Ice Girl And The Troublemaker

By ccottonccastle-

90.2K 12.8K 981

[ slow ──banget buat── up ] ❛❛Organisasi dulu, diriku sendiri, baru kamu.❜❜ More

• • I N T R O • •
• IGATT - 1 •
• IGATT - 2 •
• IGATT - 3 •
• IGATT - 4 •
• IGATT - 5 •
• IGATT - 6 •
• Faketagram •
• IGATT -7 •
• IGATT - 8 •
• IGATT - 9 •
• IGATT - 10 •
• Faketagram •
• IGATT -11 •
• IGATT - 12 •
• IGATT - 13 •
• IGATT - 14 •
• IGATT - 15 •
• IGATT - 17 •
• IGATT - 18 •
• IGATT - 19 •
• IGATT - 20 •
• IGATT - 21 •
• IGATT - 22 •
• IGATT - 23 •
• IGATT - 24 •
• IGATT - 25 •
• IGATT - 26 •
• IGATT - 27 •
• IGATT - 28 •
• IGATT - 29 •
• IGATT - 30 •
• IGATT - 31 •
• IGATT - 32 •
• IGATT - 33 •
• IGATT - 34 •
• IGATT - 35 •

• IGATT - 16 •

1.6K 267 18
By ccottonccastle-


"Masa lalu; tembok pembatas antara kau dan aku; Yang tadinya sedekat nadi kini sejauh matahari."

••••

Hari ini Lalisa sedang memasuki waktu senggang di tengah hari liburnya──bingung mau meneruskan kuliah di Universitas yang dipilihkan atau tidak.

Suara burung berkicau lembut di angkasa luar menemani siang hari Lalisa dirumahnya yang nyaman. Sang Ibu sudah berangkat kerja pukul dini hari tadi──sengaja agar Lalisa tidak ikut untuk membantunya.

Memang, jika senggang gadis itu pasti akan memaksa untuk membantu sang Ibu bekerja, namun selalu ditolak mentah-mentah.

Lalisa mendengus. Apakah sudah hukum alam jika sedang sekolah, semua orang mengharapkan liburan dan jika sedang liburan para kaum rebahan seperti dirinya akan mengaharapkan cepat-cepat kembali sekolah?

Akhirnya, gadis itu mengambil posisi duduk bersila di atas kasurnya sambil memeluk sebuah boneka kecil dipangkuan. Ia menghidupkan ponselnya yang ber- case hitam dan segera mengetuk aplikasi mengirim pesan di layar. Di sana ada contact Benua yang tertera paling atas; dengan sebuah foto yang dikirim oleh cowok itu dan belum dibuka olehnya.

Rasa penasaran menguasai dirinya, lalu Lalisa kembali mengetuk layar, kali ini bertujuan membuka isi pesan dari roomchat  itu.

Benuabestn: send a photo
Benuabestn: gila, cakep banget ya calon pacar Lalisa yang satu ini

Lalalalisa: tidur siang?

Benuabestn: gue gak lagi ngimpi
Benuabestn: bentar lagi juga lu jadi pacar gue, HARUS

Lalalalisa: gue gak pacaran sama kutu air. Sorry.

Benuabestn: mana ada kutu air seganteng gue
Benuabestn: bisa kleper-kleper ikan selautan karena ketampanan gue

Lalalalisa: lalisa blocked u.
Lalalalisa: bye

Benuabestn: salting mah kagak usah pake gengsi kali

Garing? Banget. Tapi kenapa Lalisa malah senyam-senyum begini? Sikapnya memang gak waras kalau menyangkut cowok mantan bad boy itu. Sebenarnya dibilang mantan juga tidak terlalu tepat, karena kenyataannya Benua hanya jahil pada Lalisa—untung ganteng. Terlebih setelah Cowok itu memainkan piano sambil bernyanyi untuknya. Oke, sebut saja Lalisa mendapat pencerahan setelahnya.

Ia beralih pada chat nomor kedua, lalu mengernyitkan dahi.

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

- penghuni syurga (4) -

Sonyaa: adakah yang merasa aneh macam gue?

Jennierubyjane: 2

Lalalalisa: uname group napa jadi gitu, mawar? [@] rosearerosie

Rosearerosie: bagus itu

Jennierubyjane: penghuni surga?

Sonyaa: kalau perlu gue ingatkan, kita masih penghuni bumi untuk sekarang

Lalalalisa: seenggaknya sampe kiamat

Rosearerosie: begini kawan, omongan itu do'a yakan, karena kita ada didunia maya, jadi sekarang ketikan adalah do'a

Jennierubyjane: mau kemana lo?

Rosearerosie: gausah bahas mati deh, gue belom dapetin ketua BEM jadi pacar gue

Sonyaa: sinting
Sonyaa: baru juga jadi maba udah punya target aja lo mawar

Jennierubyjane: tolong inget Dino

Sonyaa: o iya
Sonyaa: bukannya Dino ngambil kuliah diluar negeri ya?

Rosearerosie: GAUSAH DIBAHAS

lalalalisa: sad.
Lalalalisa: pantes si mawar makanin beling mulu

Sonyaa: galau macam sadgirl  yang lagi ngetrend

Jennierubyjane: ternyata ditinggal Dino keluar negeri

Rosearerosie: sampah

Lalalalisa: ngapain sedih si, tinggal ikut kuliah di luar negeri juga
Lalalalisa: yah, meskipun kita bakalan pisah, tapi kalau untuk masa depan apasi yang enggak?

Sonyaa: kali ini gue setuju sama si es

Jennierubyjane: mantep lis

Rosearerosie: tapi nanti gue paling di suruh di Ausie

Jennierubyjane: emang si Dino di mana?

Rosearerosie: gak tahu juga sih, belum nanya

Jennierubyjane: [@] rosearerosie dari pada lo pundung sambil nyemil beling, mending lo sekarang cari kerjaan dengan nanyain soal itu ke Dino
Jennierubyjane: dan untuk Layla, mending lo keluar ama gue, kita ngemall muehehehe
Jennierubyjane: dan untuk lo, Lalisa. Mending lo sekarang pikirin tentang mau kuliah di mana, sekalian sonoh ke Alfa

Sonyaa: siap boss

Rosearerosie: ngapain Lisa ke Alfa? Masa mau nanyain kuliah ke Alfa

Jennierubyjane: aduh, cakep iya

Sonyaa: pinter dance iya

Jennierubyjane: pinter nyanyi apalagi

Sonyaa: tapi ngajak gelud mulu heran

Jennierubyjane: maksud gue, bukan ke Alfamart, tapi ke Alfa Reuhandya. Sekalian jenguk secara kita-kita belum sempet kesana. Dia tetep temen kita meskipun agak-agak.
Jennierubyjane: rapat ini saya tutup. sekian.

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Lalisa terdiam sesaat. Senyum dibibirnya menyurut. Tangannya yang menggenggam ponsel meluruh ke atas kasur, dan bibirnya maju beberapa centi. Dalam pemandangan itu, Lalisa terlihat cute meskipun wajahnya menggambarkan rasa gusar dan bimbang.

Lalisa lalu berdiri di sebelah kasurnya, lantas berjalan mondar-mandir sambil menggigiti kuku jarinya macam setrika.

Pergi-gak-pergi-gak-pergi-gak-pergi

Kemudian, ia menghela nafas.

'Gue berpikir, kenapa gue harus dendam sama lo yang gak tahu apa-apa tentang hidup gue? Tentang luka-luka gue? Semua gak bisa begitu, Lalisa.'

Kalimat Benua lantas terngiang dikepalanya, membuat langkahnya terhenti lalu memasukkan kedua tangannya ke saku hoodie miliknya.

Kamar Lalisa berada di lantai dua, jadi memungkinkan untuk Lalisa memiliki balkon di kamarnya. Pintu balkon miliknya itu berbahan kaca, yang jika dilihat sekilas nampak seperti jendela yang amat besar menempel di antara dinding kamarnya yang berwarna biru langit.

Dari pintu balkon yang berbahan kaca tembus pandang itu memungkinkan Lalisa untuk melihat rintik air yang mulai jatuh dengan pelan dari langit seiring dengan langkahnya. Lalisa menggeser pintu kaca itu, lantas memandang lurus pemandangan dibawah balkonnya.

Jalanan yang sepi──karena para tetangganya yang sibuk didalam rumah mereka masing-masing. Seperti Bu Lina misalnya, dari sini Lalisa bisa melihat Beliau sedang sibuk mengangkat kue dari dalam oven dan beberapa anak kecil yang berlarian disekitarnya. Gadis itu tersenyum kecil. Keluarga Bu Lina tentu lebih bahagia ketimbang dirinya. Terperangkap dalam luka yang kembali terbuka. Kesepian.

Lalisa menghela nafas, lagi. Jika ia tidak bisa dendam pada Benua yang membuka kembali luka lama itu, lantas apakah ia juga memiliki hak untuk dendam pada Alfa?

Alfa dan Benua sama-sama bersalah pada dirinya dalam kasus yang serupa. Namun mereka melakukannya tanpa tahu apa-apa. Apakah mereka masih pantas disalahkan? Mereka memiliki luka mereka masing-masing dalam diri mereka──yang Lalisa tidak ketahui── dan Lalisa bahkan pernah membuat mereka terluka kembali tanpa Lalisa sadari. Benua yang Lalisa buat teringat kembali tentang kematian Ibunya lewat piano, atau Alfa yang Lalisa buat merasa terbebani dalam rasa bersalah dan kebencian pada diri sendiri.

Lalisa mengehela nafas kembali. Ia tidak boleh egois. Dengan yakin, Lalisa menutup kembali pintu kaca itu lalu mengambil ponselnya diatas kasur.

Lalalalisa: Ma, Lisa mau keluar sebentar. Kalau Mama pulang cepet, kunci rumah Lisa taruh di bawah pot. Lisa gak akan lama, kok. Love you Ma.

••••

Lalisa menyusuri lorong Rumah sakit itu dengan kedua tangan di masukkan kedalam saku sweater berwarna putih gading. Ruang rawat inap Alfa berada di area yang lumayan tertutup, sehingga Lalisa harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk masuk ke dalam Rumah sakit yang luas itu.

Matahari sudah terhitung berada dipuncak──tengah hari──namun musim penghujan menjadikan hujan turun begitu saja menyembunyikan matahari di balik awan hitam. Setitik air berada di bahu, rambut dan ujung sepatu hitam yang dipakainya.

Suara decitan pintu ruangannya yang dibuka membuat Alfa yang sedang terbaring membuka matanya lantas melirik kearah pintu. Matanya membulat karena terkejut. Tak menyangka jika orang yang sedang ia pikirkan menampakkan diri untuk menjenguknya.

"Lisa?"

Lalisa meletakkan buah-buahan yang dibawanya diatas nakas kemudian menggeret sebuah kursi untuk diduduki. "Hai?"

Alfa mencoba untuk duduk, namun Lalisa menahannya. "Gausah, gue galama kok."

Cowok itu menggeleng, hingga akhirnya dengan bantuan Lalisa ia berhasil berada dalam posisi setengah berbaring. Keduanya diam setelahnya. Memandang jendela yang kacanya basah akibat terguyur hujan di luar.

"Gimana keadaan lo?" Lalisa membuka suaranya.

"Baik," Alfa menjawab seadanya.

Yeah, tapi Lalisa meragukan jawaban yang diberikan cowok itu untuknya. Bagaimana seseorang bisa baik-baik saja saat kulitnya begitu pucat?

"Umm, Om kemana?" Lalisa bertanya dengan suara yang bergetar karena hati-hati.

Alfa langsung menoleh dengan cepat. "Beliau ayah lo, Lalisa. Lo gak seharusnya manggil beliau begitu."

Cewek itu tersenyum getir lalu menarik nafas panjang. "Dan Beliau ayah lo juga. Gue gak enak mau manggil Beliau kayak gitu saat ada lo."

Lalisa merasakan kedua tangannya yang di genggam seseorang. Siapa lagi kalau bukan Alfa. Keadaan begitu sepi, Pria paruh baya yang tadi dibicarakan sendiri sedang istirahat di hotel tempatnya menginap karena Alfa yang memintanya. Lagipula cowok itu sudah besar, tidak perlu ditunggu seharian.

"Lisa, please, stop it. Berhenti bersikap sok kuat, oke? Di sini gue yang salah. Gue yang bertanggung jawab atas luka dan penderitaan lo. Gue hanya orang asing yang tiba-tiba masuk ke kehidupan lo dan mengambil kebahagiaan lo. Gue tahu gue gak pantas dimaafin," mata Alfa berkabut, namun sebagai laki-laki, ia juga memegang prinsip jika laki-laki tidak boleh menangis tanpa peduli jika mereka sesama mahluk yang bisa merasakan berbagai emosi.

Lalisa terdiam, matanya juga ikut berkabut mendapati cowok yang pernah mengisi hatinya itu menatapnya penuh penyesalan. Sejahat itukah takdir mereka?

"Alfa, udahlah. Semuanya gak bisa diputar kembali. Yang lalu biarlah berlalu. Kita kan saudara sekarang."

Alfa mendongak, cowok itu tidak menampilkan ekspresi meski matanya terlihat getir. "Beberapa hari lagi gue menjalani operasi Transplantasi ginjal di Kanada. Gue gak tahu, gue bakal selamat atau gak. Tapi gue takut, Lis."

Alfa memejamkan matanya, mengeratkan genggaman tangannya. "Gue takut gue gak bisa membuka mata lagi, gue takut gue meninggalkan rasa bersalah gue sama lo. Gue takut lo membenci gue sampai akhir hidup gue, Lalisa."

Lalisa menggeleng cepat. "Gue udah maafin lo, lo gaperlu takut. Gue yakin lo bakalan berhasil berjuang dalam operasi itu. Lo gak boleh putus asa begini."

Suara hujan kian menderu, mengubur suara isakan kecil Lalisa yang mulai terdengar. Semesta seakan ikut bersedih untuk keduanya.

"Lisa, gue mohon. Ikut gue ke Kanada, mulai hidup baru disana. Lo tau apa yang gue janjiin ke Bagas sebelum gue kabur kesini? Gue janji gue bakal membawa lo ikut serta kesana."

Netra coklat Lalisa membulat, ia melepas genggaman tangan Alfa pada tangannya untuk mengusap sisa air mata di pipinya.

Bagaskara manoban. Satu nama yang beharga untuk dirinya, selain kedua orang tuanya. Sosok Kakak laki-laki yang selama ini bergelayut manja dalam kotak memori terbelakangnya. Ingatan tentang dirinya yang harus berpisah dengan Kakak laki-laki nya di halaman gedung pengadilan agama empat tahun silam berputar dikepalanya. Saat itu, Kakak laki-lakinya tersebut masih duduk di bangku SMA.

"Kak Bagas? Gimana keadaannya disana?"

Alfa menggeleng pelan lalu tersenyum lantas berkata, "Lo harus lihat dengan mata kepala lo sendiri gimana beliau sukses disana, Lisa. Lo juga harus merasakan sendiri besarnya rasa sayang beliau ke lo. Lo harus ke Kanada bareng gue, sehingga gue bisa mengembalikan apa yang sempat gue ambil untuk kembali lagi ke lo."

Lalisa terdiam. Satu hal langsung berputar dikepalanya; aruskah ia pergi, meninggalkan──Benua? Benua, cowok yang sepertinya masih mengharapkan dirinya. Namun ia juga ingin menjemput kembali bahagianya dalam keluarga yang utuh.

Untuk kesekian kalinya, ia kembali dihadapkan dengan dua pilihan yang berharga.

:"

Continue Reading

You'll Also Like

322K 34.7K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
179K 28.1K 51
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
1.2M 62.5K 66
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
62.1K 183 4
FEM HYUCK! KARYAKARSA ONLY! JOROK BANGET! MINOR DNI! MARKHYUCK AREA "Kisah aca dan selingkuhannya, sopir angkot langganan aca ke pasar, abang malik"