mana pun, asal bersamamu," jawabnya membuat Yona melengos.

"Taman kota aja, deh!" putus Yona sebelum Dave kian menjadi. "Sisanya kita tentuin nanti."

"Baiklah." Dave mengangguk mengerti dan mulai menjalankan mobilnya. "Pilihan kamu sangat bagus, Yona. Taman adalah tempat yang romantis untuk kita berdua."

"Romantis apaan?" balas Yona sensi. "Taman doang, nggak usah banyak ekspetasi!"

"Tetapi taman benar romantis. Setahu saya taman sering kali dijadikan tempat berkencan yang tepat." Dave berbicara lagi dengan senyuman mengembang. Kata berkencan dari Dave refleks membuat Yona menoleh sepenuhnya dengan mata melolot.

"Berkencan lo bilang?!"

Dave mengangguk. Masih tersenyum. "Kenapa, Yona? Saya salah? Kita akan jalan berdua berarti kita akan berkencan, bukan?"

Yona menahan napas mendengarkan Dave. Matanya masih membulat tidak terima dengan artian yang lelaki itu pikir. Tetapi pada akhirnya Yona memilih bungkam, tidak menolak dan tidak juga membenarkan. Mengambil napas dalam-dalam lalu dihembuskan perlahan, ia menenangkan jantungnya agar rileks. Gadis itu membiarkan saja apa yang lelaki itu pahami.

Berkencan katanya? Yona bahkan tidak menyukai kata itu.

"Apakah kita akan pergi berkencan dengan seragam seperti ini?" tanya Dave menoleh lagi. Yona berdecak kembali.

"Lo nggak punya baju cadangan emang di mobil lo?" Yona berbalik melihat sekeliling. Mungkin saja Dave punya.

"Untuk apa saya menyimpan itu di sini?" balasnya. "Kita ke toko baju saja dulu. Lalu kemudian kita bisa berkencan dengan baik."

Yona jadi dongkol sendiri di tempat. Ia mengangguk saja kemudian menyandarkan tubuh. Menikmati perjalanan dengan ocehan Dave yang mendadak memanjang kali ini. Yona tetap bersabar diri.

Perjalanan mereka tidak begitu jauh, cukup beberapa saat sebelum akhirnya sampai di taman kota yang lumayan ramai. Sore hari seperti ini sangat nyaman untuk jalan-jalan bersama. Setelah selesai mampir di toko baju untuk Dave, mereka pun turun dari mobil. Untung saja Yona memiliki baju ganti di loker dan mengambilnya karena berniat mengajak Dave jalan. Hingga ia tidak perlu membuang uang lagi.

"Tamannya ramai. Cuaca sore hari sekarang juga bagus," komentar Dave. "Waktu yang sangat tepat, bukan?" lanjutnya berpaling pada Yona yang mengiyakan. Sesaat gadis itu masih biasa-biasa saja, tetapi kemudian ia harus tersengat kecil karena Dave meraih tangannya untuk dikaitkan.

Dave tersenyum lebar, memperlihatkan gigi rapinya dengan mata menyipit manis. Yona membuang napas. Niatnya mengajak Dave jalan berdua justru membuat dirinya terancam bahaya sendiri. Jantungnya terasa ingin meledak saja sekarang.

"Yona, apakah kamu pernah berkecan sebelumnya?" tanya Dave membuka suara lagi. Ia mengiring Yona mengitari taman kota yang indah.

"Belum," jawab Yona singkat, mengundang tatapan gembira dari lelaki itu.

"Benarkah? Jadi, saya orang pertama yang berkencan denganmu?" Yona memutar bola matanya malas. Ingin dengan tegas mengatakan jika mereka saat ini bukan lah berkencan tetapi gadis itu tidak ingin memudarkan senyum di bibir Dave. Yona memilih diam.  "Saya sangat berbangga hati mengetahuinya. Terima kasih, Yona."

"Jadi, lo seneng sekarang?" tanya Yona. Gadis itu menatap Dave seksama dengan rambut dibiarkan menari-nari.

"Sangat senang! Terimah kasih, Yona," jawab Dave. Yona terkekeh melihat lelaki itu yang kini terlihat seperti kanak-kanak yang bahagia sebab diajak jalan keluar.

"Ayo, cari tempat duduk. Gue capek," keluh Yona. Mereka langsung berjalan menuju kursi panjang tepat di bawah pohon rindang yang sejuk. Lagi-lagi Yona harus mendengkus sebal karena berbagai pasang mata memperhatikannya dengan Dave. Bisik-bisik dari segorombolan cewek di sebelah mereka menganggu telinga Yona. Ia berdecak kuat.

"Ada apa, Yona? Kamu kesakitan?" tanya Dave cepat. Yona menggeleng jengkel. Ia menoleh sedikit, menyaksikan cewek-cewek itu yang menatap Dave memuja secara terang-terangan.

"Norak!" cibirnya.

"Ada apa, Yona?"

Yona menghela napasnya kasar. Ingin sekali rasanya mencungkil mata cewek-cewek kurang ajar itu. "Nggak. Gue haus. Beliin minum dong."

"Tidak mau makan sekalian? Ayo, kita cari makan dahulu," tawar Dave.

"Entar aja. Abis makan gue sebelum pulang tadi. Lo beli minum aja dulu."

"Baiklah. Kamu tunggu di sini sebentar." Gadis itu mengangguk menjawab. Selepas Dave pergi Yona menganyunkan kakinya ceria. Ia melirik sinis kembali ke arah mereka yang mendesah kecewa karena Dave berjalan menjauh.

"Gatel banget jadi cewek! Gue ilangin mata lo semua biar tau rasa!" omel Yona bergerutu.

"Cowok cakep tadi ke mana? Masa pergi, sih?" Yona melebarkan daun terlinganya mendengar percakapan cewek-cewek itu.

"Nggak tau. Gue rasa dia bakal balik lagi. Mungkin ke toilet bentar kali."

"Gila, mau mimisan gue liat dia. Ganteng bener. Sempurna banget, woi! Jadi cowok gue cakep, tuh."

"Cakep-cakep pala lu gue tancep!" emosi Yona yang menyimak.

"Nyesel banget gue bawa Dave kemari. Mending nggak usah sekalian kalau tau gini!" gerutunya jengkel setengah mati.

"Eh! Dia balik!" Suara cewek-cewek menjengkelkan itu membuat Yona ikut berbalik. Dave berjalan mendekat dengan senyuman hangat menyapa Yona yang menunggunya. Dan itu sukses mengundang teriakan tertahan dari mereka semua.

"Nggak usah senyum!" sentak langsung Yona ketika Dave berdiri di hadapannya. Dave masih tersenyum kecil memadangi Yona kaget. "Jangan senyum gue bilang!"

"Kenapa, Yona?" bingungnya buru-buru melenturkan senyum seperti perintah Yona.

"Dih, tuh cewek kenapa? Sok cantik banget pake ngelarang-ngelarang segala." Yona lantas membulatkan mata mendengar cibiran itu. Ia seketika berniat berdiri menghampiri mereka tetapi Dave langsung menghentikan.

"Ada apa, Yona? Ada yang menganggumu?" Dave menenangkan. Ia membukakan botol minuman itu dan memberikannya ke Yona yang diterima kesal. Ia menenguk hingga setengah seraya menyipitkan matanya sinis ke Dave.

"Lo nggak usah sok ganteng, deh, Dave!" ujarnya. Dave mengernyit bingung lagi.

"Lo pikir lo ganteng apa? Enggak! Lo nggak usah berlagak ganteng di sini! Seneng banget lo pasti di puja-puji sama mereka? Asik, ya, pasti karena lo digilai sama mereka juga? Bangga banget lo sekarang," omel Yona tiba-tiba. Ia berdecih. Sementara Dave mengedip-ngedipkan matanya makin bingung.

"Kamu kenapa, Yona? Saya melakukan kesalahan? Maafkan saya jika begitu. Saya tidak bermaksud." Dave segera duduk di samping Yona. Gadis itu hanya mencibir pelan.

"Jika saya salah maafkan saya. Maaf jika saya merusak kencan kita," ujar Dave lembut membuat Yona menatapnya. Satu helaian napas keluar dari bibir Yona. Gadis itu mengutuk diri. Bagaimana bisa ia kelepasan bersikap seperti ini?

Yona mengangguk saja. Ia menatap Dave lagi. Bahkan penampilan lelaki itu hanya menggunakan kaus hitam dan juga celana jeans biru yang melengkapi. Serta jam tangan yang melinggkar. Tetapi mengapa semua orang di sekitar mereka menatap Dave se-takjub itu?

"Mereka pacaran, ya? Parah, udah nggak jomlo dia. Sayang banget."

Bibir Yona tersenyum miring mendengarkan. Hatinya berbangga sejenak.

"Kalau gue liat nggak, sih. Masa iya tuh cowok mau sama dia? Paling temen doang." Kata selanjutnya membuat Yona menggerakkan rahang berupaya tidak terpancing emosi lagi. Tahu apa orang-orang itu? Yona tertawa mengejek.

Dave menatap Yona yang sibuk melirik-lirik sinis ke arah mereka yang masih betah di tempat sambil membicarakannya dan Yona. Lelaki itu menahan senyum, tidak ingin dimarahi lagi. Apakah Yona sangat terganggu dengan ucapan mereka? Dave merasa senang bukan main.

"Iya. Paling temen doang. Atau nggak paling dia aja yang suka sama tuh cowok. Kasian banget. Bertepuk sebelah tangan. Gatel banget, sih."

"Yona, kamu baik-baik saja?" tanya Dave karena wajah Yona saat ini memerah ingin meledak. "Lebih baik kita pergi dari sini kalau kamu tidak nyaman. Ayo, Yona."

"Dave, cium gue sekarang!" perintah Yona tiba-tiba berdesis menuntut. Matanya menatap benci pada cewek-cewek itu.

"Apa?" kaget Dave setengah mati. Matanya membulat sempurna.

"Cium gue sekarang! Biar mereka semua liat! Biar mereka semua mampus!" desak Yona tidak mengalihkan pandang menantang dari mereka. Bibir gadis itu tersenyum mengejek.

"Yona, sepertinya kamu tidak baik-baik saja. Ayo, kita segera pulang. Kamu butuh istirahat." Dave berusaha menenangkan lagi. Ia mencoba mengalihkan permintaan Yona yang justru menarik tangannya untuk duduk kembali ketika ia berdiri dari tempat.

"Cepet lakuin!" Yona mendekatkan pipinya. Gadis itu masih dibutakan oleh amarah.

"Yona, bagaimana bisa sa—"

"Cepet lakuin, Dave! Atau gue enggak akan pernah mau ngomong sama lo!" gregetnya menatap Dave tajam sejenak. Lalu kembali memperbaiki posisi hingga cewek-cewek itu mulai heboh di tempat.

Yona tersenyum menyebalkan. Mereka pikir ia mudah untuk dikalahkan? Berani sekali mengatakan hal seperti itu padanya. Semasa hidup Yona, gadis itu tidak pernah se-mengenaskan kata-kata mereka. Bahkan semua cowok mengincarnya tanpa henti. Termasuk Dave yang mereka katai tidak menyukainya. Yona berdecih geli, masih menatap mereka merendah namun detik kemudian ekspresi gadis itu menghilang sepenuhnya.

Ia tidak tahu apa yang baru saja ia lakukan, tetapi serangan mendadak yang Yona rasakan sukses membuat nyawanya terasa melayang seketika.

Cup

Satu kecupan nyata yang membuat Yona seketika berhenti bernapas.


🍃🍃🍃🍃🍃🍃


DEMI APAPUN PART INI TEMBUS 5037 WORDS FOR THE FIRST TIME! 😭😭😭😭😭😭😭

Apakah kalian dibuat enek beneran? Atau jangan-jangan udah muntah duluan?😭

DAN AKU JUGA GA TAU NULIS APAAN DI PART INI😭 AKU GA SADAR, AKU BLANK😭 WWKWKKWKWKWK Hati kalian masih aman kan? 😭😭

Maafkan aku yang gila ini :) maaf karena mungkin bikin kalian kejang-kejang :( aku sendiri yang nulis lompat2 di tempat :(

JADI BAGAIMANA PART KALI INI MENURUTMUUU? AYOOO DONGG KOMEN PEN TAU HIHIHI

Coba tebak dulu selanjutnya bakal jadi apaa wkwkwk skrng kalian manis2 aja ya dulu, nanti pahit2 kemudian (:

Oke, sampai ketemu part berikutnya! Jgn lupa vote dn komen yg buanyakkk biar bsk post lagii. Insya Allah.

SPAM KOMEN 'NEXT' DI SINI PLISSSS, XOXO :*

Paypay

asmahafaaf



Continue Reading

You'll Also Like

961K 5.7K 14
Berisi cerita pendek dengan tokoh yang berbeda-beda! ⚠️Mature content with a sex, deep kiss, and vulgar words⚠️ ⚠️Setiap cerita bisa membuatmu sange...
100K 5.5K 33
☠️ PLAGIAT DILARANG KERAS☠️ FOLLOW SEBELUM BACA!!! Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ayla Humairah Al-janah, yang dijodohkan oleh kedua oran...
1.5M 47.6K 32
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
549K 44.5K 46
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...