Ice Girl And The Troublemaker

بواسطة ccottonccastle-

90.2K 12.8K 981

[ slow ──banget buat── up ] ❛❛Organisasi dulu, diriku sendiri, baru kamu.❜❜ المزيد

• • I N T R O • •
• IGATT - 1 •
• IGATT - 2 •
• IGATT - 3 •
• IGATT - 4 •
• IGATT - 5 •
• IGATT - 6 •
• Faketagram •
• IGATT -7 •
• IGATT - 8 •
• IGATT - 9 •
• IGATT - 10 •
• Faketagram •
• IGATT -11 •
• IGATT - 12 •
• IGATT - 13 •
• IGATT - 14 •
• IGATT - 15 •
• IGATT - 16 •
• IGATT - 17 •
• IGATT - 19 •
• IGATT - 20 •
• IGATT - 21 •
• IGATT - 22 •
• IGATT - 23 •
• IGATT - 24 •
• IGATT - 25 •
• IGATT - 26 •
• IGATT - 27 •
• IGATT - 28 •
• IGATT - 29 •
• IGATT - 30 •
• IGATT - 31 •
• IGATT - 32 •
• IGATT - 33 •
• IGATT - 34 •
• IGATT - 35 •

• IGATT - 18 •

1.4K 215 11
بواسطة ccottonccastle-

Happy reading!

•••


Hujan masih terhitung gerimis kecil saat Jennie dan Layla tengah menjinjing dua paper bag yang penuh dengan belanjaan masing-masing sambil berjalan menuju mobil yang terparkir.

Sampai,

Ctash!

"EH MONYONG ASELOLE."

Salah satu kebiasaan buruk Jennie adalah latah. Dan kebiasaan itu baru saja dibangkitkan karena suara petir yang menggelegar. Lagipula siapa coba yang nggak kaget saat lagi jalan tiba-tiba petir serasa hampir menyambar? Untung masih hidup, bor.

Layla mendongak ke atas, menatap rintikan hujan yang jatuh semakin banyak lalu menoleh ke arah Jennie di sebelahnya. "Mending kita makan dulu, gabaik nyetir sambil hujan begini. Ntar lo latah, guenya yang mati."

Jadinya, pada siang yang hujan di temani petir kecil itu Layla dan Jennie memutuskan untuk mampir ke tempat di mana mereka bisa mengisi perut yang keroncongan sebentar sembari menunggu hujan reda──sampai petirnya menghilang.

Mereka duduk dibagian tengah. Jennie menolak keras duduk didekat jendela dimana kilatan petir akan sangat terlihat. Kalau dia latah saat sedang mengunyah, bagimana? Bayangkan saja sendiri.

"Jen."

"Hm."

"Lo ada hubungan apa sama Alfa?"

"Uhuk-uhuk!" Jennie segera meraih tissue dengan tergesa, mengelap bibirnya dengan gerakan grasak-grusuk.

"Hubungan? Ya ... Sama kayak hubungan lo dengan dia, gue sama Alfa cuman teman," ucap Jennie setelah beberapa saat hening.

"Yakin?"

Meskipun Layla jarang melakukan hal luar biasa dalam hidupnya, namun ia adalah seorang pengamat yang baik. Ia bisa mengetahui jika pena yang biasa dipakai Heru untuk ke kampus telah diganti, ataupun warna case ponsel milik Rose yang tadinya berwarna kuning kenari bergambar bunga matahari telah berganti gambarnya menjadi gambar awan.

Juga, sebagai yang tertua diantara teman-temannya yang lain, Layla cukup teliti untuk mengenali dengan baik sahabat-sahabatnya. Jadi ia bisa dengan mudah menebak jika mereka sedang berbohong atau tidak. Terlebih Jennie. Gadis itu terlihat aneh akhir-akhir ini dimatanya.

Jennie mengangguk. "Yakin."

"Gue gatau apa yang lo sembunyiin, cuman gue mau bilang, kalau lo nggak seharusnya terlalu ikut campur kayak gini," ucap Layla.

Tidak ada raut kekanakan pada ekspresi Layla saat mengatakannya hingga Jennie menelan saliva- nya dengan susah payah. Layla sedang tidak main-main dengan ucapannya.

Melihat Jennie yang terdiam, Layla meneruskan ucapannya, "Lalisa udah bukan anak perempuan yang pernah rebutan permen yupi sama lo waktu SD lagi. Dia udah lulus dari SMA, dia udah besar. Jadi lo nggak seharusnya terlalu ikut campur urusannya, sekalipun lo sahabatnya. Lo sadar, apa yang lo lakuin udah menekan dia selama ini?"

Gadis bersurai hitam itu meneguk minumannya, lalu melipat tangannya di depan Jennie yang terdiam memandangi kentang goreng di atas meja.

"Lo menekan Lalisa untuk balik sama Alfa ketimbang bareng sama Benua 'kan?"

Tepat saat mendengarnya, Jennie menatap Layla didepannya. Layla bisa melihat raut terkejut dan menyesal dalam tatapan sejernih sungai milik Jennie. Ia menghela nafas. "Padahal menurut gue Benua nggak seburuk pikiran lo, dan Alfa nggak sebaik dalam pikiran lo."

Jennie tersenyum kecil. "Tahu apa lo tentang Alfa?"

Layla tidak terkejut sama sekali dengan nada suara Jennie yang terkesan menantang. "Gue mungkin nggak mengenal Alfa sejauh lo mengenal dia. Tapi, Emang lo siapanya Lalisa? Sahabatnya doang kan? Lo bukan Tuhan yang menciptakan Lalisa."

Gadis bersurai panjang yang duduk di depan Layla itu menghela nafas. "Okay-okay, calm down. Gue tahu gue salah. I'm sorry for this."

Jennie menatap rintikan hujan yang mulai mereda dari jendela yang mengarah lansung ke arah parkiran didepan Mall besar daerah Jakarta yang sedang mereka singgahi.

"But, to answer all your questions about me and 'him', I can't. Not as rarely as I thought. Next time when the time is right, maybe?"

"Why?"

"Because, I have an appointment with him."
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

••••
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Layla melambai kemudian memandangi mobil Jennie yang menjauh dari perkarangan rumahnya sebelum benar-benar masuk setelah mengunci pagar.

Ia menjinjing paper bag itu dengan sebelah tangan, sedangkan ia mengangkat sebelah tangannya lagi untuk mengintip angka yang ditunjuk jam di pergelangan tangannya sambil melangkah menuju rumahnya, melewati halaman yang becek akibat hujan.

Hari sudah bisa dihitung lumayan sore, apakah Heru sudah pulang dari Kampusnya?

"Kak?"

"Paan?"

Oh, sudah ternyata. Heru duduk di depan televisi dengan semangkuk popcorn ala-ala buatannya sendiri. Ia mengenakan celana kain berwarna hitam dengan kaus lengan pendek abu-abu miliknya.

Layla mendekat setelah melepas flat shoes nya dan meletakkan nya di rak sepatu dengan rapi──kebiasaan yang Mami terapkan sejak kecil padanya.

"Tumben udah di rumah?"

Heru mengunyah popcorn dengan mata yang berfokus pada tayangan film kartun di televisi dengan acuh tak acuh, seakan tokoh beruang salju di televisi lebih penting ketimbang Layla. "Mager main."

Layla meletakkan paper bag itu di meja, lalu duduk nyelempit di sofa dengan menyingkirkan kaki Heru dari atas sofa, mengabaikan rentetan protes yang cowok itu buat.

"Papi beli sofa buat duduk, bukan untuk dijadiin tempat kaki."

Cowok itu melemparkan secuil popcorn kearah Layla, dan kini berganti Layla yang protes. "Kotor Woy!"

Dengan setengah hati ia memungut popcorn itu dari atas karpet──jika biasanya ia akan kembali menjejalkan makanan ringan yang di buang sia-sia oleh Heru ke atas karpet ke dalam mulut cowok itu tanpa belas kasih, namun kali ini ia dengan rajin membuangnya ke tempat yang benar.

Kening Heru berkerut. "Tumben, biasanya di suapin lagi ke gue."

Layla mendelik. "Lo mau gue buat diare lagi?"

"Oh iya."

Keduanya diam sambil menatap televisi yang menyala. Heru berceletuk saat tayangan berubah menjadi iklan yang menjeda. "Beli apa aja sama Jennie?"

"Jajan."

Ctuk!

"ADOH!" Layla mengusap keningnya yang di sentil oleh Kakak laki-lakinya itu tanpa hati.

"Jajan mulu lo, katanya mau jadi Mahasiswa cerdas yang memajukan Bangsa, tapi makannya micin mulu," ucap Heru.

Mendengar kata Mahasiswa disebut-sebut, punggung Layla menegak. "Oh iya, ngomong-ngomong soal Kuliah, Mami sama Papi bakal pulang 'kan untuk jenguk kita? Gue bentar lagi jadi Mahasiswa lho ini."

"Seharusnya sih, gitu. Gatau kalau tiba-tiba sibuk lagi. Doa'in aja deh."

Layla mengangguk setuju.

"By the way, Sahabat-sahabat lo pada mau kuliah dimana?"

Layla menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa, meluruskan kakinya dan melihat kearah televisi sebelum menjawab. "Gatau juga, gue. Kayaknya si Rose di Aussie."

Heru mengangguk-angguk paham. "Kalau Jennie?"

Jennie.

Layla kembali mengingat kejadian saat makan siang mereka tadi. Gadis itu memiliki rahasia yang tidak ia ketahui──sialnya cukup mengganjal──dan entah kapan akan terungkap.

Apa yang luput dari pengamatannya?

Senggang sejenak diantara keduanya. Heru menangkap perubahan raut wajah Layla dari kerutan di dahinya saat gadis itu sedang melamun. Ada apa?

"Kenapa?"

Layla tersentak. Lantas tersenyum canggung. "Ah, nggak papa. Gue juga nggak tahu Jennie mau kuliah dimana."

Heru memilih mengangkat bahu, tidak bertanya lebih jauh dan memilih kembali memakan popcorn sambil menonton televisi. Mengabaikan Layla yang larut dalam benaknya sendiri.

Yamaap lama :')

See you at chapter 19. (Meskipun saya nggak yakin ada yang nungguin. Wkwk)

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

248K 26K 28
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
52K 3K 26
Jarang tersenyum, sedikit berbicara. seakan Ia hanya menggunakan tatapan matanya sebagai sarana untuk menyampaikan semuanya. namun terkadang melempar...
938K 56.9K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
743K 72.3K 51
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...