Unpredictable Journey [Tamat]

By sskwtsptr

7.2M 452K 20.5K

Mentari tergila-gila pada Baskara, sedangkan Baskara setengah mati menghindari Mentari. Arti namanya mungkin... More

Mentari dan Mataharinya
Sakit
Cinderella KW seribu
Bukan budak cinta
Ceroboh level 99
Perjanjian 127 juta
Ancaman manis
Mochi dan sumber kesakitan Mentari
Penolakan dan keputusan
Terpaksa profesional
Selangkah lebih jauh
Mas Fajar
Terasa sukar
Baskara sakit?
Sesuatu dibalik celana
Akibat COVID-19
Terbongkar
Ini akhirnya
Kecupan tengah malam
Mimpi buruk Mentari
Pupus
Kisah lain
Baik-baik saja
Berakhirnya perang saudara
Sudah sah
Cerai?
Menjemput restu
Hidup baru
Memulai dari awal
Seseorang mulai tertarik
Setelah malam pertama
Restu bunda
Bahagia
Ratapan singa betina
Kejutan
Adegan kamar mandi
Rencana sedot lemak
Kehadiran Mereka
(Bukan) keluarga harmonis
Ternyata ...
Mencari
Hilang kendali
Trauma
Mansion Raharja
Mengambil alih
Mentari pembunuh?
Pelengkap
Epilog
Extra part

Masalah rumah tangga

150K 8.8K 283
By sskwtsptr

[Tiga puluh dua]

Rasanya sudah lama sekali Mentari tidak merasakan bahagia ketika bangun dari tidurnya. Jika dulu saat ia masih diam-diam menyukai Baskara, setiap pagi terasa berbunga-bunga baginya karena menunggu pertemuannya dengan sang pujaan. Namun setelah ia menyatakan perasaannya entah kenapa hidupnya menjadi biasa-biasa saja, bahkan bisa disebut hari-hari terburuknya.

Yah, kalian tahu sendiri bagaimana hidup Mentari sebelum ia tinggal berdua dirumah mungil mereka saat ini.

Mentari duduk, meregangkan badannya dengan senyuman manis dibibirnya. Sudah dua hari merasa kurang sehat, dan dua hari pula terus berada di dalam kamar dan bergelung dengan selimut, sekarang akhirnya ia bisa menghirup udara dengan tenang.

"Selamat pagi, dunia. Selamat pagi, suamiku."

Mentari masih dengan senyuman manis, mencium dahi Baskara yang masih tertidur. Ah, suaminya sungguh sudah bekerja keras merawatnya dua hari ini, jadi biarkan saja ia terlelap beberapa saat lagi. Sekarang ia akan membersihkan rumah saja.

Dengan wajah berseri Mentari turun dari ranjang, namun baru selangkah berjalan, ia sudah mengaduh pelan sambil memegang telapak kakinya yang terasa sakit karena menginjak sesuatu yang keras.

"Awh, ini apa sih?"

Mentari mengangkat baju Baskara yang tadi ia injak, menemukan sendok makan di bawahnya.

"Sendok? Kenapa bisa sampai sin----" Mulut Mentari ternganga ketika melihat lantai kamar penuh dengan baju kotor yang berserakan. Benar-benar banyak hingga Mentari sempat berpikir kalau semua isi lemari sudah dikeluarkan oleh suaminya.

Snif~

Mentari menggeleng pelan sambil melipat bibirnya ke dalam, padahal berharap kalau perkataan Baskara tentang dirinya yang bukan pembersih tempo hari hanyalah bualan belaka, tapi ketika ia melihat sendiri keadaan kamar mereka sekarang, mau tak mau membuatnya percaya.

Baskara benar-benar jorok!

Kernyitan alis Mentari timbul ketika mengangkat celana dalam Baskara yang tergeletak pasrah dilantai, memasukannya ke dalam keranjang cucian. Begitu pula dengan baju-baju yang berserakan.

Pergi kemana wajah berserinya dua menit lalu, sekarang ekspresi Mentari lebih mirip kulit kedondong. Masam.

Dengan cepat Mentari mengumpulkan semuanya, merendamnya di dalam kamar mandi, ia akan mencucinya nanti. Kedua kakinya melanjutkan langkah keluar kamar, lagi-lagi ternganga ketika melihat apa yang ia temukan di luar kamar. Cucian piring kotor di mana-mana, di atas wastafel, atas kompor, atas pendingin, dimeja makan, dan meja depan sofa.

"Aaakkhh!" Mentari menahan teriakannya dengan telapak tangan, ingin sekali melempar kepala Baskara dengan salah satu piring itu.

Memangnya berapa banyak orang yang makan selama dua hari ini hingga semua yang ada di rumah ini seperti korban gempa bumi.

Mentari mengatur napasnya mencoba sabar, mengumpulkan semua piring kotor dengan bibir terus menggerutu. Tangannya menggosok piring dengan kuat, melampiaskan kekesalannya pada piring tak bedosa itu.

Seriusan, dia baru saja merasa lebih baik setelah seperti mayat hidup selama dua hari. Dan sekarang setelah ia sembuh, Baskara malah langsung membuatnya bekerja ekstra membersihkan kekacauannya.

Setelah selesai, Mentari menyapu lantai dari dalam kamar hingga teras depan, kemudian melanjutkan menyapu halaman rumah yang penuh dengan daun kering dari pohon mangga di depan rumahnya.

"Pagii!"

"Astaga!"

Mentari melotot melihat kemunculan kepala gadis dengan cengiran lebar dari tembok rumahnya.

"Bang Baskara mana?"

"Ha? Kamu ... siapa?"

"Calon isteri kedua bang Baskara. Kakak isterinya, ya? Salam kenal ya, aku Safira, sebentar lagi jadi madunya Kakak loh," terang gadis yang bernama Safira itu ceria, masih bertahan dengan bergelayut manja ditembok rumahnya.

Mentari terperangah, isteri kedua? Madu? Baskara itu minta dikebiri ya?! Baru seminggu menikah sudah caper saja pada gadis lain saat isterinya sendiri sedang sakit.

"Oh ya? Kamu mau jadi isterinya kak Baskara?"

Safira mengangguk antusias menjawab pertanyaan dari Mentari.

"Aish, jangan deh, nanti kamu nyesel." Mentari membalik badan, melanjutkan pekerjaannya menyapu halaman sambil memutar bola mata jengah.

"Emangnya Kakak juga nyesel?"

Enak aja! Gak lah! Mentari menyangkal dalam hati.

Mendapatkan Baskara adalah keberuntungan terbesar dalam hidupnya. Jadi kata menyesal tidak akan pernah hadir selama sisa hidupnya menjadi isteri Baskara.

"Gak. Soalnya aku kan penyabar. Asal kamu tau aja ya ...." Mentari mendekati Safira ke tembok, melihat kiri-kanan sebelum berbisik. "... kak Baskara itu galak banget, terus suka marah-marah gak jelas. Kerjaannya cuma tidur abis itu makan, dan satu lagi, dia pengangguran."

Safira menutup mulut, terkejut dengan fakta yang disebar oleh isteri dari gebetannya sendiri. Sedangkan Mentari kini menyembunyikan tawa gelinya dengan membalik badan.

"Kereeen. Bang Baskara keren banget, aku suka yang bad boy kok. Jadi gak pa pa."

Mentari menoleh dengan mata tajamnya. Ada apa dengan abg satu ini? Kenapa tipenya bisa bad boy, kebanyakan ngemil micin kali ya?

Dengan dagu diangkat tinggi-tinggi, Mentari maju mengulurkan gagang sapunya ke depan wajah Safira.

"Denger ya! Kak Baskara itu suamiku, jadi aku gak bakalan biarin siapun rebut dia dari aku. Dan kamu gak bakalan pernah jadi maduku. Gak bakalan!"

Mentari menjelaskan dengan menggebu-gebu, terakhir melayangkan pukulan ringan pada kepala Safira membuat gadis itu cemberut dengan alis menyatu.

"Aku bakalan aduin Kakak sama bapakku. Bapakku RT di sini tau!" kata Safira memeletkan lidahnya. Mentari mengikuti dengan lebih-lebih, baru tahu kalau gadis yang mengaku akan menjadi madunya adalah anak gadis ibu Rumi.

"Aku yang bakalan aduin kamu sama bu Rumi. Aku bakalan bilang kalau anaknya godain suami orang."

Safira semakin menekuk wajahnya, semakin cemberut dengan raut kesal. "Kakak ngeselin!" serunya sebelum melepas pegangannya pada tembok rumah Mentari dan menghentakkan kaki menuju rumahnya.

Mentari menghembuskan napasnya kasar, memalingkan wajah pada Mila yang sedang membuang sampah di tempat sampah yang ada dipinggir jalan.

"Pagi, Mbak Mil," sapa Mentari ramah.

Mila tersenyum simpul, membalas sapaan Mentari tak kalah ramahnya. "Pagi juga, Mentari. Kamu sudah sembuh? Kata Baskara kamu demam, maaf ya gak sempet jengukin kamu."

"Iya, Mbak, Mentari udah baikan. Nggak pa pa kok Mbak, cuma demam biasa. Kapan-kapan aku main ke rumah Mbak Mila boleh, gak?"

Mentari menampilkan senyum terbaiknya, mencoba keberuntungannya untuk mendapat teman di tempat barunya.

"Boleh kok. Kalau gitu mbak masuk dulu ya, soalnya lagi beres-beres juga di dalem."

"Oke!"

Mentari tersenyum, melambaikan tangan pada Milla yang berjalan masuk ke dalam rumah. Dengan cepat Mentari sudah melupakan pertikaiannya dengan abg labil anak pak RT itu, melanjutkan menyapu halamannya dengan bersenandung pelan.

Setelah selesai, Mentari masuk ke dalam rumah, bahkan baru ingat jika ia belum mencuci wajah dan sikat gigi. Astaga! Apa Safira dan mbak Mila menyadari itu? Jangan sampai Safira menjadikan itu sebagai motivasi untuk merebut Baskara darinya karena menganggap Mentari adalah isteri yang jorok.

Dengan kekuatan seribu tangan, Mentari mulai menggosok gigi dan mencuci wajah, bersiap-siap mencuci pakaian yang sudah ia rendam sebelum suara langkah kaki terdengar mendekat.

Baskara dengan mata setengah terbuka berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan celana sudah melorot dan sudah hampir membuka celana dalamnya sebelum teriakan Mentari lebih dulu menusuk gendang telingan Baskara.

"Kalau mau masuk lihat-lihat dulu dong! Gak lihat apa orang sebesar ini lagi duduk?!"

Baskara menggosok daun telinganya, memaksa matanya terbuka lebih lebar dan menggerutu pelan. "Ada apa sih? Mana gue tau kalau lo lagi nongkrong di kamar mandi. Cari tempat lain gih, gue mau pipis."

"Nongkrong? Nongkrong?! Kakak gak lihat cucian numpuk ini? Ini cucian Kakak semua tau! Bukannya ngurangin pekerjaan isteri yang lagi sakit, Kakak malah makin nambah pekerjaan. Gak bisa apa pura-pura pembersih kayak dulu?"

Mentari mengomel sembari mulai menyikat cucian, Baskara yang melihat itu terkekeh pelan, berdiri menghadap wc duduk dan mulai menuntaskan hajatnya. Mentari mengernyitkan alis tak suka mendengar suara air seni Baskara yang terdengar nyaring.

"Kakak kan bisa duduk, ngapain berdiri gitu sih?!" tanya Mentari masih menyikat.

"Udah kebiasaan mau gimana lagi."

Mentari mendesah pasrah. Masih berapa banyak keburukan lagi yang ia belum tahu tentang suaminya yang mantan pembersih itu? Baru beberapa hari tinggal bersama, Baskara sudah mampu membuatnya pusing.

Baskara mendekati isterinya setelah membersihkan diri, ikut berjongkok di belakang tubuh Mentari dan mendekapnya erat. Mengecup pundak Mentari berkali-kali dan menggigitnya pelan.

"Jangan marah-marah terus dong, sayang, nanti cepet tua jadi ibu-ibu."

Mentari mendengus, menggerak-gerakan bahunya agar Baskara menyingkir dari belakangnya.

"Bukannya enak ya kalau aku jadi ibu-ibu? Kakak jadi bisa gebet cewek lain. Dasar cowok, semuanya sama aja. Isteri baru sakit dua hari aja udah punya niat dimadu, gimana kalau seminggu? Bisa-bisa udah ada madunya beneran."

Ini dia sifat asli Mentari, banyak bicara dan selalu sinis jika menyangkut tentang Baskara. Lelaki itu terus tersenyum di belakang isterinya, memijat pundak Mentari pelan dalam keadaan masih menyikat baju.

"Lagian kenapa bisa semuanya berantakan sih? Baju kotor di mana-mana, piring gelas semuanya berserakan. Kakak kan waktu aku sakit cuma beli nasi bungkus di warung, terus kenapa bisa ada penggorengan yang hangus di wastafel? Itu cucinya pake tenaga loh, apalagi aku kan baru sehat, tenaganya masih harus dipulihin dulu."

Baskara mendengar keluh kesah Mentari dengan senyum geli bertengker dibibirnya, tangannya masih bergerak memijat pundak isterinya, terus turun ke lengan kemudian ke pinggul.

"Iya, iya, diem di situ," pinta Mentari, merasa enak pada pijatan Baskara, namun kemudian kembali melanjutkan ocehannya.

"Pantesnya hari ini aku masih istirahat, kayak orang yang dirumah sakit kan biasanya tunggu tiga hari. Tapi kalau tiga hari ninggalin Kakak sendiri aku yakin rumah ini gak bakalan pantes lagi disebut rumah."

"Hmm," respon Baskara pelan.

"Jangan ham-hem ham-hem gitu dong, dengerin baik-baik, jangan diulangi lagi."

"Iya, sayang ...."

"Sekarang aja panggilnya sayang-sayang. Coba nanti pas keluar rumah, gayanya kayak bujangan aja pake rayu-rayu anak pak RT segala. Kakak kan yang godain Safira duluan, sampe bilang mau jadi madu segala lagi."

Ah, isterinya cerewet sekali. Baskara dengan cepat menarik wajah Mentari ke belakang, melumat bibirnya intim hingga Mentari terdiam seketika.

"Udah selesai? Gue juga mau bicara soalnya."

"Eehhh, mau ngapain?!"

Baskara menggendong Mentari keluar dari kamar mandi dalam keadaan setengah basah. Melepas seluruh pakaian isterinya sementara Mentari mencoba menarik kembali kain-kain yang suaminya tarik.

"Omongan anak kecil begitu lo percaya? Gue bahkan bisa tebak kalau dia gak pernah pacaran apalagi sampai begini."

Baskara mencium Mentari intens hingga mereka berbaring. Baskara mulai mengurung Mentari menggunakan kedua lengannya, wajahnya yang hanya berjarak beberapa centi dari atas wajah Mentari membuat gadis itu berdebar tak wajar.

"Cucian aku belum selesai," gumam Mentari.

Baskara mengangkat alisnya. "Dari sekian banyak topik mesra, lo masih nginget cucian lo?" Mentari mengangguk atas pertanyaan Baskara.

"Soalnya kita kan gak pake mesin cuci, harus cepet-cepet dijemur, kita gak tau hari ini bakalan hujan atau gak."

Astaga, pengantin baru mana yang membahas tentang cucian saat akan berlangsungnya kegiatan sakral mereka? Hanya Mentari yang mampu begitu.

"Kita bisa beli mesin cuci kapan-kapan,  tapi ini ...." Baskara mengecup bibir Mentari dan mulai meremas kedua buah dada Mentari membuat perempuan itu resah dan gelisah.

"... gue gak bisa tahan lagi."

Dan ya, tentu saja Mentari tak mampu menolak pesona suaminya. Mereka pun melakukannya lagi setelah libur selama dua hari.

Tbc ...

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 279K 48
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
2.6M 21.1K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
1.1M 53.1K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
1.4M 27.1K 10
Judul awal : Possessive Husband Raka Mahendra terlalu percaya diri dengan pilihannya tanpa bertanya lebih dulu. Hingga dia membawa orangtuanya untuk...