RATU PILIHAN [pcy;ssw]

Od BlueinWendy

94.1K 12K 362

Ketika sepupunya menikahi seorang pelacur dengan catatan kriminal panjang, Chanyeol tahu ia harus melakukan s... Více

Starring Cast(s)
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31 (END)
EPILOG
Let's Move

Chapter 27

3.2K 370 28
Od BlueinWendy

RATU PILIHAN

CHAPTER 27

Original Story by Sherls Astrella

---

Seminggu berlalu sudah sejak percobaan pembunuhan Seungwan.

Panas Seungwan sudah berangsur-angsur turun. Luka di tangannya sudah mulai mengering. Namun menurut Dokter Yoona, luka di perutnya tidak akan sembuh secepat luka di kedua telapak tangannya.

Earl Hielfinberg juga sudah menunjukkan batas kesehatannya. Sekarang atas nasihat dokter, ia beristirahat di kamar lain yang tak jauh dari kamar Seungwan. Earl bukan saja lelah karena menunggui Seungwan sepanjang hari namun juga karena kecemasannya. Pada awalnya ia menolak namun setelah dibujuk oleh banyak orang, akhirnya ia mau menurut.

Zhoumi juga masih menutup mulut. Ia tetap berpura-pura tidak tahu apa yang telah terjadi di tempat persembunyiannya di Pittler. Ia terus mengelak pertanyaan demi pertanyaan yang diutarakan padanya. Sikapnya ini membuat Sehun sering lepas kendali hingga para prajurit kewalahan mencegah Sehun melukai tahanan mereka. Bawahan Zhoumi juga tidak banyak membantu. Mereka tidak tahu siapa dalang peristiwa ini. Sebagian dari mereka bersikap keras kepala seperti Zhoumi dan sebagian hanya tahu mereka diperintah Zhoumi.

Di Arsten juga tidak tampak pergerakan yang mencurigakan. Sooyeon masih tetap tidak terlihat di dalam maupun sekitar Arsten. Yifan juga tidak pernah menunjukkan sikap yang mencurigakan. Ia juga tidak pernah mengumumkan hilangnya pedang pusaka keluarga mereka.

Chanyeol merasa sudah saatnya ia mengambil tindakan tegas. Mulanya ia ingin menanti Yifan mengumumkan hilangnya pedang warisan keluarga mereka. Namun tampaknya sekarang ia harus memanggil kakak sepupunya itu dan menanyakan langsung keberadaan pedang yang digenggam Seungwan ketika ia ditemukan.

"Seungwan, dalam waktu dekat ini aku akan meringkus semua yang menyebabkanmu seperti ini. Aku berjanji padamu."

Chanyeol termenung melihat Seungwan. Hari-hari belakangan ini semangatnya terus mengendur. Ia merasa seluruh tenaganya telah dibawa Seungwan tidur.

Dulu ia selalu berharap Seungwan dapat bersikap tenang. Ia tidak menyukai setiap keributan yang dibuat Seungwan di Istananya. Sekarang ketika harapan itu terkabul, ia mengharapkan yang sebaliknya. Chanyeol tidak sanggup melihat gadis liarnya tidak berdaya seperti ini.

"Hari itu seharusnya aku mengikatmu," gumam Chanyeol. Mata kelabunya yang sendu menatap lekat-lekat wajah yang tertidur nyenyak itu. Tangannya membelai lembut setiap lekuk wajah Seungwan.

"Aku telah berusaha mencegahmu tetapi aku kalah. Kau tahu aku selalu kalah darimu," Chanyeol menggenggam kedua tangan Seungwan erat-erat dan menunduk dalam-dalam, "Andai saja aku berusaha lebih keras, semua ini tidak akan terjadi. Kau tidak akan celaka. Kau adalah poin penting dalam perebutan tahta ini. Kaulah pion untuk memberiku keturunan."

"Pion penting?"

Chanyeol terperanjat.

Mata biru jernih Seungwan menatapnya tajam.

"Seungwan!?" Chanyeol terpekik kaget, "K-kau sudah sadar?"

"Ya," kata Seungwan sinis, "Cukup sadar untuk mendengar semuanya."

Chanyeol terdiam.

Tidak ada gadis yang marah pertama kali tersadar dari tidur panjangnya.

Tidak ada seorang gadis pun yang berani menatapnya seperti itu.

Tidak ada seorang gadis pun yang sanggup menunjukkan kemarahannya ketika ia masih lemah.

Tidak ada seorang gadis pun selain Seungwan!

Chanyeol tersenyum lega. "Ini baru kau," katanya sambil merengkuh Seungwan dalam pelukannya.

"Beginikah caramu memperlakukan poin pentingmu?"

"Tidak, Seungwan," Chanyeol membenarkan, "Kau bukan poin pentingku. Bukan lagi."

"Oh?" Seungwan terkejut. "Setelah kau berhasil menyingkirkan Sooyeon, kau juga akan menyingkirkanku?" Suaranya tertahan oleh kesedihan yang tiba-tiba menyiksa dadanya.

"Tidak," Chanyeol menjauhkan Seungwan dari pelukannya. Ia menatap Seungwan lekat-lekat dan menegaskan, "Aku belum mempunyai cukup bukti untuk menahan Sooyeon walaupun sekarang kami masih memperdalam penyelidikan. Aku yakin dalam waktu dekat kami akan menemukan bukti keterlibatan mereka dalam usaha pembunuhanmu ini."

"Dan setelah itu kau akan mendepakku?"

"Setelah semua ini apakah kau kira aku sanggup?" Chanyeol tersenyum lembut.

"Mengapa tidak?" Seungwan balik bertanya, "Kau selalu mengeluh mengeluhkan setiap tindakanku. Kau tidak pernah menyukaiku."

"Ya," Chanyeol mengakui, "Harus kuakui itu tetapi tidak selalu seperti itu."

Seungwan tidak mempercayai pemuda itu. "Katakan yang sejujurnya padaku. Kau tahu kau tidak bisa membohongiku."

Chanyeol tersenyum geli. "Apakah aku bisa berbohong di saat seperti ini?"

"Kau menertawakanku," protes Seungwan, "Kau menertawakanku karena aku tidak punya harga diri, karena aku menjadi istrimu demi tahta. Aku adalah pelacur kelas atas."

"Tidak. Aku tidak pernah berpikir seperti itu."

"Tapi kau mengatakannya!"

Chanyeol terperanjat. "Itu dulu," ia mengakui, "Sekarang tidak lagi. Besok, lusa, dan seterusnya juga tidak akan."

Seungwan membuang wajah.

Chanyeol mengulurkan tangan menyentuh pipi Seungwan dan memalingkan wajah Seungwan ke arahnya. Tangannya yang lain melingkari pinggang Seungwan.

"Jangan menghindariku."

Seungwan mengarahkan pandangannya ke tempat lain.

"Kau memang...," Chanyeol tidak dapat mengutarakan.

"Liar!" sahut Seungwan.

"Ya," Chanyeol mengulum senyumnya, "Tapi kadang-kadang..."

"Tidak punya aturan," potong Seungwan. Seungwan menatap lekat-lekat mata kelabu Chanyeol, "Bukankah itu yang mau kaukatakan!? Aku liar, tidak bisa diatur, tidak punya adat, binal dan entah apa lagi yang ada dalam pikiranmu."

"Ya, Seungwan, kau tidak bisa diatur dan kadang-kadang tidak punya aturan. Tapi karena itulah aku mencintaimu."

Seungwan terdiam. Ia memandang Chanyeol penuh ketidakpercayaan.

"Aku bersyukur kau bukan gadis anggun yang membosankan itu. Aku berterima kasih pada Tuhan atas keliaranmu itu," Chanyeol bersungguh-sungguh, "Kalau bukan karena keliaranmu itu, mungkin kau sudah mati sekarang."

Chanyeol mendekap Seungwan erat-erat, "Aku tidak mau menjadi duda di usia semuda ini."

"Ba... bagaimana mungkin?" Seungwan tidak percaya, "Kau sedang mabuk, Chanyeol?"

Chanyeol menjawab pertanyaan itu dengan ciuman lembutnya.

Seungwan terperangah.

"Kau merasakan anggur? Mencium bau anggur?"

Seungwan menggeleng.

Chanyeol berkata serius. "Aku mencintaimu."

"Mengapa?"

"Kau selalu butuh penjelasan," Chanyeol tersenyum, "Aku mencintaimu karena kau adalah kau. Kau penuh semangat, bebas. Kau membuat hidupku yang monoton menjadi bergairah dan penuh kejutan."

"Aku bersungguh-sungguh, Seungwan," tegas Chanyeol melihat raut wajah Seungwan, "Kalau bukan kau, takkan ada yang tahan menjadi istriku dan digunjingkan orang lain tiap saat. Kalau bukan kau, takkan ada yang dapat menghentikan kebiasaan burukku. Karena kaulah aku menemukan hidup yang penuh gairah. Kau membawa gairah pada hidupku yang monoton ini. Kau membuatku menemukan gadis yang benar-benar kucintai seumur hidupku. Aku mencintaimu karena kau adalah kau," tegas Chanyeol lagi.

"Apakah itu belum cukup?"

"Biar aku pikir dulu," Seungwan meletakkan tangan di pundak Chanyeol.

"Khawatirnya, aku tidak memberimu kesempatan," Chanyeol membaringkan Seungwan, menindihnya dan menciumnya dengan penuh kasih.

Chanyeol membelai wajah Seungwan. "Kau begitu menggairahkan," gumamnya.

Seungwan tersenyum. Tangannya menggelantung di leher Chanyeol.

"Sayangnya," Chanyeol menjauhkan diri, "Untuk beberapa waktu, aku harus mengurungmu di kamar."

Seungwan membelalak.

"Kalau perlu, aku akan menahanmu di tempat tidur."

"Aku tidak mau!" Protes Seungwan.

"Kau baru sadar setelah pingsan berhari-hari. Lukamu belum sembuh. Kau butuh istirahat total."

Seungwan memasang muka masam.

"Kau membuatku tidak tega."

Seungwan tidak mengubah raut wajahnya. "Aku membencimu."

"Setelahnya kau akan mencintaiku kembali," lanjut Chanyeol.

Seungwan membelalak. "Bagaimana kau tahu?"

"Kupikir aku selalu tahu apa yang kaupikirkan."

Seungwan memasang lagi muka masam.

Chanyeol tertawa geli.

"Apa yang kautertawakan!?"

"Kadang kau seperti anak kecil."

"Aku tidak peduli padamu!" Seungwan menghindari Chanyeol.

"Kalau aku mencari wanita lain?" Goda Chanyeol.

"Aku juga akan mencari pria lain!"

"Katamu kau mencintaiku."

"Aku tidak pernah mengatakannya. Kau yang mengatakannya."

"Aku akan membuatmu mengakuinya."

"Coba saja," tantang Seungwan.

"Kalau aku berhasil?"

"Tidak akan!"

"Kalau, Seungwan, kalau," Chanyeol menekankan.

"Kau berhasil," jawab Seungwan, "Kau mendengar yang kaumau."

"Kau tahu apa yang kumau?"

"Tentu saja! Kau ingin aku berkata 'aku mencintaimu'."

Chanyeol tersenyum penuh kemenangan, "Kau telah mengatakannya."

Seungwan terperangah. "K... kau..."

Chanyeol menghela nafas. "Berdebat denganmu sungguh melelahkan. Kau pandai memilih kata-kata."

Seungwan membalik badan.

"Hei!" Chanyeol menahan. Ia mengangkat Seungwan dan memangkunya.

Seungwan menghindari pandangan Chanyeol.

"Apa kau marah padaku?" Tanya Chanyeol bersalah, "Apa mengucapkan tiga kata 'aku cinta padamu' sungguh berat untukmu?"

Seungwan tidak menanggapi.

"Kalau kau tidak suka, aku tidak akan memaksamu. Aku tidak akan melakukannya lagi."

"Sungguh?"

"Kau bisa memegang kata-kataku."

"Aku tidak suka dikurung di kamar atau di tempat tidur. Aku ingin bebas seperti dulu."

"Baiklah."

Seungwan berpaling – melihat wajah bersalah Chanyeol dengan senyum puas. "Kau tidak bisa mengurungku, kau sudah berjanji."

"Kau!" Chanyeol kaget.

"Aku mencintaimu," Seungwan melingkarkan tangan di leher Chanyeol.

"Kau sungguh pandai berbicara," desah Chanyeol.

"Tapi kau mencintaiku karena itu."

"Ya," Chanyeol mendesah panjang dan menunduk mencium Seungwan, "Katakan lagi, Seungwan."

Seungwan tersenyum. "Aku mencintaimu."

Dan Chanyeol merasa kepenatannya selama seminggu belakangan ini sirna. Tangan Chanyeol terus menjelajahi tiap lekuk wajah Seungwan. Dengan hati-hati ia membaringkan Seungwan kembali sementara bibirnya terus mencumbu Seungwan. Hatinya dipenuhi oleh perasaan cinta yang tak dapat diutarakannya dengan kata-kata. Chanyeol tidak pernah menyangka seorang wanita bisa membuatnya luluh seperti ini.

Seungwan merengkuh kepala Chanyeol dan saat itulah rintihan kesakitan terlepas dari mulutnya.

Chanyeol kaget. "Kau tidak apa-apa?" ia baru sadar luka-luka Seungwan masih belum pulih.

Seungwan juga baru sadar kedua telapak tangannya dibungkus oleh kain putih.

"Aku akan memanggil Yoona," Chanyeol beranjak dari sisi Seungwan.

Seungwan segera menarik baju Chanyeol. Lagi-lagi rintihan kesakitan terlepas dari mulutnya.

"Jangan banyak bergerak," Chanyeol berkata cemas. "Aku tidak ingin lukamu kembali terbuka."

"Aku ingin minum," protes Seungwan.

Lagi-lagi Chanyeol menyadari kecerobohannya. Seungwan baru saja sadar dari tidur panjangnya. Tentunya ia sangat kehausan setelah berhari-hari tidak minum setetes air pun.

"Tunggulah aku," Chanyeol membungkuk mencium kening Seungwan, "Aku akan segera kembali."

Baru saja Seungwan berpikir Chanyeol akan pergi ke mana ketika ia melihat pemuda itu melangkah ke meja di dekat kaki pembaringan. Di atas meja riasnya, ia melihat sebuah teko dan sebuah gelas.

Chanyeol menuangkan segelas air untuk Seungwan.

Seungwan tertawa geli.

Chanyeol kembali di sisi Seungwan dengan wajah tidak senang. "Apa yang kautertawakan?"

"Aku pikir kau akan ke mana, ternyata...," Seungwan tidak dapat menghentikan tawanya sampai rintihan kesakitan kembali terlepas dari mulutnya. Tangannya memegang erat-erat perutnya.

"Lihatlah!" Chanyeol marah, "Aku sudah memperingatimu." Chanyeol segera meletakkan gelas di meja kecil sisi pembaringan Seungwan dan menyingkap selimut Seungwan.

Seungwan membelalak kaget ketika Chanyeol membuka kancing baju tidurnya.

"A-apa yang kaulakukan!?" Seungwan panik ketika kancing sepanjang kerah baju tidurnya hingga ujung gaun tidurnya itu hampir terbuka setengahnya.

"Diamlah!" Chanyeol memperingati dengan tajam. "Biarlah aku memeriksa lukamu."

Wajah Seungwan sudah merah padam ketika tangan Chanyeol memeriksa kain yang membalut perutnya itu dengan teliti.

"Sepertinya lukamu tidak terbuka kembali," Chanyeol duduk di sisi Seungwan dengan lega. "Lain kali jangan melakukan tindakan yang bisa membuatku sakit jantung."

"Aku tidak bisa berjanji," kata Seungwan jujur.

Chanyeol menatap tajam Seungwan.

"Kau menyukaiku karena itu, bukan?" Seungwan tersenum manis.

"Kau...," Chanyeol merasa ia benar-benar kalah telak oleh senyum yang menggoda itu.

Seungwan berusaha mengancingkan kembali baju tidurnya dengan jari-jarinya yang tidak bebas.

"Apa yang kau lakukan?" Chanyeol panik.

"Aku hanya ingin mengancingkan gaun tidurku," Seungwan membela diri. "Aku tidak bisa terus seperti ini, bukan?"

Chanyeol melihat dada Seungwan yang hampir telanjang. Tanpa banyak suara, ia merapikan kembali gaun tidur Seungwan kemudian membantu gadis itu duduk. Tangan kirinya terus memeluk pundak gadis itu dengan lembut sementara tangannya yang lain mengambil gelas di meja. Dengan telatennya ia membantu Seungwan meneguk air.

Suara keributan di depan pintu menarik perhatian Chanyeol.

"Berbaringlah kembali," Chanyeol membaringkan Seungwan dengan hati-hati kemudian menarik selimut menutupi tubuh gadis itu, "Aku akan memanggil dokter dan mengabarkan keadaanmu pada Earl."

"Papa ada di sini?" Seungwan kaget.

"Benar," Chanyeol tersenyum, "Karena itu kali ini aku ingin kau menjadi gadis manis. Aku tidak main-main, Seungwan."

"Aku berjanji," senyuman Seungwan tidak sanggup menghilangkan keraguan Chanyeol. Namun Chanyeol juga tidak dapat berbuat apa-apa. Ia harus memeriksa keributan di luar sebelum Seungwan juga mendengarnya dan sesegera mungkin memanggil Yoona.

"Apa yang kalian maksud selain Hyoyeon dan Chanyeol, tidak ada yang boleh memasuki kamar Seungwan!?" Yifan menuntut jawaban. "Kalian tahu siapa aku!? Aku adalah Duke of Pittler."

"Maafkan kami," prajurit itu berkata, "Kami hanya menjalankan perintah yang diberikan pada kami."

Prajurit lain turut bersuara, "Paduka Raja sendiri yang memerintahkan kami untuk melarang tiap orang kecuali Hyoyeon memasuki kamar Paduka Ratu."

"Apa kalian pikir aku akan percaya!? Chanyeol tidak mungkin melarangku menemui Seungwan!"

"Benar. Aku yang memerintahkan mereka mencegah setiap orang kecuali Hyoyeon memasuki kamar Seungwan," Chanyeol muncul dari balik pintu dengan segala wibawanya.

Para prajurit itu terperanjat. "Maafkan kami, Yang Mulia Paduka," mereka segera berlutut, "Kami tidak berniat membuat keributan."

Yifan pucat pasi. Ia tidak menduga akan bertemu langsung dengan Chanyeol di sini. Sejak hari Joohyun mendapatkannya di dalam kamar Seungwan, Yifan telah mengutus orang untuk memperhatikan kamar Seungwan. Dari orang itu pula, Yifan mempelajari pola pengunjung-pengunjung Seungwan. Dan siang seperti ini Chanyeol tidak pernah berada di kamar Seungwan. Sepertinya hari ini adalah pengecualian.

"Kebetulan engkau datang, Yifan. Aku ingin berbicara denganmu."

Yifan sadar ia tidak bisa lari. Yifan tegang dan takut ketika Chanyeol terus berdiam diri.

Dalam hatinya ia mulai menyalahkan Sooyeon. Bila Sooyeon tidak bertindak gegabah, ia tidak akan menghadapi situasi saat ini. Bila Sooyeon tidak terus mendesaknya, ia tidak akan berusaha membunuh Seungwan.

Yifan panik. Mungkinkah Chanyeol tahu ia pernah berusaha membunuh Seungwan? Mungkinkah Joohyun telah memberitahunya? Mungkinkah Chanyeol tahu saat ini ia membawa racun yang ingin diminumkannya pada Seungwan? Mungkinkah Chanyeol ingin menangkapnya?

"Masuklah," Chanyeol membuka pintu ruang kerjanya.

Yifan semakin panik melihat ketenangan Chanyeol. Ia sadar sikap Chanyeol yang seperti tidak pernah terjadi apa-apa ini justru lebih membahayakan dari kemarahannya yang meledak-ledak.

Chanyeol duduk di meja kerjanya dan menatap langsung ke mata kakak sepupunya itu. "Yifan," ia membuka mulut.

"A-aku tidak tahu!" Yifan berkata panik, "Aku tidak tahu apa pun! Semua ini rencana Sooyeon. Dia sama sekali tidak memberitahuku! Sooyeon merencanakan semua ini. Ia ingin membunuh Seungwan. Aku sama sekali tidak tahu. Aku tidak terlibat!"

Chanyeol terperanjat. Ia tahu Yifan adalah seorang pengecut tapi sama sekali tidak disangkanya Yifan jauh lebih pengecut dari yang diduganya. Ia mengajak Yifan memang karena ia ingin memancing pengakuannya. Ia ingin menanyakan keberadaan pedang keluarga Soyoz pada Yifan tapi tak disangka...

"Yifan, apa kau sadar dengan perkataanmu itu?"

"Sekarang Sooyeon ada di Arsten," kata Yifan pula dengan panik, "Kau bisa mengirim orang menangkapnya. Aku tidak tahu. Aku tidak terlibat dengan masalah ini!"

"Aku mengerti," kata Chanyeol, "Sampai kami menangkap Sooyeon, aku tidak ingin kau meninggalkan ruangan ini." Chanyeol pun segera menyuruh orang untuk memanggil Changmin menghadap.

Sama seperti dirinya, Changmin terkejut bukan oleh pengakuan Yifan melainkan oleh kegugupannya.

Changmin melihat Chanyeol setelah mendengar pengakuan Yifan.

"Kau tahu apa yang harus kaulakukan," Chanyeol berdiri dari kursinya, "Aku ingin menemui Seungwan." Saat ini yang paling diinginkan Chanyeol adalah menyembunyikan kepalanya di lekuk leher Seungwan dan melepaskan semua kekacauan pikirannya ini. Chanyeol tahu Binkley terlibat dalam masalah ini tetapi tetap saja pengakuan Yifan membuatnya kaget. Chanyeol mempercepat langkahnya. Ia ingin segera mengubur segala kepenatannya dalam pelukan hangat Seungwan.

Namun kejutan itu lebih besar ketika membuka pintu kamar Seungwan.

"Seungwan, apa yang kaulakukan!?" Ia menyerbu panik melihat Seungwan bukan saja telah turun dari tempat tidur tapi telah menuju serambi. "KEMBALI KE TEMPAT TIDURMU SAAT INI JUGA!!!"

Seruan marah itu mengagetkan setiap orang yang mendengarnya.

"Apa yang terjadi?" Tanya orang-orang.

"Pasti Paduka Ratu membuat ulah lagi," seorang spontan menjawab sambil tersenyum arti.

"Paduka Ratu!?"

"Apakah Paduka Ratu sudah sadar?"

"Aku ingin melihat keadaan di luar," Seungwan membela diri.

"KEMBALI!!!" Chanyeol mencengkeram pergelangan tangan Seungwan.

"LEPASKAN!!" Seungwan memberontak, "KAU TIDAK BISA MELARANGKU! Aku ingin melihat keadaan di luar!"

"Paduka Ratu sudah sadar!" Mereka mengenal baik seruan yang tidak mau kalah itu. "Paduka Ratu sudah sadar!!" Mereka bersorak gembira.

"Kembali ke tempat tidurmu saat ini juga," untuk ketiga kalinya Chanyeol memerintahkan Seungwan. Namun kali ini ia tidak membuang waktu untuk bersilat lidah dengan Seungwan. Ia segera mengangkat Seungwan dan menindihnya di tempat tidur sehingga Seungwan tidak dapat berbuat apa-apa.

Seungwan merintih kesakitan merasakan perih di perutnya yang serasa seperti teriris-iris.

Chanyeol dengan kaget memeriksa perut Seungwan. "Lihatlah apa yang sudah kaulakukan!" ia menuduh Seungwan melihat noda merah di kain putih itu. "Aku akan memanggil dokter," dan ia menegaskan, "Kali ini aku memaksamu berdiam diri di tempat tidur. Kalau kau masih berani meninggalkan tempat tidurmu, jangan salahkan aku mengikatmu."

Demi sakit yang menyerang perutnya, Seungwan tidak sanggup membantah Chanyeol.

Chanyeol langsung bertindak cepat.

Dalam waktu singkat, Seungwan sudah membuat keributan baru di Fyzool. Begitu sibuknya orang-orang sehingga Yifan yang ditahan di ruangan Chanyeol juga mengetahuinya. Sooyeon yang beberapa saat kemudian tiba di Fyzool pun langsung mengetahuinya.

"Aku akan membunuhnya!" Teriak Sooyeon, "Aku akan membunuh mereka! Aku akan membunuh pengkhianat itu!! Yifan, aku akan menarikmu ke akhirat!!" Teriakan histeris sang Duchess of Binkley mengisi kedinginan penjara bawah tanah Fyzool.

-----0-----

"Aku benar-benar tidak percaya!" Seru Sehun melihat reaksi ketakutan Yifan ketika ia diharapkan pada Sooyeon. Hingga hari ini, beberapa hari setelah Seungwan sadar, ia masih sering mengucapkannya.

"Aku juga sukar mempercayainya," Chanyeol mengakui, "Aku tidak mengerti mengapa aku pernah mengagung-agungkannya."

"Untung Joohyun menolaknya," kata Sehun, "Tapi, andai Joohyun mau menikahinya, ia mungkin menjadi seorang gentleman sejati. Aku percaya Joohyun akan mendidiknya dengan ketat."

"Sekarang apa yang harus kami lakukan, Paduka?" Tanya Changmin.

"Biarkan gosip itu terus beredar," jawab Chanyeol, "Untuk saat ini kita cukup memfokuskan diri pada masalah ini. Segera selesaikan penyelidikan. Aku ingin Sooyeon segera diharapkan ke pengadilan. Mengenai Yifan, perdalam penyelidikan. Periksa apakah pengakuan Sooyeon benar. Semakin cepat semakin baik. Aku tidak mau dibuat pusing lagi karenanya."

"Tapi kulihat keadaanmu tidak membaik," komentar Sehun.

"Kau tahu Seungwan," Chanyeol mengakui, "Sepuluh kepala tidak cukup untuk memikirkan gadis liar itu."

Sehun tertawa. "Seungwan tidak pernah mau diam di tempat tidur. Karena itulah Joohyun selalu takut ia jatuh sakit."

"Changmin, Sehun," Chanyeol berdiri, "Kuserahkan sisa masalah ini pada kalian."

"Jangan khawatir. Aku akan segera menyelesaikannya," Sehun menjamin, "Aku juga ingin segera melihat mereka dihukum."

Chanyeol meninggalkan ruangannya.

"Anda mau ke mana, Paduka?" Tanya Changmin.

"Mengawasi Seungwan," jawab Chanyeol.

"Kau benar-benar dibuat pusing olehnya," komentar Sehun lagi.

"Setan pun tidak tahu apa yang direncanakan Seungwan," Chanyeol melambaikan tangan dan meninggalkan mereka.

Tawa geli Sehun mengiringi kepergian Chanyeol.

"Paduka sudah berubah," komentar Changmin, "Ia tampak lebih bahagia."

"Ya," Sehun sependapat, "Hanya dia yang bisa mengatasi Seungwan dan hanya Seungwan yang bisa mengimbangi Chanyeol."

-----0-----

Dokter Yoona tertawa geli.

"Tidakkah itu keterlaluan, Yoona?" Seungwan melapor pada dokternya dengan penuh semangat, "Kemarin ia benar-benar mengikatku!"

Sang dokter kesulitan menghentikan tawanya. "Paduka melakukannya untuk kebaikan Anda. Ingat di hari Anda sadar, Anda sudah membuat ulah sehingga luka Anda terbuka lagi dan Anda demam lagi."

"Paduka Raja sangat khawatir sampai ia sendiri tidak tidur semalaman," Hyoyeon mengingatkan pula dengan tajam.

"Aku akan mati bosan," Seungwan cemberut.

"Aku jamin itu tidak akan terjadi. Aku sudah mati karena sakit jantung sebelum kau mati bosan."

Mereka melihat ke pintu.

"Selamat siang, Paduka Raja," Hyoyeon dan Dokter Yoona menyambut.

"Engkau adalah iblis! Kau tidak akan mati semudah itu."

Alis Chanyeol terangkat. "Apakah itu kesibukan barumu? Menyebarkan rahasiaku?"

Seungwan membuang muka dengan kesal.

Chanyeol tertawa geli.

Dokter Yoona tersenyum. Belum seminggu ia mengenal Seungwan namun ia sudah dapat memahami mengapa Fyzool tidak pernah tidur selama Seungwan membuka matanya.

"Bagaimana keadaan Seungwan?" Tanya Chanyeol.

"Sudah lebih baik. Saya yakin Paduka Ratu akan segera pulih," dan Dokter Yoona menegaskan, "Selama ia tidak membuat ulah dan mau meminum obatnya."

"Serahkah itu padaku," Chanyeol berjanji. "Aku merestuimu mengambil segala tindakan medis untuk membuat Seungwan diam."

"Saya mengerti, Paduka," Dokter Yoona tersenyum penuh arti, "Maka saya akan memberinya dalam bentuk cairan untuk mempermudah Anda."

"Itu akan sangat membantu," Chanyeol tersenyum pula.

Seungwan kesal melihat persekongkolan mereka. Ia melihat Hyoyeon berdiri di kaki tempat tidur. "Hyoyeon, Papa?"

Hyoyeon tidak tahu harus menjawab apa. Ketika tahu Seungwan sudah sadar, Earl of Hielfinberg bersikeras untuk kembali ke Schewicvic tanpa menemui Seungwan. Ia juga tidak pernah datang menjenguk Seungwan. Earl takut. Setelah melihat Seungwan, ia tidak akan tega berpisah dengan putri kesayangannya.

Seungwan sedih.

Chanyeol duduk di sisi Seungwan. "Kau bisa menemuinya di Schewicvic," ia memegang tangan Seungwan dengan lembut.

"Benarkah?" mata Seungwan bersinar gembira.

"Kalau kau sudah pulih," Chanyeol menekankan, "Aku yakin saat itu akan segera tiba kalau kau mau menjadi anak manis."

Seungwan langsung cemberut.

Chanyeol tertawa geli dibuatnya.

"Saya harus segera kembali," Dokter Yoona meringkas peralatan kedokterannya. "Ini adalah obat untuk hari ini," ia menyerahkan sebotol cairan pada Chanyeol.

"Seperti biasa?" Tanya Chanyeol.

"Ya, Paduka. Seperti biasa."

Seungwan langsung waspada.

"Saya akan mengantar Anda, Dokter," kata Hyoyeon.

"Maaf, aku tidak bisa mengantarmu, Yoona."

"Tidak perlu, Paduka Ratu. Anda cukup berbaring di sini demi kesehatan Anda."

"Kau dengar itu?" Chanyeol memperingati Seungwan, "Semua orang ingin kau segera sembuh."

"Kecuali kau."

"Tidak. Aku sangat menginginkannya melebihi mereka."

"Kau ingin aku mati bosan!"

"Apa kau pikir aku tega?"

"Kemarin kau mengikatku!" Seungwan mengingatkan Chanyeol atas perlakuannya kemarin. Demi mencegah Seungwan yang memaksa turun dari tempat tidur, Chanyeol melaksanakan ancamannya. Ia mengingat tangan Seungwan pada tiang-tiang tempat tidur sehingga gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa selain berbaring.

"Jadi," Chanyeol menyimpulkan, "Itu alasannya."

"APA!?"

Mereka sudah benar-benar melupakan Yoona maupun Hyoyeonyang memutuskan untuk mengundurkan diri tanpa suara.

Chanyeol membungkuk menangkap bibir yang cemberut itu. "Kautahu, sayang, kau tidak cocok dengan wajah ini."

Seungwan marah. "Aku membencimu! Aku benci!"

"Itu bagus," Chanyeol dengan santai membuka botol obat Seungwan, "Karena setelahnya kau sudah tidak punya kebencian lagi yang tersisa."

Seungwan membelalak melihat Chanyeol meminum obat itu. "Aku tidak mau," Seungwan memberontak dari sepasang tangan yang meraih tubuhnya, "Aku tidak mau!" Ia berusaha menjauhkan diri dari Chanyeol.

Chanyeol merangkum wajah Seungwan dan tersenyum penuh kemenangan.

"AKU TIDAAK," mulut Chanyeol menutup mulutnya. Cairan obat yang dibencinya mengalir ke mulutnya tanpa dapat dihentikan dan terus menuruni tenggorokannya.

"Ini baru anak manis," Chanyeol tersenyum puas.

Seungwan melihat pemuda itu dengan marah.

Chanyeol mengambil air di meja. "Kau mau minum sendiri atau?"

"Aku akan minum sendiri!" Sahut Seungwan marah.

"Khawatirnya, aku tidak ingin kehilangan kesempatan."

"Aku bisa minum sendiri!" Seungwan bersikeras.

"Apa yang bisa kaulakukan dengan tanganmu yang seperti itu?" Chanyeol menunjuk telapak tangan Seungwan yang terbungkus perban hingga ruas jari-jarinya.

"Kau pasti sengaja," Seungwan menuduh, "Kau pasti menyuruh Yoona mengikatku seperti ini."

Chanyeol hanya tersenyum. Ia memasukkan isi gelas ke dalam mulutnya dan kembali meminumkannya pada Seungwan dari mulut ke mulut.

Seungwan memberontak. Air mata membasahi sepasang mata murkanya. Namun amarahnya langsung sirna ketika Chanyeol mulai mencumbunya, mencium matanya yang basah dan menjelajahi wajahnya.

"Aku benar-benar tidak tega," bisik Chanyeol, "Aku tidak suka melihatmu seperti ini," Chanyeol mencium bibir Seungwan lagi, "Jadilah gadis manis dan segera pulih. Aku ingin membawamu keluar."

Seungwan mengangguk. Ia sudah benar-benar luluh dalam cumbuan Chanyeol. Tangannya terulur memeluk Chanyeol tapi kemudian ia kesal menyadari perban mencegah tangannya bergerak bebas.

Chanyeol melepaskan tangan Seungwan dari lehernya dan mencium jari-jari Seungwan yang muncul dari dalam perbannya. "Kalau kau tidak banyak menggerakkan tanganmu, Yoona akan segera melepasnya."

"Aku akan sangat bosan," Seungwan cemberut.

"Tidak akan. Aku tidak akan membiarkanmu bosan," Chanyeol berjanji, "Aku akan menemanimu setiap kali aku ada waktu kosong."

"Mustahil!" Seungwan merajuk lagi.

"Aku pasti akan meluangkan waktu," Chanyeol bersungguh-sungguh, "Aku sudah terserang penyakit. Aku tertular Earl Hielfinberg tapi aku tidak berusaha mencegahnya."

Seungwan terperangah.

Chanyeol berbaring di sisi Seungwan. "Setiap kali berada di sini, aku tidak ingin pergi lagi. Aku ingin selalu berada di sisimu. Mencumbumu seperti ini," ia mencium gadis itu lagi, "Katakan, Seungwan."

"Aku mencintaimu," Seungwan mengatakan apa yang paling ingin didengar Chanyeol saat ini, "Aku sangat mencintaimu."

Hati Chanyeol dipenuhi kebahagiaan. Ia mencumbu Seungwan dengan segala kelembutan yang diketahuinya. Ia membelai Seungwan dengan kelembutan yang baru dipelajarinya.

Ketukan pintu terdengar sangat keras.

"Sialan!" Umpat Chanyeol, "Siapa yang berani mengangguku!?"

Seungwan tersenyum. "Lihatlah siapa itu. Mungkin ada yang mencarimu."

"Siapapun itu, ia harus menungguku. Aku masih tidak ingin berpisah dengan istri tercintaku."

Seungwan bahagia mendengarnya. Ia mencari kehangatan di dada Chanyeol.

"Ada apa?" Chanyeol bertanya dengan suara keras.

"Duke of Binkley datang menjenguk Ratu," lapor prajurit dari balik pintu.

Seungwan dan Chanyeol saling bertatapan.

Chanyeol berdiri untuk merapikan baju tidur Seungwan dan membenahi selimutnya. "Biarkan dia masuk," kata Chanyeol setelahnya.

Seungwan tidak dapat melihat pria yang berdiri di pintu.

Yifan tidak berani menatap Chanyeol. Ia sudah mempersiapkan diri ketika mendengar Chanyeol ada di dalam kamar Seungwan. Namun tetap saja keberaniannya hilang melihat wibawa pemuda itu.

"Maafkan saya, Duke Binkley," suara lembut mengusir ketakutan Yifan, "Saya tidak dapat menyambut Anda dengan baik. Dokter hanya mengijinkan saya berbarng."

Mata Yifan terpaku pada gadis yang berbaring di tengah ranjang besar itu. Sepasang mata biru cerah menatapnya dengan lembut.

"B-bagaimana keadaan Anda, Paduka Ratu?" Tanya Yifan.

"Sudah hampir pulih." Yifan memperhatikan tiap gerakan bibir Seungwan lekat-lekat. "Chanyeol berjanji ia akan membawaku pergi bila aku sudah pulih."

Chanyeol tidak menyukai cara Yifan menatap Seungwan.

"Hanya bila kau sudah pulih," Chanyeol membungkuk mencium Seungwan.

"Aku akan segera pulih."

"Bila kau mau menjadi gadis manis."

Yifan merasa seperti disingkirkan. Ia meninggalkan mereka tanpa suara.

'Apa kau tidak pernah berpikir mengapa kau selalu dinomorduakan?' Yifan teringat komentar Sooyeon di suatu siang, 'Apa kau tidak pernah berpikir mengapa kau tidak bisa menjadi raja!?'

Tanpa perlu berpikir, semua orang juga tahu. Jauh sebelum ia dilahirkan, Chanyeol sudah menjadi seorang Putra Mahkota, penerus tahta Viering.

"Lihat, itu Duke Binkley."

"Mau apa dia di sini? Apakah dia melihat Duchess of Binkley?"

"Mengapa Raja belum menahannya?"

"Menurutmu, apakah Duke juga terlibat?"

"Pasti!" Seorang di antara wanita itu menjawab mantap, "Sejak dulu aku sudah yakin Duke pasti akan melakukan sesuatu seperti ini."

"Benar-benar aib Viering! Almarhum Duke Binkley pasti malu melihat putranya."

"Ia harus bersyukur Raja masih memberinya muka ketika ia menikahi wanita jalang itu."

"Aku heran mengapa Raja masih terkesan menutup-nutupi masalah ini."

"Apakah kau bodoh!? Raja tentu tahu apa yang akan terjadi kalau masalah ini menjadi besar."

"Ini adalah masalah besar! Mereka ingin membunuh Ratu!!"

"Karena itu Raja Chanyeol semakin hati-hati menangani masalah ini!"

"Duke Binkley benar-benar beruntung. Raja masih memandangnya sebagai putra almarhum seorang yang berpengaruh di Viering."

Yifan mempercepat langkahnya. Ia tidak mau mendengar perkataan orang-orang itu. Semenjak Sooyeon ditangkap, omongan itu terus beredar di sekitar Istana. Pada awalnya mereka hanya membicarakannya di belakangnya sekarang mereka sudah tidak peduli lagi. Mereka tidak segan membicarakannya dengan suara keras di depannya.

"Raja Chanyeol benar-benar pria yang mengagumkan. Tidakkah kau berpendapat demikian? Ia tahu masalah ini pasti akan mengguncang Viering karena itu ia berbohong pada setiap orang tentang keadaan Ratu. Bahkan sampai saat ini pun ia masih berhati-hati dalam menangani masalah ini. Ia benar-benar mengutamakan Viering."

"Untung penerus tahta Viering adalah Raja Chanyeol. Aku tidak tahu apa jadinya kerajaan ini kalau Duke Binkley yang naik tahta."

"Jangan sampai itu terjadi!"

"Aku lega sangat lega ketika Raja memutuskan untuk menikah. Aku sempat khawatir akan pilihan Grand Duke tetapi sekarang aku tidak meragukannya lagi."

"Benar," mereka tertawa gembira, "Ratu memang seorang gadis yang menyenangkan. Rasanya Istana tidak pernah sepi karena Ratu."

Yifan ingin sesegera mungkin meninggalkan Istana. Ia tidak ingin mendengar orang-orang membanding-bandingkannya dengan Chanyeol.

Ketika mereka masih kecil, orang-orang itu selalu menyanjungnya. Lambat laun mereka mulai mengagungkan Chanyeol dan melihatnya seperti sampah masyarakat. Apapun yang dilakukan Chanyeol, mereka selalu menyanjungnya. Apapun yang diputuskan Chanyeol, mereka selalu mengagungkannya. Selalu, selalu dan selalu!

Chanyeol juga demikian. Ketika mereka masih kecil, Chanyeol selalu mengikutinya. Chanyeol selalu menyanjungnya namun lambat laun ia mulai suka mengkritiknya. Sekarang Chanyeol bersikap seolah-olah ia adalah orang yang paling berkuasa atas hidupnya.

Mengapa? Jawabannya mudah. Karena ia adalah seorang Raja.

Ia hanya menikahi wanita yang dicintainya namun dunia mengatakannya seperti ia menikahi seorang iblis. Chanyeol menikah karena terpaksa namun mereka menyanjungnya seperti ia menikahi seorang bidadari.

Ia tidak akan datang ke tempat ini bila bukan karena ingin menunjukkan kepeduliannya pada Seungwan. Berhari-hari ia membulatkan tekad untuk menjenguk gadis itu. Namun tak sampai satu detik tekad itu dihancurkan oleh sepasang mata dingin Chanyeol.

Chanyeol tampaknya tidak ingin ia mendekati Seungwan. Chanyeol tentunya ingin menguasai Seungwan seorang diri seperti ia menguasai kehidupannya.

Yifan teringat senyum manis Seungwan. Ia tidak pernah benar-benar memperhatikan Seungwan. Ia tidak menyadari kecantikkan gadis itu ketika ia mencoba mencekiknya. Namun gadis itu... Yifan terkenang sepasang mata biru cerah yang membiusnya.

Chanyeol sungguh beruntung bisa mendapatkan gadis semanis itu.

'Apakah kau tidak pernah ingin menjadi Raja?' Yifan teringat pertanyaan Sooyeon, 'Kalau kau menjadi Raja, tidak ada seorang pun yang berani mengatakan hal buruk tentangmu. Kau juga bisa mendapatkan segala yang kauinginkan.'

Segala yang kau inginkan...

Yifan teringat lagi pada sepasang mata yang menatap lembut padanya, senyum manis yang mampu menundukkan hati siapa pun, juga pada suaranya yang lembut mengusir segala kegalauan hati.

'Engkau masih Duke of Binkley!' Sooyeon memarahinya di suatu saat.

Benar! Ia masih putra seorang Duke yang pernah berpengaruh di Viering. Bukan Chanyeol seorang yang bisa mendapatkan yang terbaik!

---

Hallo semuanya!!! Apa kabar? Sorry banget ngilang lama banget tanpa kabar :(

1. Pertama, aku sempet hectic sama real life, tanggung jawab dan deadline beneran bikin aku gak bisa banyak meluangkan waktu untuk buka wattpad.

2. Kedua, hahaha ini lucu aku setelah officially libur sejak akhir tahun berusaha buat login ke akun ini dan lupa password dong (so sad). Aku sempet pusing dan sedih banget karena aku juga ingin menuntaskan utang di sini. Akhirnya, aku baru inget passwordku semalem banget. So sorry!!!


Nah, sekarang aku sudah kembali. Sudah mulai nyicil chapter fanfic ini. Mohon bersabar, kutargetkan kurang dari seminggu semoga bisa dipost sampai ending. Semoga kalian nggak banyak lupa sama alur dan ceritanya. 

Oh iya,

3. Ketiga, jangan bingung aku republished chapter 22, 23 dan 26. Karena... aku nulisnya Irene di sepanjang chapter itu, seharusnya Joohyun. Kalian pada sadar gak sih? Hoho soalnya nggak ada yang komentar soal itu. Aku minta maaf untuk kelalaianku yang satu ini. Hahaha

Dan  makasih banyak buat yang sudah meluangkan waktu untuk baca, vote, dan kasih komentar. Maaf juga untuk komentar yang nggak dibales (apalagi yang nanya kapan dilanjut) sudah kubaca semua kok dan jawabannya sudah kuwakilkan di atas ya hehehe. 

*funfact: ini lucu, tapi chapter 26 dapet viewsnya dua kali lipat lebih banyak dari chapter sebelumnya, dan kolom komentar dan votenya juga yang terbanyak. Kenapa gitu deh? Aku geli sendiri liatnya.  Hahaha anyway makasih banyak sekali lagi.

See you tomorrow, maybe? 

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

156K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
4.1K 650 20
Park Chanyeol memiliki kekasih yang sangat cantik, baik dan pengertian. Namanya Im Nayeon. Hubungan mereka sudah berjalan selama hampir lima tahun da...
21K 1.1K 6
Jungkook tak pernah menyangka, kalau hujan kala itu akan mengubah cerita hidupnya- -''♪° bromance -''♪° TAEKOOK ⚠
9.1K 857 33
.Start in '18 November 2021' .Ending ' 09 Mei 2022 ' . . . . sebuah pertemuan yang menghasilkan dua hati menemukan cintanya kembali. seorang dokter C...