I'M ALONE

By sphprmtsr

86.7K 4K 47

Self Injury, antisosial, dan trauma masa lalu semua itu Aluna miliki. Begitu banyak hal yang ia lupakan perih... More

Prolog
How to read the new version
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Tujuh belas
Delapan belas
Sembilan belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh dua
Dua puluh tiga
Dua puluh empat
Dua puluh lima
Dua puluh enam
Dua puluh tujuh
Dua puluh delapan
Dua puluh sembilan
Tiga puluh
Tiga puluh satu
Tiga puluh dua
Tiga puluh tiga
End: Season 1
Tiga puluh lima
Tiga puluh enam
Tiga puluh tujuh
Tiga puluh delapan
Tiga puluh sembilan
Empat puluh
Empat puluh satu
Empat puluh dua
Empat puluh tiga
Empat puluh empat
Empat puluh lima
Empat puluh enam
Empat puluh tujuh
Empat puluh delapan
Empat puluh sembilan
Lima puluh [End]

Enam belas

1.7K 80 2
By sphprmtsr

"Happy graduation day!"

Fatih mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat. Kedua matanya terus menelisik mencari seseorang yang sejak tadi dicarinya. Cukup lama ia melakukan hal itu sampai akhirnya ia menemukan seorang gadis yang sejak tadi dicarinya. Fatih menyembunyikan buket bunga mawar merah muda yang ia bawa di belakang punggungnya. Diam-diam, ia menghampiri gadis yang terdiam di tengah perbicangan kedua temannya itu.

"Warmest congratulations on your graduation!" ujar Fatih pada Aluna sambil mengulurkan buket bunga mawar yang ia bawa dengan senyuman manis yang tidak lepas dari bibirnya.

Seruan iri bukan hanya berasal dari Valice dan Raya melainkan juga dari beberapa siswi yang sudah terpikat oleh pesona Fatih sejak awal kedatangan lelaki itu diantara mereka.

Aluna mengambil alih buket itu sambil tersenyum tipis. Ia membalas, "makasih."

"Karena Mas Fatih dateng, ayo foto, Aluna. Biar kami yang fotoin," ucap Valice yang langsung diangguki oleh Raya.

Dengan sigap, Fatih mengambil ponsel di sakunya kemudian menyerahkannya pada Valice. Ia berdiri di samping Aluna sambil tersenyum manis. Satu foto formal berhasil diabadikan dalam ponsel Fatih.

"Deketan dong. Tegang banget fotonya," protes Valice. Ia lalu berucap, "urus, Ya!" Valice menunjuk Fatih dan Aluna pada Raya dengan dagunya.

Raya langsung memberikan hormat pertanda sedia. Ia menghampiri Fatih dan Aluna kemudian mengatur posisi mereka agar lebih dekat.

Clek!

Foto kedua mengabadikan Fatih berdiri bersebelahan dengan jarak dekat sambil berhadap-hadapan dengan Aluna dengan senyum manisnya.

Clek!

Foto ketika menampakkan Fatih yang merangkul Aluna dengan senyum yang lebih lebar. Yang dirangkul menunjukkan ekspresi kagetnya sambil memegang buket bunganya dengan erat.

"Terima kasih," ungkap Fatih selepas menerima kembali ponselnya. "Untuk kalian, buket bunganya saya kirim melalui paket. Mungkin sudah sampai di rumah kalian sekarang."

Mendengar hal itu, Valice dan Raya berseru semangat. Tidak lupa mereka mengucapkan terima kasih kepada Fatih kemudian undur diri untuk memberikan waktu khusus Fatih bersama dengan Aluna.

"Saya datang untuk mewakili Mama dan Papa kamu juga, Aluna. Maaf karena tidak bisa datang. Tapi ketahuilah bahwa mereka juga menyayangimu," kata Fatih yang tidak dijawab Aluna. Gadis itu hanya berdehem sebagai sahutan.

Aluna tahu kedua orang tuanya tidak akan datang. Yang ia tidak tahu adalah kedatangan Fatih ke wisudanya padahal ia sangat tahu sesibuk apa lelaki itu. Untuk kali ini, Aluna tidak bisa berbohong bahwa ia merasa tersentuh atas perlakuan manis Fatih padanya.

"Selamat untuk kamu sebagai lulusan terbaik tahun ini, Aluna. Kamu hebat, seperti yang saya duga." Tangan Fatih terulur kemudian mengelus rambut Aluna dengan hati-hati agar tidak merusak tatanannya.

Aluna berdehem lagi. Ia menepis tangan Fatih lalu menjawab, "hm ... Makasih."

Fatih terkekeh kecil. Bahkan tanpa Aluna bicarapun, ia sudah tahu bahwa gadis itu tengah gugup. Untuk sesaat, Fatih menyadari. Dibalik sikap ketus dan dingin Aluna, gadis itu masihlah anak remaja biasa yang mampu tersipu malu bila dipuji.

Ia bersyukur atas hal itu.

***

"Mau kemana kita?" Fatih yang tengah menyetir menyempatkan diri untuk menoleh pada Aluna selepas pertanyaan yang diberikannya barusan.

Aluna yang tengah menghapus make up di wajahnya mengernyitkan dahinya, "pulang, kan?"

"Yakin mau langsung pulang? Saya bisa membawa kamu ke tempat yang kamu inginkan, Aluna," kata Fatih dengan kedua mata yang telah kembali fokus pada jalan raya.

Aluna menggeleng pelan. "Aku tidak suka keramaian. Juga tidak suka tempat umum. Lebih baik kita pulang."

Mendengar jawaban Aluna, Fatih menghela napas panjang. Mau tidak mau, ia akhirnya menuruti Aluna. Membawa mobilnya menuju rumah yang beberapa bulan terakhir selalu didatanginya.

"Buket bunga anyelir ini baru sampai tadi. Dikirim oleh tukang paket. Bibi pikir ini dari Mas Fatih. Ternyata bukan, ya? Habisnya enggak ada nama pengirimnya."

Perkataan Bi Nah membuat Fatih dan Aluna mengerutkan keningnya sebab heran. Aluna bahkan menerima buket anyelir di tangannya dengan ragu-ragu karena takut bunga tersebut dikirim dari seseorang yang berniat jahat.

"Sudah Mang Udin cek. Enggak ada yang salah sama bunga itu, Non. Cuma bunga biasa." Mang Udin ikut menimpali.

Aluna tidak percaya. Ia hampir saja melempar bunga itu ke tempat sampah ketika tiba-tiba ia merasakan getaran pada ponselnya.

Fatih bersusah payah menahan rasa penasarannya ketika Aluna terdiam selepas membuka ponsel. Gadis itu bahkan batal membuang buket bunga anyelir yang tidak jelas pengirimnya. Aluna juga melupakan eksistensi buket bunga mawar yang kini beralih dipegang Fatih semenjak mereka turun dari mobil.

"Siapa?" tanya Fatih sambil mendekat pada Aluna.

Aluna menoleh sekilas. Ia lalu menaruh ponselnya di dalam tas dan menjawab Fatih dengan santai, "dari Alan."

"Yang mana?" Fatih bertanya lagi hingga mengundang atensi Aluna sekali lagi.

"Maksudnya yang mana?"

Fatih menghela napas panjang. "Yang mana yang dari Alan? Buketnya atau pesannya?"

"Dua-duanya." Aluna menjawab. Tanpa bicara lagi, ia memasuki rumah. Meninggalkan Fatih bersama Bi Nah dan Mang Udin.

Fatih tidak bisa menepis rasa kecewa dalam hatinya. Ia menunduk, melihat buket bunga mawar yang kini justru kembali kepada dirinya, sebagai si pemberi. Mungkin lebih baik, ia buang saja bunganya karena yang menerima pun melupakan eksistensinya.

"Mau apa Kafa?!"

Seruan amarah itu datang dari Aluna yang kembali keluar rumah saat Fatih hendak membuang buket bunga mawarnya. Meskipun memendam rasa kecewa, Fatih tetap berusaha menjawab, "mau buang buketnya. Sudah tidak berguna lagi, kan?"

"Ck, kok bisa sih mikir gitu." Decakan Aluna diiringi ucapannya membuat Fatih semakin terheran-heran. Apalagi saat Aluna merebut buket bunga mawar pemberian Fatih secara paksa.

"Mau dibawa kemana, Aluna? Biar saya yang buang kalau kamu ingin membuangnya." Langkah kaki Fatih bergerak cepat mengejar Aluna yang kembali masuk ke dalam rumah.

Keributan dua orang itu mampu membuat Bi Nah dan Mang Udin sama-sama menggelengkan kepalanya. Diam-diam, mereka ikut senang karena anak dari majikannya yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri kini memiliki teman mengobrol sekalipun terlibat dalam pertengkaran. Mereka kemudian menyusul Aluna dan Fatih, masuk ke dalam rumah.

"Siapa yang mau buang sih? Mau disimpan."

Langkah Fatih terhenti. Ia seketika mematung di tempatnya saking terkejut dan tidak percaya pada apa yang barusan ia dengar. Setelah beberapa saat berlalu, barulah Fatih menyusul Aluna lagi dan bertanya, "apa? Coba ulang."

"Tidak ada pengulangan," tegas Aluna pada Fatih. Ia menuju dapur untuk mencuci tangan setelah menaruh buketnya di sana. Ia lalu menarik kursi di meja makan dan duduk di sana.

Melihat itu, Fatih terkekeh geli. Ia ikut duduk di meja makan dan memperhatikan Aluna yang mengambil beberapa lauk di meja makan untuk ditaruh ke piringnya. Fatih lantas bertanya, "lapar, Luna?"

"Bi, tolong bunganya diurus, ya." Aluna yang tidak menjawab Fatih justru berbicara pada Bi Nah.

"Siap, Non." Bi Nah menyahut lalu beranjak menuju dapur untuk melaksanakan perintah Aluna.

"Maaf, Mas Fatih. Bisa kita bicara? Ada pesan yang harus sampaikan dari Tuan dan Nyonya besar," ucap Mang Udin.

Fatih melirik Aluna sekilas. Gadis itu terlihat tidak mengindahkan Fatih dan tetap fokus melahap makanannya. Oleh sebab itu, Fatih mengangguk. Ia berdiri untuk mengikuti Mang Udin, menjauh dari Aluna.

"Mau kemana, Kafa?" Rupanya Fatih salah. Aluna tetap menyadari bahwa Fatih hendak beranjak dari sana. Ia bertanya selepas menelan makanan yang dikunyahnya.

"Sebentar ya, Aluna. Saya akan kembali lagi," janji Fatih yang membuat Aluna tidak bertanya lagi ketika ia mengikuti langkah Mang Udin.

Ruang tamu menjadi pilihan Mang Udin untuk menjadi tempat pembicaraan mereka. Fatih duduk lebih dulu. Ia sempat harus menyuruh Mang Udin duduk karena hanya berdiri saja sesampainya di ruang tamu. Mungkin itu adalah kebiasaannya selama bekerja di rumah Aluna yang harus menghormati tuannya hingga duduk bersama majikan dianggap sebagai kesalahan.

"Ada apa, Mang?" Fatih memulai pembicaraan lebih dulu.

Mang Udin masih terlihat bimbang sewaktu Fatih bertanya. Untuk meyakinkan Mang Udin, Fatih tersenyum ramah seolah mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk menyampaikan pesan padanya.

"Tuan dan Nyonya meminta Mas Fatih untuk segera mempersiapkan pernikahan dengan Nona Aluna. Mereka ingin pernikahan diadakan dalam waktu dekat selepas wisuda Nona Aluna. Mereka ingin Mas Fatih mengadakan pertemuan untuk dua keluarga membahas hal ini."

Lagi-lagi, Fatih merasakan tanggung jawab yang berat untuknya. Kedua orang tua Aluna kembali menyerahkan segala urusan mereka mengenai Aluna kepada Fatih. Sebenarnya Fatih tidak masalah mengenai hal itu. Hanya saja, ia masih harus mempertimbangkan dampak seperti apa yang akan Aluna rasakan bila mendengar hal ini. Fatih tidak ingin Aluna berpikir macam-macam sampai merasa bahwa dirinya memang benar-benar sudah tidak dipedulikan.

"Jadi, mereka benar-benar berniat membuangku, ya?"

Dan ternyata, kekhawatiran Fatih benar-benar terjadi.

***

If you read this and like it, let me know you've been a part of this story by voting it.

© 2019
Revisi 2021

Continue Reading

You'll Also Like

5.3K 1.1K 19
Anindya dan Bara adalah tetangga, sekaligus teman dari orok yang berlangsung hingga mereka SMA. Berbeda dengan Anindya yang terlihat membenci, Bara j...
22K 2.3K 11
Bertahan hidup dengan dikelilingi para kanibal? Siapa yang kuat? Tentu saja mereka bertujuh. [ š—•š—¢š—•š—¢š—œš—•š—¢š—¬ š—™š—”š—”š—™š—œš—– ] Sebuah virus menyebar...
6.3K 726 17
"GUE GAK MAU KALO BERDUA SAMA DIA JI!!" "Lah kenape sih Bar, die pan bendahara, die pegang uang kas jadi sekalian beli keperluan buat lomba mading s...
36.8K 2.5K 62
Luana Ravabia Azada, kerap dipanggil Bia. Sesuai namanya, dalam menjalani kehidupannya sangatlah kuat dan tangguh dalam menghadapi suasana sekitar, s...