Unpredictable Journey [Tamat]

By sskwtsptr

7.2M 452K 20.5K

Mentari tergila-gila pada Baskara, sedangkan Baskara setengah mati menghindari Mentari. Arti namanya mungkin... More

Mentari dan Mataharinya
Sakit
Cinderella KW seribu
Bukan budak cinta
Ceroboh level 99
Perjanjian 127 juta
Ancaman manis
Mochi dan sumber kesakitan Mentari
Penolakan dan keputusan
Terpaksa profesional
Selangkah lebih jauh
Mas Fajar
Terasa sukar
Baskara sakit?
Sesuatu dibalik celana
Akibat COVID-19
Terbongkar
Ini akhirnya
Kecupan tengah malam
Mimpi buruk Mentari
Pupus
Kisah lain
Baik-baik saja
Berakhirnya perang saudara
Sudah sah
Cerai?
Menjemput restu
Hidup baru
Memulai dari awal
Seseorang mulai tertarik
Setelah malam pertama
Masalah rumah tangga
Restu bunda
Bahagia
Ratapan singa betina
Kejutan
Adegan kamar mandi
Rencana sedot lemak
Kehadiran Mereka
(Bukan) keluarga harmonis
Ternyata ...
Hilang kendali
Trauma
Mansion Raharja
Mengambil alih
Mentari pembunuh?
Pelengkap
Epilog
Extra part

Mencari

96.7K 7.4K 113
By sskwtsptr

[Empat puluh dua]

"Mentari, buka pintunya." Baskara mengetuk pintu rumah, sebelah tangannya membawa bungkusan berisi martabak manis dengan ekstra keju.

Tok tok tok!

Baskara mengetuk kembali, namun masih tak ada tanggapan. Apa Mentari belum pulang? Baskara sudah ke kampus untuk menjemput Mentari, namun semua teman-temannya sudah pulang. Itu berarti isterinya juga sudah pulang, kan?

Dengan kunci cadangan, Baskara berhasil memasuki rumahnya. Kosong, Mentari tak ada. Langkahnya semakin cepat masuk ke dalam kamar, pun di sana juga kosong.

"Mentari?" Baskara memeriksa di dalam kamar mandi juga halaman belakang. Masih tidak ada juga.

Dengan berlari kecil Baskara keluar rumah menuju rumah pak RT, membuka pintu pagarnya dengan terburu-buru. Safira yang sedang menyiram tanaman menoleh cepat ke arah Baskara, lelaki idamannya, dengan senyum cerah.

"Bang Bas---"

"Dimana Mentari? Dia ke sini?" sela Baskara dengan cepat.

Safira menggeleng pelan, bibirnya mengerucut. "Gak, tuh! Bukannya kak Mentari tadi pagi pergi sama Bang Baskara?"

Iya! Baskara juga tahu itu. Tapi sekarang isterinya tidak ada, entah pergi kemana. Mentari tidak pernah pulang sendirian sesore ini, dan perempuan itu juga tidak punya teman untuk di datangi.

Baskara berlari keluar, tak mengacuhkan Safira yang memanggilnya kesal. Langkahnya berhenti di rumah yang ada di samping kiri rumahnya. Memanggil pemilik rumah, melalui depan pintu pagar yang terkunci.

"Mbak Milaa? Mbak?! Mbak Milaa?!"

Ah! Sial sial sial! Tidak ada orang.

Baskara mengacak rambutnya, berlari kembali ke dalam rumah. Lelaki itu menggeledah tasnya yang tadi ia lempar di atas ranjang, mencari ponsel dan mendapatinya dalam keadaan mati.

Umpatan-umpatan meluncur mulus dari bibirnya, rahangnya mengetat sembari menunggu ponselnya menyala sambil menyambungkan kabel casnya pada stop kontak.

Setelah menyala, nomor Mentari menjadi yang pertama ia cari, kemudian menekan ikon telepon. Bunyi nada sambung terdengar beberapa kali sebelum suara seorang wanita berbicara dengan nada monoton yang artinya Mentari menolak panggilannya.

"Sialan! Mau lo apa sih, Tar!!" Baskara membentak ponselnya kasar.

Bisa-bisanya Mentari menolak panggilannya di saat ia mendapat serangan panik karena perempuan itu. Bagaimana dengan bayi-bayinya? Baskara cukup sadar bahwa isterinya itu sedikit ceroboh, bisa saja mereka mendapat masalah saat berada di manapun itu. Setidaknya Mentari memberitahukan di mana tempatnya sekarang.

Baskara hendak mencari nomor seseorang yang mungkin tahu keberadaan isterinya. Ia lalu melihat pesan yang dikirim Laras tadi siang.

Ah, Laras! Gadis itu pasti tahu di mana Mentari.

Baskara membukanya, menemukan beberapa gambar yang menampilkan Mentari yang tengah berpelukan dengan seorang lelaki. Baskara menajamkan matanya, menyadari jika lelaki tinggi yang memeluk isterinya itu adalah Fajar.

"Bangsat! Brengsek!" Dengan penuh emosi Baskara menendang pintu lemarinya hingga jebol.

Baskara menghubungi Laras dengan emosi menggebu-gebu. Mengetuk ujung kakinya cepat di atas lantai tanpa sadar.

"Hal---"

"Lo lihat mereka di mana?" tanya Baskara langsung, rahangnya semakin mengetat kuat.

"Oh, Mentari ya? Bukannya dia lagi selingkuh? Kakak udah lihat gambar---"

"Lo lihat mereka di mana, sialan!!" Baskara berteriak tak sabar. Tidak ada waktu untuk mengulur-ulur waktu.

Ia harus segera menemukan Mentari untuk memberinya pelajaran. Perempuan itu bilang mencintainya? Lalu apa yang ia lihat sekarang, berpelukan dengan mantan calon suaminya dan menolak panggilannya? Perempuan sialan!

"Tenang, Kak. Tadi siang aku gak sengaja lihat mereka makan berdua di kafe Remaja. Aku kira Kak baskara ikut, ternyata enggak ya?"

Baskara memutuskan sambungan telponnya dengan Laras cepat, ia keluar rumah, tidak memperdulikan pintu rumahnya yang terbuka lebar dan langsung pergi mengendarai motornya menuju tempat Laras melihat dua orang itu.

Mentari ... lo pembohong. Gak seharusnya gue percaya sama lo begitu aja. Gue seharusnya tau lo emang cuma mandang harta.

Baskara merasakan matanya memanas, dalam hati mengumpat. Untuk apa menangisi perempuan yang tidak menghargainya? Jika memang benar Mentari pergi bersama Fajar, perempuan itu harus bersiap-siap untuk merasakan hidup bagai di neraka.

Jangan pikir jika Baskara begitu mencintainya, Mentari bisa seenaknya berbuat menjijikkan seperti itu. Bagaimana bisa perempuan itu punya pikiran untuk selingkuh sedangkan diperutnya ada dua mahkluk kecil yang harus Baskara jaga.

Baskara memarkirkan motornya sembarangan di depan pintu kafe, satpam meneriakinya agar mengatur kembali posisi motornya. Baskara tak menoleh, melempar kunci motornya ke belakang dan berharap bisa mengenai wajah satpam itu.

"Di mana manajer kalian?!" Baskara bertanya dengan nada tinggi pada karyawati yang berdiri dimeja kasir.

Perempuan itu mengernyit takut, melirik satpam dengan mata melotot mengisyaratkan untuk menyeret Baskara pergi.

"Di mana?!" teriak Baskara lagi, mengundang seluruh pengunjung kafe memandangnya dengan ekspresi bingung. Beberapa orang merekam aksinya melalui ponsel, beberapa juga menjauh karena takut.

Satpam menarik lengan Baskara kasar, mencoba menyeretnya keluar dari dalam kafe namun Baskara menyentaknya kuat kemudian melayangkan tinjuannya pada rahang satpam yang malang itu.

Semua orang terkesiap.

"Di mana manajer lo, bangsat?! Baskara menarik kerah satpam itu, kembali medaratkan tinjunya. Kali ini di pelipis.

"I-itu, di sana," jawab satpam itu sambil mengulurkan telunjuknya yang bergetar ke belakang tubuh Baskara.

Baskara melepaskan cengkramannya, berdiri dan menyugar rambutnya ke belakang. Bisa ia lihat pria pendek dengan perut besar berlari ke arahnya dengan tergopoh-gopoh.

"Ada apa ini? Harap tenang, Pak. Bapak menakuti para pengunjung kami." Manajer itu mengangkat tangan setinggi dada untuk menahan Baskara dari jarak dua meter. Terlalu takut melihat wajah lelaki yang mengamuk itu.

"Gue mau lihat cctv kafe ini, di mana tempatnya?"

"Maafkan saya, tapi itu termasuk privasi---"

Baskara mengambil dompetnya, mengeluarkan segepok uang ratusan ribu dan melemparnya di dada manajer yang langsung ditangkap dengan mulut ternganga.

"Di mana?" tanya Baskara lagi menahan emosinya.

"Ma-mari saya antar." Manajer itu mengulurkan tangannya ke tempat ia muncul pertama kali, menyilakan Baskara untuk berjalan lebih dulu.

Baskara mendengus keras. Apa sekarang semua orang menjadi gila harta?!

Baskara masuk ke dalam ruangan yang terdapat monitor besar dengan gambar suasana di dalam kafe, dan di depan pintu masuk. Dengan uangnya, ia memiliki akses penuh pada ruangan cctv itu.

Baskara mengecek semuanya, memundurkan rekaman ke waktu siang menurut informasi yang ia dapatkan dari Laras.

Dengan teliti Baskara memperhatikan setiap meja, mencari keberadaan Mentari. Tidak ada. Baskara memundurkan lagi waktunya, dan melihat Fajar tengah duduk bersama wanita berhijab di sampingnya? Kenapa bukan Mentari? Di mana Mentari?

Baskara menonton rekaman itu dengan jantung berdebar, menunggu dengan sabar hingga ia bisa melihat Mentari masuk ke dalam kafe dan berjalan menuju meja Fajar.

"Gue masih berharap kalau lo gak selingkuh Mentari," gumam Baskara tajam, menatap monitor yang menampilkan Mentari yang masih berdiri di samping meja, menatap dua orang itu kemudian menunduk menutupi wajahnya.

Kenapa Mentari menangis? Apa karena melihat Fajar bersama wanita lain?

Dahi Baskara mengkerut saat melihat wanita berhijab itu memeluk Mentari. Mentaripun tidak terlihat keberatan, malah terlihat membalas pelukan wanita itu.

Baskara mempercepat rekamannya, melihat Fajar dan wanita berhijab itu keluar kafe sambil berpegangan tangan. Sedangkan Mentari berjalan di depan mereka.

Baskara melihat mereka berbincang sebelum wanita berhijab itu meninggalkan Fajar dan Mentari dan masuk ke mobil. Dan di sana ia melihat kedua orang itu berpelukan seperti yang terdapat difoto yang Laras kirim.

Hanya itu. Dan Fajar masuk ke mobil yang dimasuki perempuan berhijab itu dan pergi begitu saja.

Sebenarnya apa yang terjadi? Baskara memijat pangkal hidungnya, menghusap wajah kasar dan menyugar rambut.

Lalu kemana Mentari pergi jika bukan bersama Fajar?

Baskara mendesah kasar, dengan cepat menegakkan tubuh saat melihat mobil hitam menghampiri Mentari.

Rekaman itu memperlihatkan samar wajah lelaki yang mengemudi. Baskara semakin mengernyitkan alis saat tak mengenali lelaki itu, namun Mentari yang awalnya melangkah mundur, kembali maju dan terlihat berbincang dengan seseorang yang ada di samping si pengemudi.

Baskara memperbesar gambarnya, melihat dengan tajam seseorang itu yang ternyata adalah Mila, tetangganya.

Mentari masuk ke dalam mobil dan mobil itu melaju cepat menembus kerumunan pengendara.

"Kemana mereka?"

Baskara melihat jam tangannya yang menunjukan pukul setengah tujuh malam. Kembali ia mencoba menghubungi ponsel Mentari, namun kali ini tidak aktif.

Baskara mengingat gambar yang Laras kirim, melihat dengan teliti apakah ada yang janggal di sana. Dan foto terakhir terdapat gambar Mentari yang sedang berdiri di samping mobil hitam yang terlihat di rekaman cctv.

Antara marah dan khawatir, Baskara keluar dari ruangan cctv itu dan menghiraukan panggilan sang manajer, berlalu begitu saja dengan ponsel ditelinganya.

"Kakek, Baskara ingin Kakek menyelidiki sesuatu. Sebagai imbalannya, Baskara bersedia mengganti marga Adhyastha menjadi Raharja," Baskara berbicara dengan nada jelas untuk memastikan seseorang di seberang sana mendengarnya.

"... bonus dua calon cicit yang juga akan mengikuti marga Kakek," ucap Baskara melanjutkan.

Baskara tak mendengar jawaban apapun hingga sepuluh detik berlalu membuatnya kembali was-was. Dan jawaban pendek yang terdengar santai itu akhirnya mampu membuatnya bernapas lega.

"Tentu."

Tbc ...

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 278K 48
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1.4M 19.7K 38
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
45.1K 2.2K 56
"Aku ingin menjadi batu, karena batu tidak pernah punya perasaan, sedih, bahagia ataupun terluka." "Jika mencintai itu salah, kenapa harus ada kata c...
83.7K 7.5K 34
(COMPLETED- TELAH TERBIT) Chris sang bintang layar lebar dan pewaris kerajaan bisnis keluarganya harus rela tinggal di sebuah desa terpencil dalam me...