HAMA [COMPLETED]

By -Esqueen

23.1K 3.1K 454

Bagi Reva, Nathan adalah Hama. Bagi Reva, kakak angkatnya itu adalah makhluk paling meresahkan yang pernah ia... More

[]Prolog[]
[] Part 1 []
[]Part 3[]
[]Part 4[]
[]Part 5[]
[]Part 6[]
[]Part 7[]
[]Part 8[]
[]Part 9[]
[]Part 10[]
[]Part 11[]
[]Part 12[]
[]Part 13[]
[]Part 14[]
[]Part 15[]
[]Part 16[]
[]Part 17[]
[]Part 18[]
[]Part 19[]
[]Part 20[]
[]Part 21[]
[]Part 22[]
[]Part 23[]
[]Part 24[]
[]Part 25[]
[]Part 26[]
[]Part 27[]
[]Part 28[]
[]Part 29[]
[]Part 30[]
[]Part 31[]
[]Part 32[]
[]Part 33[]
[]Part 34[]
[]Part 35[]
[]Part 36[]
[]Part 37[]
[]Part 38[]
[]Part 39[]
[]Part 40[]
[]Part 41[]
[]Part 42[]
[]Part 43[]
[]Epilog[]

[]Part 2[]

1.1K 166 36
By -Esqueen

Titttt....

Anggap saja yang tadi berbunyi itu adalah pertanda bel istirahat di SMA Kesatuan.

Nathan dan satu temannya yang dianugrahi nama Andra segera membereskan buku mereka dan berjalan keluar untuk menuju surganya sekolah. Apalagi kalau bukan kantin? Salah satu tempat yang paling menyenangkan untuk disinggahi.

Sepanjang perjalanan, banyak yang meneriaki Nathan maupun Andra. Itu terjadi karna pesona mereka yang luar biasa menguar dari tubuh masing-masing. Bukanlah sebuah kebohongan kalau ada orang yang mengatakan Nathan dan Andra bagaikan sepasang malaikat rupawan milik SMA Kesatuan. Terlebih sikap dan sifat mereka yang bisa dibilang murid teladan dan bisa diandalkan benar-benar membuat banyak orang terpikat.

Nathan sesekali menyapa balik orang yang menyapanya dan memberikan senyum manisnya pada siapa saja yang meneriakinya. Namun hal itu tak terjadi pada Andra.

Meski baik hati, Andra adalah tipe lelaki yang cukup bodo amatan terhadap lingkungan sekitarnya, jadilah kala ada yang menyapa atau meneriaki namanya, Andra tak akan membalasnya. Tapi kalau pada orang yang cukup dekat dengannya atau minimal saling tahu nama, Andra akan membalasnya, karna Andra tak sedingin itu. Dia hanya dingin dengan orang asing saja.

"Nathan! Andra!"

Dari arah belakang, Nathan mendengar suara yang familiar memanggilnya. Hal itu membuat Nathan segera berbalik dan menemukan senyum manis Vivi di belakangnya.

Vivi menghampiri Nathan dan Andra dengan seorang gadis lain di sisinya. Setelah Vivi sampai di sebelahnya, Nathan segera melanjutkan langkah yang tertunda.

Sedikit perkenalan, Vivi adalah gadis cantik dengan surai hitam kecoklatan, keturanan Belanda-Indonesia. Dia adalah sahabat Nathan sejak mereka masih sangat kecil. Vivi tak hanya bersahabat dengan Nathan saja, karena Vivi juga bersahabat dengan Reva. Ya, Nathan, Vivi, dan Reva merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Hal itu terjadi karna ikatan persahabat yang orang tua mereka ciptakan menurun pada anak-anaknya.

Kini, Nathan, Andra, Vivi, dan teman Vivi yang diketahui bernama Lena sudah sampai di meja kantin yang kosong.

"Nat, biar gue sama Lena aja yang pesen. Lo sama Andra mau pesen apa?" tanya Vivi seraya menyorot Nathan dan Andra bergantian.

Nathan tersenyum, bagus kalau Vivi ingin memesankan makanan untuknya, jadi, ia tidak perlu susah-susah mengantri dan berdesakan untuk mendapat makanan.

"Gue samain aja kayak lo, Vi, biar nggak ribet. Gak tau noh si Andra," ujar Nathan sambil menunjuk Andra dengan dagu pada kata terakhirnya.

"Samain aja," balas Andra sambil mengeluarkan ponselnya dari saku almamater OSIS yang ia kenakan.

Vivi mengangguk, ia kemudian mengajak Lena untuk mulai membeli makanan.

"Ndra, tumben si Yuki nggak nempel sama lo?" tanya Nathan sekedar basa-basi.

"Yuki nggak sekolah. Dia Sakit," jawab Andra sambil memainkan game di ponselnya yang dimiringkan.

Sekedar informasi, Yuki adalah gadis keturunan Jepang yang berstatus pacar Andra. Yuki sangat manja pada Andra dan Andra dengan senang hati memanjakan gadis itu. Hubungan mereka kerap kali menjadi perbincangan hangat di SMA Kesatuan. Hal itu terjadi karna banyaknya penggemar dari hubungan mereka. Sering kali mereka menebar kisah manis yang membuat jomblo-wan dan jomblo-wati mengelus dada karena iri.

Beberapa menit kemudian, Vivi dan Lena datang membawa bakso dan juga teh manis dingin. Vivi yang membawa nampan bakso dan Lena sisanya.

Setelah membagikan makanan, mereka berempat mulai melahap makanan-makanan itu.

Nathan melahap makanannya dengan khidmat tanpa bicara apapun. Bakso Nathan sekarang tersisa setengahnya. Dengan ringan hati Nathan segera menyondok baksonya lagi, berniat untuk merasakan cita rasa bakso Mang Aris dengan seksama. Namun, sebuah pengumuman dari pengeras suara membuat acara makannya harus tertunda.

"Cek... cek... panggilan kepada Andra Denonara, Nathaniel Muhammad Ganefo Andreas dan Silvia Alexsandra ditunggu di ruangan Pak Nichol sekarang juga. Sekali lagi, panggilan kepada Andra 11 IPA-1, Nathan 11 IPA-1, dan Silvia 10 IPA-2 ditunggu di ruangan pak Nichol sekarang juga. Terima kasih."

Nathan dan Andra berdecak. Hih, sedang enak-enaknya makan, malah di ganggu. Tidak tahu apa kalau mereka ini sedang kelaparan?

"Urusan olim, ya, Nat?"

Pertanyaan dari Vivi membuat Nathan mengangguk singkat sambil membersihkan mulutnya dengat tisu.

"Yaudah gue ke ruangan pak Nichol dulu. Kuy, Ndra," ujar Nathan yang diangguki oleh semuanya.

Nathan dan Andra segera berjalan beriringan menuju ruangan pak Nichol selaku guru pembimbing olimpiade. Mereka yakin pasti mereka dan juga Silvia akan diberikan petuah-petuah dan juga diberikan tumpukan latihan soal agar mereka siap menghadapi olimpiade minggu depan.

=====

Di sudut ruangan kantin SMA Kebaktian, Reva terlihat cemberut karena ulah Nasya--sang teman-- yang dengan seenak jidat memakan spageti yang ia idam-idamkan dari pagi.

Bibirnya maju kedepan dengan raut muka yang dibuat sekesal mungkin. Mungkin bagi sebagian orang tampilan muka Reva saat ini terlihat sangat menggemaskan, namun tidak bagi Nasya.

"Re, maapin napa. Tadi gue kelaperan sumpah, gara-gara si Udara, tadi gue nggak sarapan," kata Nasya yang meminta maaf namun dengan nada suara yang tak seperti tujuannya.

"Bodo, Nas, kesel gue," balas Reva.

"Tinggal beli lagi apa susahnya sih?"

Sheyla, gadis yang menjadi atlit bela diri sekolah itu berkata demikian karena matanya sepet melihat raut muka Reva yang baginya tak sedap di pandang.

"Heh, Marwati, kalau di kantin masih sisa gue udah beli dari tadi. Ini udah abis," ujar Reva kesal.

Sheyla yang memang bodo amatan, hanya menatapnya sekilas dan tidak menjawab lagi ucapan sahabatnya itu.

"Hah, bodo, ah, sebel gue. Nggak di rumah, nggak di sekolah, sial mulu hamba," ucap Reva dan ia segera berdiri untuk pergi ke kelasnya.

"Re, maafin, dong," kata Nasya yang merasa bersalah melihat Reva seperti itu.

Reva yang sudah melangkah menjauhi meja teman temannya kini berbalik. "Gue maafin lo, Nas, asal beliin jus alpukat aja," kata Reva. Setelahnya ia berlalu pergi menuju kelasnya.

Reva berjalan sambil menghentakan kakinya kesal, huft, dari pagi ia selalu sial saja.

Brukk...

Reva merasakan dirinya menabrak sebuah dada bidang seseorang. Wangi parfum manly menguar di indra penciuman Reva. Wangi yang memabukan dan menghipnotis jiwa Reva.

Reva menengadahkan kepalanya, menatap seseorang yang ia tabrak yang memang lebih tinggi darinya.

Mata Reva membulat sempurna, bibirnya menganga tak percaya. Oke Reva harus tenang, ia tidak boleh berteriak histeris sekarang.

"Hei, lo nggak papa?"

Reva mengerjapkan matanya, ia tak sadar telah bengong di hadapan gebetan gelapnya.

Jangan berpikiran aneh-aneh karena melihat kata 'gelap' disana. Maksud dari gebetan gelap adalah gebetan yang tak diketahui siapapun, minus Nathan. Si badak satu itu mengetahui segala sesuatu tentang Reva.

"Heii, lo gak jadi patung kan cuma karena tabrakan sama gue?"

Reva kembali tersadar, ah, bodoh sekali dirinya yang tak kunjung bicara.

"Eh, kak, maaf maaf. Tadi lupa masih ada di dunia," ujar Reva ngawur. Ia mengeluarkan kata apa saja yang terlintas di kepalanya tanpa dipikir. Lagipula, saat ini Reva tidak mampu untuk berpikir.

Lelaki berperawakan jangkung yang mengenakan jaket kebanggaan komunitasnya itu menaikan satu alisnya ke atas mendengar jawaban Reva.

"Lo berpikiran udah mati?"

Reva gugup seketika, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Logikanya seakan sirna hanya karna melihat tatapan lelaki di depannya.

"Hahahha, kayaknya lo takut, ya, sama gue? Hahhaha, lucu juga. Kenalin, gue Alvaro, panggil aja Varo."

Lelaki di depan Reva mengulurkan tangannya. Reva menatap tangan itu dengan perasaan bahagia yang membuncah dari hatinya. Rasanya ia sedang bermimpi di siang bolong karena akhirnya gebetan gelapnya itu mengajaknya bicara. Jika ini mimpi, Reva berharap tidak akan bangun lagi. Biarkan saja ia terhanyut dalam mimpi ini dan bersama dengan Varo selamanya. Meninggalkan teman-teman gilanya, orang tua ajaibnya dan juga meninggalkan Nathan si badak jantan yang sangat menyebalkan.

"Hei, lo beneran jadi patung?" Varo bertanya sambil mengibas-ngibaskan tangan yang tadi terulur untuk bersalaman di depan wajah Reva.

Reva sadar, kini Reva menemukam fakta baru tentang dirinya. Dia akan banyak bengong ketika berhadapan dengan Varo.

Tidak mau membuat Varo menunggu Reva lagi, Reva kini menyambar tangan Varo yang masih melambai di depan wajahnya.

"Ah... ha... ya, kak Varo, ak--aku Reva, Andara Reva," ujar Reva yang kini bersalaman dengan Varo.

Varo terlihat tertawa renyah, tangan mereka masih saling bersalaman. "Hahhha... lo lucu. Btw, bisa lepasin tangan gue? Gue ada urusan, nih."

Reva dengan cepat melepaskan tangan Varo, ia kemudian nyengir garing di hadapan lelaki itu.

"Yaudah sampai ketemu lain kali Reva," Ujar Varo. Ia kemudian mulai melangkah pergi. Namun sebelum itu, tangan Varo terulur dan mengacak surai milik Reva. Iya, mengacak surai meski mereka baru saja berkenalan.

Reva terpaku, wajahnya memanas dan ia yakin wajahnya itu sudah berubah menjadi warna merah. Hatinya menjerit bahagia, ribuan kupu-kupu seakan keluar beterbangan dari dalam perutnya. Bayangkan saja kalau gebetan gelapmu mulai melihatmu, mulai berbicara denganmu dan parahnya mengacak rambutmu seperti cerita-cerita romantis dalam novel. Apa dirimu tak akan sebahagia Reva?

"AAAAAAAAA."

Reva berteriak kencang di koridor ini, ia tak kuat untuk menahan gejolak kebahagian yang membuncah dalam dirinya.

Kini bisik-bisik para murid mulai terdengar di koridor sekolah. Mereka membicarakan kelakuan aneh Reva sambil menatap terdakwa dengan berbagai macam tatapan. Ada yang menatap geli, sinis, aneh, dan bahkan... takut.

Reva memperhatikan sekelilingnya, wajahnya kembali memerah padam. Kini wajah itu memerah bukan karena Varo, melainkan karena semua orang yang kini menatapnya.

Dengan kekuatan yang ia punya, ia lari sekencang-kencangnya. Sungguh, demi apapun ia malu saat ini. Reva merutuki dirinya yang dengan bodohnya berteriak di tempat umum.

=====

Gimana gimana?
Minta krisarnya dong, maniez, sekalian vote juga kalau suka😉

-----------∆TBC∆----------

Continue Reading

You'll Also Like

4.2M 206K 53
"Kamu nggak akan tau gimana rasa nya di perlakukan seperti ratu, dan di jaga seperti permata" "Kecuali kalau kamu temenan sama cowok..- Raina Claris...
362K 16.5K 41
Alexa sangat mencintai Arega yang notabenya sudah mempunyai pacar, berbagai cara ia lakukan agar Arega luluh padanya. Namun ketika rencana itu mulai...
195K 6.2K 40
Mantan ya? Mantan itu adalah masa lalu yang gak harus dilupakan tapi harus di ikhlas kan. Banyak orang yang mengeluh katanya sih sering dihantui baya...
97.2K 3.8K 33
Bagaimana jadinya jika seorang pria Arrogant bertemu dengan seorang wanita Nerd? Dara yang menjadi fake nerd ini berbeda dari cewek cewek nerd lainny...