Unpredictable Journey [Tamat]

By sskwtsptr

7.2M 452K 20.5K

Mentari tergila-gila pada Baskara, sedangkan Baskara setengah mati menghindari Mentari. Arti namanya mungkin... More

Mentari dan Mataharinya
Sakit
Cinderella KW seribu
Bukan budak cinta
Ceroboh level 99
Perjanjian 127 juta
Ancaman manis
Mochi dan sumber kesakitan Mentari
Penolakan dan keputusan
Terpaksa profesional
Selangkah lebih jauh
Mas Fajar
Terasa sukar
Baskara sakit?
Sesuatu dibalik celana
Akibat COVID-19
Terbongkar
Ini akhirnya
Kecupan tengah malam
Mimpi buruk Mentari
Pupus
Kisah lain
Baik-baik saja
Berakhirnya perang saudara
Sudah sah
Cerai?
Menjemput restu
Hidup baru
Memulai dari awal
Setelah malam pertama
Masalah rumah tangga
Restu bunda
Bahagia
Ratapan singa betina
Kejutan
Adegan kamar mandi
Rencana sedot lemak
Kehadiran Mereka
(Bukan) keluarga harmonis
Ternyata ...
Mencari
Hilang kendali
Trauma
Mansion Raharja
Mengambil alih
Mentari pembunuh?
Pelengkap
Epilog
Extra part

Seseorang mulai tertarik

152K 9.3K 386
By sskwtsptr

[Tiga puluh]

Mentari dan Baskara sibuk merapikan pakaian mereka-- lebih banyak pakaian Baskara-- dalam diam di dalam kamar. Tangan Mentari mulai terasa pegal karena terus melipat dan bolak-balik merapikan pakaian dan barang-barang Baskara.

Menyimpan pakaian di dalam lemari kemudian menyusun sepatu Baskara di rak yang ada di dekat pintu kamar mereka. Sisanya, Mentari menumpuknya di sudut ruangan, Baskara berencana akan membeli satu set meja kerja untuk menyimpan buku-buku untuk mereka berkuliah.

"Haah!" Baskara menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang sudah lenggang, bersih dari barang-barang yang sebelumnya memenuhi tempat tidur itu.

Mentari duduk dengan canggung di pinggir kasur. "Emh, Kakak gak lapar?" tanya Mentari pelan, pasalnya perutnya kini sudah sangat terasa kosong dan mulai berontak.

Tatapan Baskara menyoroti Mentari yang menatapnya dengan kedipan pelan, merasa sangat gemas dengan isterinya itu. Terlebih dengan panggilan yang terdengar sangat manja ditelinganya. "Iya," balasnya, menarik tangan Mentari hingga kini tubuh yang sangat empuk itu menindih tubunya.

Mentari terkejut, mencoba bangun dari atas tubuh Baskara namun Baskara menahannya dengan pelukan erat dipinggang gadis itu.

"Mentari, jangan menghindar terus. Kita udah halal."

"Ta-tapi kan ini masih siang," cicit Mentari, wajahnya mulai menghangat ketika Baskara justru semakin menempelkan tubuhnya, melilitnya dengan kaki seperti guling.

Mentari tentu saja tidak sepolos yang terlihat, ia tahu dengan jelas apa saja yang harus seorang isteri lakukan selain mengerjakan pekerjaan rumah.

Kekehan kecil keluar dari bibir Baskara. Kecupan-kecupan yang mendarat dipipi tembam Mentari membuat gadis itu tertawa geli.

"Iih, udah, Kak, kita dari pagi belum makan loh," peringat Mentari, mendorong wajah Baskara menggunakan telapak tangannya.

Mata Baskara melirik jam dinding yang terpasang di atas rak sepatu, jam 10 pagi, eh, atau itu sudah termasuk siang? Entahlah, Baskara beralih lagi pada wajah Mentari.

"Lo cantik," gumam Baskara keluar dari obrolan, matanya menatap wajah Mentari lekat.

Mentari semakin salah tingkah, dengan wajah merona ia mati-matian menahan senyumnya. "Gue suka lihat ini kalau lo lagi senyum. Imut."

Telunjuk Baskara menekan lubang kecil yang muncul dibawah kedua sudut bibir Mentari ketika gadis itu tersenyum, membuat pemiliknya semakin terlihat manis.

"Ap-apaan sih, gombal banget." Mentari memandang sekitar, menolak untuk bertatap mata dengan Baskara.

"Jangan malu-malu gitu, gue jadi makin gemes lihat lo." bisik Baskara mengecup bibir Mentari sekilas kemudian menindih tubuh gadis itu.

Kedua tangan Baskara mengurung Mentari disisi kepala gadis itu, merendahkan wajahnya semakin mendekat ke wajah Mentari yang sudah sangat memerah. Bibir Baskara hampir menempel dibibir Mentari jika saja gadis itu tidak menghindar dan Baskara hanya dapat mencium pipi isterinya saja.

Seriously? Apa Mentari sungguh sedang mempermainkannya?

Baskara menghela napas berat, menatap Mentari dengan wajah datar. Mentari melirik suaminya takut-takut, berteriak dalam hati karena terus saja menghindar dan membuat Baskara marah. Tamatlah hidupnya sekarang.

"Lo tau dosa isteri yang nolak suaminya gak? Lo bakalan dikutuk sama malaikat sampai besok pagi," ujar Baskara yang langsung menjatuhkan dirinya ke samping kemudian berbaring membelakangi Mentari.

Mentari melotot ditempatnya, melirik punggung lebar Baskara dengan gamang. Ia sudah tahu semuanya, ibunya dan bibi Nolan sudah menceramahinya tentang kewajiban isteri melayani suaminya serta dosa-dosa yang akan ia dapatkan jika menolak.

Astaga, Mentari bukannya menolak dengan sengaja, ia sekarang hanya sedang lapar dan tidak mungkin melayani Baskara. Mungkin bisa saja, tapi ia tidak akan mengambil resiko pingsan di tengah permainan. Itu akan sangat memalukan.

Mentari menutup wajah dengan kedua tangannya, membayangkannya saja sudah membuatnya malu, apalagi jika benar-benar pingsan saat melakukannya.

Tenang Mentari, tarik napas, buang ....

Mentari mendekati Baskara, memberanikan diri memeluk pinggang Baskara dari belakang.

"Kak ... jangan marah. Kakak juga pasti gak tega lihat Mentari dikutuk sama malaikat, iya, kan? Nanti malam, Mentari janji nanti malam kita bisa, emh ... begitu."

Suara Mentari terdengar lirih dipendengaran Baskara, membuat lelaki itu tersenyum geli namun menahan tangannya untuk menggenggam tangan Mentari yang melingkar dipinggangnya.

Sepertinya menggoda Mentari akan sangat menyenangkan.

Tak mendapat respon dari suaminya, Mentari semakin mengeratkan tangannya, menempelkan sisi wajahnya pada punggung Baskara.

"Kaak---"

Gruuuk~

Mentari terdiam dengan wajah semerah tomat matang sedangkan Baskara yang sudah tak tahan, tertawa keras dan turun dari ranjang memegang perutnya sendiri.

"Hahahaha!"

Mentari ikut turun dan berdiri di sisi lain ranjang, melihat Baskara yang masih tertawa dengan wajah merah kesal. Ia kan sudah bilang kalau lapar sejak tadi, dan sekarang saat perutnya mengeluarkan bunyi memalukan seperti itu Baskara malah menertawainya.

"Saayoooorrr!! Sayooorr!!"

Suara seseorang yang berteriak di depan rumah mengalihkan perhatian Mentari. Tak menunggu waktu lama ia langsung menjauhi Baskara untuk menyelamatkan dirinya yang sudah tidak punya harga diri di depan Baskara.

Dengan menggerutu pelan, ia keluar menemukan penjual sayur keliling yang sedang berdiri di depan rumah yang ada di sebelah kanan rumahnya, sedang dikerumuni oleh tiga orang ibu-ibu sekitar.

Mentari berdiri di depan pagar, terdiam sejenak karena malu untuk mendekat. Tidak ada yang ia kenal di sini untuk diajak bicara atau semacamnya, jadi saat salah satu ibu-ibu berjilbab memanggilnya dengan senyum ramah, Mentari tidak membuang waktu untuk menghampirinya.

"Ke sini aja, Nak. Kamu mau beli apa?"

Mentari tersenyum simpul. "Mau beli sayur, Bu," jawabnya pelan.

"Ooh, kamu yang pindah ke rumah itu ya? Sama orang tua?" tanya ibu-ibu berjilbab itu.

"Eh, b-bukan. Ah, iya. Maksudnya saya yang pindah di situ tapi gak sama orang tua."

Mentari menggaruk bekang kepalanya canggung, tidak tahu harus menjawab apa.

"Hah? Sendiri? Kamu berani?" tanyanya lagi.

"Iya ih, masih SMP udah berani tinggal sendiri. Orang tua kamu kemana?" tanya ibu-ibu berdaster dengan rambut dicepol tinggi.

Bapak penjual sayur ikut menyahut. "Astaga dek, kalau masih SMP lebih baik tinggal sama keluarga aja. Kalau ada yang jahatin kamu malem-malem di sini gimana? Iya sih di kampung ini warganya gak ada yang aneh-aneh, tapi lebih baik tetap waspada aja."

Mentari tergagap dengan tangan mengibas panik. "Itu Pak, Bu, anu. Sa-saya bukan anak SMP, saya udah kuliah dan menikah."

Bukan hanya sekali dua kali ia dianggap anak SMP atau anak yang baru masuk SMU karena wajah polosnya ini, apalagi tubuhnya yang tergolong pendek--- ralat mungil membuat orang-orang baru yang melihatnya menjadi salah paham.

Pernah Mentari mencoba menggunakan makeup agar terlihat sedikit dewasa, namun Baskara dan bibi Nolan memanggilnya aneh. Alhasil selama ini ia hanya menggunakan skincare tanpa tertarik melirik makeup apapun yang ia lihat.

"Hah?"

"Apa, gimana?"

"Beneran?"

Itu adalah jawaban berbeda yang Mentari terima membuatnya tertawa canggung. "Iya, saya baru menikah beberapa hari lalu dan pindah ke sini sama suami saya," jelas Mentari.

Semua orang memandangnya takjub, kecuali wanita muda yang fokus memilih sayur dan terlihat sama sekali tidak terganggu dengan keberadaannya.

"Ya ampun ... muka kamu kok kayak anak SMP? Emangnya kamu umur berapa?" Ibu-Ibu berjilbab itu memegang wajah Mentari dan mengamatinya dengan serius.

"Delapan belas," jawab Mentari.

"Kalau suami kamu?" tanya wanita muda itu mulai tertarik. Mentari tebak mungkin sekitar umur 25 tahun ke atas.

"Umur 21 tahun, Mbak," jawab Mentari tersenyum sopan.

"Oalah, sama-sama nikah muda ternyata," sahut penjual sayur itu tertawa kecil.

"Jangan-jangan kamu hamil duluan ya, makanya milih cepet-cepet nikah?"

Mentari melotot terkejut saat mendengar tebakan ibu-ibu berdaster itu, dengan cepat mengibaskan tangan tanda tidak setuju.

"Gak kok, Bu, kita gak begitu. Ini memang keputusan kita berdua," jawab Mentari setengah berbohong.

Mereka menikah kan memang bukan karena Mentari hamil duluan, tapi bukan juga keputusan bersama. Baskara menikahinya tanpa meminta persetujuannya dulu.

"Aduuh, Bu Ani ini gimana sih? Gak semua anak muda begitu loh, Bu. Eh, nama kamu siapa, Nak? Sampe lupa nanya. Saya Arumi, panggil bu Rumi aja. Rumah saya di situ, dan suami saya RT di kampung ini jadi nanti tolong kasih tau suami kamu buat ngelapor kepindahan kalian ya." Ibu Rumi, memegang lengan Mentari pelan, menunjuk rumah yang ada di belakangnya yang berarti tepat di samping kanan rumah Mentari.

Mentari mengangguk mengerti. "Nama saya Mentari, Bu, kalau suami saya namanya Baskara."

"Oh iya, sekalian kenalin juga. Ini namanya Bu Ani, kalau ini Mila dan ini Pak Stepen." Bu Rumi menunjuk ibu-ibu berdaster yang ternyata bernama Ani, wanita muda bernama Mila dan penjual sayur bernama Stepen.

Mentari tertawa pelan mendengar nama penjual sayur itu. "Nama Bapak keren," komentar Mentari.

"Iyaa dong. Btw jangan panggil bapak, panggil Bang Stepen aja biar keren," ralat penjual sayur itu membuat Mentari kembali tertawa.

Mereka kembali ke kegiatan awal --memilih sayur-- di selingi obrolan ringan dari bu Rumi yang menceritakan tentang kampung yang mereka tinggali. Mentari membeli seikat kangkung dan dua potong tempe serta beberapa bumbu dapur.

Tapi saat akan membayar ia panik karena tak menemukan dompet disaku celananya. Mentari sudah akan kembali mengambil dompetnya ke rumah saat melihat Baskara menengok kiri kanan di depan pagar besi, dan saat pandangan mereka bertemu lelaki itu dengan cepat menghampiri Mentari.

"Ketinggalan," ucapnya singkat menyerahkan dompet Mentari. Mentari berterimakasih dengan senyum tipis, masih malu dengan kejadian perut tak tahu malunya.

"Wah, suami kamu ganteng ya?"

"Iya, ganteng banget."

"Ini otot, Mas?"

Bu Ani mendekat dan tanpa malu memegang-megang lengan Baskara sedangkan bu Rumi memegang wajah Baskara dan meniliknya seperti yang ia lakukan tadi dengan Mentari. Bang Stepen lain lagi, dia menusuk-nusuk dada bidang Baskara dengan telunjuknya, memandang penasaran kemudian membandingkannya sendiri dengan dadanya yang kurus.

Mentari yang melihat Baskara yang berdiri canggung dengan senyum dipaksakan, tertawa geli. Memutuskan untuk langsung membayar dan menolong Baskara.

"Kita masuk dulu ya, Bu Rumi, Bu Ani, Mbak Mila. Ini bayarnya Bang Stepen."

Baskara meraih belanjaan Mentari kemudian menariknya pulang ke rumah. Mentari masih terkekeh geli sedangkan Baskara berwajah masam, meninggalkan orang-orang di belakangnya yang memandangnya dengan pikiran berbeda-beda, dan diantara itu ada pandangan memuja penuh damba dan ingin memiliki.

Tbc ...

Continue Reading

You'll Also Like

494K 6.1K 4
Kinan Sabila Narendra, wanita berumur 21 tahun itu harus merasakan sakitnya penghianatan begitu mendalam sampai membuatnya kehilangan selera hidup. W...
6.6M 333K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
5.5M 292K 56
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
83.7K 7.5K 34
(COMPLETED- TELAH TERBIT) Chris sang bintang layar lebar dan pewaris kerajaan bisnis keluarganya harus rela tinggal di sebuah desa terpencil dalam me...