Beautifulove

By DayDreamProject10

181K 28.1K 13.8K

°Tentang gadis biasa saja yang menginginkan hal luar biasa.° --- Namanya Yona. Gadis penuh rahasia yang menda... More

0 :: Prolog.
2 :: Dave.
3 :: Memulai.
4 :: Mengikat.
5 :: Melunak.
6 :: Menjadi.
7 :: Mengetahui.
8 :: Melekat.
9 :: Menguat.
10 :: Menenangkan.
11 :: Menyenangkan.
12 :: Melawan.
13 :: Mengungkapkan.
14 :: Memalukan.
15 :: Melelahkan.
16 : Mengecewakan.
17 :: Melegakan.
18 :: Menjanjikan.
19 :: Mengacaukan.
20 :: Menyembunyikan.
21 :: Mengertikan.
22 :: Mengejutkan.
23 :: Menegaskan.
24 :: Mengupayakan.
25 :: Meresahkan.
26 :: Menyesalkan.
27 :: Membahagiakan.
28 :: Menggelisahkan.
29 :: Menjengkelkan.
30 :: Menyedihkan.
31 :: Merencanakan.
32 :: Menghentikan.
33 :: Mengalihkan.
34 :: Menyudutkan.

1 :: Yona Faresta Ivory.

15.7K 1.9K 1K
By DayDreamProject10

👺Vote dan komen jika anda ingin selamat dunia akhirat👺

***

"Pengecut sesungguhnya adalah, dia yang terus bersembunyi di balik topeng senyum lebarnya."

***

🍃🍃🍃

BRAK!!!

Mendengar suara tendangan kuat itu membuat gadis cantik yang tadinya masih terlelap harus tiba-tiba terbangun dengan perasaan terkejut. Ia lantas memegangi dadanya yang berdebar kencang sembari menghela napas. Ia akan terbangun dengan cara seperti itu jika tidak sadar dengan alarmnya yang telah diatur semalam.

Belum mengubah posisinya, ia hanya menunduk sedikit karena kepalanya yang terasa berat lagi. Tidak hanya itu, tubuhnya pun ikut-ikutan terasa lemas dan juga hangat. Mungkin karena setiap hari ia begadang hingga di atas jam duabelas malam.

"Yona! Bangun lo!" teriak Herman.

"Hm." Yona berdeham pelan sambil menatap lurus pintu kamarnya yang memiliki lubang cukup besar lagi pada bagian bawahnya, tanda bukti tendangan Ayahnya pagi ini. Pintu kamarnya sangatlah rapuh, hanya terbuat dari triplek biasa, hingga ketika Yona bangun terlambat sedikit saja, maka ia harus siap mengakali bagaimana caranya agar bisa menutupi kerusakan itu.

"Cepetan! Gue tunggu sampai tiga menit, kalau lo belum keluar juga habis lo di tangan gue!"

Yona tidak menjawab, sorot matanya masih sama. Melihat kaki Ayahnya yang tadi berdiri kesal di balik pintu sudah menghilang, ia menarik napas kuat-kuat lalu dihembuskan kasar.

Karena tidak ingin membiarkan pikirannya menjadi mendung di pagi hari, Yona mulai bergerak dari tempatnya. Berdiri dengan susah payah karena kepalanya yang seperti ingin pecah. Yona terdiam sesaat sambil menjaga keseimbangannya dan mengumpulkan tenaga, setelah itu ia perlahan berjalan untuk membasuh wajahnya.

Tidak sampai waktu tiga menitnya habis, Yona sudah keluar kamar. Ia memperhatikan keadaan rumahnya yang sudah ia rapikan semalam sebelum tidur, tetapi sekarang sudah kembali menjadi layaknya kandang sapi.

Yona berjalan sedikit lagi hingga tiba di dapur kecil. Seketika ia mendapati Mamanya yang sedang membuka kulkas. Yona berdiri diam memperhatikan hingga Mamanya sadar dan langsung menutup kulkas dengan keras, cukup membuat Yona terkejut untuk kesekian kalinya.

"Baru bangun kamu? Cepet masak! Udah numpang masih aja malas! Kamu itu anak adopsi, tau diri dikit!" ucap Linda yang berhasil membuat hati Yona seperti tercubit kuat oleh sesuatu.

🍃

Memasak, membereskan rumah, mencuci, dan melayani kedua orang tua angkatnya adalah pekerjaan Yona sehari-hari. Kata tetangga, ia bukanlah anak yang diadopsi dengan kasih sayang, tetapi karena Herman dan Linda hanya ingin mencari pembantu gratis. Yona tidak mendengarkan itu, dan tidak merasa keberatan, karena hanya ini yang bisa ia lakukan untuk menembus kebaikan orang tua angkatnya karena telah membebaskan ia dari panti asuhan beberapa tahun yang lalu.

Karena mengingat lagi tentang kejadian ia keluar dari panti asuhan membuat Yona tanpa sadar mengeratkan genggamannya pada spatula. Matanya yang memandang lurus pada nasi goreng yang sedang dibuat mendadak terasa panas. Sejujurnya, semua perkataan seperti itu yang ia dapatkan sangat melukai hati, dan juga merusak mentalnya, tetapi apa boleh buat, ia tidak bisa melakukan apa-apa.

Karena terlanjur bernostalgia, maka Yona akan kembali pada masa lalu. Saat itu, Yona masih kecil, belum mengerti banyak hal, yang ia pahami hanyalah berjuta kasih sayang orang tuanya. Indahnya hidupnya, enaknya hidupnya, dan segala yang ia inginkan pasti akan langsung ada di depan mata. Tetapi, kebahagiaan itu ternyata hanyalah kebahagiaan sesaat. Seperti cuma lewat di kehidupan Yona, lalu setelahnya pergi tanpa permisi, dan meninggalkan berjuta luka. Yona paham, jika ini semua adalah hukuman untuknya. Tetapi mengapa hal ini terus berlanjut dan malah semakin menjadi?

Karena terlalu dalam memikirkan ulang masa lalunya, mata Yona sudah meneteskan bulir-bulir hangat, tetapi detik kemudian ia dengan segera mengusap pipinya, lalu mengambil napas dalam-dalam lagi.

Yona sedikit tersenyum miring setelahnya. Kembali mencerca dirinya sendiri karena terlalu lemah. Seharusnya tidak ada yang perlu ia tangisi, seharusnya ia banyak-banyak bersyukur. Ia masih punya orang tua meski angkat, ia masih punya tempat tinggal, ia masih bisa makan dan minum, ia masih bisa bersekolah, dan yang terpenting, ia masih bernapas. Lalu dengan itu semua, apa lagi yang kurang?

Berdeham sedikit, sudah cukup acara melow-melownya di pagi hari. Karena nasi gorengnya sudah layak diangkat dari atas kompor, ia mematikan kompornya dan menyendok nasi itu ke wadah yang lumayan besar. Sebelum membawanya ke meja makan, Yona terlebih dahulu menyisipkan separuh ke bekal kecil miliknya.

Di meja makan, Herman dan Linda sudah duduk manis. Melihat Yona datang, Linda melirik sekilas lalu meletakkan ponselnya. Tetapi belum sampai Yona di meja makan, nasi goreng yang tadi dibikin sempat hampir tertumpah gara-gara tubuhnya yang sebenarnya sangat lemah tetapi terus dipaksakan berkerja.

Herman yang melihat dengan cepat berdiri dan langsung memukul kepala Yona yang baru saja meletakkan nasi gorengnya. Yona meringis tertahan sebentar, lalu wajahnya kembali datar.

"Lo kalau kerja becus dikit! Kalau nasinya tadi tumpah gimana?! Lo kira harga beras itu murah?!" Herman teriak lagi.

Yona tidak berbicara, hanya memandangi nasi gorengnya. Sementara Linda diam saja sambil menyendok makanan buatan Yona.

"Yaudah sana lo pergi! Ngapain masih berdiri disini?!"

Mengangkat pandangannya sesaat, memandangi Herman yang wajahnya memerah karena emosi, lalu detik kemudian ia berlalu begitu saja untuk mengambil bekalnya tadi.

Setiap hari Yona tidak pernah sarapan di rumahnya, ia terus membawa bekal. Begitu juga dengan makan malam, ia memilih makan sendiri. Akan lebih aman untuk suasana hatinya jika seperti itu.

Sampai di depan pintu, Yona menarik napas dalam-dalam agar rasa sesak tadi segera menghilang. Ujung matanya yang berair ia usap. Wajahnya yang tadi datar langsung berubah dengan mengukir senyum lebar. Setelah menutup pintu, Yona mendadak berteriak karena mendapati Bang Oji—preman pensiun yang kini berprofesi sebagai tukang ojek.

"BANG! GUE MAU NEBENG GRATIS LAGI!"

Karena ketika kaki Yona melangkah keluar dari pintu rumah, maka Yona yang tadi bukanlah Yona yang sekarang. Seketika berputar 180°.

🍃🍃🍃

Baru saja turun dari motor Bang Oji, Yona langsung disambut oleh ramainya gerbang sekolah. Hari ini masih bisa dikatakan hari awal tahun ajaran baru dimulai meski sudah tiga hari lewatnya. Adik-adik kelas yang kemarin usai melewati masa orientasi sudah semakin mengeluarkan aura-aura khas murid sejati Dream High School. Yona tidak menyangka jika masa liburnya sudah berakhir dan kini kembali aktif bersekolah.

"Kalau lagi libur kangen sekolah, tapi kalau udah sekolah, malah kangen libur. Dasar manusia," cibir Yona untuk kesekian kalinya pada dirinya sendiri. Ia tersenyum miring sambil memperbaiki tatanan rambut indahnya.

"Bodo ah, yang penting sekarang cogan makin bertebaran. Degem, i'm coming!" teriak Yona kesenangan sambil berlari masuk ke dalam sekolah.

Biasanya, jika ada seseorang yang berteriak seperti orang gila sambil berlari di Dream High School, maka suara bisik-bisik lirih yang tidak mengenakkan akan memenuhi telinga. Tetapi teruntuk Yona, itu tidak berlaku. Ia seperti bebas melakukan apapun, karena di mata kebanyakan siswa DHS, Yona akan selalu menawan.

Lihat saja, semua murid lelaki yang baru datang kompak menoleh dengan mata yang seperti ingin keluar. Rambut Yona yang bergelombang dengan warna coklat keemasan alami berkibar-kibar dengan indah, dan itu sudah cukup membuat orang-orang tertegun. Apalagi dengan senyum lebarnya yang menampilkan gigi kelinci sedang yang sangat menggemaskan, lalu apa kabar lagi dengan wajahnya dan tubuhnya yang selalu menjadi bahan sirikan murid-murid perempuan? Sebagai calon ketua ekskul Cheers, Yona semakin dipercaya jika ia adalah Bidadari yang sedang nyasar ke bumi.

"Hai," sapa Yona kepada murid lelaki itu. Sebagian menjawab, dan sebagian berjalan cepat menuju kelas karena merasa tersipu.

Yona terkikik dengan perasaan jika ia sepertinya berdosa besar karena kelepasan membuat anak orang baper tanpa dipertanggung jawabkan.

Menghela napas, Yona kembali berjalan dengan ceria menuju kelas barunya.

🍃

"Cie, yang bentar lagi official jadi ketua Cheers," ledek Beby, teman satu ekskulnya.

Yona hanya tersenyum sambil mengoleskan pewarna merah pada bibir sempurnanya.

"Iya, nih. Bolehlah traktir kita semua kalau udah official." Mega ikut-ikutan.

"Gampang itu mah, lo semua tinggal atur aja," jawab Yona sambil terkekeh. Ia mengambil sisir untuk merapikan rambutnya, tetapi baru sisiran pertama, ia mendadak terdiam karena kepalanya tiba-tiba saja terasa pusing lagi, serta pandangannya perlahan mengabur. Yona menutup matanya sesaat, mencoba menguatkan tubuhnya agar tidak ambruk.

"Eh, gue duluan, ya," pamit Yona tersenyum paksa. Setelah kedua temannya mengangguk, ia mulai menyeret kakinya sedikit terburu-buru. Kepalanya kian terasa pusing, dan terus mengerjap-ngerjap agar pandangannya segera membaik.

Sudah hampir sampai pada pintu keluar dari ruangan khusus ini, Yona tiba-tiba tersungkur ke bawah. Ia sudah tidak sanggup menahan. Melihat Yona tiba-tiba terjauh, Mega dan Beby cepat-cepat berbalik untuk menolong Yona.

"Yon, lo nggak apa-apa?" tanya Beby khawatir.

Yona menggeleng, "nggak apa-apa. Tadi kaki gue keseleo dikit."

"Lo jalan hati-hati dong," ujar Mega khawatir juga.

"Sori," jawab Yona terkekeh.

"Lo bener-bener nggak apa-apa, kan?" Beby memastikan, dan Yona mengangguk mantap sambil merapikan pakaiannya. "Tapi, kok, badannya lo hangat, Yon? Lo sakit, ya?"

Raut wajah Yona mendadak berubah, ia mencoba melepaskan genggam Beby dan Mega yang tadi membantunya berdiri. "Apaan? Gue baik-baik aja, kok. Gue nggak sakit. Perasaan lo aja kali."

Beby menghela napas. "Lo kalau lagi sakit nggak usah dipaksain. Mending lo ijin dulu ke Kak Kristal, biar dia bisa gantiin lo hari ini."

"Apaan, sih? Siapa juga yang sakit?" Yona mulai kesal. "Gue nggak sakit, cuma kebetulan badan gue lagi hangat aja. Nggak usah berlebihan deh. Gue harus tampil hari ini, gue itu calon ketua Cheers. Masa nggak ikut demo ekskul kita?"

"Tapi, Yon. Kalau nanti lo kenapa-kenapa gimana?" tanya Mega.

Yona tersenyum miring, "lo takut gue kenapa-kenapa atau lo berdua takut kalau gue tiba-tiba pingsan dan mempermalukan ekskul kita?"

Beby menggeleng, "Yon, bukan gitu ...."

"Udah, ah, nggak usah banyak bacot. Waktu kita tinggal dikit lagi. Cepat keluar sebelum lo berdua gue laporin ke Kak Kristal," ucap Yona final, lalu melangkah keluar meninggalkan Beby dan Mega yang menghela napas.

🍃🍃🍃

Bagi sebagian kaum lelaki di DHS, melihat ekskul Cheerleader lagi tampil adalah salah satu surga dunia. Bagaimana tidak? Semua member memiliki paras yang tidak bisa dipertanyakan. Memiliki tubuh yang terbentuk sempurna, hampir tidak terdapat cacat sama sekali. Oleh karena itu, disetiap gerakan dan tentu saja pada kibaran rok pendek anggota Cheers secara otomatis membuat mata mereka ikut menari-nari mengikuti. Matanya melotot tajam, seakan tidak ingin meninggalkan sedetik saja dari anggota Cheers yang kini memperlihatkan atraksi andalannya.

"Lo berdua catet baik-baik saran gue. Kalau lo lagi ngantuk, mending nggak usah cuci muka. Cukup liat anak Cheers lagi goyang aja, pasti mata lo langsung melek lebar-lebar. Yakin gue."

Billy yang sedang terduduk refleks memukul kepala Farel yang sibuk menonton. Jelas saja temannya itu meringis lalu menoleh dengan wajah kesal.

"Apaan, sih, Bil?! Suka banget mukul kepala gue, emang kepala gue ini mirip gendang apa?!" ucap Farel.

Billy menatap tajam ke arah Farel. Ia sangat paham cara berkerja pikiran temannya ini. "Awas ya lo. Gue copotin kepala lo kalau sampai Yona jadi target imajinasi kotor lo berikutnya!"

"Idih. Lo cuma sahabatnya doang, bukan pacar. Nggak usah berlebihan deh, Bil." Farel masih melawan. Dan itu membuat Billy makin kesal hingga merubah posisi, mendekati Farel lalu menjepit lehernya.

"Justru itu. Gue sebagai sahabatnya harus jagain dia dari makhluk terkutuk seperti lo!" tegas Billy.

Darel yang duduk di samping mereka berdua hanya bisa menghela napas. "Daripada lo berdua berantem mulu. Mending lo bantuin gue pedekate sama Yona."

"Apaan? Lo mau pedekate sama Yona? Emang dompet lo setebal apa sampai berani gitu?" Farel masih berani berucap meski ia belum terbebas di sela-sela ketiak Billy.

"Bil, plis. Lepasin gue. Gue nggak mau mati muda gara-gara ketek lo yang baunya Subhan Allah, Astaghfirullah, dan Masya Allah ini," kata Farel sudah merasa melayang-layang. 

"Lo janji dulu sama gue kalau lo nggak bakal jadiin Yona target kelakuan busuk lo selanjutnya!" Billy menguatkan jepitannya.

"Iya, iya, gue janji."

"Awas ya lo." Karena Billy masih punya hati ia melepaskan serangannya. Farel langsung menjauh sambil cengengesan.

"Iya, gue nggak bakal pakai Yona. Tapi engga tau kalau besok, liat aja nanti." Farel tertawa jahil dan berhasil memancing amarah Billy lagi. Lelaki itu tidak habis pikir mengapa temannya satu ini memiliki pikiran yang sekotor tong sampah besar depan rumahnya.

"Lo berdua bisa diem nggak, sih? Ini gue lagi ngomong." Darel berdecak.

Billy hanya sempat memukul kepala Farel lalu fokus pada ucapan Darel. "Lo serius mau dekatin Yona?"

Darel mengangguk.

"Bukannya lo tau kalau dia itu bukan spesies biasa? Yona itu standarnya setinggi khayalan Farel. Jauh, nyaris tak tercapai."

"Apaan lo, bawa-bawa gue." Farel protes dan Billy tidak peduli.

"Gue ingatin lagi ya karena lo sepertinya lupa." Billy berdeham. "Yona itu suka cowok yang ganteng, tinggi, badannya bagus, wajah terpahat sempurna, suaranya berat-berat basah. Dan yang terpenting itu adalah jumlah angka nol yang ada di buku tabungan! Jumlah lembar duit merah yang ada di dompet! Dan juga jumlah harta warisan yang didapat! Catet!"

Darel terdiam.

"Kalau gue bisa jujur, lo emang udah agak masuk syarat-syarat cowok idaman dia. Penampakan lo ngga jelek-jelek amat, masih ada bagusan dikit walau cuma seujung kuku. Tapi bro, semua itu nggak akan ada artinya jika dompet lo sekosong otaknya Farel! Yakin gue!"

Farel tidak peduli lagi dengan apapun, terserah Billy mau berucap apa. Yang terpenting sekarang memandangi member Cheers yang masih melengkungkan badan di tengah-tengah khalayak ramai.

"Udahalah, Dar. Lo mending cukup mencintai dalam diam. Walau agak menyakitkan, tapi bakal terkalahkan oleh rasa bahagia ketika melihat dia tersenyum, meski alasan tersenyum dia bukan karena kita," Billy mulai khotbah.

"Tapi, kok, lo bisa sahabatan sama dia? Padahal lo, kan, seperti gue. Cukup berada sih, tapi nggak seperti kemauan Yona," tanya Darel.

"Itu karena gue udah dianggap saudara sama dia. Dan juga karena gue tau semua rahasia tentang dia." Billy tersenyum misterius.

🍃

Meski keadaan sekolah kian ramai, tetapi Dave memilih menjauh. Ia tidak mengerti mengapa semua orang suka pada keramaian dan juga keributan. Padahal, ketenangan dan kedamaian sangat indah serta menyenangkan.

Dengan cara seperti biasa, Dave akan berjalan tegak bersama wajah kakunya saat melewati koridor yang lumayan padat. Ia sempat mendengar sedikit tentang kegiatan pada hari ketiga kembali bersekolah, ada demo ekskul di lapangan indoor sana.

Meski ia merupakan murid Dream High School. Sekolah yang menerapkan sistem akademik lima puluh persen, dan juga ekstrakulikuler lima puluh persen. Tetapi Dave sampai sekarang belum menetapkan hati pada satu ekskul. Dulu saat masih kelas sepuluh semester akhir, ia adalah murid pindahan, dan sampai sekarang ia belum memilih kewajiban yang harus diambil ketika bersekolah di sini.

Sejujurnya Dave kesulitan. Ia tidak tahan dengan keramaian. Ia juga malas mengeluarkan suara jika tidak sangat-sangat-sangat perlu. Ia juga tidak suka bersosialisasi mencari teman. Dan yang terpenting sebenarnya adalah, ia tidak ingin seorang pun masuk pada dunianya, meski hanya berdiri di depan pintu masuk kawasan zona amannya.

Bagi Dave, hidupnya adalah hidupnya. Tetapi ternyata, semesta sulit memihak.

Ditakdirkan ada dengan kemampuan tidak masuk akal dan diharuskan menetap pada dunia penuh keributan membuat Dave seperti ingin gila. Ia terus ingin mencari keheningan yang menjadi obsesinya, tetapi itu tidak mungkin. Karenanya, hidup Dave harus terus menerjang takdir yang menyebalkan.

Hidup Dave penuh perjuangan. Karena kemampuannya ia sering terjebak oleh sesuatu yang membahayakan dirinya. Contohnya seperti malam itu, ia hampir tewas karena mengikuti perasaan telinga ajaibnya. Dan untung saja ia selamat berkat semesta yang masih membiarkannya hidup. Lalu pada yang sering terjadi, karena menolak takdir, Dave selalu menggunakan earphone untuk memanipulasi indra pendengarannya yang tembus pandang. Karena itu, Dave setiap minggu mengontrol telinganya yang berdenging perih di rumah sakit akibat volume kencang.

"Tuhan, jodohkan aku sama Dave, ya, plis ...!"

"Kalau gue perhatikan lebih dalam, Dave sepertinya mengeluarkan aroma-aroma kalau dia bakal jadi suami gue."

"Kira-kira Dave masuk ekskul apa ya tahun ini? Gue mau masuk juga kalau dia ada."

"Ganteng banget, sih! Kalau gue jadi pacar dia pasti kita serasi banget!"

Belum sampai bokongnya pada bangku taman sekolah yang seharusnya sepi, telinga Dave sudah mendengar puluhan suara hati dari murid-murid yang berjarak cukup dekat dengannya. Dave tidak bisa kemana-mana, semuanya ramai. Jadi terpaksa ia duduk di tempatnya sekarang dengan sebelah earphone yang terbuka. Telinga kanannya sedikit sakit, jadi mau tidak mau ia membukanya sebentar untuk diistirahatkan.

Dave menghela napas, punggung belakangnya masih terasa walau tidak terlalu. Ia mendongak melihat keadaan, lagi-lagi ia menjadi bahan perhatian dan tentu jadi topik pembicaraan juga. Dave merasa, semakin ia lari pada dunia luar, maka hal itu seperti terus mengejarnya.

Dengan keadaan seperti ini, Dave terus berusaha menjalani dengan baik. Ia tahu banyak kehidupan yang lebih buruk dibanding dirinya.

Tidak ingin peduli lagi pada semuanya, Dave memasang earphone-nya keseluruhan. Kemudian ia bergerak sedikit, meraih bukunya dan mulai tenggelam pada dunianya sendiri. Membuka lembaran baru, lalu perlahan merangkai kata demi kata di atas kertas lusuh favoritnya.

Ketika hidupmu tidak sesuai dengan keinginan, sementara hidup yang lain bisa berkerja sama dengan rencana dan kenyataan menerima, bukan berarti dirimu tidak beruntung. Mungkin saja apa yang kamu dapatkan sekarang adalah bayaran menuju hidup yang diinginkan awalnya. Mungki saja, pendahuluan bahagiamu adalah kepedihan, dan itu adalah takdir yang sudah dipilihkan, tidak bisa diubah, dan pasti ada imbalan besar setelahnya.

-DV

1; Nancy Momoland as Yona Faresta Ivory

Jangan lupa follow ig Yona; @yonafarestaivory

2; Eunwoo Astro as Dave.

Gini2 Dave punya ig juga lho😋 @dave_saja

3; Kang Daniel as Billy Januar

JADI GIMANA?! GIMANA PENDAPAT KAMU TENTANG PART INI?

Cerita ini bakal panjang banget perjalanannya. Sangat menguras hati👺

SPAM KOMEN NEXT DISINI DONG!

Paypay, salam author berotak mungil👧👶🌻 AsmahAfaaf jangan lupa follow ig gue @asmahafaaf HEHEHEHE

Revisi; 21/07/2020

Continue Reading

You'll Also Like

117K 11.4K 18
Hidup Yelo bagai akara yang tidak pernah dianggap hadirnya. Lahir membawa sandangan sebagai anak haram membuat Yelo ditolak keras oleh dunia. Hidup l...
474K 18.3K 47
Takdir yang membawa gadis cantik selalu kena hukuman setiap harinya dari kakak lelaki nya sendiri, karena kenakalan nya dan memiliki sahabat yang sam...
81.8K 8.1K 76
bertahan walau sekujur tubuh penuh luka. senyum ku, selalu ku persembahkan untuknya. untuk dia yang berjuang untuk diri ku tanpa memperdulikan sebera...
128K 2.2K 11
suka suka saya.