Shakala (On Going)

By chocholate_girl

87.2K 8.3K 963

GXG✓ Semuanya serba singkat, Shaka mau tidak mau harus tinggal di rumah eyangnya yang berada di kampung dalam... More

prolog
satu
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
Tulisan Shaka.
empat belas.
lima belas
enam belas.
tujuh belas.
delapan belas.
sembilan belas.
dua puluh.
duapuluh satu.
duapuluh dua.
duapuluh tiga.
duapuluh empat.
duapuluh lima.
shakala.

dua

4.9K 459 20
By chocholate_girl

Shaka menggeliat dalam tidurnya saat merasakan sinar matahari menyeruak masuk dan mengusik tidurnya. Dia meraih ponselnya yang berada di meja samping tempatnya tidur. Matanya yang belum terbuka sempurna hanya menyipit mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya.

"Masih pagi," gumamnya kemudian kembali tidur.

Eyang menggeleng melihat kelakuan cucu kesayangannya ini. Kelakuan Shaka sama seperti kebiasaan Erlangga saat masih seusianya, selalu memilih bangun siang saat libur. Eyang duduk di pinggir ranjang Shaka, dia mengusap pelan kepala cucunya itu.

"Nduk, bangun. Itu Rama sudah di depan katanya mau ngajak kamu jalan-jalan," kata eyang sepelan mungkin supaya tidak mengagetkan Shaka.

Shaka menggeram karena merasa tidurnya terusik. Dia mengerjapkan matanya kemudian menyadari keberadaan eyangnya di kamar.

"Itu kamu sudah ditungguin sama Rama, siap-siap sana," kata eyang.

Shaka yang belum sepenuhnya sadar hanya mengangguk kemudian berniat memejamkan matanya lagi. Tapi eyang yang sudah hafal dengan kebiasaan Shaka tentu saja langsung menahannya.

"Kok tidur lagi? Opo ndak kasihan sama Rama udah nungguin dari tadi sampe jamuran dia," canda eyang.

Mau tidak mau Shaka bangun dari tidurnya dan pergi mandi. Rama sempat menyoraki Shaka saat melihat Shaka keluar kamar membawa handuk dan baju ganti, tapi Shaka tidak menggubrisnya.

Setelah selesai dengan ritual mandi pagi dengan air dingin karena di rumah eyang tidak ada air panas, Shaka langsung keluar dari kamar membawa sebuah tas. Membuat Rama dan eyang menatap bingung kepadanya.

"Apa?" tanya Shaka karena merasa terus diperhatikan.

"Kamu bawa tas buat apa? Mas nggak ngajak kamu minggat, cuma jalan-jalan," kata Rama.

Shaka memutar matanya malas. "Siapa juga yang mau minggat," jawabnya kemudian menggendong tas yang tadi dia bawa.

"Terus itu bawa tas buat apa?" tanya Rama bingung yang ikut diangguki oleh eyang.

"Oh, ini isinya DSLR sama ada powerbank, siapa tau nanti ada pemandangan yang indah dan bisa diabadikan, lumayan," jawab Shaka santai.

Rama mengangguk mengerti. "Ya udah ayo pergi sekarang," ajaknya.

Shaka dan Rama berpamitan kepada eyang dan langsung pergi. Tempat tujuan pertama mereka berdua adalah pantai seperti yang sudah Rama katakan kemarin. Shaka memekik senang saat keduanya sudah sampai di pantai. Shaka sangat menyukai pantai dan suara ombak yang membuatnya merasa seperti bebas.

Rama menggeleng pelan saat melihat kelakuan Shaka yang seperti anak kecil. Dia merasa senang karena sekian lama akhirnya Shaka kembali mengunjungi mereka. Shaka itu seperti adik bungsu baginya. Dia selalu merasa hobinya cocok dengan hobi Shaka membuat dia selalu punya cara untuk mencairkan kecanggungan yang kadang terjadi diantara mereka.

Sementara Shaka sekarang sudah mengeluarkan kameranya dan mulai memotret objek-objek yang menurutnya menarik. Tidak jarang dia berdecak kagum saat melihat hasil tangkapan gambarnya. Shaka itu amatir yang profesional, maksudnya, dia belajar secara otodidak tapi hasil fotonya bisa setara dengan karya photographer terkenal karena Shaka pandai mencari sudut mana yang bagus untuk mengambil gambar.

Rama menghampiri Shaka yang terlalu asyik dengan kameranya sehingga seolah lupa dengan keadaan sekitar. "Coba mas pengen liat hasil kamu cekrek-cekrek gimana?" katanya penasaran.

Shaka langsung menunjukan gambar-gambar yang dia ambi barusan. Seperti kebanyakan orang yang baru saja melihat hasil foto Shaka, Rama juga berdecak kagum.

"Pinter kamu kayak fotografer profesional," pujinya.

Shaka tentu tersenyum bangga karena mendapatkan pujian meskipun dia sudah sering mendengar pujian seperti itu dari orang lain.

"Mas mau aku fotoin?" tawar Shaka.

"Wah boleh tuh, bayar nggak?" tanya Rama polos.

"Nggaklah, ngapain amat bayar segala," jawab Shaka kemudian terkekeh.

"Ya udah sini fotoin mas, yang bagus dimana nih?" kata Rama antusias. Ternyata Rama tipikal laki-laki narsis.

Shaka mengarahkan Rama ke beberapa tempat. Dia sama sekali tidak keberatan menjadi tukang foto dadakan untuk sepupunya ini, toh fotografi adalah salah satu hobinya. Setelah merasa cukup dengan acara tukang foto dadakan, Shaka mengajak Rama membeli es kelapa muda karena merasa haus. Sekali lagi Rama berdecak kagum saat Shaka memperlihatkan hasil fotonya kepadanya.

Shaka meminum es kelapanya dengan khusyuk membiarkan Rama sibuk dengan kameranya. Sesekali dia mengedarkan pandangannya untuk melihat-lihat keadaan sekitar. Tidak ada yang menarik.

"Sekarang kamu mau kemana lagi?" tanya Rama yang kini ikut meminum es kelapa di hadapannya.

"Disini sungai yang bagus dimana?" tanya Shaka.

"Sungai? Mau ngapain?"

"Lagi pengen aja, ada nggak mas?" tanya Shaka lagi.

"Ada kok, lagian kalo cuma sungai itu di kampung kita juga ada Ka," jawab Rama.

"Oke kita kesana,"

Rama mengangguk kemudian menghabiskan es kelapanya. Shaka juga melakukan hal yang sama. Sekarang keduanya sudah duduk di atas motor. Rama sudah siap melajukan motornya yang sudah menyala.

"Nanti kita pulang dulu aja ya Ka, kalo cuma ke sungai nggak usah naik motor. Sayang kalo nanti motor mas lecet," kata Rama kemudian terkekeh.

"Iya," jawab Shaka kemudian menepuk bahu Rama. "Ayo jalan bang!"

"Mas bukan tukang ojek Ka!"

•••

Seperti yang sudah dibicarakan tadi, Shaka dan Rama pulang terlebih dahulu sebelum ke sungai. Rama bilang, sungai yang dia maksud tidak terlalu jauh jaraknya jadi tidak perlu menggunakan motor untuk kesana. Shaka mengiyakannya saja, toh dia bukan tipikal anak manja yang maunya naik kendaraan terus.

Rama tersenyum saat beberapa kali disapa oleh anak-anak kampungnya. Sedangkan Shaka merasa sedikit risih karena kadang juga ditanyai oleh orang-orang, apalagi menggunakan bahasa yang tidak terlalu dia pahami. Shaka double risih.

Rama tertawa saat melihat tampang tidak suka yang dipasang Shaka sejak tadi. Dia tahu bahwa Shaka merasa risih dengan orang asing yang tiba-tiba ikut menyapanya. Hal itu membuat Shaka mengerucutkan bibirnya karena kesal, ibaratnya sudah jatuh ditertawakan pula.

"Mas ini sungainya mana sih kok nggak sampe-sampe?" tanya Shaka karena sudah terlanjur merasa kesal dan tidak mood.

"Sebentar lagi kok, udah ayo lanjut jalan," ajak Rama.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan, benar kata Rama bahwa sebentar lagi mereka sampai. Buktinya sekarang Shaka sedang menatap takjub melihat sungai yang ada di hadapannya. Sungai dengan bebatuan besar yang menghiasi pinggirannya, air yang jernih, sesuai dengan sungai dambaan Shaka yang tidak pernah dia lihat saat di kota.

Shaka melompat kegirangan melupakan bebatuan licin yang bisa saja membuatnya terpeleset, kemudian terjatuh dan kepalanya terbentur, lalu amnesia. Shaka bergidik ngeri kemudian kembali bersikap kalem.

Lagi, Rama hanya bisa menggeleng melihat kelakuan Shaka. Kadang dia berpikir, mungkin Shaka mempunyai dua kepribadian sehingga membuat Shaka bisa terlihat menjadi dua orang berbeda dalam satu waktu yang sama.

"Bagus kan Ka?" tanya Rama memecah kesunyian.

"Bagus mas, tapi sepi ya?" tanya Shaka heran. Karena dalam bayangannya sungai-sungai di desa pasti berisikan ibu-ibu yang sedang mencuci pakaian atau mungkin anak-anak yang sedang mandi.

Rama tertawa. "Sekarang kan ada mesin cuci Ka, lagian anak-anak juga udah mulai tercemar sama handphone, jadi ya sungainya tak berpenghuni," terangnya.

Shaka mengangguk paham, benar juga yang Rama katakan.

"Kamu tadi hafal jalannya nggak Ka?" tanya Rama.

Shaka mengangguk. "Kenapa mas?"

"Anu, mas ada urusan mendadak. Kamu masih mau disini atau ikut mas pulang?" kata Rama merasa tidak enak.

"Oh, ya udah mas pergi aja, aku hafal jalannya kok."

"Maaf ya Ka, kalo nggak mendadak dikabarin, mas juga mending nemenin kamu, lumayan nanti bisa minta difotoin hehe..."

"Santai aja mas," kata Shaka.

"Ya udah mas pergi dulu ya Ka, kamu hati-hati ya, terus nanti pulangnya jangan kesorean," kata Raka mengingatkan.

Shaka mengangguk dan membiarkan Rama meninggalkannya. Shaka mulai mengambil foto keadaan sekitar sungai yang menurutnya menarik. Saking asyiknya mengambil gambar membuat Shaka tidak sadar bahwa sekarang ada seseorang yang mengamatinya. Orang itu tersenyum tipis saat melihat Shaka tersenyum melihat kameranya.

Bosan dengan satu tempat, Shaka berpindah tempat untuk mencari objek lain. Tapi dia merasa kaget saat tiba-tiba melihat ada orang lain disana. Keseimbangannya terganggu dan mengakibatkan dia terjatuh ke sungai.

Untung sungainya dangkal.

Untung Shaka sigap menyelamatkan kameranya.

Untungnya lagi Shaka merasa baik-baik saja setelahnya.

Untung.

Orang itu menutup mulutnya saat melihat Shaka terjatuh. Dengan buru-buru dia menghampiri Shaka yang masih bertahan diposisi jatuhnya. Mungkin shock.

Itu tadi yang aku liat manusia apa hantu ya? batin Shaka bingung.

"Kamu nggak apa-apa?"

Shaka reflek mendongakan kepalanya saat mendengar suara seseorang. Dia menatap sesosok manusia yang ada di hadapannya.

"Iya," jawabnya datar.

Shaka hendak bangun dari posisinya sekarang. Lama-lama kakinya pegal juga ternyata. Tapi melihat kamera yang ada ditangannya dan bajunya yang sudah basah setengah membuat dia ragu. Sayang kalau kameranya kenapa-kenapa, Shaka beli kamera itu mahal-mahal pakai uangnya sendiri.

"Biar aku bantu," tawar orang itu kemudian mengulurkan tangannya.

Shaka menatap tangan itu dengan ragu tapi dia merasa tidak punya pilihan lain lagi, posisinya serba susah sekarang. Akhirnya dengan merapalkan bacaan basmallah dia mau menerima uluran tangan itu, Shaka takut kalau orang itu ternyata hantu jahat yang ingin menculiknya.

Shaka merapikan bajunya yang basah. Dia menatap nanar kepada kameranya yang bisa saja tadi rusak karena kecerobohannya.

Sayangku maafkan kecerobohanku ya. - Shaka untuk kameranya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya orang itu lagi.

Shaka menggeleng. "Kamu manusia?" tanyanya polos.

"Apa aku kelihatan kayak hantu?" tanya orang itu.

Shaka mengangguk. "Kamu muncul tiba-tiba, aku kaget," jawabnya jujur.

"Maaf, tapi sebenernya aku udah perhatiin kamu dari tadi," kata orang itu merasa bersalah.

"Iya nggak apa-apa," jawab Shaka sekenanya.

Shaka baru menyadari bahwa orang yang sekarang berada di depannya memiliki paras yang cantik. Rambutnya yang digerai membuatnya semakin cantik, meskipun tadi sempat membuat Shaka salah paham dan berpikir yang tidak-tidak.

"Kamu siapa?" tanya Shaka.

Orang itu tersenyum. "Pelangi," jawabnya membuat Shaka mengerjap beberapa kali.

"Maaf ya udah buat kamu kaget tadi, aku permisi," katanya kemudian meninggalkan Shaka yang masih diam.

"Pelangi?" gumam Shaka masih terlihat bingung.

"Ah udahlah mending aku pulang, dingin juga lama-lama," katanya kemudian pergi meninggalkan sungai.

:•::•:

Continue Reading

You'll Also Like

7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
588K 27.8K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
4.2M 319K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
3.5M 179K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...