Shakala (On Going)

De chocholate_girl

87.2K 8.3K 963

GXG✓ Semuanya serba singkat, Shaka mau tidak mau harus tinggal di rumah eyangnya yang berada di kampung dalam... Mais

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
Tulisan Shaka.
empat belas.
lima belas
enam belas.
tujuh belas.
delapan belas.
sembilan belas.
dua puluh.
duapuluh satu.
duapuluh dua.
duapuluh tiga.
duapuluh empat.
duapuluh lima.
shakala.

delapan

3.7K 407 22
De chocholate_girl

Shaka sudah bersiap-siap lari pagi sekarang, sejak semalam dia berdoa agar Pelangi bisa ikut lari pagi bersamanya. Dia bahkan sudah tidak sabar untuk menunggu pagi sejak semalam hanya karena membayangkan betapa menyenangkannya bisa bersama Pelangi lagi. Sedangkan eyang yang sudah hafal kegiatan Shaka setiap hari hanya tersenyum melihat Shaka yang sedang beriap-siap seperti biasanya.

"Eyang aku lari pagi dulu ya," pamit Shaka sebelum pergi.

Tapi Shaka harap-harap cemas apakah sekarang Pelangi ada di depan rumahnya atau tidak. Karena jika Pelangi tidak ada di depan rumah maka seperti katanya semalam itu artinya dia tidak bisa ikut Shaka lari pagi. Hal itu membuat mood Shaka menjadi sedikit buruk, ayolah Shaka sedang ingin menghabiskan waktu sebanyak mungkin dengan Pelangi karena dia berharap bisa mengenalnya lebih dekat.

Setelah memantapkan hatinya Shaka berjalan menuju rumah Pelangi. Dia sedikit cemas saat tidak melihat keberadaan Pelangi di depan rumahnya.

Yah Pelangi nggak bisa ikutan lari pagi, batinnya kecewa. Shaka menundukan wajahnya karena kecewa tidak jadi lari pagi bersama Pelangi padahal sejak semalam dia sudah memikirkan apa saja yang akan dia bicarakan supaya tetap ada pembicaraan diantara mereka.

"Hei, kok aku ditinggal?" tanya seseorang yang suaranya Shaka kenal.

"Pelangi?" beo Shaka bingung setelah menatap Pelangi.

"Kok aku ditinggalin?" tanyanya lagi.

"Aku kira kamu nggak bisa ikut soalnya tadi nggak ada di depan rumah," jawab Shaka kemudian tersenyum.

"Loh aku ada padahal,"

"Enggak ah, tadi aku nggak liat kamu di depan rumah..." kata Shaka yakin.

"Ih aku ada, senderan di pagar," balas Pelangi terdengar manja membuat Shaka mengedip terkesima untuk beberapa saat.

"Hehe berarti maaf aku yang nggak liat." kata Shaka sambil mengusap tengkuknya.

Pelangi hanya mengangguk dan memilih fokus berlari bersama Shaka. Dia juga menikmati lari paginya bersama Shaka untuk yang pertama kali ini. Bahkan seandainya dia tidak punya rasa malu mungkin Pelangi sudah tersenyum sepanjang jalan.

Tidak ada pembicaraan selama perjalanan hingga akhirnya mereka berdua sampai di sungai tempat dimana mereka beberapa kali bertemu dulu. Shaka sedikit meregangkan ototnya sebelum akhirnya duduk di sebuah batu yang berada di pinggir sungai. Shaka melihat sekeliling tapi sama seperti biasanya tidak ada orang lain yang berada di sungai kecuali mereka.

"Makasih," kata Shaka saat Pelangi baru saja duduk di sebelahnya.

"Untuk?"

"Karena kamu udah mau nemenin aku lari pagi." kata Shaka.

Pelangi tersenyum. "Sama-sama, lagian seharusnya aku yang bilang makasih karena kamu mau ngajak aku lari pagi," katanya.

Shaka ikut tersenyum kemudian mengeluarkan earphone dan ponselnya dari saku hoodie. Shaka memasang jack earphone miliknya ke ponsel kemudian memasang sebelah bagiannya ke telinga Pelangi serta satunya dipasang ke telinganya. Entah secara kebetulan atau memang disengaja lagu pertama yang diputar adalah lagu All That Matters milik Justin Bieber dan Shaka salah tingkah sendiri saat mendengar lagu itu.

Sedangkan Pelangi memilih diam dan menikmati lagu yang dia dengar secara bergantian sesuai urutan dari playlist lagu Shaka. Dia tersenyum tipis saat beberapa kali mendapati ekspresi lucu dari Shaka saat beberapa lagu diputar entah apa maksudnya. Ekspresi Shaka semakin lucu di mata Pelangi saat lagu The Feelings milik Justin Bieber featuring Halsey diputar sebagai penutup karena setelah lagu itu selesai tidak ada lagi lagu yang diputar. Jadi jika dihitung Pelangi mendengar 5 lagu saja yang entah kenapa menurutnya lagu-lagu tersebut ditujukan Shaka untuknya.

Shaka melepas earphone dari telinganya dan telinga Pelangi kemudian kembali menyimpan earphone dan ponselnya ke dalam saku hoodie. Masih tidak ada pembicaraan diantara keduanya karena Shaka memilih diam sedangkan Pelangi sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Tiba-tiba Shaka menggenggam tangan Pelangi membuat Pelangi langsung menatapnya bingung.

"Itu ayo kita pulang, kayaknya kita udah kelamaan disini hehe," kata Shaka canggung.

"Emang sekarang jam berapa?" tanya Pelangi.

Bukannya menjawab Shaka malah menunjukan jam tangannya kepada Pelangi.

"Ini kenapa pake dikasih liat segala?" tanya Pelangi heran karena biasanya Shaka akan langsung menjawabnya.

"Mau pamer," jawab Shaka asal kemudian menarik tangan Pelangi agar berdiri.

"Astaga Shaka!" seru Pelangi karena tiba-tiba ditarik agar berdiri membuat keseimbangannya sedikit goyah sehingga hampir terjatuh, beruntung Shaka sigap menahan tubuh Pelangi.

"M-maaf," kata Shaka terbata kemudian membantu Pelangi untuk berdiri.

Pelangi menatap heran kepada Shaka, entah kenapa Shaka terlihat aneh sekarang.

"Kamu kenapa?" tanya Pelangi merasa khawatir.

"Emang aku kenapa?" tanya Shaka bingung.

Pelangi menggeleng. "Ayo katanya mau pulang." katanya mengingatkan.

"Oh iya hehe," balas Shaka malu.

Sekarang keduanya berjalan kali menuju rumah mereka, Shaka dengan perasaan bingungnya sedangkan Pelangi dengan perasaan bertanya-tanyanya tentang Shaka dan lagu-lagu yang tadi diputar. Lagi, keduanya hanya diam selama perjalanan hingga tidak terasa mereka sudah sampai di depan rumah Pelangi. Hal itu membuat Shaka menghela nafas kecewa, kenapa waktunya bersama Pelangi selalu begitu singkat.

"Aku pulang duluan ya Ka," pamit Pelangi.

Shaka menahan tangan Pelangi membuatnya langsung berhenti. "Kenapa?" tanyanya.

"Nanti malem keluar nggak? Atau aku harus nyanyi 2 kali dulu baru kamu muncul?" tanya Shaka.

"Liat nanti aja ya," jawab Pelangi kemudian mengacak rambut Shaka lalu meninggalkannya.

Shaka menatap kepergian Pelangi dalam diam, dia terus mengawasi Pelangi sampai gadis itu masuk ke dalam rumah. Seharusnya sekarang Shaka bahagia karena akhirnya bisa jogging bersama Pelangi, tapi entah kenapa justru dia merasa galau. Merasa ada sesuatu yang kurang dalam hatinya.

Shaka pulang dan mendapati Arin sedang duduk di teras rumah eyangnya membuat Shaka bingung karena seharusnya Arin bersekolah hari ini.

"Abis pergi sama Kak Anggi ya?" tanya Arin sambil tersenyum menggoda.

"Hm." jawab Shaka malas kemudian masuk ke dalam rumah meninggalkan Arin yang hanya menatapnya bingung.

"Nggak sopan kamu ada tamu ditinggal masuk," kata Arin yang ikut masuk ke dalam rumah.

"Halah kamu aja kemaren masuk ke rumah nggak permisi sama aku." sindir Shaka.

"Loh kan aku udah permisi sama eyangmu," kata Arin membela diri.

Shaka hanya mengendikan bahu kemudian pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Membiarkan Arin melakukan apa yang dia suka di rumah eyang, terserah.

"Ka aku numpang makan ya, laper aku loh nggak ada makanan di rumah soalnya ibuku lagi pergi sama bapak jadi nggak ada yang masakin." teriak Arin dari depan pintu kamar mandi.

"Ya." jawab Shaka singkat.

Arin tersenyum senang kemudian mengambil piring untuk makan. Sebenarnya sebelum Shaka tinggal disini dia sudah sering main ke rumah Eyang Sum dan makan bersama beliau karena bagi Eyang Sum, Arin sudah dianggap seperti cucunya sendiri. Tapi berhubung sekarang ada Shaka yang berstatus sebagai cucu asli dia harus meminta ijin terlebih dulu pada Shaka demi sopan santun.

Arin mengambil nasi beserta lauk pauk yang tersedia di meja, seperti dugaannya, Eyang Sum pasti memasak makanan yang enak-enak untuk Shaka. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati makanan-makanan enak yang dibuat oleh Eyang Sum.

Shaka menarik kursi di meja makan kemudian duduk, dia memperhatikan Arin yang sedang makan dengan lahap seperti seorang gadis kelaparan. Melihat Arin yang gampang akrab dengannya dia tidak merasa heran jika sekarang Arin bisa makan di meja makan rumah eyangnya dengan begitu santai karena dia bisa menebak bahwa Arin dan eyangnya mungkin dekat mengingat dulu dia pernah ditawari untuk dikenalkan dengan Arin.

Shaka menuangkan air ke gelas kemudian meminumnya. Pikirannya kembali menerawang kejadian tadi pagi saat Pelangi tersenyum kepadanya. Tapi lagi-lagi dia merasa galau karena perasaannya serta sikap pelangi kepadanya.

"Kamu kenapa keliatan sedih gitu Ka?" tanya Arin yang baru saja selesai makan.

"Nggak apa-apa," jawab Shaka berbohong, mana mungkin dia bercerita kepada Arin. Shaka tidak bisa membayangkan ekspresi Arin nantinya.

"Kamu nggak makan? Masakan eyangmu enak banget loh Ka, aku aja sampai nggak bisa nolak kalo eyang nawarin aku buat makan disini." kata Arin kemudian terkekeh.

"Aku makan kalo udah laper dan sekarang aku belum laper," balas Shaka.

"Tapi harusnya kamu makan yang teratur Ka, tiga hari sekali eh tiga kali sehari biar kuat. Kuat menghadapi kenyataan yang ada misal..." kata Arin membuat Shaka langsung menatapnya malas mendengar lawakan receh yang Arin berikan.

"Kamu bolos?" tanya Shaka saat mengingat bahwa hari ini bukan tanggal merah atau weekend.

Arin meringis. "Aku kesiangan tadi jadi ya udah bolos aja sekalian," katanya.

Shaka memutar bola matanya malas. Dia ingin memberi nasehat untuk Arin tapi mengingat dulu kelakuannya bisa dibilang lebih parah dari Arin yang hanya membolos sekolah membuatnya mengurungkan niat.

"Ka," panggil Arin. "Aku mau nanya sama kamu tapi kamu jangan marah ya?" lanjutnya.

"Apa?" tanya Shaka.

"Kamu belok ya?" tanya Arin ragu.

Shaka mengernyit bingung karena tidak mengerti dengan pertanyaan Arin barusan. Belok, maksudnya belok bagaimana? Belok kanan? Belok kiri?

"Maksudnya?" tanya Shaka yang memang tidak mengerti.

Arin memperhatikan wajah Shaka secara seksama sebelum akhirnya menggeleng. "Ah nggak lupain," katanya.

Shaka memicingkan matanya menatap Arin. Dia merasa curiga dengan pertanyaan Arin tadi tapi dia malas untuk kembali bertanya karena belum tentu Arin mau menjawabnya.

"Eh Ka, ajarin aku main gitar dong." pinta Arin.

"Males," balas Shaka cuek.

"Shaka ayolah kamu kan baik, ajarin ya?" bujuk Arin.

"Aku jahat."

"Oke, kamu kan jahat Ka jadi ajarin aku main gitar ya?" katanya penuh harap.

Shaka menatap Arin dengan malas, mana ada orang jahat yang mau berbaik hati mengajarinya main gitar. Rasanya Shaka ingin menjitak kepala Arin sekarang.

"Nggak," balas Shaka tidak peduli kemudian pergi meninggalkan Arin.

"Jangan lupa cuci piring bekas makanmu Rin, jangan nambahin kerjaan buat aku." teriak Shaka sebelum masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Arin yang kini menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

:•::•:

Continue lendo

Você também vai gostar

Antariksa (END) De bbyamaa

Ficção Adolescente

319K 19K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
289K 26.7K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
1.5M 130K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ALZELVIN De Diazepam

Ficção Adolescente

6M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...