IMPOSSIBLE [Completed]

By FauziahZizi5

45.1K 1.9K 397

"Tuhan itu nggak adil, kenapa Tuhan jadiin hidup gue sehancur ini." -Aerylin Fradella Agatha- "Gue suka sama... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
CAST
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Pemilihan Cover
31
32 (Terbongkarnya Rahasia)
33- Oh jadi Alwan itu ( Semua terbongkar mulai dari sini)
Hai
Baca Dulu, Penting

34 - IMPOSSIBLE (End)

276 6 0
By FauziahZizi5

Please, jangan jadi Siders ya.
Vote dan komennya jangan lupa. Makasih.

Aery berdiri di depan pintu rumahnya. Ia membuang napas pelan sambil mengatakan, "Kamu kuat, kamu kuat, kamu kuat."

Ia mengatur napasnya yang tak lagi teratur, dadanya juga terasa sesak seperti ada yang mencekiknya saat itu di tambah lagi tenggorokan gadis itu sakit karena menahan isak tangisnya. Ia menepuk dadanya yang sakit dan sesaat kemudian suara tangis pecah dari mulutnya.

Aery berusaha untuk kembali tegar namun sakit terlanjur parah merobek hatinya. Tak pernah terbayangkan kalau Alwan akan setega itu kepadanya. Akhirnya tubuh Aery tiba-tiba kehilangan kekuatan hingga jatuh ke lantai, sepasrah kedua matanya melihat Alwan dan wanita itu berpelukan.

"Kenapa lo tega banget sih?" memukul lantai sebagai bentuk pelampiasan terbaik saat itu.

Bi Supiak yang kebetulan baru pulang dari pasar melihat Aery di teras membuatnya buru-buru mendekat.

"Non, non Aery kenapa?" tanya bi Supiak cemas melihat keadaan Aery. Takut jika kondisi yang mulai membaik berubah lagi seperti dulu.

Aery menoleh, dengan mata yang berkaca-kaca ia menatap bi Supiak seakan mengisyaratkan bahwa ini sakit sekali. Sebagai seorang wanita dan seorang ibu, tentu bi Supiak dapat memahami arti dari tatapan itu. Lantas ia memeluk Aery sambil mengelus punggungnya seperti yang akan dilakukan kebanyakan orang.

"Bi, kenapa hati aku sesakit ini? Sakit banget bi."

Aery melepaskan tubuhnya dari pelukan itu, ia menghampus kasar air mata yang membasahi pipi pipinya lalu tersenyum namun matanya tak bisa bohong. Malah mengeluarkan air mata yang lebih deras lagi. Senyuman itu tak bertahan lama, tak pernah bisa membohongi hati. Ketimbang harus pura-pura kuat lagi, kali ini Aery memilih untuk meluapkan apa yang ia rasakan saat itu. Ia menangis seperti sebagaimana seharusnya sambil menepuk dadanya.

****

Seminggu berlalu.

Aery duduk di tepi ranjang sambil memangku diri. Memasukkan kepalanya ke dalam lipatan tangannya. Membiarkan cahaya matahari masuk menusuk kulitnya yang tak terurus semenjak seminggu belakangan. Makanan dan minuman di atas meja juga tak tersentuh sama sekali, begitu juga dengan seminggu yang lalu.

Aery menjulurkan kakinya ke bawah untuk beberapa saat lalu bangkit dari tempat tidur dan berdiri persis di dekat jendela kamar yang tirainya telah dibuka oleh bi Supiak saat mengantarkan makanan dan segelas susu panas tadi pagi. Ia menatap keluar jendela, menangkap pemandangan di luar dengan matanya yang sayu. Langit hari ini cerah berawan, suasana jalanan juga ramai dan kebisingan kota berlalu-lalang di telinga.

Aery mengikat rambutnya yang tergerai, bibirnya yang pucat bergerak membentuk sebuah kalimat sederhana, "Pagi Semesta."

Kakinya bergerak menuju pintu kamar, perlahan tapi pasti tangannya memutar knop pintu. Hari itu adalah hari pertama setelah seminggu tidak keluar dari kamar tentu membuat Aery agak canggung dengan suasananya. Ia berjalan menuruni satu-persatu anak tangga. 3 pasang mata kini berlabuh kepadanya. Aery memperhatikan Ama yang seperti biasa sibuk pada pekerjaannya padahal sedang sarapan masih sempat Ama mengetik di laptopnya. Lalu Aery menoleh ke arah bi Supiak yang sedang menaruh ikan bakar di atas meja makan dan pak Buyuang yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa secangkir kopi panas.

Ama yang melihat putrinya terdiam di anak tangga terakhir segera menghampiri gadis itu. Ia menyelipkan beberapa helai rambut Aery yang keluar dari ikatannya. Sedangkan bi Supiak Kembali lagi ke dapur diikuti oleh pak Buyuang yang lupa memasukkan gula ke dalam kopinya.

"Sayang, nanti siang kita makan bareng ya. Ama bakalan cepat pulang. Sekarang sarapan dulu yuk," ajak Ama menarik lengan anaknya.

Aery duduk di sebelah Ama. Ia angkat bicara, "Ma, semalam Ai dapat pemberitahuan kalau Ai diterima di salah satu universitas yang ada di Inggris. Padahal waktu itu Ai iseng-iseng aja lamar di sana."

Ama menarik ujung bibirnya, "Itu artinya anak Ama emang pintar."

Aery menggenggam tangan ibunya, "Ai mau kuliah di sana Ma. Dan 10 hari lagi Ai bakalan pergi ke Inggris buat selesaiin semua administrasinya Ma. Ai boleh kan kuliah di sana?"

Ama membuang napas, ia menatap ke bawah untuk beberapa saat lalu kembali menatap Aery yang pucat. Ia memperhatikan bola mata anaknya tanpa berkedip kemudian menarik tangannya yang digenggam oleh Aery.

"Kamu ga boleh pergi kecuali sama Ama."

Ada jeda sejenak. Aery menunggu kalimat berikutnya.

"Kita bakalan pindah ke Inggris. Mungkin memulai hidup yang baru di sana menjadi jalan terbaik untuk kita, Ai. Ama akan urus semua keperluan yang dibutuhkan dan Ama harus bicarain hal ini sama pihak kantor terlebih dahulu. Ha iya, sebelum itu kita harus kasih tau Abak."

Aery memeluk ibunya erat, "Tapi kalau pihak kantor ga setuju gimana, Ma?"

"Memulai pekerjaan yang baru kedengarannya bagus juga."

***

Ama menepati janjinya, hari ini pulang lebih awal. Ia menunggu Aery turun dari kamar sembari mengecek surat-surat dari kantor. Ama menyeruput kopi buatan bi Supiak untuk menghilangkan rasa kantuk karena semalam ia begadang menyelesaikan tugas kantor yang deadline. Sepasang tangan kini memijat bahunya dari arah belakang lantas ia berbalik dan mendapati Aery dengan riasan sederhana menutupi wajahnya yang pucat.

Rencana yang tadinya akan makan berdua berubah menjadi makan siang bersama Abak sekaligus ingin membicarakan perihal ini. Bagaimanapun Abak adalah ayah dari Aery dan mantan suaminya jadi tidak enak jika pergi tanpa memberi kabar. Ama bangkit dari duduknya, menutup semua berkas-berkas itu lalu memeluk Aery.

Mereka sudah atur janji akan bertemu di restoran 1 jam lagi yang tak jauh dari kediaman Aery. Tanpa menunda waktu, mereka bergerak menuju pintu rumah yang tertutup. Namun, baru beberapa langkah mereka berhenti saat pintu terbuka. Perlahan terlihat seseorang mengenakan stelan jas berdiri di depan pintu sambil menjejeng suatu bingkisan.

"Abak," ucap Aery kaget begitu juga dengan Ama.

Abak menyunggingkan senyuman, mendekati mereka.

"Katanya mau bicara hal penting, jadi Abak ga bisa nunggu lebih lama lagi makanya Abak susul ke sini."

"Oh, iya. Hmm Kita duduk dulu Bak."

Abak memberikan bingkisan itu kepada Aery, ia juga menyapa Ama dengan mengelus bahu wanita itu. Mereka mendudukkan diri di atas sofa. Ama dan Aery duduk di satu sofa yang sama sedangkan Abak di sofa yang lain. Abak membuka satu kancing kemeja bagian atas karena merasa sesak kemudian menatap kedua wanita itu untuk mendengar hal penting yang ingin disampaikan kepadanya.

Ama angkat bicara,"Jadi aku sama Ai mau pindah ke Inggris karena kebetulan Ai diterima di salah satu universitas di sana."

Abak terbatuk mendengar hal tersebut, matanya membulat besar lengkap dengan ekspresi heran, "Tapi, kenapa mendadak seperti ini?"

Aery berpikir sejenak lalu menambahkan, "Aery mau kuliah di sana, Abak."

"Tapi 'kan masih banyak Universitas di Indonesia, banyak yang bagus. Terus, kenapa Ai milih yang jauh?"

Aery mengerti perasaan Abak tapi dia tetap pada pendiriannya, "Aery mau mulai hidup yang baru di sana Bak."

Abak terkekeh heran sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. Ia bangkit dari tempat duduknya, "Gak, Abak nggak bakalan kasih izin."

Aery menoleh ke arah Ama, matanya mulai berkaca-kaca. Abak memutar tubuhnya hendak pergi meninggalkan rumah itu namun ditahan oleh Ama. Mereka memilih untuk bicara di teras karena tak ingin berdebat di depan Aery.

"Ini buat kebaikan Aery. Kamu tau 'kan selama ini anak kita jalani hidup yang berat. Udah banyak orang yang nyakitin perasaan dia, jadi tolong kasih dia kesempatan buat kenal orang baru dan lingkungan baru."

"Bagaimana kalau keadaannya semakin parah kalau di sana?"

"Kita ga akan tau kalau belum pergi ke sana."

Abak melepaskan jas hitam yang membuatnya semakin gerah. Ia masih belum percaya dengan keputusan mantan istrinya itu.

Ama menggenggam tangan Abak, "Untuk kali ini percaya sama aku. Ini yang terbaik."

***

Aery membuka laci lemarinya, mengambil foto-foto yang berkaitan dengan Alwan. Ia melihat satu-persatu foto tersebut, kadang kenangan lama kembali terlintas diingatannya. Waktu kali pertama bertemu dengan Alwan, perhatiannya, semuanya membuat hati Aery kembali sakit saat tahu kalau ternyata Alwan sebenarnya tidak pernah menaruh rasa kepadanya.

Ia menatap dirinya di cermin, meraba matanya yang agak sembab dan bibirnya yang pucat. Dengan lirih Aery berkata, "Aku harus bahagia."

Ada yang mengetuk pintu kamar, Aery mempersilakan orang dibalik pintu untuk masuk. Tampak bi Supiak membawa sebuah kotak cokelat tua dan sebuah surat yang dibungkus dengan amplop merah hati.

"Non, tadi ada pria yang ngantar ini. Katanya ini buat non Aery," menyodorkan benda itu kepada Aery lalu pergi dari sana.

Aery duduk di tepi ranjang. Tangannya membuka kotak cokelat tua itu terlebih dahulu karena lebih mencolok keliatannya. Di dalam kotak terdapat sebuah foto dan gelang tali. Aery menyipitkan matanya karena merasa pernah melihat gelang itu sebelumnya. Kemudian ia memperhatikan satu-satunya foto yang ada di dalam kotak itu.

Ia tersentak. Ia kaget. Di dalam foto itu ada dirinya dan seorang bocah kecil berdiri di sampingnya sambil menunduk malu.

"Antonio?" ujar Aery dengan suara bergetar.

Orang yang selama ini dicarinya tiba-tiba saja datang dan memberikan ini? Itu artinya selama ini Antonio ada di sini.

Mata Aery menangkap amplop merah hati, buru-buru ia membukanya dan membaca surat itu.

Hai Aery, cewek berpita.

Gue cinta sama lo.

Reno

Aery masih bingung. Jadi selama ini Reno adalah Antonio tapi bagaimana mana bisa? Dari namanya saja sudah beda. Ada apa ini. Aery berulang kali melihat foto dan gelang tali yang diberikan Antonio dulu semasa kecil.

Ama mengetuk pintu namun tidak mendapat respon lantas ia memutar knop pintu dengan cepat. Ia mendekati Aery yang duduk di tepi ranjang yang keliatannya sedang memikirkan sesuatu. Ama duduk di sebelah Aery namun foto itu begitu menarik perhatiannya.

"Reno? Ama dengar dia satu sekolah sama kamu Ai. Dia juga tumbuh jadi anak yang baik."

Aery menoleh,"Ama kenal Reno?"

Ama mengangguk, "Belum lama ini, Ama ketemu Reno sama ibunya. Dan ternyata, Reno itu adalah Antonio yang dulu main ke rumah kita, Ama sampai ga ngenalin dia soalnya udah berubah banget. Reno dulu suka sekali sama nama Antonio makanya ia mau dipanggil nama itu. Reno juga memanggil dirinya Antonio, kamu ingat 'kan?"

Aery tiba-tiba saja bangkit dari duduknya dan bergegas turun menuju mobil yang terparkir di depan rumah. Ama kaget, ia hanya memperhatikan punggung gadis itu yang perlahan menjauh dan menghilang. Aery ingat waktu itu Reno sempat mengatakan bahwa akan berangkat ke Eropa hari ini. Dengan kecepatan penuh, mobilnya membelah jalan raya menuju Bandara. Ia cemas jika ternyata pesawat sudah lebih dulu Take off sehingga akan menjadi penyesalan untuknya.

Sesampainya di Bandara, Aery buru-buru memarkirkan mobilnya namun lantaran tidak hati-hati ia menyenggol mobil di sebelahnya hingga lecet. Si pemilik mobil tidak terima dan mempermasalahkannya di saat itu juga. Aery sudah meminta maaf dan akan bertanggung jawab tapi biarkan ia dulu masuk ke dalam Bandara.

Si pemilik mobil tidak mau melepaskan Aery begitu saja. Hingga akhirnya Aery membentak pemilik mobil itu dengan keras dan memberikan kunci mobilnya sebagai jaminan. Ia tak berpikir panjang lagi, dengan kecepatan penuh ia lari menyusul Reno.
Matanya mencari ke setiap sudut, berharap untuk terakhir kalinya ia dapat bertemu dengan Reno. Cukup sekali saja. Ia ingin memeluk Reno.

Lagi-lagi si pemilik mobil tadi mengacaukan keadaan. Ia menyusul Aery ke dalam dan memulai perdebatan. Sebenarnya Aery ingin langsung membayar uang ganti rugi tapi dompetnya ketinggalan di rumah.

"Lo kok ngeyel banget sih. Gue lupa bawa dompet, lo bawa aja mobil gue. Apa itu belum cukup buat ganti kerusakan mobil lo?"

"Saya enggak mau mobil mbak. Saya cuma pengen mbak perbaiki mobil saya sekarang. Udah itu aja, kenapa mbaknya ribet pakai ngasih mobil segala."

"Aduh, iya nanti gue bawa ke bengkel. Tapi biarin gue pergi dulu. Uda manusia 'kan? Punya perasaan 'kan?" ujar Aery lalu pergi mencari Reno ke sudut lain dari Bandara.

Aery berkeliling mencari sosok Reno. Bahkan ia sampai salah menduga orang beberapa kali. Namun sekeras apapun ia mencari tetap saja tidak menemukan pria itu. Aery mulai putus asa. Ia menatap lantai untuk beberapa saat sambil mengatur napasnya yang tidak beraturan.

Ketika kembali mengangkat kepala, mata Aery membulat besar mendapati sosok Reno tepat di depannya. Ia menghembuskan napas lega. Reno menatap gadis itu dengan senyuman ketika untuk kali pertama Aery berlari ke arahnya dan langsung memeluk dirinya.

"Cukup semenit. Tetap di posisi ini selama 1 menit," pinta Aery yang semakin mengeratkan pelukannya.

Tangan Reno perlahan bergerak dan mengelus kepala Aery, "Awak cinto samo Aery," ujarnya.

Gue cinta sama lo

Aery tersentuh mendengar kalimat itu secara langsung. Ia mengangguk dan melepaskan pelukannya dari pria itu.

"Kalau di drama-drama gitu, biasanya yang tadinya pengen pergi jadi ga pergi. Sekarang gue datang, apa lo juga ga jadi pergi?"

Reno menggenggam tangan Aery dan mencium keningnya, "Tapi ini dunia nyata. Bukan drama."

Mereka terkekeh kecil.

"Gue keterima kuliah di Inggris. Beberapa hari lagi gue sama Ama bakalan pindah ke sana. Lo harus janji kalau ada waktu, temuin gue."

Panggilan untuk segera Take Off bergema.

Reno mengangguk. Ia perlahan pergi meninggalkan Aery. Belum jauh langkah kakinya Reno berujar,"Gue minta maaf karena ga bisa tepatin janji buat jagain lo."

Aery melambaikan tangan, "Seenggaknya lo bisa tepatin janji buat datang temuin gue nanti."

Kepergian Reno disertai kehadiran Aery. Saat punggung pria itu menghilang, air mata Aery pecah. Lagi-lagi ia merasakan sakit. Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang ingin ditanyakannya kepada Reno namun semua mendadak hilang saat melihat sosok pria itu.

***

Antara Aery dan Alwan terselip kata Impossible.

Waktu cepat sekali berlalu. Tidak terasa waktu itu datang juga. Aery berpelukan dengan bi Supiak dan pak Buyuang yang sudah baik selama ini.

"Bi, tolong jagain rumah ini ya. Sepertinya saya akan bolak-balik ke sini. Saya wanita yang sibuk Bi," ujar Ama membuat bi Supiak terkekeh.

Seusai berpamitan, Aery dan Ama masuk ke dalam mobil Abak yang akan mengantar mereka ke bandara. Sebenernya Abak masih berat melepaskan kedua wanita itu pergi jauh dari hidupnya tapi ia meredam egonya untuk saat ini. Di sepanjang perjalanan mereka bersenda gurau, suasana yang diinginkan Aery sejak lama tapi mengapa terjadi di saat mereka akan berpisah?

Sesampainya di Bandara. Abak membawakan koper Aery. Mereka masuk bersama-sama. Abak diam-diam mengusap air matanya di belakang Ama dan Aery. Namun langkah Aery terhenti ketika melihat tak jauh di depannya ada sosok Alwan yang juga sedang memperhatikannya. Ama dan Abak lebih dulu pergi dan tidak sadar bahwa anaknya itu tak lagi melangkah.

Aery melihat Alwan memakai pakaian tentara dan matanya yang membuat Aery jatuh cinta tersembunyi di balik kaca mata hitam. Seketika kenangan kembali terlintas di benaknya. Kakinya ingin sekali berlari mengejar Alwan. Ia ingin sekali memeluk pria itu lebih dari 1 menit.

Gadis itu berusaha terlihat tegar, ia mengambil napas dan perlahan mengayunkan kakinya. Begitu juga dengan Alwan. Jika bisa waktu berhenti, maka keinginan Aery adalah menghentikan waktu lalu menatap mata Alwan. Ia ingin mencari jawaban melalui mata itu.

Aery tidak ingin terlihat sedih, ia tidak menurunkan pandangannya selama berjalan. Semakin dekat jarak di antara mereka, semakin sakit yang dirasakannya. Hingga mereka saling berpapasan satu sama lain tanpa saling menyapa atau menoleh.

"Jadi kita adalah cerita Impossible. Yang tidak akan mungkin bersama. Takdir memang penuh kejutan," lirih Aery dengan suara bergetar dan tangisan yang lagi-lagi datang.

Ketika mereka kembali saling menjauh, Alwan membuka kacamata hitamnya. Ia menoleh ke belakang untuk beberapa saat lantas kembali memutar kepalanya.

"Jadi seperti ini endingnya ya?" kalimat itu berhasil keluar dari mulut Alwan. Ia masuk ke dalam sebuah mobil yang sejak tadi telah menunggu kedatangannya.

-END-

Banyak hal yang tak terduga terjadi pada kehidupan kita. Semesta tidak pernah menjamin semua perasaan selalu mendapatkan balasan. Takdir juga tidak selalu memastikan bahwa sesuatu akan berakhir bahagia. Namun, bahagia atau tidak. Teruslah hidup sampai kamu menemukan kebahagiaan itu sendiri.

Jika hari ini hatimu patah maka itu adalah cara manis semesta untuk menguatkannya.

Aku harus bahagia.

******

Alhamdulillah, akhirnya ending juga. Jadi gimana menurut kalian? Bagaimana perasaan kalian?

Untuk semua yang telah mendukung dan memberikan kritik saran dan semangat terima kasih ya. Akhirnya aku bisa menyelesaikan cerita ini. Jujur aku ga pengen pisah sama tokoh Aery, Alwan dan Reno. Rencananya bakalan bikin kelanjutan cerita ini, kalian setuju?

Maaf jika cerita ini terdapat kesalahan selama penulisan.

Aku pengen tau gimana perasaan kalian setelah baca ini, jadi jangan jadi siders ya. Komen dan kasih vote ya.

Terima kasih banyak untuk kalian semua. Kalian baik. Aku suka.

Juga terima kasih untukmu Aery, Alwan dan Reno telah menjadi bagian dari buah pikiranku.

Kayaknya bakalan ada extra part buat yang masih bingung sama Tono. Nanti bakalan aku jelasin.

Oh iya, baca juga cerita terbaru aku "Bulan Tahun"

See you, muachh.

Continue Reading

You'll Also Like

192K 20.7K 35
"Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan." Sebuah kisah anak manusia yang mencoba menemukan jati diri dan tujuan mereka hidup di dunia ini.
8K 550 61
Abdi negara, pekerjaan mulia bertaruh nyawa. Bertugas di daerah nan jauh di sana, meninggalkan sanak saudara. Mengorbankan nyawa demi melindungi juta...
23.9K 1K 12
Semua tatapan aneh dari orang-orang tidak Ia hiraukan. Dalam balutan seragam TNI AU Ia berjalan di tepi pantai bersama wanita di sampingnya. ________...
684K 221 3
⚠️SEGERA TERBIT⚠️ 08-04-2017# 9 in spiritual 21-04-2017# 10 in spiritual Hingga akhlak yang sesungguhnya membuat jatuh hati. Dan saat itulah aku ter...