Sore yang mendung sebuah motor sport antik yang bernama bangke memasuki halaman rumah yang sederhana. Sudah lama juga gua tidak menginjakan kaki di halaman rumah ini, beberapa pemandangan sekitar masih terlihat sama sejak gua ke sini beberapa tahun yang silam. Bahkan pohon sawo yang besar masih berdiri dengan gagah walau kerap sekali di terjang oleh angin. Melihat suasana sekitar kembali mengingatkan gua akan kenangan yang dulu hanya di isi oleh tawa dan kegembiraan di setiap harinya.
Terlihat seorang ibu rumah tangga yang mengenakan pakaian daster panjang berwarna biru sedang menyapu halaman rumah ini.
Sang Ibu langsung menghentikan aktivitasnya kala melihat gua yang datang.
Pandangan mata ibu itu terlihat tajam kala gua turun dari motor.
"Assalamualaikum.." gua memberikan salam seraya menghampiri beliau.
"Waalaikumsalam.."
Gua mencium tangan beliau dengan sopan.
"Ngapain kamu ke sini?!" Hardik ibu itu dengan tajam.
Gua agak terkejut dengan respon beliau yang tidak ramah.
"Yailah galak amat, bu. Emang saya gak boleh ke sini lagi apa..?" balas gua memelas.
"Habisnya kalau kamu datang ke sini ujung-ujungnya selalu bawa masalah.." kata Ibu dengan nada yang terdengar sinis.
"Dih.. jangan salahin saya dong, yang di salahin masalahnya aja. Soalnya saya nggak ngajak-ngajak, tapi dia yang ngikutin saya kemana-mana.." jawab gua acuh tak acuh.
"Dasar kamu ini! Ngejawabin orang tua mulu!"
"Abis kalo diem aja nanti di kira gagu.."
"Semakin besar malah semakin kurang ajar kamu ini ya!" Ibu meraih telinga gua kemudian menjewer dengan keras.
"Aduh-duh..jangan maen jewer-jewer aja dong. Nanti kalo jadi kuping saya jadi caplang gimana?" balas gua agak kesal.
"Memangnya saya peduli sama kuping kamu?!" Balas ibu itu sambil melepas jewerannya di telinga gua.
Gua mengusap-usap telinga yang panas ketika di jewer tadi. "Yee..tega amat sih bu sama saya..."
"Biarin. Anak seperti kamu sekali-kali memang harus di tegain!"
Gua hanya manyun saja di bilang seperti itu. "Ngomong-ngomong hari ini masak apa, Bu? Lapar nih saya dari TK belom makan," tanya gua sambil mengelus-elus perut.
"Dateng-dateng malah nanyain masakan. Harusnya kamu yang sekali-kali bawain makanan buat orang tua dong.." sindirnya.
"Hehehe..rencananya saya mau bawain martabak, tapi berhubung abangnya lagi pulang kampung jadi saya gak bisa beli. Nanti martabaknya saya bawain pas abangnya udah pulang lagi ke sini. Itu juga kalo saya masih inget.." jawab gua beralasan.
"Bisa saja kamu kalau ngomong! Yaudah, di dalam ada sayur asem sama tempe, kalo mau sendok saja sendiri,"
"Yah tempe doang..sekali-kali bikin masakan barat kek. Bosen makanan kampung mulu.."
"Kamu ini protes terus, masih mending ada yang bisa di makan. Banyak di luar sana anak-anak yang kelaparan! Kamu harusnya bersyukur masih bisa makan dengan enak!" Ibu mulai berceramah seperti biasanya.
"Ya..ya..ya.." jawab gua malas menanggapi.
"Sudah masuk sana! Sudah mau mau maghrib. Langsung mandi, terus siap-siap pergi Shalat," Perintah ibu tegas.
"Yaudah saya ke dalem dulu deh," pamit gua seraya berjalan masuk ke dalam rumah.
Di dalam ruang tengah tersebut sudah ada gadis berusia seperti anak SMP sedang menonton televisi.
"Holaaaa!!" Seru gua keras-keras menyapa gadis itu.
Gadis itu agak tersentak kaget dengan sapaan gua.
Namun ketika mendapati gua yang menyapanya, gadis itu langsung bangkit dan memasang tampang sumringah.
"Bang Romi!!" seru gadis itu seraya menghampiri gua dengan terburu.
Gadis itu langsung merangkul lengan kanan gua.
"Bang Romi kemana aja? Sehatkan??" Tanyanya dengan suara yang manja.
"Hehehe..sehat kok, cuma lagi sibuk kuliah. Kalo kamu sehat-sehat aja kan?" Tanya gua balik.
"Sehat kok bang. Ayo duduk dulu bang," gadis menarik lengan gua ke sofa di depan televisi. "Bang Zikri sama Bang Agus gak di ajak juga? Udah lama loh gak main ke sini,"
"Mereka kerja sekarang El, nanti deh kalo mereka libur abang ajak main ke sini,"
"Eh, beneran??"
"Ya beneran dong,"
"Janji ya?"
"Iya janji. Emang kenapa sih ngebet amat pengen mereka ke sini?" Tanya gua penasaran.
"Soalnya seru kalo ada bang Agus dan bang Zikri, kan nanti kita bisa ketawa-ketawa kaya dulu lagi..."
"Oh gitu..Ngomong-ngomong abang gak di sediain minum nih?" Tanya gua yang memang sudah kehausan.
"Hehehe..maaf ya bang. El, sampe lupa. Abang mau minum apa?"
"Kopi item aja,"
"Oke. Abang tunggu ya. El, bikin dulu.." ujar gadis itu seraya berdiri.
Ella pun pergi menujuh dapur untuk membuat kopi.
Untuk mengisi kekosongan waktu gua mulai menyulutkan rokok di ruang tengah ini. Mulut gua mulai klepas-klepus sambil nonton televisi. Tidak lama kemudian El kembali dengan kopi di tangannya dan menghidangkannya untuk gua.
Gadis itu kembali duduk di sebelah gua, jaraknya rapat sekali, tangannya masih menggelendoti lengan gua dengan manja. Kalau bertemu gua, gadis itu memang seperti ini, dia suka sekali menggelendoti dan kadang terus bercerita-cerita tentang apa saja yang dia alami. Apa lagi kalau ada anak-anak yang ikut main ke sini, pasti gadis itu selalu ikut nimbrung untuk mengobrol.
"Bang Romi tahun ini El udah mau lulus dong. Sebentar lagi masuk SMA.." beritahu gadis itu dengan antusias.
"Oh ya..Wah, hebat dong udah gede.." balas gua sambil mengusap-usap rambutnya. "Emangnya kamu udah ada rencana mau masuk SMA mana, El?"
"Hm..aku masih bingung. Maunya sih masuk 28, tapi kayanya susah banget deh.."
"Masuk STM aja, El! Masuk STM abang, hehehe.."
"Ih, STM kan buat laki-laki bang. Lagian tawuran melulu. Entar jadi kaya abang lagi.."
"Ha..ha..ha..ha...Ya, jangan ikut tawuran lah.." gua tertawa mendengar kata-katanya.
"Eh, bang Romi tau gak? El, mau di kasih hadiah handphone kalau sudah masuk SMA dong.." kembali gadis itu memberitahu gua dengan sikap antusiasnya itu.
"Oh ya..? Yang mau ngasih siapa? Pasti Ibu Atau Ayah kan.." Tebak gua.
"Bukan.."
"Terus siapa?"
"Bang Ruby...."
Kening gua mengernyit.
"Ruby..." ucap gua pelan.
Aneh...
Memangnya bajingan itu punya uang pake belagak ngasih HP segala? HP nya aja masih busuk, dia mau beliin HP..
Hm...patut di curigai ini...
"Terus kalo bang Romi mau kasih El hadiah apa?"
Di tanya masalah hadiah gua jadi terdiam.
Gua rada bingung di tanya seperti itu, karena gua sangat tidak pandai dalam hal memberikan orang hadiah.
"El, maunya apa?" Tanya gua balik.
"Hm..apa ya?" Kata gadis itu sambil berfikir.
"Terserah bang Romi aja..kan bang Romi yang mau kasih hadiah,"
"Terserah abang ya.." gua mengaruk-garukan kepala dengan bingung, "Hm...kalo gitu hadiahnya Abang ajak jalan-jalan ke setu aja gimana?" Tanya gua balik.
"Yaah...masa ke Setu sih bang! Aku juga bisa ke sana sendiri kali.." balasnya dengan tampang protes.
"Ya katanya terserah abang.."
"Tapi gak ke Setu juga kali.."
"Yaudah jadi kamu maunya kemana?"
"Ke Dufan aja!! Nanti El, ajak juga temen-temen sekolah.." Jawab El sangat antusias.
"Buset..jangan ngajak temen, El. Nanti uang abang gak cukup..nanti kita bisa berangkat tapi malah gak bisa pulang lagi.." kaget gua mendengar El yang ingin mengajak teman-temannya.
"Ya temen-temen El bayar sendiri dong Bang...El, aja yang di traktir sama Bang Romi.."
"Oh..kalau begitu sih oke aja.."
"Asiiikk...bener ya bang??" Seru El tampak senang sekali.
"Iya.."
"Janji ya??"
"Iya janji.."
"Terus kapan dong??"
"Nanti kalau kamu sudah lulus.."
Tiba-tiba muncul laki-laki muda yang keluar dari kamar dengan wajah leceknya dan rambut berantakan.
Lelaki itu terkejut ketika mendapati gua di sini.
"Ngapain lu di sini??" Tanya lelaki itu terkejut.
"Ngapain kek udah gede! Emang gua gak boleh ke sini?!" Seru gua galak.
Ruby hanya mesem-mesem dengan wajah malu.
"Kemane aje lu kaga pernah nongol? Udah jadi orang kaya lu sekarang sampe kaga mau bergaul sama gua lagi?"
Pemuda itu menggaruk-garuk kepalanya. "Gua lagi kaga boleh keluar rumah untuk sementara sama nyokap," beritahunya sambil pasang wajah malu-malu.
"Yah elah..kaya anak perawan aje lu di pingit!"
Ruby masih menggaruk-garuk kepalanya sambil pasang wajah masam.
"Rokok lu sini," kata Pemuda itu sambil duduk di lesehan karpet di depan televisi.
Gua melempar bungkusan rokok ke arahnya, lalu mendorong asbak ke dekat anak itu. Dan ikut duduk di lesehan bersama Ruby.
"Tumben amat lu dateng ke rumah gua? Ada apaan?" Tanya Ruby sembari menyalahkan rokok di tangannya.
"Tadi di kampus pak Doddy nyuruh gua nyari orang buat garap proyeknye die.." beritahu gua mulai dengan wajah yang serius.
"Proyek apaan?" Tanya Ruby sambil pasang wajah malas.
"PJU!" Jawab gua.
"PJU apaan sih?" Tanya Ruby tidak mengerti.
"Penerangan jalan umum, noraak!" Jawab gua. "Lumayanlah bayarannya.."
"Emang berapa bayarannya?"
"Ya pokoknya lumayan dah. Bisa buat kita mabok Inek setiap hari sampe tiga bulan!"
Ruby hanya manggut-manggut saja dengan tampang tidak begitu tertarik.
"Terus besok pagi pak Doddy di panggil ke kantor orang yang ngasih proyek. Dia minta gua untuk bikin schedule dan ngatur Man Power. Nah, kedatangan gua ke sini minta lu buat bikinin schedule kerja dan man powernye supaya besok bisa di bawa sama pak Doddy,"
Gua mengeluarkan flash disk dari kantung celana, lalu menaruhnya di hadapan anak itu. "Ini bahan proyeknye, lu atur-atur dah tuh butuh berapa orang dan durasi kerjanya. Semakin cepat durasinya semakin banyak bonusnya.."
Ruby kembali menggaruk-garukan kepalanya dengan wajah yang masih tidak tertarik. Karena melihat reaksinya yang malas-malasan gua jadi agak geregetan dengan anak itu.
"Heh, elu denger gak yang gua omongin?? Elu bikin schedule sama atur man powernya! Nanti biar gua bantuin juga deh.."
"Iye gua dengar. Lu ngasih gua Flash disk mau gua apain?"
"Buset deh! Masa elu kaga mudeng sama yang gua omongin sih? Itu flash disk isinya bahan-bahan proyek. Kalo kaga ada itu elu gimana bisa buat schedule dan ngatur man powernye, kimblin.." ujar gua sambil mentoyor kepalanya.
"Gua juga tau. Maksud gua ini flash disk mau di colokin kemane? Ke kulkas! Lu tahu sendiri di rumah gua kaga ada Komputer. Yang ade radio antik noh, emang bisa ini flash disk gua colokin ke radio?"
"Yee, kang sayur!" Maki gua tambah kesal. "Gue juga tahu di rumah lu kaga ada computer, goblok! Makanya gua kesini mau jemput elu, pak Doddy minjemin laptopnye, nanti elu bikin dah di kostan!"
Wajah Ruby masih tampak ragu.
"Kenapa sih lu? Kaga minat bantuin gua?" Tanya gua jadi kesal.
"Bukan itu. Tapi nyokap kaga bolehin gue keluar rumah..." Wajah Ruby masih ragu antara mau ikut gua dan takut di marahin nyokapnya.
"Entar gua yang ngomong sama nyokap lu! Udah buruan beres-beres. Kaya ayam aje lu ngerem mulu di rumah. Ayam masih mendingan ngerem bisa bertelor, lah kalo elu palingan produksi iler di kasur!"
"Iya dah-iya dah..tapi gua mandi dulu.."
"Yaudah sono buruan. Gua juga masih mau ngupi dulu.."
Ruby akhirnya pergi ke kamar mandi.
Tidak lama kemudian nyokapnya Ruby bergabung dengan kami di ruang tengah.
"Kamu sudah makan, Rom?" Tanya Ibu seraya duduk di sofa.
"Belom," jawab gua singkat sambil menghisap rokok dalam-dalam.
"Ya makan sana,"
"Nanti aja, lagi ngupi dulu,"
"Sudah ketemu Ruby?" Beliau bertanya lagi.
"Udah, lagi mandi tuh anaknya. Nanti saya ajak Ruby keluar rumah ya, Bu..?" kata gua meminta ijin.
"Memangnya Ruby mau kamu bawa kemana lagi?" Tanya Ibu kini dengan tajam.
"Mau saya ajak kerja, Bu.."
"Kerja apa?"
"Proyek penerangan jalan umum,"
Sejenak Ibu memandang gua dengan tatapan curiga.
"Beneran kerja? Gak kamu ajak mabuk-mabukan atau berantem kan?" Tanyanya lagi masih dengan nada kecurigaan yang besar
"Ya beneran dong, masa saya bohong sih. Lagian kalo saya mau ajakin Ruby mabok, pasti saya telefon dia aja, gak mungkin saya berani ke sini, hahahaha.."
"Dasar kamu ya! Ruby gak boleh kemana-mana!" Beliau langsung melarang anaknya untuk pergi ikut gua.
"Lah kan saya mau ajak kerja. Bukannya mau saya ajak mabok..masa tetep gak boleh sih?"
"Pokoknya Ruby tetap di rumah ini selama masa hukuman!" Seru nyokapnya Ruby tetap ngotot.
"Yaelah, lagian Ruby saya bawa buat cari duit. Dari pada cuma ngabisin nasi sama ngerokok doang di rumah, mending ikut saya kerja. Bisa dapet duit, bisa buat cari cewek, terus kawin deh.."
"Sembarangan kamu kalau ngomong! Masih kecil sudah ngomong kawin-kawinan.."
"He..he..he..abis kata orang enak sih, bu.." balas gua sambil cengar-cengir.
Ibu kembali menjewer telinga gua.
Gua menyenggol lengan El supaya dia ikut membantu ngomong ke nyokapnya. Dengan cerdas dia menerima isyarat yang gua berikan.
"Ibu bolehin bang Ruby dong bu buat ikut kerja..Bang Ruby soalnya juga janji kan mau hadiahin El handphone. Nanti kalo bang Ruby gak punya duit gimana dong...?"
"Tapi abangmu itu masih di hukum, El. Nanti malah Ibu yang repot kalau di tanya bapak mu.."
"Nanti biar El, aja yang ngomong sama bapak. Bolehin ya Bu..please..." pinta El dengan manja kepada Ibunya.
"Tuh Bu, El aja ngomong begitu. Kasian kan Ruby udah janji sama Adeknya buat ngasih hadiah, nanti kalo dia gak punya duit bisa-bisa dia minjem ke saya lagi. Saya mana punya duit, Bu..." tambah gua mencoba memanas-manasi beliau.
"Kamu jangan ikut-ikutan!" Bentak Ibu ke gua yang langsung membuat gua tutup mulut.
"Jadi gimana Ibu? Boleh kan bang Ruby ikut kerja?" Tanya lagi El dengan nada merengek.
Ibu mulai menghembuskan nafas beratnya, wajah ibu yang tadinya bersikeras mulai melunak di kala anak perempuannya terus merajuk.
"Yasudahlah terserah saja..." lanjutnya dengan suara yang lemah.
"Nah, gitu dong...kalo Ibu baek jadi tambah cantik deh, udah kaya dancer-dancer sexy di pelem India.." kata gua mencoba memujinya.
"Kurang ajar kamu, masa Ibu di samaain kaya dancer sih!" Protes Ibu kesal betul.
"Hehehe..maksud saya cantiknya yang mirip.."
"Pokoknya awas kalau sampai anak saya kena kasus lagi! Yang kemarin masuk sel itu kamu juga ikut kan?"
"Eit! Sorry ya..saya mah gak pernah masuk sel. Saya sukanya masuk masjid," kata gua berkilah.
"Tampang seperti kamu di masjid. Memangnya ngapain kamu di masjid?"
"Ya, kalau di masjid pasti shalat lah, Bu.. Ada-ada aja pertanyaan nya. Emangnya orang kalau di masjid ngapain sih kalo bukan shalat..?" balas gua kesal karena dapat pertanyaan yang aneh.
"Ha..ha..ha..ha.." Ibu tertawa ngakak. "Ya itu...palingan nyolong sendal!"
"Ha..ha..ha..ha.." Ibu dan El tertawa ngakak.
"Yasudah Ibu mau siap-siap shalat maghrib dulu. Kamu juga sana mandi terus ke masjid buat maghriban.."
"Iya nanti, bu.." jawab gua singkat sambil kembali menonton tv dan menghisap rokok dengan nikmat.
"Jangan nanti-nanti. Kalau di suruh itu lekas dilaksanakan!"
"Iya nanti aja..lagian kamar mandi sama masjidnya juga gak pindahkan?"
"Anak ini kalau di suruh orang tua susah sekali! Kalau orang tua perintah langsung di kerjakan!" Jadi emosi nyokapnya Ruby.
Memang beliau itu paling tidak suka kalau perintahnya tidak lekas di kerjakan. Kalau sudah begini beliau pasti akan berceramah panjang lebar.
"Iya ibu iya..nanti saya mandi, nanti saya shalat.." jawab gua mencoba bersabar.
"Hei Romi! Kamu boleh nakal, tapi untuk kewajiban shalat tidak boleh di tinggalkan! Setidaknya berikan perilaku yang baik dalam kehidupanmu, walaupun itu hanya sedikit saja! Yang pasti bisa bermanfaat untuk dirimu sendiri. Sudah sana lekas mandi dan berangkat shalat!"
"Astagfhirullah..Iya nanti juga mandi...Di kamar mandi kan ada Ruby! Emang saya mau mandi bareng ape?? Bisa adu pedang itu mah!" Balas gua jadi sewot.
Nyokapnya Ruby malah tertawa mendengarkan jawaban gua.
Setelah itu beliau pergi ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap shalat Maghrib.
********
Sekitar jam tujuh malam Ruby berpamitan dengan Ibu dan adik perempuannya di teras rumah. Gua yang berada di atas motor melihat pemandangan di depan dengan jengah.
"Hati-hati ya bang. Jangan lupa kado untuk El,"
"Iya El, nanti abang beliin deh..yang bisa maen internet itu kan?"
"Iya abang, yang bisa internetan, sama yang ada kameranya juga.."
"Gampang itu. Tapi syaratnya kamu harus lulus dulu ya.." lanjut Ruby sambil menepuk-nepuk pelan kepala adiknya.
"Iya abang.."
Di antara kami semua, Ruby memang terkenal sangat sayang dengan adik perempuannya yang bernama Ella. Apa pun akan dia usahakan ketika adiknya sedang menginginkan sesuatu.
Walau harus menguras habis koceknya, Ruby tidak peduli, karena kasih sayang pada adiknya memang sangat berlebihan.
Itulah perbedaan Ruby dengan kami yang kadang-kadang masih sering cuek terhadap saudara kandung sendiri.
Sebenarnya gua juga sayang sama adik gua, selalu ingin menjaga dia atau sedikit memanjakannya. Tapi gua tidak tahu cara melakukannya seperti apa, dan Ruby sangat hebat dalam melakukan hal-hal seperti itu.
Kini Ruby menghadap Ibunya, lalu mencium tangannya dengan hormat.
Di balas dengan cipika-cipiki oleh sang Bunda.
"Aduh..manja banget anak mami..pake cium-cium pipi segala.." komentar gua dengan nada meledek.
"Biarin, emak-emak gua sendiri, kenapa jadi elu yang sirik?" Balas Ruby kesal.
"Sirik mah kaga. Aneh aje ngeliat lu begitu.."
"Apa yang aneh? Elu kali yang aneh! Kaga pernah di sayang sih lu sama emak lu?" Balas Ruby sewot.
"Wess...sorry aje ye. Emak gua mah sibuk bisnis, sekalinya mau manjaain, gua di kasih hadiah liburan ke Hawai, beda sama elu yang liburan di sawah mulu, ha..ha..ha..ha.." balas gua semakin meledeknya.
"Lagu lu ke Hawai, ke glodok aja nyasar lu!" Balas anak itu.
"Ha..ha..ha..ha.." gua hanya tertawa.
Kadang kala gua suka iri melihat kehidupan keluarga sederhana ini.
Walau hidup mereka serba apa adanya tapi mereka tidak pernah mengeluh dan tetap kompak dalam tawa untuk menjalani kehidupan bersama-sama. Makanya dulu gua suka sekali jika sering main ke rumah ini. Karena di sini gua bisa mendapatkan suasana kekeluargaan yang hangat.
"Huuss..sudah-sudah, si Romi jangan di ladenin," kata Ibu menenangkan anaknya. "Kamu yang hati-hati ya, nak. Jangan lupa shalat, makan yang teratur, rokoknya di kurangin.." nasehat Nyokapnya Ruby sembari mengelus-elus kepala anak ke sayangannya.
"Tenang aja Bu, Ruby mah emang sering ngurangin rokok. Ngurangin rokok temen..minta mulu, kaga pernah beli! Ha..ha..ha..ha.." Celetuk gua lalu tertawa keras.
"Malah ngacobelo aje lu, Rom! Yuk kita cabut!" Ujar Ruby seraya berjalan ke arah gua, setelah itu Ruby langsung naik motor.
"Yaudah..Assalamualaikum!!" Seru gua ke mereka sambil menjalankan motor keluar halaman rumah.
"Waalaikumsalam..." jawaban mereka serentak terdengar dari belakang.