KOST SEGREK

By Tukangsapujalan

2.2M 119K 30.5K

(SERIAL KE DUA DARI BADJINGAN) Cerita ini hanya untuk usia 21++ Di sini banyak penggunaan kata-kata kotor dan... More

Prolog
Bab 1: First Day
Bab 2: Men In Black
Bab 3: Ospek
Bab 4: Kamar Nomer Dua
Bab 5: Penggrebekan!
Bab 6: Kost Segrek!
Bab 7: Against Seniors
Bab 8: Sarang Baru
Bab 9: Jalan Berdua
Bab 10: Sidang
Bab 11: On
Bab 12: Mija & Viola
Bab 13: Kedekatan Kami
Bab 14: Wedding Party
Bab 15: Aeyza Yang Sulit
Bab 16: Belajar
Bab 17: Penolakan
Bab 18: Kecurigaan
Bab 19: Kabar Mengejutkan
Bab 20: Rasa Nostalgia
Bab 21: Halte Sebuah Basis
Bab 22: Twins
Bab 23: Perubahan Hati
Bab 24: Musuh Masa Lalu
Bab 25: Acara Panik
Bab 26: Ya Atau Tidak
Bab 27: Rasa Yang Hilang
Bab 28: Amarah Sahabat
Bab 29: Dilema Sang Gadis
Bab 30: Konflik
Bab 31: Apologies
Bab 32: Broken Girl
Bab 33: Jomblo
Bab 34: Sang Pendobrak Sistem
Bab 35: Perkumpulan L.A
Bab 36: Pertigaan Warchild
Bab 37: Ajakan Viola
Bab 38: Dont Mess With A Wrong Guy!
Bab 39: Speechless
Bab 40: Di Serang!
Bab 41: Kembalinya Sang Badjingan
Bab 42: GodFather Is Back
Bab 43: Peringatan
Bab 44: Ring
Bab 45: Pig Handsome
Bab 46: Balada Dangdut Keluarga Babi
Bab 47: Kembali Pulang
Bab 48: Bergerak
Bab 49: Warchild United
Bab 50: Fifteen Strong
Bab 51: Kekuatan Yang Tersisa
Bab 52: Interogasi
Bab 53: Kenangan Ruang Sempit
Bab 54: Bebas
Bab 55: Tawaran
Bab 56: Bunga Untuk Yang Spesial
Bab 57: Rumah Kosong
Bab 58: Janji
Bab 59: Goodbye
Bab 60: Keluarga Sederhana
Bab 61: SSMS
Bab 62: Perhatian
Bab 63: Meeting
Bab 64: Bajingan Yang Beruntung
Bab 65: Singa Yang Meraung
Bab 66: Diskusi Anak Kampung
Bab 67: Sang Pemalak
Bab 69: Realita Anak Muda
Bab 70: Gosip Kejam
Bab 71: Pohon Mangga
Bab 72: Lamaran
Bab 73: Permintaan Sherly
Bab 74: Menjemput Kekasih
Bab 75: Kenangan Di Fakultas
Bab 76: Tentang Masa lalu

Bab 68: Balada Mega Mendung

18.7K 1.2K 105
By Tukangsapujalan

Sekitar jam sembilan malam sehabis pulang kerja gua dan Viola duduk berduaan di dalam kamar sambil menonton televisi. Sedikit buah-buahan yang berada di dalam piring kecil dan air mineral yang di beli di warung dekat kostan menemani malam kami berdua menyaksikan sebuah film yang di putar oleh tv swasta.

Tidak perlu kemewahan di malam kebersamaan kami, semuanya di isi oleh kesederhanaan dengan kantong mahasiswa yang pas-pasan. Hanya dengan begini saja kami cukup puas dan bahagia jika masih bisa tertawa bersama kala ada adegan lucu dalam film yang sedang kami tonton, atau bahkan sama-sama mengomentari jalan cerita yang terkadang terlalu tidak masuk akal untuk di cerna nalar.


Inilah salah satu rutinitas yang setiap harinya selalu kami lewati bersama.

Entah mengapa gua masih saja tidak percaya kalau gadis yang kepalanya sedang bersandar di bahu ini menjadi pengisi kekosongan hati. Gadis yang kini berada dalam rangkulan gua menjadi sosok penting yang akan merubah arag tujuan hidup.

Viola datang di saat hati gua sedang rapuh-rapuhnya, lalu dia menawarkan sebuah persahabatan yang gua sambut dengan berbagai prasangka. Ketika gua mulai yakin akan perasaan ini, dia pun memberikan hatinya untuk gua miliki.

Semuanya mengalir begitu saja tanpa di rencanakan...

Ketika Viola masuk kehidup gua, semuanya berubah menjadi lebih berwarna. Entah itu warna yang gelap atau warna yang terang.

Mungkin lebih seperti warna-warni pelangi sehabis hujan di sore hari.

Beraneka warna namun tak serupa.

Kadang semerah mawar berduri, sesekali berwarna keemasan seperti langit di senja hari, kadang juga cerah laksana mentari pagi.

Tapi tidak selalu hal yang indah menemani langkah kami berdua, kadang kala lebih sendu dari hari yang di selimuti oleh mendung, atau lebih ganas dari amukan badai di padang pasir yang gersang.

Tapi justru di sanalah keindahannya...

Seperti di setiap pagi hari, kala gua keluar dari kamar sehabis bangun tidur, gua selalu menengok ke arah pintu kamarnya, dan Viola sudah pasti berdiri di sana sambil memberikan senyum termanisnya, seiring ucapan selamat pagi yang terlantun dari bibir manisnya.

Lalu dia menghampiri dan sedikit berbasa-basi, bahkan kadang kami saling mengejek wajah satu sama lainnya yang masih terlihat buruk karena habis bangun tidur. Ejekan terlontar dan tawa menggelegar di sepanjang koridor kostan ini.

Berpacaran dengannya tidak membuat diri gua menjadi orang lain yang di kekang oleh peraturan-peraturan yang mencekik leher. Contohnya cara berbicara kami juga masih tetap sama, masih seperti seorang teman saja. Kami jarang menggunakan kata aku-kamu atau panggilan sayang selayaknya anak-anak muda berpacaran pada jaman itu. Segala komunikasi yang kami pakai mengalir begitu saja tanpa terkekang oleh sastra dan puisi kelas bangsawan.

Viola tidak pernah mempersoalkan hal itu, Viola tidak pernah mengatur-ngatur kehidupan gua. Yeah, palingan dia cuma ngebawelin masalah gua yang suka merokok sembarangan, atau mabuk miras yang suka berlebihan.

Yeah, dia hanya mengomentari hal itu.

Tapi yang bikin gua terkejut adalah, dia tidak pernah meminta gua untuk berhenti melakukan itu semua, its true... dia hanya meminta gua untuk mengurangi segala aktifitas buruk itu sedikit demi sedikit.

Tentu dengan caranya yang unik, cara yang tidak memaksa, cara yang tidak menggurui diri gua yang memang mempunyai ego besar sebagai seseorang yang masih berjiwa labil.

Karena dia tahu, kalau dia meminta gua untuk berhenti total akan membuat gua tidak nyaman dan semakin bertingkah saja. Makanya dia punya cara lain dengan meminta gua untuk menguranginya.

Dan anehnya cara itu cukup efektif bekerja pada diri gua ini.

Gua mulai jarang minum, jarang berjudi, bahkan sekarang kalau merokok itu di luar kamar. Gua juga heran kenapa gua bisa berubah sedrastis ini. Mungkin karena Viola yang cukup memberi kelonggaran, gua jadi segan kalau mau melakukan tindakan yang kurang baik, sehingga segala aktifitas bermasalah itu bisa gua kurangi sedikit demi sedikit.

Gua juga jadi rajin berolah raga di setiap pagi guna membentuk otot-otot di tubuh kerempeng ini, tentunya karena aktifitas Viola yang setiap pagi dan sore selalu berolah raga, mau tidak mau gua jadi ikut menemaninya.

Entah kenapa gua merasa sangat nyaman berhubungan dengan Viola. Pokoknya gadis itu lain dari pada yang lain, dia punya cara-cara tersendiri untuk menaklukan gua yang liar dan brutal ini.

"Terus aja nyender ke bahu gua..." ujar gua dengan nada menyindirnya.

Viola menolehkan kepalanya ke arah wajah gua.

Dahinya terlihat mengernyit.

Tatapan matanya protes kala memandang wajah gua.

"Emang kenapa sih? Sama pacarnya sendiri yang nyenderin juga.." protes gadis itu.

"Bukannya apa-apa. Masalahnya udah sejam nih lu nyender, emang lu kira bahu gue tembok ape, maen di senderin. Lama-lama kan keram juga.."

"Makanya olah raga biar gak cepet keram. Kan jadi enak kalo pacarnya mau nyenderin,"

"Yaelah akhir-akhir ini gua juga udah olah raga ngangkatin sampahan setiap pagi. Lagian kalo mau nyender lu pacaran aje sama kursi..enak di senderin,"

"Ogah..masa pacaran sama benda mati. Emangnya gue kurang waras,"

"Ha..ha..ha.." gua tertawa pelan. "Lagian elu segitu cintanya apa sama gua? Sampe dempet mulu kaya gini. Udah tahu kipas angin kepunyaan gua rada goblok, udah gak bisa godek-godek, kan jadi panas nih udara kalo kita dempetan mulu.."

"Yeee..pede banget lu! Sok kecakepan banget jadi cowok.."

"Gua cakep bukan sok, tapi fakta. Buktinya elu mau sama gua.."

"Mau dengan terpaksa!" Balas Viola tidak mau menyerah.

"Hahahaha..." gua tertawa lepas. "Iya deh iya..apa kata lu aja..gua mah selalu ngalah anaknya,"

"Ya harus ngalah dong sama cewek sendiri.."

Viola kembali memakan buah-buahan yang berada di piring dengan lahap dan tetap menyandarkan kepalanya di bahu gua.

"Lu belum makan, La? Dari tadi gua liat ngegares buah-buahan mulu," Tanya gua yang sedikit merasa heran.

"Udah sih tadi sore," jawab anak itu singkat.

"Jam berapa?"

"Sekitar jam lima,"

"Udah lama juga tuh. Mau gua beliin ayam goreng?"

"Nggak ah, udah malem tau. Gue sekarang lagi diet, gak bagus makan malem-malem,"

"Lagi Diet ngegares mulu. Diet model apaan tuh?" Tanya gua jadi heran.

"Buah-buahan makanan sehat buat orang diet tau. Jadi gak apa-apa,"

"Sehat sih sehat, tapi kalo satu pohon yang elu makan mah samanya aja.."

"Hahahaha..." kami berdua tertawa.

"Beneran nih gak mau beli makan?" Tanya gua memastikan sekali lagi.

"Iya Mijaa...gak usah..gua kan lagi diet.."

"Nanti masuk angin.." ujar gua yang jadi merasa khawatir.

"Nggaklah, kan gue lagi makan buah-buahan.."

"Oh yaudah deh. Kalau begitu lu minggir dulu deh," pinta gua sambil mendorong halus tubuhnya.

"Kenapa sih? Kayanya gak suka amat di senderin sama pacarnya!" Protes anak itu sambil memasang tampang kesal.

"Bukannya gak suka, tapi gua pegel. Lagian gua mau ngerokok dulu.." jawab gua dengan halus.

"Ngerokoknya di luar sana," pinta Viola.

"Iya ini mau keluar," kata gua seraya bangkit dari kasur.

Viola memang begitu, dia tidak suka dengan asap rokok.

Jadi kalau gua mau merokok harus jauh-jauh dari gadis itu.

Gua keluar kamar dan berdiri di koridor depan pintu kamar yang terbuka lebar. Rokok Dji Sam Soe di hidupkan dan mulai gua hisap asapnya perlahan-lahan.

Viola menatap ke arah gua.

"Mija mau ngopi?" Tanya Viola dari dalam kamar.

"Bosen kopi mulu. Sekali-kali susu kek.." jawab gua.

"Tumben-tumbenan minum susu. Kalo begitu mau gue bikinin susu?"

"Gak usah bikin, kan ada yang udah jadi.." balas gua sambil menyengir lebar.

"Maksud Mija susu kotak? Di taro dimana?" Tanya Ola dengan mata mencari-cari kesetiap sudut ruangan yang biasanya gua suka menaruh barang belanjaan di sana.

Namun bukan itu maksud gua. Dengan segera mata nakal gua menatap dadanya yang menyembul menantang itu. Viola yang menyadari maksud gua, langsung menutupi dadanya dengan ke dua tangan.

"Jangan mikir yang aneh-aneh deh!" Melotot mata gadis itu. "Awas aja kalo berani mikir yang bukan-bukan, bakal gua jitak kepala lo!"

"He..he..he..becanda, La. Lagian serius amat sih lu jadi orang,"

"Abisnya becanda lo ngarep sih!" Balasnya dengan galak.

"Hahahaha.." gua hanya tertawa saja.

"Yaudah, gue bikin susu dulu ya," kata gadis itu seraya bangkit dan berjalan menujuh dapur.

"Aduh..baek amat si cantik ini," goda gua sembari mencuil dagunya ketika dia melintasi gua yang sedang berdiri di koridor.

"Kalo ada maunya baru muji-muji gue lo! Gue sih ikhlas bikinin elo, jadi gak usah pake di puji-puji segala,"

"Hehehe..gak apa-apa lagi muji-muji pacarnya sendiri. Emang lu mau gua muji pacar orang lain?"

"Boleh kok, tapi jangan harap lo bisa selamat dari tangan gue.." ancam Viola sambil meremas-remas ke dua kepalan tangannya.

"Buset, galak amat neng. Jangan galak-galak ah, abang jadi takut nih, he..he..he.."

Pandangan mata gua layangkan ke arah pintu depan kostan yang sedari tadi berisik seperti ada suara orang membuka pintu.

Dan benar saja pintu itu terbuka, yang membuka ternyata si Mega.

Padahal sudah malam begini, tapi anak itu baru pulang ke kost.

Abis ngayeng dari mana noh sama Paul?

Gadis itu menaruh sepatunya di rak, setelah itu dia berjalan di koridor dengan tubuh terlihat kelelahan. Wajahnya pucat-pasi dan terlihat agak menunduk dengan pandangan mata yang kosong.

Gua agak heran juga melihat Mega dengan kondisi lemas seperti itu.

Gadis itu terus berjalan mendekati gua.

"Hei, sexy pig!" Sapa gua heboh.

Biasanya anak itu akan ngamuk-ngamuk jika gua panggil dengan julukan Sexy Pig atau babi seksi, tapi kali ini dia hanya terdiam sambil memperlihatkan senyum tipis yang tampak dipaksakan.

"Elu abis ngayeng kemana? Sampe malem begini baru pulang," Tanya gua penasaran.

"Dari rumah," jawabnya singkat.

"Dari rumah siapa?" tanya gua lagi.

"Rumah Paul," jawab Mega pelan seolah tidak mau berbasa-basi dengan gua.

Aneh amat tuh anak.

Kenapa sih?

Jangan-jangan abis berantem sama Paul.

"Kayanya cuaca lagi mendung nih di luar.." kata gua mencoba menyindirnya.

Mega menatap gua, sesekali matanya mengerjab-ngerjab. "Bukan mendung lagi. Tapi udah mau hujan badai," balasnya masih dengan suara yang terdengar lemah.

Gua mengerti maksudnya.

Saat ini suasana hati gadis itu sedang kurang baik.

"Pake payung dong biar gak basah,"

"Payungnya ketinggalan di rumah seseorang,"

"Kalo begitu mau gua pinjemin payung?" Balas gua menawarkan bantuan.

Gadis itu hanya tersenyum tanpa membalas pertanyaan gua. Dia melewati gua begitu saja, bahkan tanpa menoleh. Lalu Mega berjalan ke arah dapur untuk menujuh tangga yang akan membawanya ke lantai dua.

"Malam Mega.." Sapa Viola dengan ramah ketika Mega melintasi dirinya yang sedang menyeduh susu hangat.

Sekarang perubahan dalam diri Viola juga jadi sangat kelihatan.

Dia jadi lebih ramah dengan teman-teman kostan. Suka menyapa dan berbasa-basi. Tidak seperti dulu yang cuek dan kesannya yang elu-elu gue-gue. Untung saja tanggapan anak kost juga sama, mereka juga jadi ramah ke Viola.

"Malam juga, Viola.." balas Mega tanpa menoleh dan terus berjalan melewati Viola begitu saja.

"Mega mau susu? Nanti sekalian gue bikinin deh," Tanya Viola menawarkan.

"Gak usah, Viola. Makasih ya udah nawarin.." jawab anak itu yang terus menaiki anak tangga selangkah demi selangkah.

Viola langsung terdiam dengan wajah heran sambil menatap punggung Mega yang terus berjalan menjauhinya.

Viola juga merasakan ada sesuatu yang aneh pada Mega di malam ini.

Karena biasanya Mega itu anak paling rame dan paling rusuh. Sekarang malah jadi pendiam dan kelihatan dingin. Pasti habis terjadi perang dingin antara dia dan Paul Bin Laden nih!

Sesampainya di anak tangga bagian atas, tubuh Mega terlihat limbung.

Viola yang masih berada di dapur langsung kaget ketika melihat tubuh Mega yang mulai doyong ke samping.

"MEGAA AWAASS...." Teriak Viola kencang ketika Mega akan jatuh dari anak tangga.

Melihat ini gua juga khawatir dan segerah bergerak cepat ke arah anak tangga.

Viola sudah bergerak lebih dulu naik ke anak tangga untuk menyelamatkan Mega yang mau terjatuh.

Whuuussss...

Tubuh Mega terhempas.

Gadis itu jatuh menggelinding dengan keras di setiap anak tangga yang dia lalui. Gua yang menyaksikan kejadian ini benar-bener merasakan nyeri karena benturan yang di alami Mega sangat keras hingga menimbulkan bunyi yang membuat ngilu telinga.

Untung saja respon Viola cepat sehingga masih bisa menahan tubuh Mega agar tidak menggelinding jatuh sampai ke lantai dasar. Tapi karena dorongan yang keras tubuh Viola juga ikut terdorong hingga terjatuh.

Gubraaaak!!

"Akhh.." desis Viola kesakitan.

Sedangkan Mega terlihat tergeletak tak sadarkan diri.

"Elu gak apa-apa, La?!" Tanya gua panik yang langsung memegangi tubunya.

"Gak apa-apa. Bawa Mega aja dulu ke kamar.." pinta Viola yang sangat cemas akan kondisi Mega.

"Ta..tapi lu gak apa-apa kan?" Gua lebih mencemaskan Viola di banding Mega. Karena melihat sikut gadis itu terluka lumayan cukup parah.

"Udah cepet bawa Mega ke kamar!" Serunya keras betul tanpa mempedulikan sikutnya yang terluka.

"I..iya.." jawab gua jadi gugup.

Ketika gua mau mengangkat tubuh Mega, ternyata kening anak itu mengeluarkan darah. Terlihat kulitnya sobek dan ada daging yang menganga di sana. Gua rasa kepala anak itu terbentur sudut anak tangga.

"Waduuh..." gua jadi tambah panik.

"Ayo cepet-cepet!" Seru Viola lebih panik dari gua ketika mengetahui kening Mega yang bocor.

Gua langsung mencoba mengangkat tubuh Mega.

Dan...

Kletak!!

"Jiiing!!" Maki gua kesakitan.

Tulang pinggang gua langsung bunyi.

"Buseet berat bangeeettt!" Seru gua dengan suara ngeden.

Muka gue langsung merah padam sambil meringis-ringis ketika Mega berhasil gua angkat. Gua menggendongnya di depan dada dengan posisi dia yang tiduran.

Dan rasanya sungguh berat sekalee...

Gua menuruni anak tangga selangkah demi selangkah dengan tubuh agak bongkok seperti kakek-kakek jompo yang sudah kesulitan untuk berjalan.

Sedangkan Viola turun duluan untuk mematikan kompor yang sedang masak air. Lalu gadis itu melesat ke depan kamar sambil membuka pintu agak lebar guna memberikan akses mudah untuk gua masuk.

Ketika sudah sampai di anak tangga paling dasar, perjuangan gua masih berjarak sekitar lima meter lagi untuk menujuh kamar, karena kostan ini lumayan besar dan panjang.

Muka gua masih meringis, keringat dingin membasahi wajah ini, sampai-sampai kaki gua mulai gemeteran.

"Anjrit..kebanyakan makan dosa kali ini cewek! Berat banget badannye! Kalo begini bisa turun bero nih gue.." keluh gua masih sambil menahan beban berat wanita ini.

"Ayo cepetan, Ja! Cepetan!!" Desak Viola semakin panik.

"I..ni u..udah ke..cepatan maksimaaal!!" Jawab gua terbata-bata.

"Ya tuhaann..darahnya keluar teruus.." ujar Viola sambil berusaha menahan darah di keningnya Mega dengan kain yang entah di ambil dari mana. "Ayo cepetaan dong, Mijaaa!!" Semakin histeris Viola.

"Lu..liat dong gue gendong orang dewasa! Lu kira gue lagi gendong anak kambing yang enteng! Hosh..hosh..hosh.." Protes gua yang sudah mulai terbengek-bengek.

"Masa gendong cewek aja gak kuat sih lo?! Ayo dong keluarin tenaga lo!"

"Buset deh! Ini gue juga udah pake tenaga dalam tau..! Tapi emang dasarnye aje beraat.."

Di saat-saat genting seperti ini anak-anak malah tidak ada di kostan.

Entah mereka semua jalan-jalan kemana.

Yang gua tahu Ruby dan Kenyank ada di kostan sebelah sedang menggoda anak kost dari golongan perempuan yang tinggal di sana.

Emang dasar keluarga babi!! Gak bisa di andalkan saat kondisi genting seperti ini!

Akhirnya gua berhasil membawa Mega sampai di depan pintu kamar.

"Ya Tuhaaan...darahnya semakin banyak, Mijaaaaa..." semakin panik saja Viola. "Langsung aja bawa ke mobil, Ja!! Keningnya ini bocorrr...gak bisa kita tangani sendiri..." perintah Viola mengambil keputusan.

Gua langsung menelan ludah dengan wajah pucat.

"Aduh...kalau begini yang mati bakal gue nih..." gumam gua karena harus mengalami penyiksaan ini lebih lama.

Mending amat kalo badan gue keker, yang sekalinya gendong cewek bisa langsung di bawa sambil lari. Lah ini badan gua kurus kering kaya udah kaya pengungsi orang busung kelaparan.

"Cepeeet-ceeeepeeet!!"

"Iyaaa.."

Suasana benar-benar panik dan gaduh.

Yang bikin panik sebenarnya bacot Viola yang dari tadi terus berteriak-teriak dengan histeris.

"Ada apaan sih grasak-grusuk aja?" Terdengar suara Melitha keluar dari kamar karena mendengar kegaduhan yang kami buat.

Langkah gua terhenti karena terhalang tubuh Melitha yang baru keluar dari kamar.

"Astaghfirullah!!!" Seru Melitha heboh ketika melihat kening Mega berlumuran darah. "Ke..kenapa si Mega, Room??" Tanya Melitha kengerian sambil menutupi mulutnya dengan tangan.

"Mi...mi...minggir cumi...berat nih..." seru gua yang benar-benar sudah lemas.

Melitha langsung merapatkan tubuhnya ke tembok guna memberi akses gua berjalan.

"Mega kenapa sih kok bisa berdarah kaya gitu?" Melitha masih saja bertanya karena rasa penasarannya.

"Pa..pa...panggil Rubyyyy!!" Balas gua semaksimal mungkin.

"Di..dimana, Rom??"

"Di kostan sebelah.....hosh..hosh..hosh.." jawab gua terengah-enggah.

"Di mananya??"

"Di..di kamar nomer satu...Lagi...lagi...ngakalin cewek die di sana..."

Komunikasi ini kami lakukan sambil berjalan selangkah demi selangkah ke arah pintu depan kostan.

Melitha langsung meluncur keluar.

Gua berhenti sejenak sembari mengatur nafas.

"Ayo dong, Ja! Istirahatnya nanti aja!" Pinta Viola panik.

"Mending lu keluarin mobil dulu...biar cepet! Hosh..hosh..hosh.." pinta gua kepada Viola yang dari tadi terus menahan darah Mega yang terus mengalir deras.

"Oh iya!" ujar gadis itu seolah tersadar.

Akhirnya Viola juga meluncur pergi ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil.

Ketika kondisi koridor kosong, gua menaruh Mega yang berlumuran darah di lantai.

Nafas gua terengah-enggah.

Wajah gua pucat pasi.

Dan tenggorokan gua super kering.

Mumpung gak ada orang yang ngeliat gua langsung mengubah posisi menggendong Mega. Tanpa banyak pertimbangan langsung saja gua sangkutin perutnya Mega ke pundak kanan agar dapat di bawa lebih enteng. Dengan begitu gua langsung dapat berlari-lari kecil ke arah halaman depan sambil menggendongnya.

Darah Mega berceceran di lantai.

Tubuh gua sendiri sudah di penuhi oleh darah segar gadis itu.

Bau amisnya menyengat di hidung hingga membuat gua mual.

Ketika sampai halaman depan, Viola baru mengeluarkan mobilnya.

Di sana datang Melitha, Ruby, dan Kenyank yang langsung terkejut melihat kondisi Mega yang berdarah-darah.

"Aduuh kok gendongnya begitu sih, Romi!" Protes Melitha yang kasihan karena gua menggendong dengan cara asal seperti ini.

"Buset kenapa nih cewek, Rom??" Tanya Ruby panik.

"Buka pintu belakang dulu, monyoong! Gua udah gak kuat ini!"

"Oh iya-iya.." Ruby segerah membuka kan pintu. "Kita bawa ke Rumah Sakit Sibro aje yang lokasinya paling deket ye..?" Tanya Ruby tambah panik.

"Rumah sakit yang mana aja dah! Asal jangan ke tukang urut aje! Udah buruan lu masuk ke dalem, nyong! Buat nerima badannye, Mega!" Seru gua tak sabaran.

"Iye..iye.."

Anak itu langsung masuk ke dalam guna menerima tubuh Mega.

"Ayoo cepeet-ceeepeeet!!" Seru Melitha heboh betul.

Sedangkan Kenyank membantu gua membopong tubuh Mega yang langsung di sambut di dalam oleh Ruby.

Mega terlepas dari tangan gua karena sudah di tangani oleh Kenyank dan Ruby.

Secara otomatis gua langsung terduduk di aspal dengan nafas terengah-engah.

Sumpah rasanya mau pingsan!

Ini sih lebih parah dari nguli bangunan!

Kenyank pun masuk ke dalam mobil.

Di susul oleh Melitha yang duduk di bangku depan.

Pintu depan dan belakang tertutup hampir berbarengan.

Dan mobil meluncur cepat.

Gua di tinggal.....

Anjiiing....

"O..oii..." bahkan teriakan gua tidak dapat keluar kencang.

Yang tersisa hanya kepulan asap dan debu menerpa muka ganteng gua yang sedang kelelahan ini.

Balada Mega mendung di malam ini benar-benar membuat heboh dan menguras tenaga luar dan dalam.

Continue Reading

You'll Also Like

103K 2.1K 16
⚠️BAHASANYA CAMPUR,KALAU KURANG NGERTI JAUH JAUH SANA GAK USAH HATE KOMEN⚠️ Fourth adalah seorang remaja berumur 14 tahun yang sedikit polos..dia jug...
13.8K 230 11
cerita ini banyak memakai kata kata kasar dan bahasa terkadang baku ⚠️peringatan dimohon untuk tidak meniru perilaku atau perkataan dari cerita ini...
3.6K 364 18
" bubu atau daddy ? " satu pertanyaan itu mampu membuat kehidupan seorang Jung Beomgyu berubah. " sekali lagi ya ? " Jung beomgyu " kita mulai kemb...
1.9M 179K 47
Note : belum di revisi ! Cerita di tulis saat tahun 2017, jadi tolong di maklumi karena jaman itu tulisan saya masih jamet. Terima kasih ___________...