Diabolus

By Dillaft

576K 86.6K 19.6K

(Mengandung adegan kekerasan dan kata-kata kasar) Bona, gadis keturunan campuran manusia-iblis yang seratus t... More

Prolog
One: I am Diabolus
Two: Blood
Three: History Of Diabolus
Four: Akennaton
Five: Right hand
Six: Why?
Seven: Good bye, Papa
Eight: The Real King
Nine: Blue Eyes
Eleven: The Fake Princess
Twelfe: Defeat or Death?
Thirteen: Not a Slap, But a Hug
Fourteen: The New Lie
Fifteen: Raxil
Sixteen: The Dark Side Of Psycho
Seventeen: Become a Queen
Eighteen: Women and Weapon
Nineteen: Socialite Woman
Twenty: Angel Of Death
Twenty One: War Of the Underworld
Twenty Two: The King Of The North
Twenty Three: Mine
Twenty Four: Gossip
Twenty Five: An Aroggant Man
Twenty Six: Not Now
Twenty Seven: Crazy Suggestion
Twenty Eight: We Are Family
Twenty Nine: Someone Between You and Me
Thirty: Dangerous Man
Thirty One: Crazy Speculation
Thirty Two: An Enemy
Thirty Three: Great King Of The Past
Thirty Four: Love Is Weakness
Thirty Five: Wasted Women
Thirty Six: What Do You Know About Me?
Thirty Seven: Dark Version of Cinderella
Thirty Eight: Another Ruler
Thirty Nine: Life For Life
Forty: Dark and Light
Forty One: Innocent Creature
Forty Two: Mystery Of The South
Forty Three: Concubine Charade
Forty Four: Secret in the Hereditario Book
Forty Five: Cruel Past
Forty Six: Akennaton Woman
Forty Seven: The Gladiator
Forty Eight: The Dark Side Of Sacrifice
Forty-Nine: Happines Becomes Disaster
Fifty: The Stupidest Creature on Earth
Fifty One: Despair
Fifty Two: Hope and Help

Ten: Seducer

14.5K 2.2K 204
By Dillaft

Menjelang malam, Bona dan dua pelayannya memantau laut dari balik jendela. Mereka mengawasi para Diabolus Asten keluar dari permukaan laut dengan bersembunyi di dalam bola-bola air agar pakaian mereka tidak basah. Bak kupu-kupu tanpa sayap, mereka berbondong-bondong terbang menuju Clan Aneor untuk menghadiri pesta.

Hal tersebut masih berlanjut. Bona sendiri menanti kemunculan bola air yang ukurannya paling besar daripada bola air lainnya. Pastilah pemilik bola air tersebut, ialah Eduardo dan Casmira.

Gelsy geleng-geleng takjub, "Mereka seperti semut."

Damares menarik tangan Gelsy agar kepala gadis itu tetap menunduk di bawah daun jendela, "Jangan banyak bergerak! Biarkan nona yang mengurusnya. Tugasmu belum sekarang."

Damares sendiri masih terlihat cemas. Rautnya yang penuh akan kegelisahan menunjukkan keraguan pada rencana Bona yang dianggapnya gila. Damares tahu bahwa rencana tersebut pastilah memiliki akibat yang berbahaya. Namun, yang lebih dikhawatirkan oleh Damares, adalah keselamatan tuannya.

Yang dinanti akhirnya menampakkan diri. Bola air sang Penguasa Asten keluar dari permukaan laut. Dua gelembung transparan tersebut pecah. Sehingga menyisakan Eduardo dan Casmira. Mereka memimpin Diabolus Asten menuju Clan Aneor.

Sekarang, giliran Bona yang beraksi. Dia bersama Gelsy dan Damares, menyiapkan keperluan yang telah tersusun rapi dalam rencana.

Damares mengambil tiga jubah berwarna hitam di dalam lemari lalu memberikan dua jubah pada Gelsy. Sehingga penyihir berambut ungu itu segera membantu Bona memakai jubah.

Kini mereka telah siap dengan jubah masing-masing. Bona membuka portal di dalam kamarnya lalu masuk ke dalam.

Berlatar koridor istana bawah laut Asten, mereka berjalan cepat dengan pandangan mengedar. Berjaga-jaga jikalau ada pengawal yang lewat.

Dinding istana yang transparan membuat Bona waspada. Sebab bisa saja ada diabolus atau kaum mermaid yang lewat.

Tak jauh dari pintu ruang takhta, reflek mereka merapatkan tudung jubah kala melihat dua pengawal yang berjaga. Mereka bersembunyi dibalik dinding saat salah satu pengawal tersebut menoleh.

Damares yang merasa tidak terbiasa dengan keadaan seperti ini tampak panik. Ia jarang melanggar perintah seperti Bona atau pun Gelsy. Namun, rasa khawatirnya pada Bona terpaksa membuatnya ikut andil dalam rencana gila ini.

"Apa yang harus kita lakukan, nona?" tanya Gelsy berbisik.

"Apa lagi? Gunakan sihirmu, bodoh!" jawab Bona balas berbisik.

Gelsy tepuk jidat, "Aku tidak membawa ramuan bubuk itu!" katanya panik. Menerima tatapan menyalahkan dari Bona membuatnya melanjutkan, "mana kutahu jika akan seperti ini."

Damares berdecak resah. Pria itu menoleh saat merasa diperhatikan oleh Bona dan Gelsy. Mereka menatap Damares penuh harap. Mengerti dengan maksud tatapan itu, lantas Damares berkata, "Aku berani bersumpah, aku tidak pandai berkelahi."

Bona tampak menahan kesal. Ia menoleh pada Gelsy, "Gunakan sihir transparan!"

"Apa nona lupa? sihir itu hanya mampu bertahan satu menit," Gelsy meragu.

"Dan aku tidak mau menyerah sebelum mencoba."

Segala penolakan telah Gelsy paparkan untuk meyakinkan Bona. Namun, jawaban gadis bermanik biru itu tetap sama. Sontak kegigihan Bona membuat Gelsy menyerah. Penyihir itu memejamkan mata dan mulai melafalkan mantera.

"Kau harus mengorbankan sepatumu, Damares," ujar Bona.

Damares menghela napas berat. Ia sudah menduga ini. Sebelum Gelsy menyelesaikan mantera, pria itu cepat-cepat melepas satu sepatunya. Di saat mantera telah bekerja, tubuh mereka mulai menghilang dan tampak transparan. Damares langsung melempar sepatunya di dinding hingga menimbulkan suara.

Pengawal yang berhasil dialihkan perhatiannya, sontak berlari menuju suara. Inilah kesempatan mereka. Bona bersama dua pelayannya berlari begitu cepat di sepanjang koridor. Suara langkah kaki mereka telah disamarkan oleh suara langkah kaki pengawal.

Di detik terakhir, mereka masuk ke dalam kamar. Di saat itu pulalah tubuh mereka kembali normal. Gelsy dan Damares mengatur napas. Sedangkan, Bona langsung menikmati kemewahan kamar tersebut dengan tatapan penuh minat.

Ini adalah rencana bagian pertama, memasuki kamar Casmira.

Sudah lama Bona tidak berkunjung ke kamar ini. Terakhir kala ia datang ke sini, Bona masih berumur sebelas tahun. Ia tersasar dan salah mengira bahwa kamar Casmira adalah kamar Ladarius, ayah mereka. Bona masih mengingat bagaimana marahnya Casmira saat Bona memergokinya tengah berciuman dengan diabolus lain hari itu.

"Cepat, nona. Pilih gaunmu! Kita tidak punya banyak waktu." Gelsy membuyarkan lamunan Bona.

Rencana bagian pertama, ialah mencuri gaun Casmira. Bona membutuhkan gaun indah untuk ke pesta, bukan gaun-gaun dengan desain lama di dalam lemarinya.

Gelsy membuka lemari Casmira. Ia dan Bona menatap isinya dengan takjub. Deretan gaun mewah dengan glitter beragam warna tampak memesona di indera mata.

Gelsy mengambil gaun warna ungu lalu menunjukkannya pada Bona. Senyuman penyihir itu melebar, seolah mengatakan bahwa gaun ungu itu, ialah pilihan tepat untuk sang nona.

Bona memerhatikannya. Model gaun tersebut memang lumayan, tetapi rendanya terlalu berlebihan, "Jangan mentang-mentang rambutmu berwarna ungu, kau memilih gaun ini untukku," katanya. Damares menahan tawa mendengarnya.

Gelsy mengembalikan gaun ungu tersebut ke dalam lemari dengan wajah cemberut. Ia kembali memilih gaun. Kali ini, pilihannya gaun berwarna biru, "Bagaimana, nona? Warnanya mewakilkan Clan Asten."

Gelsy benar, tetapi sayang, gaun itu tak cukup menarik perhatian Bona, "Aku sudah memiliki mataku jika itu alasannya."

Beberapa gaun telah Gelsy tawarkan setelah itu. Namun, alasan Bona pun semakin beragam untuk menolaknya. Alasan yang paling banyak, ialah ukuran yang kebesaran. Mengingat perawakan Casmira memang lebih tinggi daripada Bona.

Damares telah bosan menunggu di belakang. Dari dulu hingga sekarang, wanita memang selalu sibuk dengan keruwetannya dalam memilih pakaian. Padahal, banyak gaun menarik yang telah Bona lewatkan, yang sebenarnya gaun tersebut tampak cocok dan akan terlihat menarik bila Bona mengenakannya.

Merasa gemas dengan tingkah mereka, Damares akhirnya melakukan pergerakan. Ia berdiri di tengah-tengah mereka, mengambil gaun berwarna hitam yang sudah sedari tadi mencuri perhatiannya, lalu ia tunjukkan pada Bona, "Bagaimana kalau gaun ini saja?"

Gelsy melongo melihat selera Damares. Gaun hitam polos dengan lengan panjang, terlihat monoton dan tidak menggairahkan mata. Siapapun yang memakai gaun ini, pastinya akan terlihat seperti malaikat pencabut nyawa. Hanya memerlukan tongkat sabit saja agar penampilannya terlihat meyakinkan seperti grim reaper.

"Bagaimana kalau kau diam saja dan kembali menunggu di tempat semula?" tanya Bona dengan tatapan datar. Damares mengangguk pasrah dan menuruti perintah tuannya.

Perhatian Bona dan Gelsy kembali terpusat pada gaun-gaun indah di depan. Gelsy mengambil gaun berwarna merah. Kali ini, pilihan Gelsy berhasil menarik perhatian Bona. Gaun merah itu begitu elegan. Warnanya yang berkilau dapat membuat Si pemakai menjadi pusat perhatian.

"Lumayan untuk memamerkan keseksian," kata Gelsy centil.

Lagi-lagi disayangkan, Bona menemukan kekurangan gaun merah itu. Desain bagian depan terlalu terbuka, bisa memicu mata para pria untuk langsung memandang belahan dada Si pemakainya.

"Pamer apa? Payudaraku tidak sebesar itu, Gelsy." Bona geleng-geleng, "minggir. Pilihanmu buruk. Aku akan memilih sendiri," katanya.

Bona mulai menimbang-nimbang. Manik birunya bergerak ke kiri dan ke kanan berulang kali. Awalnya ia terlihat ragu, tetapi ia memantapkan pilihannya pada gaun berwarna putih. Gaun tersebut terlihat sederhana. Namun, desainnya begitu mewah. Bona tak menemukan kekurangan untuk dijadikan alasan mencari gaun lain.

"Jika tak bisa memamer bagian depan, mengapa tidak untuk bagian belakang?" Bona tersenyum lebar. Ia menunjukkan gaun putih tersebut pada Gelsy dan Damares. Gaun tanpa lengan yang memang bagian depannya tertutup, tetapi terbuka di bagian belakang.

Gelsy ikut tersenyum, "Pilihan bagus," katanya. Damares hanya mengacungkan jempol tanpa bersuara.

Bona membuka jubah, berniat memakai gaun putih tersebut. Saat ia mulai menanggalkan pakaian, Damares langsung berbalik ke belakang. Bona memang tak pernah malu bertelanjang di hadapan dua pelayannya. Karena hal itu memang sudah biasa di antara seorang tuan dan pelayannya. Bahkan terkadang Bona masih memerlukan bantuan Gelsy dan Damares untuk mandi. Hanya saja, Damares yang belum terbiasa untuk itu.

Bona menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun putih tersebut tampak begitu indah di tubuhnya. Punggungnya yang terekspos menambah kesan seksi yang tidak berlebihan. Yang dibutuhkan Bona sekarang, ialah riasan wajah.

Gelsy kembali ikut andil dalam hal ini. Ia menatap wajah Bona dari cermin, "Kau tidak perlu bedak, nona. Wajahmu sudah putih. Bahkan terlihat pucat. Kau hanya memerlukan pewarna bibir," katanya. Damares membenarkan.

Bona mengambil lipstik berwarna merah muda lalu memakainya. Damares dan Gelsy memberi Bona pujian melalui tatapan. Bona hanya tersenyum. Masih merasa kurang puas, ia menatap segala peralatan rias Casmira di atas meja. Dan parfumlah yang akan membayar kepuasannya. Lantas Bona memakainya, menyemprotkannya di depan, lalu menggoyangkan wajah, seolah ingin aroma parfum tersebut menyatu dengan wajahnya.

Rencana bagian pertama telah terlaksana. Yang perlu mereka lakukan hanya keluar dari kamar Casmira dan menarik perhatian pengawal dengan cara serupa dengan kembali mengorbankan sepatu Damares. Damares meyakini bahwa cepat atau lambat, Eduadro dan Casmira pasti akan datang dengan segala pertanyaan yang menjurus pada kecurigaan mereka mengenai sepatu Damares yang tertinggal di koridor istana bawah laut Asten.

Mereka keluar dari portal. Berlatar di dalam kamar Bona, mereka kembali menyiapkan keperluan sebelum berangkat ke Clan Aneor.

Gelsy mengambil dua botol ramuan bubuk di atas meja lalu mengambil sapu terbangnya di dalam lemari.

Ini adalah rencana bagian kedua. Ramuan bubuk pertama, akan membuat Gelsy dan Bona tak bisa dikenali oleh Eduardo dan Casmira ataupun diabolus Asten lain selama di pesta. Ramuan kedua, akan membuat tubuh Gelsy menjadi sangat kecil agar bisa bersembunyi disela rambut Bona. Tujuannya tak lain merupakan untuk melindungi sang nona dan mengawasi gadis itu bila ingin bertindak gegabah. Yang satu ini, merupakan ide Damares. Setelah itu, Gelsy dan Bona pergi maupun pulang menggunakan sapu terbang.

Gelsy membuka tutup botol ramuan bubuk pertama, "Kau siap, nona?" tanyanya. Bona mengangguk.

Damares menginterupsinya. Dengan raut khawatir ia berkata, "Nona, aku mohon pikirkan ini baik-baik. Aku tahu kau sangat mendambakan kebebasan, tapi rencana ini sangat berbahaya. Kau belum mengenal medan tempurmu. Kau tidak tahu siapa teman dan lawan di luar sana."

"Bagaimana aku bisa mengenalnya jika hanya berdiam diri di tempat persembunyian? Kita harus keluar untuk mengenalnya. Benar begitu bukan?" Bona tersenyum saat Damares menghela napas, "aku mengerti kecemasanmu. Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja," katanya.

Dengan berat hati, Damares terpaksa mengangguk. Ia memerhatikan Gelsy yang mulai melempar ramuan bubuk pertama ke atas. Sehingga berjatuhan ke tubuh Bona dan Gelsy.

Sekarang, ramuan kedua. Botol ramuan bubuk tersebut Gelsy serahkan pada Damares. Tanpa membuang waktu, Damares menuangkan ramuan bubuk tersebut pada Gelsy dari atas kepalanya. Setiap detik yang terlewatkan, tubuh Gelsy akan semakin mengecil hingga sekarang, ukuran tubuh Gelsy hanya sebesar jempol kaki Bona.

Bona naik ke sapu terbang lalu keluar dari kediamannya melalui jendela. Mereka menyusuri laut wilayah Asten. Gelsy yang sedang berdiri di pundak Bona, memegang erat rambut sang nona agar tidak terjatuh. Penyihir itu berusaha berkonsentrasi melafalkan mantera agar sapu terbangnya dapat terus terkendali.

Namun, pekikan riang Bona cukup menganggu. Bona berteriak kegirangan. Memandang keindahan laut dari bawah sungguh menakjubkan. Gadis itu merentangkan tangan dengan mata terpejam, menghirup udara yang begitu melegakan, seakan berhasil membebaskannya dari kegelapan yang menjerat.

Pemandangan laut telah berganti menjadi hutan. Mereka memasuki wilayah Clan Aneor. Pemandangan yang terlihat lebih menakjubkan membuat Bona semakin kegirangan. Teriakan gadis itu semakin memekakkan telinga. Sialnya, telinga Gelsy berada tepat di samping mulut Bona.

Celakanya, Gelsy hilang konsentrasi. Lantas sapu terbang mulai tak terkendali. Tubuh mereka mulai terhuyung ke kanan dan kiri.

"Ada apa ini?" tanya Bona panik. Ia berpegang erat pada gagang sapu. Begitu pula Gelsy yang memegang erat rambut Bona agar tak terjatuh.

"Nona menganggu konsentrasiku!"

"Lakukan sesuatu!"

Gelsy mencoba untuk berkonsentrasi dan kembali melafalkan mantera. Namun, sapu terbang tetap tidak terkendali. Mantera yang diucapkan Gelsy justru membuat kecepatan sapu terbang bertambah.

Saat istana Clan Aneor mulai terlihat, kecepatan sapu terbang mereka semakin cepat. Sapu terbang tersebut melaju ke bawah. Sontak Bona dan Gelsy berteriak panik. Bona melindungi wajahnya dari ranting-ranting pohon.

Mereka jatuh tepat di depan istana. Syukur mereka jatuh di atas rumbut. Bila jatuh di bebatuan, mungkin marabahaya baru yang menimpa.

Bona berdiri lalu membersihkan gaunnya. Wajah gadis itu terlihat kesal. Terlebih saat ia menyadari bahwa sudah tidak ada diabolus yang berdatangan, membuatnya tahu bahwa ia sudah terlambat. Lantas kekesalannya bertambah. Ia berkata, "Payah!"

Gelsy yang berdiri di samping kaki Bona menyahut, "Jika nona tidak menganggu konsentrasiku, ini tidak akan terjadi."

"Kau menyalahkanku?" Bona menoleh ke bawah, "dari dulu kau memang tidak bisa mengendalikan sapu terbangmu!"

"Oh, ayolah, nona. Maafkan aku. Kau akan tampak jelek jika berpesta dengan wajah kesal seperti itu."

Bona terlihat semakin kesal. Gelsy hanya menyengir. Penyihir berambut ungu itu terlihat panik saat Bona berniat meninggalkannya, "Nona, jangan tinggalkan aku!"

Bona berdecak lalu mulai berjalan ke depan. Gadis itu berteriak saat dikagetkan oleh keberadaan seekor burung yang sangat besar.

"Itu burung phoenix, nona," ujar Gelsy. Ia menatap binatang bersayap berbulu emas itu dengan takjub, "mereka biasanya tunggangan penguasa Clan Akennaton."

Bona tampak risih saat burung phoenix itu menatapnya. Cepat-cepat ia mengambil Gelsy lalu menaruhnya di atas pundak kemudian segera masuk ke dalam istana Aneor.

Di dalam istana, kekesalan Bona akhirnya sirna. Diabolus-diabolus tengah berdansa di bawah alunan musik. Senyuman manis terukir di bibirnya. Kegembiraan mereka seolah tertular pada Bona.

"Kita terlambat, nona, tapi baguslah. Kita bisa pulang cepat," ujar Gelsy bersembunyi disela rambut Bona. Namun, Bona tak menanggapi.

Bona berjalan di tengah-tengah para diabolus, memerhatikan gerakan tubuh mereka yang tampak lihai berdansa.

Kekaguman Bona selanjutnya, ialah dekor seluruh ruangan. Ruangan tersebut didominasi oleh warna hijau, warna yang sudah menjadi ciri khas Aneor, warna alam. Sofa-sofa yang berlilit daun ditepinya telah tersedia di setiap sisi ruangan untuk tamu undangan. Bohlam-bohlam lampu dengan warna beragam tergantung indah di atas. Jangan lupakan jamuannya, bukan berupa makanan, melainkan makanan yang sudah seharusnya disantap oleh diabolus, yakni asap dosa manusia. Di tengah-tengah ruangan, ada sebuah pohon besar yang mengeluarkan asap dosa manusia. Tentu ini merupakan kesenangan bagi diabolus.

Setidaknya, pesta Aneor telah membuat Bona benar-benar kagum. Kala Bona dan Gelsy masih memanjakan pandangan, seorang pria yang diyakini seorang bangsawan, menghampiri Bona.

Pria itu menunduk dan mengulurkan tangan, "Izinkan aku menjadi pria beruntung dengan menjadi teman dansa gadis cantik sepertimu, nona."

Bona tersipu. Gelsy dengan mulut sialannya berkata, "Halah. Pria banyak gombal itu penuh omong kosong, nona. Dia menatapmu dengan tatapan mesum. Lihatlah ke bawah! Ada yang menonjol keluar!" bisiknya.

Bona mengikuti arah pandang Gelsy. Perkataan Gelsy benar. Lantas pipi Bona semakin memerah. Dengan halus ia menolak, "Percayalah, tuan. Aku bukan gadis yang tepat untuk dijadikan teman dansa," katanya. Lalu meninggalkan pria itu.

Di saat Bona berniat untuk mencari seseorang yang bisa diajak mengobrol, ia tak sengaja melihat keberadaan Eduardo dan Casmira. Kedua kakaknya itu tengah berdansa dengan pasangan masing-masing. Meski, Bona tahu bahwa mereka tak bisa mengenalinya, Bona tetap merasa panik.

"Tenang, nona. Lord Eduardo dan Lady Casmira tidak akan bisa mengenali kita." Gelsy mencoba untuk menenangkannya.

"Bagaimana jika sihirmu tidak bekerja?"

"Ayolah, nona. Jangan ragukan ramuanku kali ini. Aku yakin, aku tidak salah resep atau mantera."

Mungkin berdiam diri di pojok ruangan akan cocok untuknya. Setidaknya, selama sesi dansa masih berlangsung. Setelah selesai, Bona akan mencoba bergaul dengan diabolus lain. Pandangan Bona mengedar, mencari tempat yang pas untuk mengamati dansa para diabolus.

Bona menoleh ke belakang dan tak sengaja bertemu pandang dengan seorang pria tampan.

"Sial. Dia tampan sekali, nona. Apa dia sedang menatapmu?"

"Sepertinya begitu. Diamlah, Gelsy! Kau terlalu cerewet!"

Bona mencoba untuk kembali pada tujuan awalnya, tetapi niatnya tertunda kala pria itu berjalan menghampirinya.

Di tengah perjalanan, pria itu tiba-tiba berhenti melangkah. Kepalanya tertunduk. Pandangannya terlihat meragu.

Bona masih menatap dan menunggu kedatangan pria itu. Ia menunda niat awalnya. Sebab ia tahu bahwa dirinya, ialah arah yang dituju kaki pria itu.

Di saat kepala pria itu terdongak dan mereka kembali bertatap muka, Bona tersenyum, ingin menghilangkan keraguan pria itu bila memang ada. Lantas pria itu kembali menghampiri Bona.

Saat mereka telah berhadapan, Bona bisa melihat wajah pria itu lebih jelas. Bona akui bahwa pria itu memang tampan. Manik hitamnya sepekat rambutnya. Tatapannya terlihat dingin dan tak tersentuh. Bona tak bisa menebak isi pikirannya. Namun, jika dilihat dari tatapan, Bona dan Gelsy hanya bisa menduga bahwa pria itu hanya sekedar ingin meminta bantuan ataupun ingin bertanya.

"Tatapannya terlihat menyeramkan, nona," bisik Gelsy. Meski, bukan dirinya yang ditatap, Gelsy yang merasa tak nyaman saat pria itu menatap nonanya begitu intens.

"Ada yang bisa kubantu?"

Suasana menjadi canggung saat pria itu diam saja dan hanya menatap Bona. Butuh waktu yang lama bagi pria itu untuk menjawab, "Mengapa kau menatapku?"

Bona kebingungan, "Karena kau masih menatapku," melihat sorot tak puas di mata pria itu membuat Bona melanjutkan, "aku merasa ada seseorang yang menatapku. Saat aku berbalik, seseorang itu dirimu."

"Kau tidak tahu siapa aku?"

Bona menggeleng perlahan. Ia mulai merasa bingung. Meski begitu, Bona tak berniat pergi dan masih ingin mencari tahu apa yang diinginkan oleh pria itu.

"Aku Milson Akennaton."

Gelsy terkejut mengetahuinya, "Astaga. Kau harus berhati-hati, nona."

Bona terlihat biasa saja, tetapi juga tak menyangka bahwa ia bisa bertemu secara langsung dengan Milson. Tak ingin diganggu oleh Gelsy yang selalu saja merusak suasana, sontak Bona mengibas rambutnya ke belakang. Sehingga membuat Gelsy terjatuh ke lantai.

"Nona!" Gelsy berteriak dan meringis saat pantatnya mendarat di lantai. Penyihir berambut ungu itu kembali berteriak saat Bona menendangnya agar menjauh.

Bona kembali memusatkan perhatiannya pada Milson, pria yang selalu memenuhi pikirannya ketika ia dan Damares belajar sejarah diabolus. Bona tentu mengetahui pria ini, pria yang katanya merupakan reinkarnasi dari raja pemberontak dan seorang pria yang sering menerima perlakuan tidak adil dari keluarganya sendiri. Pada beberapa waktu, Bona selalu berpikir bahwa ia bernasib serupa dengan Milson. Hanya saja penyebabnya yang berbeda.

Mungkin ia dan Milson bisa berteman baik. Lantas Bona mengulurkan tangan. Awalnya, Milson terlihat bingung, tetapi ia ikut mengulurkan tangan. Sehingga mereka berjabat tangan.

"Bona," kata Bona memperkenalkan diri dengan senyuman manis, "aku Bona Asten," katanya sekali lagi. Entah apa yang dipikirkan Bona saat ia berani menyebut marganya. Milson sudah pasti langsung tahu bahwa Bona adalah seorang puteri Asten. Mungkin jika diabolus lain yang mendengarnya akan langsung kebingungan. Sebab selama ini, dunia alam bawah tahu bahwa Clan Asten hanya memiliki satu puteri, yaitu Lady Casmira. Namun, untunglah Milson tak terlalu memerdulikan kenyataan itu.

Saat tangan Bona tergerak ingin mengakhiri perkenalan mereka, Bona dikejutkan kala Milson mencengkeram tangannya, menariknya lebih dekat hingga punggung Bona berada dalam rengkuhannya. Tangan Milson yang terasa begitu hangat di punggung Bona meninggalkan jejak geli. Wajah Bona memerah. Ia tak pernah sedekat ini dengan pria asing.

Tatapan intens Milson membuat Bona gugup setengah mati. Terlebih saat Milson berucap, "Ingin berdansa?" bulu kuduk Bona meremang mendengar suara baritonnya.

Aura Milson terlalu mendominasi. Bona tak kuat menahannya. Bona mencoba untuk menjauh, tetapi tangan Milson tak ingin beranjak dari punggungnya. Bona mencoba untuk tersenyum dan memindahkan tangan Milson dari punggungnya. Namun, Milson justru beralih menggenggam tangannya. Sontak Bona berkata, "Aku penari yang buruk, Lord. Kau bisa mencari gadis lain untuk mendapatkan gerakan dansa yang sempurna."

"Aku bukan tipe pria seperti itu, Lady. Sekalinya aku memilih, pilihanku tak akan jatuh pada pilihan lain. Aku memilihmu malam ini," ujar Milson. Ia mengeratkan genggamannya pada Bona ketika gadis itu mencoba melepasnya.

Bona tersenyum, membuat Milson lagi-lagi terpukau padanya. Gadis itu berkata, "Bagaimana kalau kita berbincang saja?"

"Bagaimana kalau kita berdansa sambil berbincang?" Milson balas bertanya.

Pria ini sungguh pemaksa. Bona hanya mampu tertawa, "Kau sangat aneh! Bagaimana mungkin kau mengajakku berdansa dengan wajah seperti itu?" tanyanya. Ia menatap wajah Milson, yang begitu datar tanpa ekspresi.

Milson menarik tangan Bona agar kembali mendekat, "Lalu wajah seperti apa yang kau inginkan? Akan kuberikan."

Senyuman Bona memudar. Ia mulai terbawa pesona Milson. Jarak wajah mereka yang begitu dekat membuat Bona tak bisa berpaling. Gadis itu akhirnya menjawab, "Aku hanya menginginkan wajahmu," katanya. Milson sudah langsung mengerti bahwa Bona akhirnya menerima tawarannya untuk berdansa.

"Aku peringatkan, aku tidak tahu berdansa," ujar Bona.

Alis Milson terangkat. Pria itu menatap kakinya. Sehingga Bona mengikuti arah pandangnya. Bona yang mengerti maksud pria itu sontak berkata, "Itu sungguh tidak sopan, Lord. Aku tidak mau menginjak kakimu."

"Aku mengizinkanmu, Lady," kata Milson. Pria itu tersenyum tipis, mencoba meyakinkan Bona.

Bona terlihat ragu. Ia menginjak kaki Milson lalu menatapnya, berjaga-jaga bila Milson merasa kesakitan. Namun, raut wajah pria itu terlihat biasa saja. Lantas Bona tersenyum. Tangan hangat Milson kembali terasa di punggung Bona. Di bawah alunan musik klasik, mereka akhirnya mulai berdansa.

Milson menggerakkan kakinya ke kiri lalu ke kanan berulang kali. Yang perlu Bona lakukan hanyalah berdiam diri dengan mengalungkan tangan di leher Milson.

Bona terlihat senang dan menikmati kebersamaan mereka. Senyuman gadis itu membuat Milson tak memiliki minat untuk memandang arah lain. Milson tahu bahwa tatapan meremehkan masih tertuju padanya. Bahkan sekarang telah tertular pada Bona. Mereka menganggap Bona bodoh karena bersedia berdansa dengan Milson. Namun, Milson sungguh tidak perduli. Yang jelas, arah pandang Milson malam ini, hanya untuk Bona.

"Apa tersenyum adalah salah satu cara wanita untuk menggoda pria?" Milson mulai membuka perbincangan.

Bona mengedikkan bahu, "Seharusnya kau tidak bertanya padaku. Nilailah sendiri dengan pandanganmu. Kau adalah pria dan pria banyak tahu tentang wanita," kata Bona tersenyum.

"Berarti aku termasuk pengecualian."

Alis Bona terangkat sebelah, "Lalu pria seperti apakah dirimu, Lord?"

"Aku bisa menjelma menjadi banyak pria, tapi yang akan kuberitahu padamu hanya diriku yang malam ini. Malam ini, aku adalah pria yang akan terus menatapmu."

Bona tersenyum geli, "Maka aku adalah gadis yang akan terus membalas tatapanmu."

Untuk sejenak, Milson menghentikan dansa mereka. Pria itu menatap Bona dengan dada bergemuruh. Matanya yang mulai bersorot berbeda mengatakan bahwa Milson menginginkan hal lain. Mata pria itu tertuju pada bibir Bona, tetapi Milson menahannya sekuat tenaga.

Milson mencoba mengalihkan hasratnya dengan berkata, "Sejak tadi kau selalu tersenyum padaku."

Dahi Bona berkerut, "Tunggu. Apa kau berpikir bahwa aku sedang mencoba menggodamu?"

"Bukankah memang begitu?"

Bona menatapnya tak percaya, "Coba lihat, sebenarnya siapa yang penggoda di sini? Sejak tadi, kau selalu ingin menyentuhku, Lord."

Milson tersenyum miring, "Itu memang benar, Lady."

"Mengapa kau begitu tak sopan berani mengakuinya?"

"Lalu apa tujuanmu memakai gaun dengan punggung terbuka seperti ini selain mencoba untuk mencuri perhatian pria?"

Wajah Bona memerah malu. Ia turun dari kaki Milson lalu menjauhkan tangan pria itu dari punggungnya. Namun, Milson begitu posesif. Ia menarik tangan Bona lalu kembali memegang punggung gadis itu.

Bona terlihat tidak nyaman. Berbagai pikiran negatif bahwa Milson adalah pria yang hanya ingin berniat mesum padanya mulai menyerbu. Bona tak mampu menyembunyikan kegugupannya kala Milson tersenyum. Pria itu sangat seksi. Bona mengakuinya. Sadar atau tidak, sejak tadi, keduanya telah saling menggoda satu sama lain.

"Jika memang perkataanku benar, selamat Lady Bona, kau berhasil mencuri perhatian seorang pria. Dia adalah aku. Izinkan tanganku menutup punggungmu. Aku tidak mau kau mencuri perhatian pria lain. Cukup aku saja. Aku ingin kau hanya bersamaku malam ini."

Bona tersipu. Ia menunduk malu. Namun, Milson mengangkat dagunya. Sehingga pandangan mereka kembali bertemu, "Aku tidak suka kau mengalihkankan pandangan. Seperti katamu tadi, malam ini kau adalah gadis yang akan terus membalas tatapanku."

Bona tersenyum. Padahal, sebenarnya ia hanya bercanda mengenai hal itu. Rupanya Milson beranggapan lain. Ia menganggapnya serius.

"Bagaimana jika aku meralatnya?" tanya Bona. Alis Milson terangkat menunggu kelanjutannya. Bona melanjutkan, "malam ini, aku adalah gadis yang akan menggodamu."

Milson tersenyum miring. Untuk sesaat, pria itu menatap bibir Bona. Mereka kembali berdansa. Namun, kali ini keadaan telah berbeda. Kaki Bona tak lagi menginjak kaki Milson. Milson membimbing Bona, mengajarinya berdansa, dan memberitahu bahwa dirinya adalah pedansa yang sempurna untuknya.

Bona tersenyum lebar, ia menerima alur permainan Milson. Pria itu adalah pedansa yang hebat. Awalnya, dansa mereka terlihat menyenangkan. Bahkan berhasil menarik perhatian diabolus lain. Namun, lama-kelamaan, dansa mereka tampak dikuasai oleh gairah.

Milson membimbing Bona untuk berputar. Setelah itu, Milson kembali menariknya dan mengarahkan tubuh Bona ke bawah dengan pelan. Ada sedikit jeda di sana, Milson menghirup aroma leher Bona. Sehingga napas Milson yang meninggalkan jejak geli membuat Bona merinding. Milson kembali menariknya, memegang punggung Bona, dan menghentikan dansa mereka.

Napas keduanya tersengal-sengal. Milson menatap manik biru Bona penuh minat. Wajah gadis itu tampak memerah dan terlihat begitu menggoda. Mata Milson kembali tertuju pada bibir gadis itu. Milson yang tak lagi kuat menahan hasratnya, lantas melakukan pergerakan. Pria itu menunduk lalu mulai mendekatkan wajah.

Bona mengerti situasi ini. Ia tak ingin munafik. Ia tak mampu menolak pesona Milson. Biarkan malam ini bibir mereka menyatu. Bona memejamkan mata. Ia mulai merasakan hidungnya dan hidung Milson bersentuhan. Hanya tinggal menghitung detik saja bibir itu menyatu.

Kala Bona membuka mata, bibir pria itu sudah sangat dekat. Mata Milson bersorot akan gairah. Namun, Bona terlihat bingung saat melihat sinar yang begitu terang keluar dari mulut Milson.

Bona terkejut saat sinar itu masuk ke dalam matanya. Tubuh Bona ambruk ke lantai. Energi sinar itu terasa begitu kuat kala menguasai mata Bona. Seketika pandangannya menjadi gelap. Bona meronta-ronta kala sinar itu mulai mengalir ke seluruh tubuhnya. Ia mulai berteriak kesakitan. Sekujur tubuhnya terasa begitu panas.

Milson terpaku melihatnya. Tangan pria itu terlihat gemetar. Pikirannya berkecamuk. Entah apa yang ia pikirkan sehingga ia melakukannya pada Bona. Zinki datang dan berdiri di samping Milson. Pelayan Milson itu terkejut setelah melihat keadaan Bona. Tak butuh waktu yang lama bagi mereka untuk menjadi pusat perhatian. Bahkan teriakan Bona berhasil menarik perhatian Lord Caesar.

"Nona!" Teriak Gelsy panik. Penyihir itu mengeluarkan botol sisa ramuan bubuk kedua dari dalam saku baju lalu menaburkannya pada tubuhnya. Perlahan, tubuh penyihir itu mulai kembali normal. Dengan buru-buru ia menghampiri Bona.

"Nona!" Panggilnya panik.

"Tolong aku, Gelsy. Panas sekali," ujar Bona. Ia mengusap tubuhnya berulang kali.

Gelsy membopong tubuh Bona lalu segera keluar dari istana Aneor, meninggalkan Milson yang masih terpaku dengan perasaan yang sebenarnya tak merelakan kepergian Bona.

Di luar istana, mereka akan melakukan rencana bagian ketiga. Gelsy menuntun Bona untuk naik ke sapu terbang. Mereka kemudian pergi meninggalkan Clan Aneor.

Teriakan kesakitan Bona yang masih berlangsung membuat Gelsy semakin panik. Tangan penyihir itu gemetar bukan main.

"Panas sekali! Apa yang terjadi padaku?" ujar Bona. Rasa panas yang menjalar di tubuhnya seakan ingin membakarnya. Energi sinar itu terasa seperti ingin meremukkan tulang. Bona tak lagi kuat menahannya. Gadis itu berteriak sekuat tenaga.

"Sabar, nona!"

Mereka mulai memasuki wilayah Asten. Sapu terbang telah menyusuri laut. Dari jauh, Gelsy bisa melihat keberadaan Damares yang tengah menunggu di jendela.

Raut wajah Gelsy telah menjelaskan segalanya. Damares langsung tahu bahwa ada masalah yang telah menimpa nona mereka. Pria itu segera membuka lebar jendela kamar Bona. Sehingga Bona dan Gelsy masuk ke dalam.

Bona terjatuh dan menggeliat di lantai. Gadis itu berteriak hebat saat rasa panas itu semakin menjadi. Seperti ada bara api di dalam tubuhnya.

"Tolong aku! Lakukan sesuatu!"

"Apa yang terjadi?" tanya Damares. Ia tampak panik saat melihat seperti ada bara api di dalam tubuh Bona.

Gelsy mengepalkan tangannya yang gemetar, "Aku tidak tahu. Tadi nona terlihat baik-baik saja saat berdansa."

Damares mendekati Bona. Keterkejutannya bertambah kala melihat mata Bona mengeluarkan sinar, "Ada yang memberi sinar ikatan pada nona! Siapa yang melakukannya?"

Gelsy terkejut bukan main, "Oh, sial. Kita dalam masalah besar!"

Damares menggeram marah. Pria itu membopong tubuh Bona. Mereka bertiga lompat ke bawah laut dari jendela. Damares dan Gelsy membantu meredakan rasa panas di tubuh Bona. Saat rasa panas itu telah lenyap, Bona hilang kesadaran dan jatuh ke pelukan Damares.

Damares dan Gelsy merenung. Rencana yang telah mereka susun berhasil. Namun, rencana pada bagian ketiga, tidak berjalan dengan semestinya. Bona kembali ke kediamannya dengan membawa masalah baru. Pula masalah yang mungkin akan mengubah garis kehidupannya.

"Nona Bona telah terikat dengan Lord Milson Akennaton."





______________________________________

hai pecinta cogan

im back nich, maaf lama yah. sebenarnya aku udah lama mulai ketik ini, tapi nunggu mood dulu buat ngebut. aku suka nulis dalam keadaan begitu, biasanya gampang nyusun kalimat.

okedeh, segini aja dulu.

sampai jumpa di chapter sebelas!

dill

Continue Reading

You'll Also Like

218K 25K 28
Sang Tiran tampan dikhianati oleh Pujaan hatinya sendiri. Dia dibunuh oleh suami dari kekasihnya secara tak terduga. Sementara itu di sisi lain, dal...
346K 19.7K 21
Tak pernah terbayang olehku akan bertransmigrasi ke dalam novel yang baru aku baca apalagi aku menempati tubuh tokoh yang paling aku benci yang palin...
375K 989 8
konten dewasa 🔞🔞🔞
651K 53.8K 56
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...