My New Boss #Googleplaybook #...

By AchelliaSugiyono

328K 29.6K 1.5K

#Cerita ini dibuat untuk mengikuti kompetisi Grasindostoryinc 2018. Hai, nama gue Arimbi, dan gue pengen ceri... More

Cast
Prolog
Pangsit Cik Ma
Being a Stalker
Kawinan Mantan
New Boss
Akward
New Rules
Team
Sisterhood
Meet My New Boss
Sofitel Bali
Mulut Singa
Lubang Buaya
THE VILLA
Mid - Night
Back to Office
Hard Day Ever
Bali - Part I
Bali - Part II
BALI PART III
Gala Dinner
Night
You Again
You ?
BAB BARU
Singapore
Day 1
Day 2 - Mid Night
Day 3
Day 4
Day 4 - Part II
Day 5
One Day Left
The Last Day
Camer
What?
Hai
E book or Cetak
The Night Before
My Day
Camilia
Kesepakatan
Jealous
Jealous Video
Another Reason
Hai
Thank You
News !!
POD
Ebook
Giveaway
News
Ralat

Back To Jakarta

5.2K 672 32
By AchelliaSugiyono

Saat gue bangun, Mr. Ken sudah tidak ada di Villa. Gue kelimpungan mencarinya. Di lantai dua nggak ada, begitu juga di lantai satu. Dan akhirnya gue keluar dari Villa berharap dia hanya sedang jalan-jalan di luar.  Gue terkejut karena ada seorang pria berdiri di dekat mobil berwarna hitam.

"Selamat pagi bu." Sapanya dengan aksen khas Bali. Ikat kepalanya juga membuatnya semakin  terlihat seperti seorang Bli

"Pagi Bli." Jawab gue bingung.

"Saya Nyoman."

"Em . . .Pak Ken? Anda kenal pak Ken?"

"Iya bu, saya penjaga Villa, sedah tujuh tahun bekerja pada pak Ken."

"Oh thank God" Gue menarik nafas lega.

"Pak Ken meminta saya untuk mengantar anda ke bandara. Tapi sebelum ke bandara kalau anda mau ke tempat lain, saya juga diminta untuk mengantar anda kemanapun anda mau pergi."

"Em . . . bisa antar saya ke pak Ken?" Tanya gue ragu.

"Maaf, tapi pak Ken sudah terbang ke Tokyo dengan penerbangan paling pagi."

"Tokyo?" Tanya gue shock.

"Betul bu."

Gue terbengong beberapa saat, ada rasa kecewa ketika dia pergi sejauh itu tanpa meninggalkan  pesan ke gue.

"Em . . . kalau begitu tunggu sebentar. Saya akan berkemas." Gue segera naik ke atas untuk berkemas, karena sudah di tunggu, gue bahkan nggak sempat mandi.

Tiket penerbangan gue tenyata sudah di pesan dan kode bookingnya di kirim via pesan singkat di ponsel Bli Nyoman. Si bos sama sekali nggak meninggalkan pesan apapun ke gue. Bahkan saat gue mencoba menghubunginya, hanya mesin penjawab pesan yang gue dengar.

***

Tepat pukul sebelas siang gue sampai di rumah pukul duabelas siang. Gue masuk rumah dan didalam tampak sepi. Kemana semua orang?

"Ma . . ." Gue berusaha mencari mama di dalam kamarnya dan mama nggak ada.

"Ma . . ." Gue berjalan menuju dapur dan nyokap juga nggak ada, satu-satunya tempat yang mungkin ada orang adalah di kamar kakak gue. Secara dia hamil besar, pasti nggak lagi kemana-mana, dan pintu depan juga nggak di kunci kok.

"Kak . . ." Gue buka pintu perlahan dan melihat dia sedang berdiri dengan perut yang tidak sebesar biasanya.

"Hei . . . " Sapanya.

"Kak . . . lo?" Kalimat gue terpotong.

"Udah, tu dia lagi bobok." Katanya sambal tersenyum.

"Gilak, jahat banget sih kok gue nggak di kabarin?" Gue memeluk kakak gue yang masih terlihat lemah tak berdaya pasca persalinan dan begadang.

"Kasihan lo-nya, baru sampe Bali masa suruh balik lagi. Lagian baby Mikha nggak mau ganggu tantenya yang lagi . . . ehem " Dia berdehem dan gue langsung menutup mulutnya, memastikan nggak ada orang lain yang denger, terutama nyokap.

"Ok, gue mau mandi terus mau ketemu sama si baby Mikha. Udah nggak sabar gue . . ." Perasaan gue campur aduk, setelah pagi ini gue kehilangan Ken tanpa kabar, tapi sampai di rumah gue dapat kabar baik seperit Mikhaila. Campur aduk rasanya itu kaya manis sama pahit, bertolak belakang tapi gue rasakan di saat yang bersamaan.

***

Gue baru sampai di kamar dan meletakan tas. Ponsel gue nyalakan lagi, karena setelah dari bandara gue bahkan belum menyentuh ponsel. Tapi tidak ada kabar dari si bos gue sama sekali.

Huft

Gue langsung masuk ke kamar mandi, dan berniat untuk mandi supaya pikiran gue sedikit lebih segar.

"Bi . . ." Suaranya nyokap terdengar di dalam kamar, tapi kebetulan gue udah masuk ke kamar mandi.

"Ya ma . . ." Jawab gue.

"Mama panasin sup ayam di bawah ya."

"Iya ma." Setelah mendengar suara pintu tertutup, gue pun menuntaskan masa berkabung gue.

Ini tentu saja masih soal Ken, bos charming gue yang tiba-tiba menghilang menyisakan tanya dan duka mendalam. Setelah semua yang terjadi sama gue beberapa hari di Bali, gimana dia memperlakukan gue, gimana beratnya malam berlalu untuk kami berdua, kenapa dia bias balik ke Tokyo tanpa ngasih tahu apapun, at least sebagai atasan gue harusnya dia bisa kasih gue kabar.

Membenamkan diri di bawah derasnya guyuran shower sama sekali tidak memperbaiki mood gue. Gue membereskan diri gue dan berkaca, tapi tidak ada nyawa yang menempel di gue. Gue rasanya seperti mati tapi masih bisa berjalan.

"Ok, Arimbi. Lo nggak harus berkabung atas apa yang hilang yang bukan milik lo." Batin gue. Gue bergegas turun ke lantai satu dan masuk ke kamar kakak gue lagi, ternyata dia lagi menyusui si bayi mungil berpipi montok.

"Kenapa berdiri di pintu?" Tanya kakak gue, dan entah kenapa pipi gue memanas dan tiba-tiri gue melihat kakak gue yang selama ini jadi partner in crime beneran jadi ibu, dan dia sedang menyusui buah hatinya.

"Terharu gue . . ." Kata gue sambil mengusap air mata gue. "Gue nggak nyangka lho, setelah jadi emak-emak aura lo itu berubah banget. Jadi kelihatan begitu lembut."

"Hush . . . Gue lagi menyusui anak gue, jangan ngomong sembarangan, ntar dia denger jadi nggak respect sama emaknya." Dia terkekeh.

Selesai menyusu bayi Mikha tertidur pulas dibalut selimut bayi yang lembut, dan gue meminta ijin untuk menggendong keponakan pertama gue itu. Begitu badan baby Mikha menyentuh lengan gue, rasanya seperti ada gejolak dalam diri gue, nggak tahu, mendadak pengen bisa merasakan kebahagiaan yang kakak gue rasakan sekarang ini.

"Baby Mikha . . . cantik banget." Gue ngerasa gemes setengah mati melihat dia begitu imut. Bibirnya merah segar, pipinya yang bulat juga terlihat kemerahan dan bulumata lentiknya yang begitu indah.

"Makanya buruan sikat si bos lo itu biar dapet ." Selorohnya.

"Nah gimana, udah ngapain aja kalian?"

"Gilak, lo pikir gue cewe apaan." Gue berbisik dengan ekspresi kesal.

"Ah gue juga pernah muda keles, kali aja udah diapain gitu."

"Sumpah ya ni emak-emak kepo banget deh."  Protes gue.

"Mangkanya kasih tahu ke gue, biar gue nggak tebak-tebak buah manggis gini."

"Nih ya, gue sama dia nggak ada apa-apa. Kami professional, that's all."

"Masa sih?"

"Iya bener, kalau nggak percaya ya

Si kakak mengambil alih baby Mikha untuk dibaringkan di ranjangnya, berhubung si montok sudah sangat pulas.

"Lo makan dulu deh, ntar di lanjut." Katanya. Dan bener banget sih, akhirnya gue keluar dan tengah menuju ruang makan. Fue mendengar canda riang dari arah dapur. Tawa nyokap yang renyah menarij perhatian gue. Siapa yang bisa bikin nyokap tertawa serenyah itu?

Gue berjalan ke arah dapur, dan di sana  gue lihat nyokap sama cewe yang baru kali ini gue lihat. Bukan saudara sih yang jelas, karena hampir semua saudara gue kenal, walaupun nggak sering ngobrol dan belum tentu inget nama, tapi paling nggak gue kenal muka.

"Eh Bi, . . ." Nyokap menoleh saat gue masuk ke dapur dan wanita muda bertubuh tinggi semampai dengan ramvut hutam, panjang dan lebat khas bintang iklan shamponya bergerak dramatis ketika dia menoleh anggun kr arah gue.

"Ma . . ." Gue menghentikan langkah dan memberi jarak cukup jauh sambil mengamati wanita itu.

"Ini Sindy, calonnya abangmu." Kata nyokap memperkenalkan wanita itu dan dia segera melet sebelum akhirnya menyodorkan tangannya ke gue.

"Hai." Sapanya ramah.

"Hai." Gue tersenyum ala

Begitu mendengar kata calon bini abang gue, gue  rasa kalian yang anak bontot akan tau rasanya. Pilunya ketika abang kalian pulang bawa calonnya.

Entah kenapa rasanya mirip  seperti kita tahu kalau pacar kita selingkuh, ada perasaan nggak terima sih. Karena perhatian yang selama ini jadi hak mutlak buat lo, setelah ada perempuan lain dalam hati abang lo, perhatiannya mungkin akan berkurang, atau lebih parahnya lagi nggak akan perhatian lagi sama lo.

Beda dengan kalau lo bakal punya kakak ipar cowo, rasanya biasa aja ketika kakak cewe lo mau nikah. Tapi begitu kakak cowo lo, sementara lo adalah cewe, pasti nggak akan rela deh, atau kalau terpaksanya rela tapi tetep aja ada yang ngeganjel. Apalagi kalau cewe itu jauh lebih cantik dari lo.

"Temen kantor abang?" Tanya gue penuh selidik, macam detektif.

Bukan, kami temen SMA dulu." Katanya lembut. Ah . . . makin ngga rela.

"Maskapai apa?"

"Garuda Indonesia." untuk pener anggun.

"Kasihan abang dong ditinggal terbang-terbang terus." Sindir gue.

"Arimbi, ngomong apa sih kamu?" Nyokap yang tadinya udah kembali sibuk masak mendadak menoleh

"Ya bener kan ma." Nggak tahu kenapa saat ini gue jadi orang paling antagonis sedunia.

"Arimbi, kamu kalau capek, makan terus tidur aja deh." Nyokap maskin jengel kayanya.

"Nggak apa-apa tante, Arimbi kan belum tahu kalau setelah nikah saya akan berhenti kerja dan mengurus usaha butik dan rumah makan yang sudah kami berdua rintis." Dia masih tetap bersikap anggun dan itu ngeselin sih, Jadi gue yang kelihatan jahat banget di sini.

"Oh, bagus lah itu. Biasa naluri seorang adik, nggak pengen abangnya salah pilih aja."

"Nggak papa Bi, aku ngerti kok. Aku juga punya kakak cowo." Katanya.

"Aku mau makan nih, Kamu udah makan?" Tanya gue basa-basi.

"Silahkan, tadi sebelum kesini udah sempet makan dan masih kenyang."

***

Pukul enam sore setelah gue sempat tidur, man

"Hai ma." Sapa gue.

"Udah bangun tidur udah mendingan suasana hati kamu?" Tanya nyokap.

"Calon menantu kesayangan mama udah balik emang?" gue justru balik nanya. Nggak sopan banget sih, dan jangan ditiru.

"Nggak perlu bersikap seperti itu tadi. Semua anak mama harusnya tahu soal sopan santun, apalagi sama tamu. Dan sikap kamu tadi ener-bener nggak bisa mama tolerir."

"Bi nggak suka aja abang akhirnya punya cewe." Jawab gue seperti anak kelas lima SD yang kalau ngomong nggam pake mikir.

Nyokap memindahkan Mikhaila  yang sudah tertidur pulas ke ranjangnya dan mengajak gue duduk di sofa yang letaknya agak jauh dari tempat tidur Mikha.

"Arimbi, semua orang akan sampai pada fase masing-masing termasuk abang kamu. Cintanya nggak akan berubah setelah kehadiran Sindy, mama yakin itu. Dia akan tetap perhatian ke keluarga kita semua. Lagian kamu harusnya tahu, dia itu pengganti papa setelah papa nggak ada, dia juga berhak bahagia dan mungkin Sindy adalah kebahagiaannya."

Gue lihat nyokap bicara dengan bibir bergetar dan air mata menggenang, gue langsung memel

"Maafin Bi, ma . . ."Gue segera menjatuhkan diri dalam dekapan nyokap, meski nyokap kesal, tapi dia tetap mengusap lembut kepala gue.

"Setelah kepergian papa, Tuhan seperti mengirim penghibur buat mama. Bayi Mikhaila, dan nggak tahu kenapa, mama juga langsung jatuh hati sama Sindy. Dia lembut dan keibuan, mama merasa abang kamu memilih wanita yang tepat untuk menjadi pasangan hidupnya." Ujar nyokap dan gue mengangguk dalam pelukannya.

"Bi janji nggak akan kasar lagi. Bi akan berusaha menerima Sindy."

Kakak gue keluar dari kamar mandi dan melihat kami saling berpelukan.

"Kok kaya teletubies?"candanya.

"Biarin, nyokap gue ini." Gue segera bertingkah kekanakan, supaya dia nggak curiga soal obrolan berat antara gue dan nyokap.

"Gue mau balik ke kamar aja. Ada kerjaan buat besok" Bohong gue. Karena sesampai di kamar, gue hanya berbaring memutar kanan dan kiri nggak tahu harus ngapain. Mencoba mengalihkan perhatian dari si bos dan Sindy, dua hal yang buat gue nggak nyaman dalam satu hari.

***

Tok Tok

Setelah gue jawab ternyata kepala abang gue yang menyembul dari balik pintu.

"Boleh masuk nih?" Tanyanya.

"Eh . . . boleh."

"Abang bawain martabak coklat keju kesukaan kamu." Katanya.

"Ya tadi Sindy sempet kerumah dan dia bilang kamu nggak terlalu welcome sama dia. Kenapa Bi?"

"Oh jadi dia ngadu?"

"Bukan ngadu, dia cumqn bilang."

"Males ah, gitu aja rempong deh. Lagian aku udah minta maaf sama mama kok. Apa perlu minta maaf juga sama calon abang?" Tanyaku ketus.

Si abang meletakan plastic pembungkus kotak martabak yang aromanya begitu menggoda itu di meja.

"Arimbi, kamu bukan anak usia lima belas tahun lagi. Dan udah nggak pas kamu bersikap kolokan."

"Abang, ok awalnya aku nggak sreg sama Sindy, ya mungkin karena aku kaget aja tiba-tiba aiapa dia dan apa maksudnya dating kerumah. Miss komunikasi aja anggapnya, nggak perlu di gede-gedein."

"Rasanya akan sama ketika kamu yang ngalamin. Ada pria datang kerumah dan akan mengambil kamu sebagai isteri. Giliran abang yang merasa jealous, karena kamu akan jadi milik orang. Tapi sebagian lain dari diri abang yakin betul bahwa kamu akan tetap jadi Bi yang manja dan adik kesayangan abang."

Entah kenapa begitu kalimatnya di balik, perasaan haru itu kembali menyeruak dalam diri gue.

"Abang sayang banget sama kamu, dan setelah papa nggak ada abang yang bertanggung jawab pn jadi bagian keluarga ini. Perhatian abang bukan seperti satu kue yang tadinya di potong tiga, kamu, mama dan si cerewet, kamudian akan di bagi empat setelah ada Sindy, which is kamu mungkin berpikir bagian kamu akan jadi kecil karena itu." Dia menjelaskan lagi.

"Rasa cinta abang ke kamu, mama, si crewet, baby Mikha, dan Sindy sama. Nggak akan ada yang berubah. Abang janji, nggak akan ada yang merasa kekurangan dan nggak akan ada yang merasa kelebihan, semua sama penuhnya. Hanya saja adil bukan selalu sama, kamu juga tahu itu."

"Iya bang, sorry." Sesal gue.

"I will always love you lebah kecil abang yg manja." Dia menjuluki  menjuluki gue "Bee" yang artinya lebah, meskipun singkatan nama gue adalah  "Bi"

"Besok aku telephon Sindy buat minta maaf."

"Nggak perlu, dengan kamu bersikap ramah saja sudah cukup. Sindy itu buat abang sangat penting artinya. Abang menemukan sosok mama didalam diri dia. makanya abang milih dia." Kata si abang dengan wajah berbinar.

"Bener kata orang, mama itu akan jadi role model untuk anak perempuannya dan anak laki-laki akan mencari calon isteri yang seperti dia. Dan abang menemukan mama dalam diri Sindy." imbuhnya

"Persis seperti yang mama bilang, mama juga ngerasa Sindy itu mirip sama mama." Timpal gue

"Dan mungkin ngga ada anak laki-laki yang mengidolakan mama yang typenya kaya aku."Kalimat gue sontak membuat dia tertawa.

"Tuh kan diketawain." Protes gue.

"Will see, siapa pria malang itu." Tawanya lagi.

Gue mengambil bantal dan melempar ke arahnya, dia menangkis dan gue mengambil bantal lain untuk gue lempar.

"Stop . . . stop . . ." Kata abang gue masih terkekeh.

"Stop, please" Katanya lagi dan gue menghentikan serangan.

"Be, seperti apapun kamu, you will be the world for someone else."

"Most of man fall in love with no reason"

"Got it"

"Ok, abang mau mandi dulu."Katanya

Beberala kalimat terakhirnya membuat gue sadar untuk beberapa hal. Mungkin kita menganggap bahwa diri kita nggak ada istimewa-istimewanya tapi orang lain mungkin juga akan jatuh cinta dengan kita yang biasa-biasa ini. Karena hanya dia yang meraskan keistimewaan kita itu. Dan soal sebagian besar pria jatuh cinta tanpa alasan, itu mungkin banget juga.

Yang jadi PR gue sekarang adalah, pria mana yang akan jatuh cinta ke gue tanpa alasan itu? Setelah Edwin yang hanya datang dengan banyak alasan, apa ada lagi pria yang senaif itu? Tanpa butuh banyak alasan untuk mencintai gue?

Happy new Year 2019 ya buat semuanya, semoga di tahun baru ini semuanya lebih baik. Amin.

Thank you sudah setia dengan cerita ini

Di tunggu komen dan vote nya ya

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 266K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
714K 139K 46
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
1.6M 130K 28
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
474K 45K 28
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...