My New Boss #Googleplaybook #...

By AchelliaSugiyono

328K 29.6K 1.5K

#Cerita ini dibuat untuk mengikuti kompetisi Grasindostoryinc 2018. Hai, nama gue Arimbi, dan gue pengen ceri... More

Cast
Prolog
Pangsit Cik Ma
Being a Stalker
Kawinan Mantan
New Boss
Akward
New Rules
Team
Sisterhood
Meet My New Boss
Sofitel Bali
Mulut Singa
THE VILLA
Mid - Night
Back to Office
Hard Day Ever
Bali - Part I
Bali - Part II
BALI PART III
Gala Dinner
Night
Back To Jakarta
You Again
You ?
BAB BARU
Singapore
Day 1
Day 2 - Mid Night
Day 3
Day 4
Day 4 - Part II
Day 5
One Day Left
The Last Day
Camer
What?
Hai
E book or Cetak
The Night Before
My Day
Camilia
Kesepakatan
Jealous
Jealous Video
Another Reason
Hai
Thank You
News !!
POD
Ebook
Giveaway
News
Ralat

Lubang Buaya

6K 676 42
By AchelliaSugiyono

Meeting dimulai jam tujuh tepat, dan Berna vendor sudah siap sejak setengah tujuh dan kami sedikit terlambat. Semua mata tertuju pada kami ketika kami berdua masuk ke dalam ruangan secara bersamaan.

"Sorry, telat." Katanya dan segera mengambil posisi, sementara gue duduk di sebelah Bertha dan tepat di hadapan Edwin. Pembicaraan dibuka oleh si bos dan kemudian memberi kesempatan pada masing-masing vendor untuk mempresentasikan bagiannya. Kurang lebih satu stengah jam dan rapat ini berakhir, tapi pada penutup, bos gue mengatakan kalimat yang gue sendiri nggak habis piker.

"Untuk kamu, Arimbi, kamu akan twist sama Bertha." Katanya seolah tak acuh dan ketika mata kami saling bertaut dia bahkan tidak menunjukan ekspresi apapun. Dia bahkan segera mengikuti kalimat itu dengan kalimat lain "Ok, kita off, seilahkan menikmati malam terakhir di Bali, besok kita check out pagi dan semua langsung ke bandara dengan travel yang akan stand by jam tujuh limabelas. Be on time, please."

Setelah bos meninggalkan ruang rapat, beberapa dari kami segera meninggalkan ruangan itu juga dengan agenda masing-masing. Menyisakan gue dan Edwin, tapi karena tinggal kami berdua, gue juga bergegas pergi dari tempat itu.

"Bi." Dia mengejar gue sampai keluar dari ruangan yang kami gunakan untuk rapat, gue berusaha tidak mendengarkan dan terus berjalan, no where.

"Arimbi." Gue mendengar suara lain dari sisi yang berlawanan, dan ketika gue menoleh gue melihat bos gue berdiri menatap ke arah gue.

"Jadi kan ke vila?" Tanyanya dan gue nggak punya opsi lain selain mengangguk.

"Yuk." Katanya dan gue segera mengikuti langkahnya dan ketika gue melirik sedikit ke arah Edwin, dia masih menatap ke arah kami.

***

Kita bener-bener akan ke vila?

Serius?

Dan bener, bos gue nggak main-main, kami benar-benar menuju lobi dan nggak lama mobil yang tadi kami tumpangi tadi tiba-tiba datang dan seseorang dengan seragam hotel keluar dari dalam mobil dan memberikan kuncinya ke si bos.

"Get in the car." Dia berbisik di telinga gue dan ketika gue menoleh ke belakang ternyata Ed berada tak jauh dari tempat kami berdiri, dia membuntuti kami? Sialan banget tuh orang.

"Pakai seat belt kamu." Perintahnya dan gue menurut.

Kami berkendara melewati jalanan yang pernah kami lewati sore tadi, tapi semua menjadi semakin tidak jelas karena hari semakin gelap. Dan gue nggak tahu kenapa harus benar-benar ke vila?

"Kita . . . mau beneran ke vila?" Tanya gue ragu.

"Kalau kamu mau bisa tidur ya itu solusi satu-satunya." Jawabnya tak acuh.

"Sepertinya nggak perlu beneran ke vila sih, kalau menurut saya." Gue menimpali ragu.

"Kamu mungkin nggak akan bisa tidur karena mantan kamu bisa melakukan banyak hal termasuk datang ke kamar kamu, karena saya baru tahu kalau ada connecting door antara kamar yang kamu tempati dan yang Edwin tempati. Tadi saya sempet nanya sama orang hotel, karena Edwin yang minta itu." Jelasnya.

"Maksudnya?"

"Edwin datang lebih dulu dari kita, dia datang sehari sebelum kita, karena kebetulan kita lagi ada project juga di Denpasar, nah saya minta Ed arrange untuk dua hari acara kita di hotel. Saya nggak tahu kalau Ed setting semua sedemikian rupa." Jelasnya dan gue melongo. Gue bahkan nggak habis pikir juga soal connecting door.

"Buat apa coba dia ngelakuin semua itu." Desis gue.

"Kamu tanya ke diri kamu sendiri, apa yang belum selesai di antara kalian?"

"Saya juga nggak tahu . . ." Gue menarik nafas putus asa.

"Memang ketika pria meninggalkan wanita karena menemukan wanita lain, belum tentu dia melupakan si wanita yang terdahulu."

"Masa?" Gue terheran.

"Pria itu unik, dan yang lebih sulit dimengerti sejujurnya pria. Pria tidak jujur untuk banyak hal demi banyak alasan. Dan itu sah."

Gue terbengong.

"Harusnya kamu banyak belajar memahami itu, karena memahami pemikiran pria itu tidak sesederhana pola pikir pria itu sendiri."

"Jadi saya harus gimana?"

"Kemauan pria itu keras, mereka nggak akan selesai hanya dengan kamu sekali mengatakan tidak. Menurut saya selesaikan semuanya, buat semua clear, karena kalau kamu terus belari mungkin lama kelamaan semua akan berlalu, dimakan waktu, tapi nggak akan pernah terselesaikan."

"Nggak segampang itu buat wanita memulai hubungan baru setelah semua yang di alami."

"Kenapa enggak? Kalau pria bisa, kenapa wanita enggak?"

"Karena ketika menjalin hubugan dengan pria, wanita selalu all out."

"Ya itu salahnya wanita."

Gue menoleh dengan tatapan tidak terima "Jadi selama ini, sudah berapa wanita yang anda permainkan?" Pertanyaan tidak senonoh itu meluncur begitu saja dari bibir gue.

"Maksud kamu?"

"Dengan tidak all out berarti mungkin saja anda berdiri di dua atau bahkan lebih perahu dalam waktu bersamaan kan?"

"Siapa bilang begitu? Pria selalu punya prosentase logis dimana mereka harus tergantung pada sebuah hubungan."

"Nggak punya hati." Kutuk gue.

"Punya, tapi hati kami masih cukup kuat untuk menerima banyak kegagalan dan memulai hal yang baru. Pria nggak butuh jatuh cinta untuk bisa menjalin hubungan dengan lawan jenis, berbeda dengan kalian. Harus hati dulu yang bermain kan?"

Pembicaraan kami semakin alot sampai-sampai kami tidak menyadari bahwa kami sudah memasuki gerbang vila.

"Soal apa yang kita bicarakan tadi, lupakan. Saya cuman pengen kamu istirahat malam ini, dengan tenang dan besok kita kembali ke Jakarta." Katanya tegas sesaat setelah kami memasuki vila.

"Saya tidur di mana?" Tanya gue ragu.

"Cuman ada satu kamar di atas, jadi kamu akan tidur di atas, semua perabotan hanya ada di atas, jadi kita akan bermalam di atas." Jelasnya sambil menaiki anak tangga.

Gue sempat menelan ludah. "Tapi saya juga belum mandi, nggak bawa baju ganti." Bisik gue untuk diri gue sendiri.

"Di walking closet masih banyak baju saya, pakai aja." Katanya santai sambil merebahkan diri di sofa hitam di lantai dua.

"Ok."

"Mandi aja langsung." Katanya, dan gue berjalan ragu ke kamar mandi. Sesaat setelah memastikan pintu terkunci gue membuka beberapa laci dan ternyata benar, alat mandi masih tersimpan rapi di beberap rak mulai dari handuk, sabun, shampoo, pastagigi, sikat gigi, hair dryer, bahkan hingga alat cukur.

Gue nyalain shower dan berdiri dibawah derasnya air. Yang gue rasakan saat ini nggak bisa gue jelaskan. Kekecewaan gue soal Edwin rasanya naik ke level tertinggi. Kalau dia memang menginginkan gue, harusnya dia memperjuangkan hubungan kami.

Kenapa setelah ada ikatan dengan Wina dia malah mati-matian berusaha menjelaskan hal yang nggak akan merubah apapun. Kenapa dia membuat situasi menjadi sulit buat gue. Membuat gue semakin sulit berpaling darinya, dan tanpa gue sadari semua rasa itu tumpah bersama airmata gue.

Dan setelah gue selesai mandi, dengan berjinjit - jinjit gue melintas keluar dari kamar mandi menuju walking closet dan nggak ada yang gue temukan selain kemeja putih ukuran Mr. Ken which is kegedean banget buat gue, dan pas gue coba, gue ngebayangin Anna di film Fifty Shades of Grey yang lagi masak d dapurnya Mr.Grey.

"Shit!" Gue mencoba menepis bayangan itu, dan yang jelas gue ngga se sexy Anna.

"Ngga nemu baju?" Pertanyaan itu membuat gue terlonjak, jantung gue hampir berhenti berdetak.

"Disini ada beberapa piyama tidur, tapi mungkin terlalu besar buat kamu." Katanya sambil menarik satu laci di sisi gantungan dasi. Tapi sesaat kemudian dia tampak melongo menatap gue.

"But that's perfect on you." Dia menunjuk ke arah gue dengan telunjuknya dan spontan gue menutupi bagian atas tubuh gue dengan melipat tangan memeluk tubuh gue sendiri, I feel naked without my bra.

"Sementara pakai itu dulu sampai sleep wear kamu dateng."

"Sleep wear?"

"Baju tidur, saya lagi minta orang beli buat kamu."

"Ok." Gue masih mematung di posisi gue.

"I'll take a shower." Dia meninggalkan gue dan gue merasakan kelegaan yang teramat sangat.

Gue berjalan keluar dari waling closet menuju mini bar untik mancari air mineral untuk di minum, karena mendadak kerongkongan gue terasa kerinh. Setelah gue meneguk satu gelas penuh air mineral, ingatan gue baru pulih. Gue baru ngeh kalau semua perkakas gue masih tertinggal di kamar mandi.

"Oh gosh . . ." Gue meremas wajah gue.

Gue segera berlari ke arah kamar mandi dan mengetuk pintunya.

"Sir." teriak gue ragu, dan gue mendengar bunyi shower tiba-tiba menghikang.

"Ada beberapa barang saya tertinggal di dalam" Gue mengigit bibir begitu menyelesaikan kalimat gue. (semua pakaian kotor gue tanpa terkecuali terpampang di gantungan di balik pintu)

"I'm naked now, you wanna join me here?" Tanyanya dari dalam.

"Sialan!" Batin gue.

"If the answer is not, so wait till I'm done."

Gue menyerah dan nemilih menyingkir disudut ruangan yang tak cukup terang. Bahkan saat si bos memanggil gue untuk memastikan keberadaan gue, gue memilih diam tidak menjawab.

Dan setelah dia turun ke lantai satu dan kemudian naik lagi, dia menemukan gue di sudut walking closetnya.

"Baju kamu." Katanya sambil meletakan paper bag di sisi berlawanan dari tempat gue berada, kami bisa saling memandang, meski dalam cahaya temaram.

Dia meninggalkan gue sendiri dan memberi kesempatan gue untuk mengambil paper bag itu dan mengeluarkan isinya, lalu memakainya satu persatu.

Gue rasa di hotel atau di vila, both of them nggam ada yang aman buat gue.

Semakin banyak yang komemtar dan vote, author akan semakin rajin update...
janji dahhh....

ehhehehhe

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 266K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
347K 31.1K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...
1M 13.7K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.6M 130K 28
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...