Meet Again ; Ketika Kisah Bel...

By kinantiii26

4.1K 1K 16

[COMPLETED] "Ayla gue itu perhatian engga kayak lo yang cuek, Ayla gue itu orang nya sabar engga kayak lo yan... More

Prolog
Sekolah
Tawaran Pertemanan
Nayla, Namanya
Teman?
Nayla bukan Ayla
Sudah Biasa
Insiden UKS
Boomerang?
Di Bonceng
Gue bukan Ayla!
Seperti Hilang Arah
Nayla Nacaella Putri
Kenyataan
Masih Sama
Sakit
Bukan Siapa-Siapa
Masalah
Bakso Mercon
Deska Naekafa Erland
Sahabat
Sebelum Aku Pergi?
Mundur?
Cerita Masa Lalu
Apa yang Terjadi?
Mantan, I Love You
Peduli
Ikat Pinggang
Kembali Menjauh
Kecewa
Akhir Penantian?
Ikatan Batin
Pergi
Harapan Tahun Lalu
Sedikit Layu
Menata Hati
Sebuah Harapan?
Hikmah
Perihal Waktu
Meet Again (Versi Nayla)
Dear, Mantan Pacar
Meet Again (Versi Langit)
Epilog
[Extra Part]

Awal atau Akhir?

56 19 0
By kinantiii26

"Hanya kamu"

~Faeza Langit Dermantara~

***

"Pa?" seketika pintu ruang kerja sang Papa terbuka perlahan sedikit demi sedikit menampilkan seorang gadis cantik dengan balutan dress berwarna abu-abu itu.

Tidak ada senyum menawan yang ditampilkan, raut wajah datar lah yang menghiasi wajah cantiknya itu. Dia berusaha keras menahan air mata yang bentar lagi akan meluncur melewati pipi chubby nya itu.

Papanya menoleh sebentar lalu kembali menatap laptop yang berada dihadapannya saat ini. Tidak ada kata sambutan yang terlontar, kedua nya terlihat sama-sama berkeras kepala tidak mau menyampingkan ego.

"Saya mau bicara" perlahan semua nya berubah, tidak sama lagi seperti dulu kala. Perubahan cara bicara merupakan bagian dari ungkapan kekecewaan pada orang yang bahkan menjadi panutan untuk dirinya dulu. Tidak lagi kini, mau bagaimana pun Nayla, itu adalah hak Nayla. Hak setiap orang atas dirinya sendiri.

"Silahkan" balas pria paruh baya tak kalah formal nya.

"Saya mau tau tentang hidup saya" Nayla langsung mengutarakan poin penting dalam obrolan yang dimulainya barusan.

"Saya sedang sibuk"

"Salah kalau saya ingin tau tentang hidup saya? Orang tua kandung saya?"

"Pintu keluar disana" ucapnya sembari menunjuk kan jari telunjuknya kearah pintu yang tertutup itu. Merasa diusir, Nayla dengan bergas melangkah kan kaki menuju pintu keluar seperti apa yang diucapkan pria paruh baya yang tak lain adalah seseorang yang ia sebut dengan sebutan papa.

Nayla berjalan sambil menunduk, tempat ini terlalu asing untuk dirinya yang sebelumnya belum pernah dia datangi. Ini adalah kali pertama dia menapakkan kaki nya ke kantor papanya, jadi wajar saja.

Sudah satu jam Nayla berjalan dari perusahaan papanya, ia bingung harus kemana lagi mencari jawaban atas pertanyaan tentang jati dirinya itu. Apa alam benar-benar sedang bermain teka teki dengan Nayla? Kenapa harus saat-saat seperti ini?

"NAY" seru salah satu teman sekolahnya. Ini adalah jadwal pulang sekolah, namun kali ini Nayla sedang membolos sekolah. Dapat dihitung sudah berapa kali Nayla alpa dalam absen.

"Lo ga sekolah?" tanya Radit yang dibalas gelengan kepala oleh Nayla.

"Mau kemana?" Nayla hanya mengangkat kedua bahunya karena memang tidak ada tempat tujuan yang sedang ingin ditujunya saat ini.

"Latihan nyanyi aja yuk" sekali lagi Nayla tidak membuka suara. Dia hanya mengangguk setuju tanpa berniat mengeluarkan suaranya.

"Udah siap?" Nayla yang memang sudah duduk dijok belakang dengan memakai helm pun mengangguk pelan. Entah Radit tau maksud Nayla atau tidak, Nayla tidak peduli. Yang Nayla tau, setelahnya Radit menghidupkan mesin motornya dan mulai berjalan kearah rumahnya.

***

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" pintu terbuka menampilkan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat muda karena tidak terlihat kerutan diarea wajahnya.

"Ma" lalu Radit mencium punggung tangan mamanya dengan tulus dan diikuti Nayla.

"Ini?" tanya mamanya Radit sambil mengarahkan bola matanya kearah Nayla.

"Nayla" Nayla mulai mengenalkan dirinya didepan mama Radit, namun lagi-lagi tidak ada senyuman yang terbit dari seorang Nayla. Setelahnya dia dipersilahkan masuk oleh sang pemilik rumah yang tak lain adalah mama Radit.

"Kamu yang waktu itu kan?" tanya Mama nya Radit saat mereka semua duduk disofa ruang tamu. Ini adalah kali pertama Nayla melihat Mama nya Radit, karena hari kemarin dia tidak melihat keberadaan Mama dari temannya -Radit- dirumah ini.

Nayla terlihat bingung, karena menurutnya ini adalah kali pertama mereka bertemu. Nayla terlihat seperti sedang berpikir, mengulas ingatan dari beberapa minggu yang lalu atau beberapa bulan lalu? Nayla tidak ingat.

"Kamu yang bantu tante waktu di Alfamart itu" sekilas ingatan muncul membuat Nayla menganggukkan kepala pertanda dia ingat.

"Makasih ya"

"Sama-sama" balas Nayla.

"Nayla tinggal dimana?"

"Ma" peringatan dari Radit membuat mamanya menoleh lalu mengangguk sekali. Mamanya tau bahwa Radit tidak suka kalau mamanya terlalu menggali informasi tentang teman-temannya, dia takut kalau temanya tidak akan nyaman nantinya.

"Mata kamu cantik. Mirip sekali sama sahabat tante" ujar beliau dengan senyum mengembangnya. Mengingat tentang sahabatnya yang telah lama tidak bertemu.

"Nama anak nya sahabat tante juga sama seperti kamu, Nayla" Nayla masih diam memperhatikan setiap kata yang dirangkai oleh Mama nya temannya itu.

"Tapi sayang, anak sahabat tante itu hilang saat masih duduk dibangku sekolah dasar. Tepatnya waktu kelas 2 SD"

"Jangan bahas dia lagi Ma" Nayla menatap Radit bingung. Mengapa Mama nya tidak boleh membahas hal ini? Apa karena Nayla orang asing?

"Ah, ya sudah kalian belajar dulu. Tante buatkan minuman dulu di belakang ya?" sebelum ada balasan dari keduanya, wanita paruh baya itu telah melenggang pergi.

Padahal latihan bernyanyi bisa dirumahnya, tapi mengapa Nayla tidak menolak sebelumnya? Pertanyaan itu hinggap dikepala Nayla detik ini. Sudah setengah jam dia menghafal lirik lagu yang akan dibawakannya nanti, namun suara dering telepon membuat fokusnya terpecah. Terlihat dari layar teleponnya, ada 20 panggilan tak terjawab dari Kaka dan ada satu pesan belum dibaca dari Rey. Nayla baru ingat, dia menonaktifkan telepon genggamnya tadi.

"Hm?" sesaat setelah Nayla menggeser ikon balas berwarna hijau itu.

"Lo dimana?"

"Dirumah Radit"

"Gue khawatir sama lo Ay, harusnya lo tadi kabarin gue kalau lo bolos"

"Iya"

"Gue kesana"

"Jangan" tut, setelahnya Nayla mematikan telepon secara sepihak.

***

Sudah satu jam sejak Nayla pamit pulang dari rumah Radit. Rumah Radit sendiri seperti tidak asing bagi Nayla, apa dia pernah kesana sebelumnya? Tapi kalau diingat lagi, dia belum pernah mengunjungi rumah mewah bernuansa biru itu.

Sudah setengah jam pula Nayla duduk ditaman kota. Diliriknya jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya, pantas saja banyak orang yang kesini. Ternyata sudah jam 4 sore, banyak orang berlalu lalang hanya untuk berjalan-jalan disore hari atau bahkan hanya untuk menikmati ketenangan seperti halnya Nayla?

Nayla selalu dilanda kebingungan akan hidupnya, kecemasan akan suatu hal buruk, bahkan kesedihan karena menurutnya ini tidak lah adil.

Nayla menahan sesak mengingat kejadian dikantor Papanya tadi, dia hanya tersenyum miris jika mengingat hal itu. Apa mungkin dia benar-benar ana yang dipungut dari jalanan? Seperti halnya pemain utama dalam sinetron yang sering ia tonton disore hari?

Kepala nya terasa berat memikirkan banyak hal yang ingin dia ketahui saat ini juga. Bibir ranumnya terlihat lebih pucat dari sebelumnya atau karena efek tidak memakai lipstik ? Yang bisa ia lakukan hanyalah memegang kepala, menahan rasa sakit yang menjalar.

Dan detik selanjutnya yang ia ingat adalah terdengar suara khas laki-laki yang mencoba mengajak nya bicara.

"Nay" panggilnya sambil menepuk pipi kanan Nayla. Dengan sekuat tenaga, akhirnya ia putuskan untuk mengangkat Nayla dari tempatnya pingsan.

"Bangun Nay" dengan penuh harap, dia terus saja memanggil nama Nayla yang tengah merapatkan kedua matanya. Terlihat pucat batinnya. Dan tak lupa ia mempercepat laju mobilnya dijalanan yang ramai ini, terlihat banyak sekali orang-orang berjalan keluar dari tempat kerja mereka. Karena ini memang jam pulang.

Setelah berkutat dengan stir mobil akhirnya mobil yang ia kendarai sampai didepan rumahnya. Kedua kalinya dia menggendong Nayla dalam keadaan pingsan ke dalam rumahnya. Jarak taman kota dengan rumah sakit lebih jauh daripada jarak pulang menuju kediamannya. Lagian Mama nya juga berprofesi sebagai dokter?

"Assalamualaikum" ucapnya dengan keras. Karena sejak tadi Nayla tidak bangun-bangun, dia takut Nayla kenapa-napa.

"Waalaikumsalam. Iya sebentar" terdengar suara yang tak kalah kerasnya dari balik pintu. Setelah mamanya membukakan pintu dengan segera Langit membawa nya kekamar tamu seperti yang ia lakukan beberapa minggu lalu.

"Nayla kenapa sayang?" suara kekhawatiran terdengar dari mulut mamanya yang membuat dia menggeleng lemah, dia tidak tau menahu tentang alasan pingsannya Nayla.

"Kamu ambilkan minum sana, biar mama cek dulu" dengan patuh, Langit keluar dari dalam kamar.

"Nayla kenapa Ma?" tanyanya setelah selesai membuat teh hangat untuk Nayla.

"Suhu tubuhnya normal. Mungkin dia kelelahan"

***

Sudah tiga jam Nayla terlelap, dengan sabar Langit terus duduk disofa sembari menunggu Nayla sadar dari pingsannya. Langit sendiri cemas sejak tadi, entah mengapa dia merasa ada sesuatu dalam hatinya yang membuat ia terus khawatir terhadap gadis berusia 16 tahun tersebut.

"Kamu pasti mengalami hari berat hari ini ya Ay? Tapi jangan tidur lama-lama ya Ay? Faeza khawatir" ucapnya menatap wajah damai Nayla yang ia yakini adalah Ayla. Dia juga tidak tau mengapa berbicara seperti itu, karena jujur dia refleks mengatakannya.

Tangannya terulur mengelus rambut Nayla yang berwarna hitam pekat itu. Menatapnya dengan tatapan bersalah.

Langit ingat saat dulu dia baru menyadari perasaannya. Kehilangan lah yang membuat Langit mengerti akan pentingnya kehadiran seseorang yang selama ini dia sia-sia kan.

Omongan Galang waktu itu ternyata benar.

"Lo ada masalah?"

"Dari tadi gue ngajak ngomong lo Lang, tapi lo diam terus"

"Gue lagi males berdebat"

"Gue tidak lagi nyari masalah"

"Diam" bentak Faeza keras, menanggapi ocehan musuh bebuyutannya, Galang.

"Jangan bilang lo kangen sama objek taruhan kita?" lalu Faeza menggelengkan kepala pelan, ragu-ragu menghantui nya.

"Lo punya perasaan sama dia? Whoooa" lalu dilanjutkan dengan acara tepuk tangan yang dilakukan oleh Galang.

Omongan Galang kali ini benar-benar masuk dalam pikiran Faeza. Faeza sendiri ragu akan perasaannya. Padahal dia sudah punya pengganti Ayla, siapa lagi kalau bukan Wulan? Gadis paling terpopuler disekolahnya saat ini. Cantik? Jangan ditanya! Modis? So pasti! Pintar?ah dia masih kalah saing kalau dibandingkan dengan Ayla! Tapi entah mengapa dia merasa biasa saja dekat dengan Wulan.

Tidak seperti perasaan nya kini, sudah satu bulan sejak Faeza memutuskan hubungan sepihaknya dengan Ayla. Sudah 3 minggu juga sejak hari itu, dia selalu ingin melihat Ayla, dia selalu teringat dengan segala hal tentang Ayla.

Tapi, sudah sejak saat itu dia tidak pernah mendengar kabar dari Ayla, tidak terlihat dimanapun, tidak terdengar namanya, tidak - - - ah sulit sekali menjelaskan segala hal yang hanya bisa dia rasakan?

"Tapi gue salut sama lo Lang, lo bisa melewati tantangan yang kita sepakati sebelumnya" Faeza mendengarkan pujian untuk nya itu sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Rasa amarah membuncah. Rasa kecewa akan dirinya sendiri mulai meremas hatinya.

Faeza lebih memilih pergi meninggalkan Galang dengan ocehan-ocehan tidak jelas yang malah nantinya mengganggu pikirannya.

Ini juga minggu ke 4 dia jadian dengan Wulan, teman satu bangku Ayla yang menurutnya lebih baik daripada Ayla. Namun, kali ini semuanya terlihat berbeda, Ayla ternyata lebih baik dari Wulan yang hanya mengandalkan ketenaran. Popularitas.

Faeza benar-benar merindukan Ayla. Sial, batinnya. Perasaan ini tidak lagi bisa ia bendung. Namun tidak ada yang bisa ia lakukan, sudah sejak tadi dia mencari-cari gadis itu. Namun lagi-lagi, alam masih belum bersahabat dengannya.

Kalau dipikir-pikir lagi, hanya Ayla satu-satunya perempuan yang memanggilnya Faeza, selain wanita yang melahirkannya. Panggilan itu terasa menenangkan hatinya. Panggilan spesial dari orang spesial.

Hanya Ayla.

"Gue janji, akan bantu lo sampai masalah lo selesai. Gue janji akan bantu lo nyari orang tua kandung lo. Gue janji akan buktiin kalau lo adalah Ayla nya Faeza. Gue janji akan buktiin semua itu. Tunggu kabar baik dari gue ya Nay" Langit benar-benar janji kali ini. Janjinya yang ia lafalkan dihadapan Nayla.

Langit terus saja menatap Nayla yang masih tertidur. Terlihat damai. Aura dinginnya tidak terasa.

Yang Langit lihat kali ini adalah gadis yang tengah mencari keberadaan jati dirinya.
Mencoba mengulas kebenaran dalam dunia yang terus saja bermain teka-teki. 
Mencoba menjadi pribadi yang beda dalam dunia yang terus mendesaknya.
Mencoba tegar dalam dunia yang seakan terus menjatuhkannya.
Mencoba dewasa dalam dunia yang seakan terus mengajaknya bercanda.

"Sayang kamu"

"Maaf"

Tbc.


***

Purworejo,

Continue Reading

You'll Also Like

246K 19.5K 94
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
793K 35.5K 17
Sudah terbit! Dipublikasi pertama kali, di wattpad : 13 Agustus 2019 Untuk info pemesanan buku, bisa hubungi : 0812-5335-3619
91.6K 8.1K 82
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
183K 28.7K 52
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...