Kumpulan Cerpen

By MarentinNiagara

102K 6.8K 1.9K

šŸ‘‹šŸ‘‹ Hi haii šŸ‘‹šŸ‘‹ berjumpah lagi kita šŸ’‹šŸ’‹ Bosen sama cerita panjang kek sinetron??? šŸ¤”šŸ¤” Lebih suka nonton f... More

šŸ’ Menantu Idaman Ummi ??
šŸ’ Aku Tikung Kau diSepertiga Malam
šŸ’ Perempuan disarang Penyamun
šŸ’ Cucu untuk Ibu
šŸ’ Semburat Bianglala di Puncak Rembangan
šŸ’ Cinta dan Setir Bundar
šŸ’ The Apple Of My Eyes
šŸ’ Istri Untuk Suamiku
šŸ’ Senja di Atas Kereta
šŸ’ Cintaku dan Duri Ikan
šŸ’ Boneka Cinta dari Arosbaya
šŸ’ Rona Lima Warna
šŸ’ Keluarga Dokter
šŸ’ Bully
šŸ’ Jodoh Pasti Bertemu
šŸ’ Pasangan Sejiwa
šŸ’ Heal Your Heart
šŸ’ Surgaku, Dunia Akhirat
šŸ’ Pelabuhan Terakhir
šŸ’ Aku Cinta Ibu
šŸ’ Tiba-tiba, Kita?
šŸ’ I Long For You, Frian Ardiera
šŸ’ Bidadari Terakhir
šŸ’ Sein Kiri Belok Kanan
šŸ’ RESTU
šŸ’ Selamat Datang Cinta
šŸ’ Memantaskan Diri?
šŸ’ Balada Cinta Bangsawan Andi
šŸ’ Mantan TKW (1)
šŸ’ Bianglala Senja
šŸ’ Radio Amatir
šŸ’ Why never be Honest?
šŸ’ Mantan TKW (2)
šŸ’ Maaf, Aku tak Memilihmu
šŸ’ UTANG
Berdamai dengan Masa lalu (1)
Berdamai dengan Masa Lalu (2)
šŸ’ Ndanda, Aku kangen!

šŸ’ Pembantu Baru Ibu

2.3K 210 201
By MarentinNiagara

a stories by @MarentinNiagara

✏✏

Hidup berkecukupan, keluarga utuh yang begitu menyayangi. Siapa yang tidak menginginkan hal itu.

Namun sayang setelah ayahanda meninggal Sopran, Alto dan juga Tenor harus hidup hanya bersama seorang ibu. Memiliki rumah makan dan juga galery batik peninggalan ayahnya cukup membuat Candrasjahti Nalendra kuat melanjutkan kehidupannya bersama ketiga putranya.

Sopran Nalendra, putra pertama yang akhirnya membantu sang ibu untuk memajukan usahanya. Sementara sang ibu yang mengurus restoran mereka. Sopran lebih sering bekerja untuk galery batiknya.

Laki laki ini bahkan telah mahir menorehkan canting untuk meliukkan tangannya di selembar kain yang siap untuk dia coreti.

Wajah yang selalu datar dan jarang tersenyum membuatnya begitu memberikan batas kepada lawan jenis. Apalagi setelah kisah cinta pertamanya dengan Ningsih kandas sepuluh tahun silam. Dia lebih suka bermain dengan karya karyanya dibandingkan dengan mengurus sebuah komitmen yang pada ujungnya akan menimbulkan kekecewaan.

Hingga akhirnya sang ibu lebih memilih diam dan menyerahkan urusan jodoh ditangan Allah dan juga anak yang akan menjalani takdirnya.

Alto Nalendra, putra kedua ini masih kuliah di tingkat akhir. Dibandingkan dengan kakanya dia lebih luwes kepada orang terutama perempuan, bahkan bisa dikatakan bahwa Alto lebih sering membuat hati para wanita merana. Pasalnya, wajah yang paling tampan diantara kedua kakak dan adiknya membuat dia suka sekali membuat dan gonta ganti pacar.

Belajar di Institut Kesenian membuat dirinya begitu dekat dengan dunia seni peran yang kini sedang di dalaminya.

Tenor Nalendra, putra ketiga yang baru saja masuk kuliah dengan label mahasiswa baru ini tergolong di panggil sebagai mahasiswa yang serius. Kecintaannya terhadap teknologi dan sosial media membuatnya sangat mahir membuat beberapa program yang berguna untuk restoran dan juga galery milik keluarganya.

Beberapa kali dia memposting ke laman sosial medianya dan membawa pengaruh yang positif hingga akhirnya seluruh keluarga memutuskan untuk juga berbisnis online selain memiliki toko offline.

Tenor ini pendiam, namun lebih fleksibel jika dibandingkan dengan sang kakak pertama. Dia masih bisa bergaul dengan seorang wanita meski diantara mereka tidak memiliki hubungan yang lebih selain pertemanan.

Suatu hari mbok Jum, pembantu rumah yang biasa membantu Sjahti dalam mengelola kebersihan rumah dan juga juru masak andalannya meminta izin untuk pulang ke kampung karena dia akan menggelar hajatan yaitu menikahkan putrinya.

Tentu saja, sepeninggal mbok Jum ketiga arjuna Sjahti ini harus bisa bertanggung jawab dengan semua keperluan pribadinya sendiri. Seperti merapikan kamar tidur dan mencuci pakaian. Termasuk pakaian dalam mereka.

"Mbok, pulangnya mengapa lama?", tanya Alto yang merasa sangat tertekan dengan peraturan baru yang diberikan oleh ibunya selama mbok Jum pulang kampung.

"Iya Den, maaf. Kalau di kampung itu banyak acaranya. Apalagi simbok ini kan orang jawa yang masih nguri uri kebudayaan jawa, jadi masih banyak prosesi yang harus dilakukan menjelang mantu."

"Tapi dua bulan itu lama loh mbok."

"Iya sekalian simbok istirahat to. Wong selama Aden kecil sampai segede ini simbok terus yang jagain Aden dan keluarga."

Alto memang begitu dekat dengan simboknya ini. Selain karena dia merasa paling manja diantara kedua saudaranya dia paling tidak bisa melakukan pekerjaan yang ditugaskan oleh ibunya.

"Tapi Alto nggak bisa nyuci dan nggosok mbok."

"Walah ternyata si Aden galau bukan karena ditinggak mbok Jum lama toh. Takut ya nggak ada yang direcokin untuk nggosok baju saat mau pergi kencan dengan pacar pacar Aden?", terbaca sudah akhirnya kegalauan Alto. Benar kata mbok Jum. Kalau simboknya tidak ada jelas Alto akan bingung jika harus pergi kencan bersama pacar pacarnya. Selama ini kan simbok yang menjadi penata busananya. Meskipun tua, mbok Jum ini tahu bagaimana mendandani Adennya menjadi seorang cowok ganteng yang selalu menjadi rebutan kaum hawa.

Seminggu tanpa mbok Jum, rumah sudah seperti kapal pecah. Peralatan yang tidak kembali ke tempatnya membuat seisi rumah kebingungan jika harus mencari ke seluruh rumah.

Mengapa yang namanya sendok itu bisa menghilang seperti raib entah kemana.

"Ibu sepertinya kita memang harus mempekerjakan orang untuk mengurus kebersihan rumah." Usul Sopran di suatu pagi saat mereka sedang menghabiskan sarapannya di ruang makan.

"Benar itu ibu, sekalian sama yang bisa nyuci dan setrika baju baju kita." Tambah Alto.

Benar, tanpa pembantu kadang membuat rumah kita tidak sedap untuk dipandang. Pernahkah kita berpikir seberharga itu adanya pembantu di rumah kita? Karenanya jangan pernah sekali sekali berkata kasar kepada mereka, sejatinya mereka juga manusia, makhluk yang sama diciptakan Allah seperti kita. Hanya soal pekerjaan saja yang membedakannya. Kesibukan kita diluar membuat kita tidak memiliki waktu yang cukup untuk meluangkannya bahkan sekedar untuk say hallo kepada tumbuhan disekitar kita.

Lucu?

Tidaklah demikian, scientific research telah menjawab semuanya. Dimana diadakan percobaan dengan tumbuhan yang sama dengan perlakuan yang berbeda. Yang satu dengan umpatan dan kekerasan sedangkan yang satunya dengan penuh kasih sayang. Ternyata tumbuhnya lebih signifikan yang dipelihara dengan kasih sayang.

"Baiklah, Tenor mungkin kamu bisa memasang lowongan kerja di medsosmu atau bisa jadi nanti dipasang di restoran atau galery masmu." Pendapat perintah dari ibu seperti angin segar. Seminggu ini mereka harus berjuang sendiri dengan pakaian pakaian yang entah harus diapakan supaya bisa sekinclong mbok Jum waktu mengerjakannya.

Dua hari berselang, datanglah seorang wanita yang mengaku bernama Ainun.

"Ainun tahu kalau disini membutuhkan pembantu dari mana?", tanya Sjahti saat dia mewawancarai Ainun ketika datang menemuinya di restoran.

"Maafkan saya ibu, sebenarnya saya ini keponakan bik Jum yang diminta beliau untuk membantu ibu di rumah selama beliau pulang ke kampung. Tapi saya baru saja bisa menemui ibu sekarang."

"Owalah begitu, sebenarnya kami juga sudah memasang lowongan untuk ini. Namun sepertinya belum ada yang berminat." Baru saja Sjahti memberitahukan tidak ada yang berminat ternyata Sopran menelponnya dan dia telah menerima seseorang untuk bisa bekerja di rumah mereka.

Sementara Sjahti juga telah menerima Ainun untuk membantunya.

Bagaimana ini?

"Tapi sebelumnya saya minta maaf bu, jika saya tidak bisa full untuk membantu Bu Sjahti di rumah. Mungkin hanya untuk mencuci dan setrika saja. Sehingga paling siang jam 11 saya sudah bisa kembali pulang, karena setelahnya ada pekerjaan yang harus saya kerjakan."

Kebetulan sekali, Sjahti tidak enak untuk memberitahu kepada Ainun kalau di rumah sudah ada 1 pembantu yang lain. Dan dengan Ainun mengatakan semua itu menjadi lebih mudah untuk Sjahti membaginya.

"Baiklah, kamu mencuci pakaian anak anakku dan juga menyetrikanya saja."

"Terimakasih Bu, besok pagi saya akan ke rumah ibu." Kemudian mereka berpisah.

Meski menjadi seorang pengusaha yang sukses bukan berarti membuat Sjahti menjadi sombong.

"Alto, please kamu harus anterin aku dong. Hari ini itu aku ada casting modeling di Malmall."

"Aduh Gendis, hari ini itu jadwal aku padet banget aku harus ke studio mempersiapkan anak anak untuk pementasan theater besok."

Gendis adalah pacar Alto kini. Entahlah, gadis yang berprofesi sebagai model lokal itu berkeinginan untuk bisa dikenal nasional dan internasional jika mungkin. Sayangnya Alto kurang menyukainya jika kekasihnya lebih famous dibandingkan dengan dia.

"Ya sudahlah, aku berangkat sendiri." Tema modeling kali ini adalah busana adat dan Gendis telah memilih kebaya lengkap dengan kondenya. Itu akan menyulitkannya jika harus mengemudikan kendaraan sendiri.

Tidak ada waktu untuk berdebat. Gendis harus ke salon untuk hair do dan semua 'tetek bengek'nya untuk casting model yang akan diikutinya.

Sementara Alto sudah asyik dengan kegiatan gladi resik pementasan theater untuk besok.

-*-*-*-

"Ok class. We have completed our meet today and for next meet__saya sengaja untuk merubah jadwal mengajar saya menjadi siang. Jadi untuk mata kuliah Algoritma dan Pemrograman pukul 13.00 sedangkan Aljabar linier setelahnya."

Belajar matematika di jam jam cinderella sedang tidur itu membuat mata juga ingin menuju ke arah yang sama. Tapi bagi Ainun, matematika itu selalu mengasyikan.

"Tenor, buatkan pengumumannya di group WA." Perintah Ainun sebelum meninggalkan kelasnya.

"Siap bu."

Stiletto yang bersinggungan dengan ubin itu memang terasa indah terdengar di telinga. Siapa yang tidak mengenal ibu dosen Ainun, dosen muda dengan tinggi 172 cm itu terkesan seolah bukanlah seorang dosen. Bahkan Tenor sendiri sering mengatakan bahwa dosen berkulit eksotik hitam manis itu lebih tepat berprofesi menjadi seorang model.

Pakaiannya yang selalu terlihat pas di badannya membuat semua mata setuju dengan pendapat Tenor. Ditambah lagi dengan kaki jenjang lengkap dengan stiletto 9 cm menjadikan seorang Ainun menjadi lebih terkesan 'mahal'.

Sesuai dengan janjinya kepada Sjahti bahwa Ainun akan datang ke rumahnya. Menggantikan posisi mbok Jum, budhenya yang tidak bisa bekerja karena sedang melakukan persiapan untuk pernikahan putrinya.

Ainun memilih pakaian sackdress batik dibawah lutut miliknya yang paling sederhana. Menguncir rambutnya dengan sederhana pula. Melangkahkan kaki dengan sendal flat menuju kediaman Candrasjahti Nalendra. Tugas baru telah menunggunya. Menjadi tukang cuci dan setrika pakaian majikan budhenya itu.

Sesampai disana dia hanya bertemu dengan Sjahti dan juga putra sulungnya, Sopran. Mereka sedang menikmati sarapan paginya di ruang makan.

Menjelaskan beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan oleh Ainun. Mencuci semua pakaian yang telah di taruh di ruang cuci, langsung mengeringkannya dengan mesin dan menyetrikanya.

"Mbak Inun, saya tidak suka masih ada noda di pakaian saya ya, terlebih jika sampai kelunturan dengan pakaian lainnya. Jadi tolong untuk dilakukan pengecekan terlebih dulu." Tegas dan sangat dingin. Itu kesan pertama yang Ainun terima dari Sopran.

Setelah Sopran meninggalkannya, Sjahti sedikit memberikan sedikit informasi tentang ketiga putranya. Supaya Ainun tidak salah dengan selera mereka masing masing.

"Begitulah Sopran, Nun. Dia tidak ada basa basinya dengan perempuan. Selalu bersikap formal. Jadi dimaklumi saja."

Cekatan dan cepat Ainun berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat baik. Semua pakaian yang telah selesai dia setrika dikumpulkan sesuai dengan arahan Bu Sjahti. Karena ketiga putranya memiliki selera berpakaian yang berbeda beda.

Hari kedua, hari ketiga, hingga hari kelima. Ainun akhirnya bertemu dengan putra kedua di rumah ini. Dialah Alto Nalendra.

"Pembantu baru yang sering di ceritakan ibu bukan?"

"Iya, nama saya Ainum Mas___"

"Alto, panggil Alto saja tidak perlu dengan embel embel mas."

"Wah ya nggak berani saya mas, takut dimarahi ibu."

Bukan Alto namanya jika tidak bisa membuat Ainun meliriknya. Sudut mata elang Alto telah menangkap sebuah kharisma dari penampilan Ainun.

Pembantu yang jauh dari kata seorang pembantu.

"Nun, jalan yuk nanti malam." Setelah pertemuan pertamanya di ruang cuci dan setrika membuat Alto menjadi sering mengantarkan pakaian kotornya sendiri ke belakang di waktu pagi hari.

"Nonton, ituloh film romantis yang lagi hits. Dokter yang pulang kerjanya pagi pagi sama pegawai bank yang eksotis mirip kamu. Gimana? Mau ya?", tentu saja Ainun langsung menolaknya dengan sangat halus.

"Kowe ki ngopo to Al kok neng kene ngganggu mba Ainun wae." Suara Sjahti tiba tiba memutus obrolan mereka. -- kamu itu mengapa disini Al, menganggu kerja Ainun saja --

Ainun hanya tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya melihat tingkah anak kedua majikannya ini. Benar saja kalau ibunya memberikan julukan don juan kepadanya. Ilmu ngegombalnya sudah diatas rata rata pria seusianya.

Keesokan paginya seperti biasa, Ainun mengerjakan pekerjaannya hanya saja karena sedang terburu buru karena ada rapat dosen di jurusan siang ini maka Ainun hanya memilah berdasarkan warna pakaian saja. Tidak memeriksa satu persatu seperti biasa.

Setelah selesai mencuci dia baru menyadari bahwa di dalam cuciannya terdapat pakaian dalam. Ada 2 buah boxer berwarna hitam yang entah milik siapa.

Padahal dari awal perjanjian, Bu Sjahti selalu menekankan bahwa tidak seorangpun yang boleh meminta Ainun untuk mencucikan dalaman mereka. Termasuk dulu dengan mbok Jum.

Saat Ainun bergidik waktu memegangnya seolah melihat sesuatu yang tidak pantas untuk dia lihat.

"Mba Inun." Suara bariton Sopran mengagetkannya hingga boxer yang Ainun pegang jatuh di meja alas setrika.

"Maaf mas___, saya eh anu____"

"Loh, sudah dicuci mba?"

"Sudah."

"Astaghfirullah, maaf mba barang saya sepertinya ada dua yang masuk ke keranjang cucian pakaian. Seharusnya memang saya cuci sendiri." Kata Sopran dengan muka merah.

Jelas Sopran malu kepada Ainun. Suasana awkward akhirnya terjadi setelahnya. Keduanya sama sama merasa sungkan.

Dan dinginnya Sopran semakin menjadi saat melihat Ainun datang ke rumahnya. Sementara Alto masih dengan semangat 45 mendekati Ainun.

"Siapa to bu pembantu baru yang katanya hanya nyuci baju kita?", tanya Tenor saat mereka sedang ssrapan pagi bersama.

"Mba Ainun."

"Ainun?", tanya Tenor. Nama yang tidak asing lagi karena menjadi dosen favorit di kampusnya bagi laki laki seperti dia.

"Sudah, anak kecil sekolah yang bener. Yang penting pakaianmu selalu siap bukan. Nggak penting siapa yang mencucinya." Kini Alto yang bersuara. Membaca situasi, dia tidak ingin adiknya mengganggu acara pedekatenya dengan Ainun.

Tenor mendengus kesal kepada kakaknya.

Gendis yang datang ke rumah membuat Tenor mau tidak mau memanggilkan kakaknya. Dia yang kala itu sedang bersantai di teras rumah sambil membaca sebuah majalah pria dewasa.

"Masmu ada, Tenor?"

"Mas Alto?"

"Lah iya siapa lagi, masa aku nyari mas Sopran yang punya muka datar itu."

Langkah beratnya membawa masuk ke rumah memanggi Alto. Tenor mencari kakaknya di setiap sudut rumah tapi tidak menemukannya. Hingga akhirnya sampailah dia di ruang cuci pakaian.

"Mas Alt__", tiba tiba ucapannya terhenti saat melihat dengan siapa kakaknya itu sedang berbincang.

"Bu Ainun?"

Mendengar ada orang yang memanggil namanya membuat mata Ainun langsung mencari ke arah sumber suara.

"Tenor?"

"Kalian sudah saling kenal?", kini berganti Alto yang terkejut melihat adiknya sudah mengenal Ainun dan sepertinya mereka mengenal cukup baik.

"Mas Alto dicari mba Gendis tuh di luar."

"Bilang saja aku nggak ada."

"Aku sudah bilang kalau mas Alto ada di rumah."

"Kamu ini, lain kali kalau nenek lampir itu kesini bilang aku nggak ada. Merepotkan saja!"

"Yang punya teman kamu kok sewotnya ke aku." Suara Tenor saat kakaknya berlalu. "Bu Ainun mengapa disini, sini biar Tenor saja yang setrika."

Alto dan Tenor, dua kakak beradik yang sengaja ingin merebut perhatian dosen yang menyamar sebagai tukang cuci di rumahnya.

"Kakak itu harus ngalah sama adiknya."

"Ini bukan mainan, sembarangan harus mengalah."

Bukan tidak mengetahui, Sopran sangat mengerti apa yang dibicarakan kedua adiknya. Semua adalah tentang ketertarikan mereka dengan Ainun.

Di mata Sopran, tidak ada yang salah dengan Ainun. Dia manis, santun dan sangat sopan. Tidak pernah terlihat mata jelalatan seperti pacar pacar Alto yang sering datang ke rumah.

Tapi sayang, tragedi boxer membuat hubungan antara Sopran dengan Ainun menjadi awkward.

Hari Senin seperti biasa harusnya Sopran segera berangkat ke galery ada laporan pajak yang harus dia laporkan mengenai tentang usahanya. Tapi sepertinya kondisinya pagi ini tidak memungkinkan untuknya pergi ke galery. Hingga pagi ini dia sangat disibukkan dengan telepon pintar untuk menghubungi beberapa karyawannya untuk membawa pekerjaannya ke rumah.

Ainun yang mengetahui bahwa Sopran tidak enak badan meminta tolong kepada mba Mirna, pembantu yang diterima oleh Sopran untuk membuatkan teh hangat serta memberikan obat penurun panas yang sudah dititipkan oleh Bu Sjahti.

"Maturnuwun yo mba Mirna."

"Iyo Nun podo podo."

Ibuprofen dan antihistamin yang diberikan oleh Sjahti tentu membuat Sopran langsung terlelap karena rasa kantuk yang menyerangnya. Hingga saat karyawan Sopran datang untuk membawa pekerjaan yang harus dilaporkan hari ini ke rumah dia masih tidur.

Tidak ingin menganggu istirahat Sopran karena kondisinya. Ainun bermaksud lancang untuk membantu mengerjakan pekerjaan Sopran. Sambil diberikan arahan dari karyawan Sopran mana saja yang harus dikerjakan dan dilaporkan. Ainun mengerjakannya dengan cepat setelah karyawan tersebut kembali ke galery.

Mirna yang melihat itu sengaja membuatkan teh manis untuk Ainun.

Satu setengah jam, tugas Sopran telah diselesaikan Ainun dengan benar. Hingga saat Sopran terbangun, lembaran pekerjaan berikut laptopnya sudah kembali seperti saat diserahkan oleh karyawannya di ruang keluarga.

Dengan sedikit tergesa karena tidurnya yang terlalu lama. Sopran terburu untuk membuka pelerjaannya namun matanya membulat saat melihat semuanya telah selesai dengan sempurna.

"Mba Mirna, kemari sebentar."

Mirna yang merasa dipanggil namanya segera mendekat.

"Tadi siapa yang mengantar semua ini?"

"Iya mas, tadi ada karyawan mas yang kemari ngantar pas mas Sopran sedang tidur. Lalu diterima oleh mba Ainun terus dikerjakan sama mba Ainun semuanya sebelum pulang tadi."

"Jadi ini kerjaannya Ainun?"

Senyum simpul tergambar dari bibir Sopran sepertinya pembantu ibunya yang satu ini memang luar biasa. Besok dia harus berbicara sesuatu kepada Ainun.

Seolah tidak terjadi sesuatu apapun. Ainun mengerjakan semua pekerjaannya di rumah Sjahti dengan baik. Hingga Sopran mendekatinya setelah pekerjaan setrikanya selesai.

"Mba Inun__"

"Eh, mas Sopran iya? Ada yang bisa saya bantu."

"Boleh nggak sekarang aku panggilnya Inun saja?", Apa? dari saya berubah aku dari mba berubah langsung nama?

"Bo..boleh." Jawab Ainun tergagap.

"Terima kasih untuk kemarin ya. Maaf tidurnya kelamaan."

"Oughh itu. Tidak ada yang keliru kan Mas?"

Bukannya menjawab Sopran justru mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Nikah yuk, Nikah sama aku."

Tidak ada angin tidak ada hujan. Mimpi apa semalam Ainun? Hari ini kamu dilamar seseorang dengan cincin berlian.

"Mas Sopran jangan bercanda."

"Aku serius Inun. Menikahlah denganku."

Ainun kemudian menolak cincin itu dengan mengingatkan bahwa dia hanyalah seorang pembantu. Sopran belum mengenalnya dengan baik. Nanti ibunya pasti akan murka mengetahui semua itu.

Saat akhirnya Sopran mengutarakan keinginannya untuk mempersunting Ainun menjadi istrinya. Bukan Sjahti yang marah melainkan kedua adiknya yang langsung murka. Namun Sjahti mencoba untuk menjelaskan kepada keduanya bahwa sang kakak memang sudah waktunya membina rumah tangga.

"Masmu iku wes wayahe omah omah. Mbokyo ben to ngger. Mbak Inun ben wae nggo masmu." -- Kakakmu ini sudah waktunya berumah tangga. Ikhlaskan mba Inun untuknya --

"Memangnya mas Sopran sudah tahu siapa mba Ainun itu?", tanya Tenor.

"Ya pembantu ibu to. Kamu ini ada ada saja."

"Tenor nggak usah bawa mobil ke kampus bu. Biar mas Sopran yang mengantar." Kata Tenor dengan lantangnya.

"Koyo bocah cilik wae." Kata Sopran tapi akhirnya mengantarkan Tenor juga ke kampus.

"Nanti Mas juga bakalan tahu mengapa aku minta diantarkan." Jawab Tenor yang masih asyik dengan HPnya.

Kembali ke kampus sepertinya memutar kembali memori Sopran beberapa tahun silam. Menjadi seorang mahasiswa, menikmati dunia kebebasannya dan mata Sopran menatap sosok yang selama ini selalu membayang setiap harinya.

Gadis berkulit sawo matang itu berjalan dengan stiletto 9 cm dengan sackdress dibawah lutut lengkap dengan blezer guna melengkapkan penampilannya. Rambut yang biasanya dia kuncir kali ini tergerai dengan begitu indah. Tak lupa sebuah kalung etnik senada dengan pakaian yang dia pakai.

"Sempurna ya Mas dosen favorit Tenor."

"Hahhhhh?", Sopran mengkode untuk Tenor mengulang ucapannya.

"Sempurna ya dosen favorit Tenor. Itu namanya bu Ainun. Mas Sopran ingin kenalan?", kata Tenor yang memilih untuk berjalan mendekat kepada Ainun.

"Tenor__", maksud hati Sopran adalah menahan supaya Tenor tidak memanggil Ainun tapi ternyata dia salah. Ainun justru membalikkan tubuhnya dan bisa melihatnya dengan sangat jelas.

"Mas Sopran, Tenor?", kata Ainun.

"Maaf bu, mas Sopran ingin kenal sama bu Ainun."

Senyum canggung terjadi lagi diantara keduanya. Tapi kali ini Sopran tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya.

"Ainun aku telah mengetahui siapa kamu."

"Terus?"

"Nikah yuk, Nikah sama aku." Sekali lagi Sopran meminta Ainun untuk menjadi istrinya.

Dengan senyum lebar Ainun mengangguk tanda menyetujui  tawaran komitmen dari Sopran. Seketika Sopran langsung memberikan kotak cincin beserta isinya kepada Ainun yang telah mengulurkan tangannya untuk dipasangkan di jari manisnya.

"Loh pasanginlah Mas."

"Pasang sendiri, kaya anak kecil saja."

Romantis itu mungkin bukan harus sama dengan yang lain. Sopran tentunya memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan rasa romantis itu. Jadi jangan suka memandang rumput tetangga yang lebih hijau. Kalau rumput milik kita sering dipupuk dan disirami juga tidak kalah hijaunya kok sama milik tetangga.

Wealah curhat banget yak ;-p

✏ -- the end -- ✏

Blitar, 2 September 2019

Terinspirasi sama kata kata film yang lagi di putar di bioskop. Hmmmm, semua orang memang memiliki cara tersendiri untuk ngungkapin rasa romantisnya 😊🤭😊🤭

Mana yang nulis, yang nulissss inihhhh mana???? 😂😂😂😂

Silakan kirim ke email author ke
marentin_niagara@yahoo.com

Akan saia publish tentunya melalui proses editing typo tanpa mengurangi isi cerita.

Berminat untuk gabung?
Ayo...ayooo...ayoooooo 😍😍😍

Continue Reading

You'll Also Like

SCH2 By xwayyyy

General Fiction

121K 17.5K 46
hanya fiksi! baca aja kalo mau
708K 3.1K 9
Warning konten 21+ yang masih dibawah umur menjauh. Sebuah short story yang menceritakan gairah panas antara seorang magang dan seorang wakil rakyat...
Istri Kedua By safara

General Fiction

70.9K 2.1K 36
nadilla di paksa menikah oleh suami orang untuk merawat suaminya yang mengalami kelumpuhan di seluruh badannya dan stroke selama 5 tahun ia di paksa...
788K 29.2K 33
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI šŸš«] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...