Unpredictable Journey [Tamat]

By sskwtsptr

7.2M 452K 20.5K

Mentari tergila-gila pada Baskara, sedangkan Baskara setengah mati menghindari Mentari. Arti namanya mungkin... More

Mentari dan Mataharinya
Sakit
Cinderella KW seribu
Bukan budak cinta
Ceroboh level 99
Perjanjian 127 juta
Ancaman manis
Mochi dan sumber kesakitan Mentari
Penolakan dan keputusan
Terpaksa profesional
Selangkah lebih jauh
Mas Fajar
Terasa sukar
Baskara sakit?
Sesuatu dibalik celana
Akibat COVID-19
Terbongkar
Ini akhirnya
Kecupan tengah malam
Mimpi buruk Mentari
Pupus
Kisah lain
Baik-baik saja
Berakhirnya perang saudara
Sudah sah
Cerai?
Menjemput restu
Hidup baru
Memulai dari awal
Seseorang mulai tertarik
Setelah malam pertama
Masalah rumah tangga
Restu bunda
Bahagia
Ratapan singa betina
Kejutan
Adegan kamar mandi
Rencana sedot lemak
Kehadiran Mereka
(Bukan) keluarga harmonis
Ternyata ...
Mencari
Trauma
Mansion Raharja
Mengambil alih
Mentari pembunuh?
Pelengkap
Epilog
Extra part

Hilang kendali

116K 7.5K 396
By sskwtsptr

Part ini mengandung unsur dewasa 🔞. Mohon bijak dalam membaca dan untuk anak di bawah umur, kalian bisa skip aja part ini.

[Empat puluh tiga]

Tangis Mentari pecah begitu saja saat tersadar dari pingsannya. Mentari hanya ingat saat kepalanya ditutupi kain kemudian diseret entah kemana, dan ketika terbangun sudah menemukan dirinya dengan tangan terikat dikepala ranjang dan dalam keadaan telanjang bulat.

Kakinya menekuk rapat untuk menyembunyikan intinya, sedangkan dadanya terpampang jelas dihadapan Mila yang tengah duduk dikursi yang ada di pojok ruangan.

"Mbak Milaa, tolong lepasin aku!" erang Mentari. Berkali-kali ia mencoba untuk melepas ikatan ditangannya dengan cara menariknya kuat, namun tidak ada perubahan. Tangannya tetap terikat tidak melonggar sedikitpun.

"Nanti," jawab Mila pendek, berjalan mendekati Mentari yang mulai panik.

"Mbak, jangan siksa aku. Apa salah aku sama Mbak? Jangan perlakukan aku begini Mbak!"

Mila terkekeh pelan, meraih kaki Mentari kemudian mengikatnya dimasing-masing sisi ranjang. Mentari semakin histeris, tak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Salah kamu itu karena mampu buat aku bergairah bahkan saat mantan suamiku pun gak bisa!" bentak Mila saat melihat Mentari selalu mengalihkan pandangan darinya.

Mila ikut naik ke atas ranjang, menekan rahang Mentari kemudian memaksa menciumnya. Mentari memberontak semakin kuat.

"Mbak, aku gak mau! Jangan begini!" Mentari merasakan perutnya bergejolak saat Milla berhasil meraup bibirnya, memagutnya penuh napsu membuat Mentari benar-benar memuntahkan isi perutnya di depan tubuh Mila.

Plak!

"Sialan kamu Mentari! Mau enak aja harus kamu buat susah!"

Mila menjauhkan tubuhnya setelah mendaratkan tamparan dipipi Mentari. Air liur Mentari menetes deras saat perutnya sudah kosong namun masih terus bergejolak. Tangisnya berhasil keluar saat rasa mualnya hilang. Perutnya menegang karena terlalu banyak muntah membuatnya kembali mengerang menangis keras.

"Mbak, tolong lepasin aku! Aku gak mau begini," mohon Mentari memelas.

Mila yang entah dari mana kembali dengan hanya menggunakan celana dalam. Membuat dadanya yang berukuran sedang berayun seiring langkah kakinya yang mendekati ranjang.

Dengan kasar Mila menarik seprai yang membalut kasur, membuat Mentari tertarik semakin berbaring. Dengan baskom berisi air yang ada ditangannya, Mila mulai membersihkan tubuh telanjang Mentari dari sisa muntahan. Sesekali memainkan dada Mentari yang terasa nyeri.

"Mbaak ...," lirih Mentari lelah. Tenaganya sudah terkuras, entah ini sudah jam berapa ia tidak tahu.

Tidak ada jendela di ruangan yang ia tempati membuatnya tidak tahu ini sudah malam atau masih siang, hanya ada satu pintu yang itupun dikunci oleh Mila.

Dalam hatinya terus berdoa, semoga buah hatinya baik-baik saja dan Baskara datang secepatnya untuk menolong mereka.

Mentari melirik Mila yang membawa benda lonjong dengan kabel pendek yang memiliki tombol di ujungnya.

"Ini namanya vibrator, Tari. Kamu bakalan suka."

"Gak! Aku gak mau, Mbak. Jangan!"

Mentari memiliki firasat buruk saat Mila semakin mendekati selangkangannya, benda itu kemudian Mila kulum dengan ekspresi yang membuat Mentari memalingkan wajahnya.

"Mbak, ja-jangan. Aku gak mau!"

Mentari berusaha menarik tubuhnya ke belakang saat Mila berusaha memasukkan benda aneh itu ke dalam intinya. Mentari semakin menangis terisak saat benda yang sudah masuk ke dalamnya itu bergetar pelan.

Rasanya sungguh tak nyaman, Mentari berusaha merapatkan pahanya namun tak bisa. Mila semakin membuat benda itu bergetar semakin kencang, tertawa riang saat melihat Mentari menggeliat seperti cacing dengan derai air mata.

"Kaak, tolongin aku ...," isak Mentari lirih.

Mentari mengerang kesakitan saat Mila meremas dadanya yang nyeri, kembali terisak-isak hingga tenggorokannya terasa sakit. Benda yang ada di bawahnya tidak berhenti, membuat initinya lama-lama ikut terasa nyeri.

"Kak Baskara ...," panggil Mentari lemah, pandangannya mengabur oleh air mata. Kepalanya pun mulai terasa berat.

"Tolong kami, Kak ...," lirih Mentari sangat pelan hingga akhirnya jatuh tak sadarkan diri.

Mila menatap Mentari kesal, menepuk-nepuk sisi wajah perempuan tak berdaya itu sedikit keras. "Mentari? Heh, Mentari, bangun! Tsk!"

Mila mendecak keras, beringsut menjauhi Mentari saat sadar perempuan itu sudah jatuh pingsan. Diraihnya alat bantu seks itu dengan kasar dari inti Mentari, tersenyum miring saat melihat cairan yang menyelimuti benda itu, kemudian kembali mengulumnya dengan wajah puas.

Baskara mengikuti petunjuk lewat tab yang tersambung dari komputer kakeknya yang menampilkan jalanan yang diambil oleh satelit mata-mata yang biasanya digunakan oleh badan intelejen dan militer. Baskara tidak peduli jika itu ilegal atau tidak, juga rekaman cctv setiap jalanan kota yang juga terlihat di-tab lainnya.

Matanya melirik jeli tab dan jalanan yang dilalui mobil sport yang kakeknya pinjamkan. Baskara memeriksa satu-persatu riwayat pemberhentian yang dilakukan oleh mobil yang membawa Mentari hari ini.

Terhitung sudah sepuluh jam Mentari tak pulang, Baskara memerintahkan Alvino untuk menunggu di rumahnya jaga-jaga jika Mentari kembali ke sana.

"Kalau sampe gue temuin lo, dan tau kalau lo sengaja pergi, tamat riwayat lo, Mentari. Lihat aja nanti."

Baskara memelankan laju mobilnya saat titik merah pada tab yang menandakan mobil yang membawa Mentari sempat berhenti ditempat itu, menunjukkan gedung tua tiga lantai yang tak terurus dan dipenuhi semak belukar.

Baskara ragu sejenak, namun untuk memenuhi hasratnya menemukan Mentari, ia turun dengan percaya diri. Otaknya masih tak memikirkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi, yang ada hanya Mentari yang ingin mencoba pergi darinya.

Baskara melewati pintu kaca yang telah pecah, menginjakan kaki pada lantai berdebu dan menemukan jejak sepatu lainnya. Bukan, bukan sepatu. Tapi, high heels?

Baskara mengernyit, pikirannya kembali melayang pada Mila. Apa benar mereka ke sini, untuk apa? Tidak ada yang bisa mereka temukan di sini. Kecuali ...,

"Ada yang gak beres," gumam Baskara, mengambil ponselnya yang berdenting halus.

Pesan dari kakeknya.

Ada pistol disaku jaketmu. Kalau-kalau kamu memerlukannya nanti.

Ha? Baskara meraba saku jaket kulit yang ia gunakan, dan benar, ada pistol dengan peluru penuh di sana.

"Mengerikan," komentar Baskara datar.

Baskara bahkan tidak sadar saat lelaki tua itu menyelipkan senjata api disakunya. Tidak heran jika Sintya selalu marah-marah jika dulu kakeknya sering mengajaknya menginap di mansionnya. Padahal itu ayah kandung Sintya sendiri.

Walaupun begitu, Baskara tetap memegang pistol itu untuk berjaga-jaga. Dengan langkah senyap Baskara memeriksa semua ruangan yang ada di lantai satu dan dua, tidak ada apa-apa di sana. Ia menaiki tangga menuju lantai tiga, memeriksa semua ruangan yang ia temukan sebelum melihat cahaya lampu dari celah pintu yang ada di ruangan paling ujung.

Langkah Baskara mendekat, menempelkan sisi wajahnya untuk mencuri dengar sesuatu yang ada di dalam ruangan itu.

Seorang wanita tertawa, itu Mila. Baskara sudah cukup familiar dengan tetangganya satu itu. Yang selalu menyapa Mentari dengan wajah berseri dan sekaligus menjadi partner Mentari dalam olahraga beberapa bulan belakangan ini.

"Kamu cantik banget, Tari. Gak heran Baskara sampai tergila-gila, dan aku, tentu saja."

Alis Baskara menyatu, merasa tidak beres dengan kalimat Mila yang ambigu.

"Apalagi vaginamu, ini kelihatan menakjubkan."

Hah?! Baskara tidak membuang waktunya untuk mendobrak pintu saat mendengar ucapan vulgar Mila. Orang yang berteman, bahkan kenal baik tidak mungkin akan memuji bagian intim yang bahkan paling tertutup. Jelas ini hal yang buruk, Baskara seharusnya tahu dari saat mulai melangkahkan kakinya pada bangunan tua itu.

Braakk!

Pintu terbuka dengan debuman kuat, mata Baskara melotot saat melihat keadaan Mentari yang tak sadarkan diri dengan tubuh terikat dan telanjang, serta Mila yang menunduk diselangkangan Mentari, dan juga dalam keadaan telanjang.

"What the fuck!"

Baskara melangkah cepat mendekati Mila yang terbelalak kaget, melayangkan tangannya yang memegang pistol diwajah Mila membuat wanita itu tersungkur jatuh dari kasur dengan bagian tulang pipi yang terluka dan mengucurkan banyak darah.

"Lo apain istri gue, perek?!" Baskara menarik rambut panjang Mila dengan murka, melihat senyum kecil wanita itu meskipun sisi wajahnya sudah dipenuhi darah.

"Lo apain, hah?!"

Baskara menghantamkan kepala Mila ke lantai saat wanita itu tak kunjung membuka suaranya sama sekali, hingga berdarah dan kemudian pingsan.

Emosinya bergejolak tak terkendali, Baskara memandang tubuh telanjang tak berdaya Mila dengan mata merah penuh kemarahan. Kakinya yang bersepatu menendang perut Mila keras dan menembakan peluru pada kedua lutut wanita itu. Dan jelas itu berakibat Mila tidak akan bisa berjalan lagi, untuk selamanya. Baskara akan memastikan itu untuk membalasnya.

Wajah Baskara pias saat berjalan mendekati Mentari, tangannya bergetar saat jemarinya mulai menyentuh kulit dingin Mentari.

"Me-mentari ...," panggil Baskara dengan bibir bergetar.

Matanya mulai menjelajah mencari benda tajam untuk melepas ikatan Mentari, dan menemukan pisau kecil di antara tumpukan baju.

"Mentari, sayang? Gue mohon buka mata lo."

Melihat wajah Mentari yang lebam dan sudut bibir membiru, semakin memperburuk perasaannya.

Mata Baskara sudah berair, jantungnya bertalu-talu menyakitkan. Dengan tangan bergetar, Baskara membalut tubuh polos Mentari dengan selimut yang ada di sana. Memeluk isterinya dengan posesif.

"Kirim ambulan ke posisi gue sekarang juga!" perintah Baskara kalut pada seseorang yang ada diseberang sambungan telpon.

Tak dapat lagi menahan emosi hingga akhirnya menangis disepanjang jalan menggendong Mentari keluar dari bangunan itu.

Tbc ...

Sampai part ini, semua masih aman, kan? Amanlah, cuma kaki Mila aja yang gak aman.😅

Continue Reading

You'll Also Like

231K 30.1K 49
Di tengah hari yang panas udara yang pengap, Arkana secara tiba-tiba menyatakan perasaannya pada Lisa. Menjadi sebuah misteri dan kebingungan di kal...
83.7K 7.5K 34
(COMPLETED- TELAH TERBIT) Chris sang bintang layar lebar dan pewaris kerajaan bisnis keluarganya harus rela tinggal di sebuah desa terpencil dalam me...
15.9K 265 4
Romance-Comedy Arsaka Series 3 Kehidupan komedi Saka berubah saat bertemu dengan Rinka. Dia membuka indekost di rumahnya dan perempuan itu tinggal di...
2.1M 162K 32
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...