Beautifulove

By DayDreamProject10

181K 28.1K 13.8K

°Tentang gadis biasa saja yang menginginkan hal luar biasa.° --- Namanya Yona. Gadis penuh rahasia yang menda... More

0 :: Prolog.
1 :: Yona Faresta Ivory.
2 :: Dave.
4 :: Mengikat.
5 :: Melunak.
6 :: Menjadi.
7 :: Mengetahui.
8 :: Melekat.
9 :: Menguat.
10 :: Menenangkan.
11 :: Menyenangkan.
12 :: Melawan.
13 :: Mengungkapkan.
14 :: Memalukan.
15 :: Melelahkan.
16 : Mengecewakan.
17 :: Melegakan.
18 :: Menjanjikan.
19 :: Mengacaukan.
20 :: Menyembunyikan.
21 :: Mengertikan.
22 :: Mengejutkan.
23 :: Menegaskan.
24 :: Mengupayakan.
25 :: Meresahkan.
26 :: Menyesalkan.
27 :: Membahagiakan.
28 :: Menggelisahkan.
29 :: Menjengkelkan.
30 :: Menyedihkan.
31 :: Merencanakan.
32 :: Menghentikan.
33 :: Mengalihkan.
34 :: Menyudutkan.

3 :: Memulai.

9.3K 1.5K 518
By DayDreamProject10


Are you ready for this?

Zimzalabim!

*


Jangan lupa vote dan komen ya beb? Yuk, saling menghargai❤

*

Dunia terlalu keras dan kuat. Jika kamu lemah, lalu bagaimana cara kamu bisa bertahan hidup di dunia ini?

🍃🍃🍃


Sepertinya, Yona harus berterimakasih kepada Tuhan karena telah berbaik hati dengan terus memberikannya berbagai macam cobaan.

Yona berdecak, ingin rasanya lenyap saja dari dunia ini. Selama perjalanan hidupnya, ia terus ditimpahi berbagai masalah. Entah kapan rasa kebahagiaan dan kedamaian mengelilingi dirinya. Yona tahu, tidak mungkin rasa senang selalu menghampiri, tetapi apakah ia tidak pantas merasakan rasa itu sebentar saja?

Semalam, ia baru saja mengalami hal yang membuatnya tidak bisa tidur. Mulutnya tidak pernah berhenti mengumpat. Pertama, ban motornya bocor dan akhirnya terlambat lalu mendapatkan omelan panjang. Kedua, ia hampir saja tertabrak mobil. Ketiga, saat ia ke bengkel, ternyata motornya belum selesai hingga membuatnya menunggu lama karena Billy sedang di perjalanan untuk menjemputnya. Dan hari ini, ia terlambat datang ke sekolah dan pasti akan mendapatkan hukuman.

"Nikmat apalagi yang kau dustakan?"

Menghela napas. Ia tidak punya pilihan lain selain menjalani hidupnya yang seperti ini. Meraung-raung dan protes pada Tuhan hanya membuang-buang tenaga dan waktunya. Gadis itu mengambil napas dalam lalu dihembuskan kasar. Matanya memandangi gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat, ia terlambat sepuluh menit.

Jika saja kepribadian preman Yona kambuh lagi, sudah pasti ia akan berbalik, mendekati gerbang belakang sekolah yang pernah ia lompati dulu saat terlambat pertama kalinya.

"Telat?" Baru mau melangkah lebih dekat lagi, gerbang sekolah tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok lelaki menawan tetapi sangat menyebalkan di mata Yona.

"Lo nggak ada pernyataan yang pintaran dikit? Udah liat gue baru datang sementara gerbang udah tutup. Ya berarti gue telat, ngapain masih pake nanya lagi?" ucap Yona.

Altair, lelaki yang sedang di hadapan Yona menghela napas. Ia mulai mencatat nama gadis itu. "Kenapa bisa telat?"

"Perlu banget lo tau?" tanya Yona.

"Perlu," jawab Altair singkat.

Yona berdecak. "Gue telat karena takdir."

"Kamu bercanda sama saya?" tanya Altair tenang.

"Ngapain gue bercanda sama lo? Gue serius."

Daripada berdebat panjang dengan Yona—gadis satu-satunya yang membencinya, Altair lebih baik diam. Ia melanjutkan catatannya tadi, menaruh alasan yang biasa ia dengar untuk mengisi akibat keterlambatan gadis itu.

"Jadi hukuman gue apaan?" tanya Yona. Ia sudah tidak tahan lagi berhadapan dengan Altair. Melihat wajah lelaki itu saja sudah membuatnya muak. Altair memang memiliki paras yang di atas rata-rata, dan Yona sempat mengakui bahkan mengagumi, tetapi hal itu sudah hilang dan digantikan rasa benci.

Karena Altair, Yona sempat masuk ke ruangan BK. Gadis itu sudah memohon kepada Altair agar tidak perlu melaporkannya walau ia sudah melakukan pelanggaran dengan mencelakai salah satu murid lelaki di sekolah ini hingga masuk rumah sakit, tetapi Altair tetap tegas dan tidak mau mendengarkannya. Akibat dari itu semua, orang tua Yona dipanggil dan sepulang dari sekolah ia dipukul habis-habisan oleh Ayahnya tanpa ampun. Sangat menyakitkan. Cukup membuatnya tidak bisa bergerak selama beberapa hari.

Yona tahu ia salah, tetapi ia hanya ingin menolong junior yang sedang diperlukan buruk oleh seniornya.

Mengetahui Bu Riyani berhalangan hadir, Altair hanya mencatat nama gadis itu. "Karena kamu baru pertama kali terlambat, saya masih bisa maafkan. Tapi kalau kamu terlambat lagi, berarti kamu harus siap-siap dihukum."

Yona berdecih. Ia memandangi Altair sinis. "Pencitraan!" ujarnya Yona sarkas lalu berjalan masuk ke dalam sekolah.

Altair menghela napas lagi dan berniat masuk, tetapi kehadiran sosok lelaki yang tiba-tiba saja datang menghentikan niatnya. Mata Altair menyipit, memandangi sosok berwajah tanpa ekspresi di depannya. Altair kenal siapa lelaki itu, salah satu murid DHS yang terlalu rajin hingga di pagi buta sudah menampakkan dirinya di sekolah dan pernah mendapatkan penghargaan atas sikapnya. Tetapi mengapa hari ini ia bisa terlambat?

🍃


Selama hidup Dave, ia sama sekali tidak pernah berpikir jika suatu saat nanti akan melakukan hal seperti ini. Lelaki itu berjalan pelan-pelan tanpa bunyi sedikit pun. Matanya menatap lurus punggung belakang seorang gadis yang melangkah tergesa-gesa melewati koridor. Hampir sejam yang lalu Dave menunggu gadis itu datang ke sekolah hingga ia ikut terlambat juga.

Kali ini, Dave tidak membiarkan earphone bertengger di telinganya. Kedua lubang indra pendengarannya itu terbebas, dan seperti membuat beban hidupnya melayang seketika. Tentu saja penyebabnya adalah Yona, gadis semalam yang ia tolong dari pembunuhan berencana—mungkin bisa dikatakan demikian meski Dave tidak tahu lebih jelas lagi.

Berbicara soal kejadian semalam, ia masih tidak mengerti. Bagaimana bisa ada seseorang yang berniat melenyapkan nyawa karyawan supermarket itu? Sekali lagi Dave memperhatikan serius gerak-gerik Yona di depannya. Dari penglihatannya, Yona hanya gadis biasa, seperti tidak mungkin memiliki musuh.

Tetapi kejadian semalam menunjukkan, jika hidup gadis itu sedang tidak aman.

Belum selesai pada pemikirannya, Dave mendadak harus berhenti dan cepat-cepat bersembunyi di balik tembok karena Yona tiba-tiba berbalik, merasa ada seseorang yang mengikutinya.

Gadis itu mengernyit ketika tidak menemukan siapa-siapa. Sebelum waktu terlambatnya semakin bertambah, Yona kembali melangkah menuju kelasnya.

Dave mengambil napas dalam-dalam. Jantungnya tiba-tiba berdebar kuat kembali, ia hampir saja ketahuan mengikuti Yona yang lagi-lagi kebetulan satu sekolah dengannya. Ketika Yona kembali berjalan, ia keluar dari persembunyian. Tetapi mendadak keberadaan Yona menghilang. Dave mulai bingung, seharusnya gadis itu masih berada di sini. Ia melihat sekeliling, berusaha mencari namun tiba-tiba saja Dave diserang dari belakang hingga langsung jatuh tersungkur ke bawah.

"Lo siapa?" tanya Yona sambil menjepit leher Dave dan satu tangannya memelintir lengan lelaki itu.

Dave meringis, kekuatan Yona sangat kuat. Karena lehernya dijepit, ia berusaha melepaskan tangan Yona tetapi gadis itu malah menguatkan tenaganya.

"Berani banget, ya, lo mata-matain gue. Lo nggak tau kalau gue udah hampir pernah bunuh orang? Lo mau jadi korban pertama gue yang terkubur di bawah tanah? Hah?" ujar Yona semakin menjepit leher Dave lalu kemudian dengan cepat ia memutarkan tubuh lelaki itu agar berbalik menghadapnya.

Melihat wajah Dave yang familiar membuat Yona seketika berhenti menyentuh Dave. Ia memandangi lelaki itu dengan tatapan terkejut tidak percaya. "Lo ngapain di sini?!"

Dave terbatuk-batuk. Entah gadis ini berasal dari mana hingga mampu membuat napasnya tercekat dengan mudah. Ia membalas tatapan Yona, masih dengan raut wajahnya yang sama sekali tidak menggambarkan emosi sedikit pun.

"Lo siapa?! Lo ngapain di sini?! Lo ikutin gue?! Lo psikopat!" tanya Yona bertubi-tubi. Gadis itu mulai khawatir. Ia bukan khawatir karena mungkin Dave adalah psikopat, yang ia takuti karena lelaki itu melihatnya berkerja di supermarket. Jari-jemari Yona perlahan saling bertautan merasa gelisah.

Lelaki itu tidak berbicara, ia hanya berdiri sambil terus menatap Yona bingung. Dave mendadak tidak tahu harus menjawab apa.

"Lo siapa?! Jawab gue!"

Dave memiringkan kepalanya sedikit. "Saya? Manusia?"

"Lo mau mati hari ini?! Jangan bercanda sama gue?!" ujar Yona meninggikan suaranya, tetapi terdengar goyah.

Dave mengerjap-ngerjapkan matanya, menatap Yona. "Saya memang manusia. Serius."

Pernapasan Yona tidak stabil. Semua pemikiran buruk memenuhi kepalanya. Ia menatap Dave dari bawah hingga atas, lelaki itu murid DHS juga. Bagaimana bisa Yona seceroboh ini hingga salah satu temen sekolahnya melihat wujud ia yang sebenarnya?

Menggigit bibirnya yang bergetar. "Lo beneran murid DHS?"

Dave mengangguk.

Yona berganti menggigit kukunya, ia harus menemukan jalan keluar. Menatap Dave yang masih berdiri di hadapannya, ia mendadak memegang kedua bahu lelaki itu. "Dengerin gue, yang lo liat di supermarket kemarin itu bukan gue. Jangan pernah omongin ini sama yang lain. Oke?"

"Saya tidak pernah berbicara dengan yang lain," ucap Dave pelan.

"Oke. Jadi lo lupain aja tentang kemarin. Anggap aja itu nggak ada."

"Bagaimana saya anggap itu tidak ada kalau hal itu nyata adanya? saya tidak bisa berbohong."

Yona berdecak kuat. "Gue nggak nyuruh lo berbohong tapi gue nyuruh lo cukup lupain aja kejadian kemarin."

"Kenapa harus dilupakan?"

"Karena itu nggak penting!" ucap Yona menyentak.

Melihat Yona hampir menangis membuat Dave tertegun. Ia bisa melihat jika ada sesuatu yang tidak beres dari gadis ini. Perlahan Dave mengangguk setuju.

Yona menghela napasnya. Ia memperbaiki keadaannya sejenak, lalu menatap Dave lagi. "Bagus. Dan anggap aja hari ini lo dan gue nggak pernah ketemu. Anggap aja hari ini lo nggak tau gue. Gue pergi dulu," pamitnya meninggalkan Dave yang terdiam saja.

🍃🍃🍃

Meski Yona sudah mendapatkan persetujuan dari lelaki itu, tetapi ia tetap saja tidak bisa bernapas lega. Bisa saja Dave membohonginya. Bisa saja Dave melanggar janjinya dan menyebarkan berita itu di sekolah. Yona tidak pernah setakut ini, ia benar-benar takut ketahuan. Sejak semester akhir kelas sepuluh, Yona sudah merangkai berbagai ceritanya, dan belum pernah ada yang curiga atau bahkan seseorang mengetahui wujud aslinya.

Dulu, ia adalah gadis baik dan jauh dari perbuatan seperti ini. Dahulu orang tua Yona adalah golongan kelas atas. Tetapi itu sudah berlalu karena Herman bangkrut dan membuat pria itu seperti orang stres jika di rumah. Dahulu, hidup Yona bagaikan surga, tetapi semesta membalikkan hingga hidupnya bagaikan neraka. Semuanya sudah lampau, sudah menjadi kenangan dan hanya bisa meninggalkan berjuta luka untuknya.

Dan jika kebohongannya terungkap, maka tidak ada lagi harapan di kehidupan Yona.

"Lo kenapa? Sakit?" tanya Cinta, teman duduknya.

"Enggak apa-apa," jawab Yona tersenyum.

Cinta hanya mengangguk. Lalu kembali melanjutkan catatannya. Sementara Yona terus gelisah di tempatnya, mencoba mencari jalan keluar lagi agar ia bisa tenang.

Di sela-sela diamnya mencoba berfikir, tiba-tiba saja mejanya bergeser karena Revian—teman kelasnya yang tidak punya tujuan hidup tidak sengaja menabrak mejanya. Tetapi itu cukup membuat emosi Yona terpancing.

"Lo masih punya mata nggak sih?" tanya Yona berdiri.

Revian menoleh ke arahnya dengan perasaan malas. "Enggak. Kemarin mata gue udah gue jual."

Yona berdecih. "Kenapa nggak sekalian aja nyawa lo yang dijual? Biar dunia ini nggak perlu punya sampah seperti lo?"

Lelaki berpenampilan acak-acakan itu tidak menjawab. Ia hanya melempar tatapan penuh arti lalu melenggang pergi, tentu saja Revian akan bolos lagi untuk kesekian kalinya.

Yona berdecak kesal sendiri. Ia tahu kata-katanya terlalu berlebihan. Sebenarnya ia hanya berupaya membuat Revian sadar, agar menjadi manusia yang lebih kuat lagi. Melihat seseorang yang seperti menyerah atas hidupnya membuat emosional Yona meningkat. Ia hanya marah. Di sisi lain ia berusaha keras menjadi seseorang yang kuat dan tidak menyerah pada takdir yang telah ditetapkan, tetapi mengapa ada seseorang yang rapuh sepertinya malah putus asa begitu saja? Seseorang bernasib dengannya sepatutnya berjuang, meraih hidup yang diinginkan, bukan malah berserah diri sepenuhnya. Bagi Yona, itu sama saja membodohkan diri sendiri.

🍃🍃🍃

"Yon, lo mau pesan apa?" tanya Mega

Yona tidak berbicara, ia terdiam sambil mengigit kukunya, pertanda sedang merasa gelisah dan tidak aman.

"Yon!" panggil seorang gadis yang kini berjalan setengah lari kearahnya. Kali ini perhatian Yona teralihkan, ia memandangi Beby yang memasang senyum cerianya. "Selamat ya! Lo bener-bener udah official jadi ketua Cheers!"

Gadis itu terkekeh, ia membalas pelukan Beby sekilas. "Thanks, Beb. Tapi lo nggak asik, ah, masa sakit di hari peresmian gue." Yona sedikit cemberut.

"Wah, berarti gimana kalau sekarang aja lo traktir kita, Yon? Kan, Beby udah datang. Member Cheers udah lengkap. Gimana-gimana?" tanya Mega bersemangat sambil menatap seluruh member Cheers yang kompak mengangguk setuju kecuali Devina.

"Ngapain minta traktir di kantin? Kenapa nggak di luar aja? Lo mau remehin Yona dengan minta dia traktir kita di kantin aja, Meg? Level Yona traktir kita, kan, di restoran mewah. Udah, entar malam minggu aja lo traktir kita gimana, Yon? Gue punya rekomendasi restoran yang cakep tempat kita semua bersenang-senang?" tawar Devina.

"Hah?" Yona belum mempersiapkan apapun untuk menghadapi ini. Sesaat ia kebingungan harus bagaimana, tetapi detik kemudian ia mengangguk tanpa ragu. "Boleh. Gue traktir sekarang di kantin aja, atau entar malam minggu?" tanya Yona menggigit pipi dalamnya, berharap pilihan teman-temannya tidak terlalu menyusahkan.

"Sekarang aja gimana, guys? Kebetulan gue lagi lupa bawa dompet dan cuma bawa duit dikit. Engga bakal cukup bayar makanan gue." Dian—salah satu member Cheers ikut berbicara.

"Oke, sekarang aja." Beby angkat suara. "Lagian kasian Yona, pasti duit bulanannya terkuras banyak gara-gara kita."

Yona menggeleng, "nggak apa-apa. Duit gue masih banyak kok. Entar kalau habis gue minta lagi. Bokap-nyokap gue nggak pelit orangnya."

"Yaudah kalau gitu. Sebagai perayaan terpilihnya Yona, dia bakal traktir di kantin sekarang, dan entar malam minggu juga?" Mega melempar pandang, dan semuanya mengangguk setuju lagi.

"Ide bagus." Yona mengangguk juga. Raut wajahnya memang seperti biasa, seolah tidak ada apa-apa, tetapi dalam hati ia terus berpikir bagaimana caranya nanti ia bisa membayar semua tagihan itu.

🍃

Teman-temannya memang tidak pernah bercanda ketika meminta traktiran darinya. Mereka semua memang hanya memesan satu makanan dan satu minuman saja, tetapi mereka langsung memilih menu paling mahal di sekolah ini. Hingga uang tiga ratus ribunya tidak cukup membayar.

"Dek, mau bayar cast atau pakai cara lain?" tanya kasir kantin DHS itu ramah. Sekolah ini lumayan luar biasa hingga memiliki berbagai cara jika ingin membayar tagihan.

"Cash, Kak," jawab Yona. Ia mengigit bibir bawahnya. Melihat total harga membuat ia berdiri diam sambil meremas uangnya yang tidak cukup. Yona harus bagaimana?

"Jadi gimama, Dek?" tanya kasir itu lagi. Antrian makin panjang karena Yona terlalu lama diam berpikir.

"Ah iya Kak—aduh!" Tiba-tiba antrian itu pecah hingga membuat Yona yang tadi ingin mencari uang di sakunya lagi mendadak terhuyung ke depan dan menabrak meja kasir. Gadis itu berbalik, menatap tajam beberapa junior yang ingin membayar juga.

"Lo semua bisa tenang nggak, sih? Lo harus antri, jangan menerobos gitu aja," ucap Yona kesal, lalu berbalik lagi menghadap penjaga kasir itu sambil merogoh sakunya. Ketika merasa sesuatu, ia langsung meraih itu dan melihat beberapa lembaran uang merah ada di dalam sakunya. Gadis itu mengernyit bingung sesaat tetapi langsung membiarkan semua uangnya untuk membayar.

"Duit gue beranak?" tanya pada diri sendiri sambil berjalan keluar dari kantin.

Yona menggeleng. "Nggak mungkin." ia mencoba melihat sekelilingnya, merasa ada yang aneh.

"Ah, bodoh amat. Yang penting gue bisa bayar."

Tidak ingin pusing lagi Yona terus berjalan. Melewati koridor yang penuh dengan murid lelaki. Yona tidak merasa menciut, ia malah berjalan cepat agar bisa bertukar sapa.

"Eh, bidadari surgaku datang," ucap Beno—salah satu temannya di IPS 1.

"Apaan, sih, lo. " Yona terkekeh.

"Iya lo, No. Apaan banget godain jodoh gue," ujar Fuji. "Yon, gimana kalau entar malam kita jalan bareng? Kebetulan gue abis dapat bonus, jadi bisa traktir lo shopping sepuasnya. Gimana?"

"Boleh!" jawa Yona semangat. "Kebetulan juga gue mau pergi kemarin tapi nggak jadi-jadi."

"Wah beneran?" Fuji menatap Yona tidak percaya.

"Jangan sama Fuji, Yon. Sama gue aja, lo bisa shopping ke luar negeri bareng gue. Fuji masih terlalu miskin buat bidadari sempurna seperti lo." Milo ikut-ikutan.

"Diem lo es kapal Milo. Yon, kamu nggak usah dengerin dia. Aku emang nggak menawarkan kamu sesuatu yang mewah, aku cuma bisa menawarkan kamu jalan menuju Jannah, bersama dengan aku sebagai pasangan yang halal. Yuk, kita ke KUA sekarang."

Detik setelahnya sebagian murid lelaki IPS 1 kompak menyerbu Aji yang tadi berbicara. "Sok iye lo Pak Aji."

Yona tertawa melihat itu. Hal seperti ini yang ia suka, menjadi rebutan dan mendapatkan tawaran menggiurkan seperti tadi. Berkat semua lelaki yang memujanya, Yona berhasil hidup dengan penampilan seperti orang berada. Mendapatkan apapun yang ia mau, dengan cara memunculkan diri pada teman-teman lelakinya.

Gadis itu terus tertawa karena Aji benar-benar diserbu oleh teman-temannya hingga memekik minta pertolongan. Semua gadis-gadis IPS 1 hanya bisa memandangi Yona merasa iri. Ingin berteman dengan Yona juga tetapi tahu diri jika gadis itu bukan gadis sembarangan yang ingin berteman dengan siapa saja. Yona cantik—nyaris sempurna. Kaya, pandai bergaul, memiliki banyak pengagum dan tentu memiliki teman-teman berkelas disetiap sudut sekolah ini.

"Gue balik dulu, ya, kalau gitu. Telpon gue kalau ada apa-apa. Oke?" ucap Yona melangkah meninggalkan teman-temannya. Beberapa detik ia melangkah biasa saja, tetapi mendadak langkahnya melemah ketika melihat Dave muncul lagi di hadapannya. Lelaki itu berjalan tegak, menghampiri dirinya yang mendadak kaku.

Tidak memperdulikan apapun lagi, Dave mengambil langkah besar agar cepat sampai dan setelahnya langsung meraih tangan Yona. Membawa gadis itu pergi begitu saja dan membuat suasana berisik tadi seketika hening. Tertegun dengan kelakuan manusia robot itu.

Sepanjang perjalanan, semua mata tertuju pada mereka. Yona tidak meronta, hanya menatap tangannya yang ditarik tanpa izinnya. Mengikuti Dave yang kini berbelok menuju daerah yang sepi. Ia menatap Yona lurus, tanpa berkedip.

"Lo ngapa—"

"Nama saya Dave," ucapnya memotong ucapan Yona.

"Gue ngg—"

"Saya tidak punya teman," ucapnya lagi tanpa membiarkan Yona melanjutkan ucapannya.

"Gue nggak peduli! Gue mau pergi!" ujar Yona berusaha mengambil langkah tetapi Dave menghadang.

"Saya tidak menyuruh kamu peduli," ujar Dave tenang.

"Gue udah bilang, ya, sama lo. Anggap aja kita nggak pernah ketemu! Anggap aja lo ngga tau gue!" Yona mulai emosi. "Mau lo apa, sih? Lo mau uang tutup mulut? Oke, nanti gue tranfer. Tulis nomor rekening lo di sini sekarang!" Gadis itu menjulurkan ponselnya.

"Saya tidak mau apa-apa. Saya hanya mau jadi teman kamu. Bisa?"

Yona berdecih. "Mau jadi temen gue? Emang lo siapa?" Ia menghela napas. "Lo mau pergi dari hadapan gue sekarang atau gue yang bikin lo pergi selamanya?"

"Kamu tidak mau berteman dengan saya? Kenapa?"

"Karena gue nggak sudi punya teman seperti lo!" sentak Yona.

Dave terdiam. Ia memandangi Yona lamat-lamat seraya mengambil satu langkah agar semakin menyudut gadis itu. "Yakin tidak mau jadi teman saya? Kalau saya bilang akan menyebarkan hal kemarin bagaimana? Kamu tetap tidak mau jadi teman saya?"

"Lo ngancem gue?"

"Saya tidak mengancam, hanya memberikan penawaran. Jadi teman saya, atau rahasia kamu saya bongkar. Jadi kamu pilih opsi mana?" tanya Dave tenang lagi. Ia menatap Yona intens. Tubuh gadis itu perlahan bergetar, matanya mulai berkaca-kaca tetapi membalas tatapan Dave tajam. Benar dugaannya, ada yang tidak beres dengan gadis ini. Setelah melihat Yona mentraktir semua temannya tetapi ia tidak sanggup membayar membuat Dave harus turun tangan membatu gadis itu.

Mengambil keputusan menjadi teman Yona adalah yang terbaik. Selain untuk berlindung, prioritas keduanya adalah melindungi gadis yang sudah ia klaim menjadi takdirnya setelah malam itu. Gadis yang tanpa sadar membuatnya telah mengeluarkan banyak kata selama hidupnya di dunia ini.


3041 words, done!

Tq ya buat semua komen2 antusiasnya♥ Coba kamu komen disini knp mau baca cerita aku ini? Wajib komen nin! Butuh asupan semangat♥

Btw, jangan lupa follow ig ini 👇👇

-asmahafaaf
-daydreamproject10
-yonafarestaivory
-dave_saja
-astroies.e


Komen byk2 yo, biar aku makin sayang. Oke, lop u geng♥

Paypay. Follow wpku AsmahAfaaf ♥♥♥

Revisi; 23/07/2020

Continue Reading

You'll Also Like

549K 44.4K 46
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...
218K 20.5K 72
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
961K 70.6K 72
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
344K 24.3K 19
Seorang remaja bernama Arshaka Jocasta yang menjadi pusat obsessi para sahabatnya. Arshaka mengidap penyakit langka. Sindrom Kleine-Levin. Di mana s...