Yours

By Leonpie

251K 30.9K 3.9K

[KOOKV; Collection] Sejauh apapun langkah ini menuju, duniaku akan terus berputar pada porosmu. More

He
April Fools
Changes
Lost
Beauty Boy
Spring Day
Secret Admirer
Boys 1.0
Boys 2.0
Book 1.0
Book 2.0
Move
Lie
Nonton
An Angel
Volley
Jokes
Cooking
Haruman
Jurnalis 1.0
Jurnalis 2.0
Winter
DNA
Study 1.0
Study 2.0
Enemy
Dream
Differences
The Doctor
Clover 1.0
Clover 2.0
Otherwise
Upnormal
Kim Taehyung
Jeon Jungkook
Yeontan 1.0
Yeontan 2.0
Prasangka 1.0
Prasangka 2.0
Second Button
Pleasure
Distance
Challenge Letter

Him

2.6K 450 108
By Leonpie

Rasanya baru kemarin Jungkook menghadiri upacara penerimaan siswa baru. Mendaftar ke dalam sebuah klub bela diri dan tahu-tahu, hari ini ia sedang berjalan menuju sekolah sebagai murid kelas sebelas. Sepertinya Jungkook terlalu banyak tidur sepanjang tahun pertama, jadi tidak banyak yang bisa ia simpan sebagai kenang-kenangan.


Dasar tidak berguna.

Tapi bagaimana pun juga, Jungkook tidak akan mau jika disuruh mengulang satu tahun lagi. Belum tentu ia mampu menahan diri agar tidak tertidur sepanjang pelajaran. Bukan apa-apa, Jungkook hanya tidak percaya pada dirinya sendiri.

Tahun ajaran baru selalu dimulai pada saat musim semi. Waktu yang baik untuk mengawali hari. Hingga Jungkook sesaat lupa bahwa bukan saatnya untuk melihat-melihat kelopak bunga yang bermekaran di sepanjang jalan. Sepuluh langkah menuju gerbang utama, Jungkook menyaksikan seorang anak laki-laki keluar dari mobil yang berhenti tidak jauh dari tempatnya berdiri, bertepatan dengan dentang bel sekolah yang berbunyi nyaring.

Rambut cokelat itu, senyum kotak yang terkembang jenaka, bahkan langkah pelannya saat memasuki gerbang sekolah, Jungkook mengenalnya.

Namanya Kim Taehyung.

Anak laki-laki itu menoleh dan melempar senyum. Melambai ceria kepada Jungkook yang masih setia berdiri dan terombang-ambing dalam pikirannya yang berkelana.

"Selamat pagi, Jungkook-ah! Kenapa berdiri di sana, bel sudah berbunyi, lho." Kemudian tersenyum sekali lagi dan melanjutkan langkah dengan tingkat kehati-hatian yang sama.

Padahal tahu akan terlambat, tapi masih saja berjalan sepelan itu. Dasar aneh. Kim Taehyung itu kapan normalnya, sih.

Akan tetapi, jika diingat jembali, Taehyung memang tidak pernah muncul di kelas olahraga. Jangankan begitu, dua tahun berada di kelas yang sama, Jungkook tidak sekalipun pernah melihat anak itu berlari. Semula Jungkook tidak menaruh begitu banyak perhatian. Sebab ia pikir, barangkali Taehyung hanya tidak suka berkeringat. Tapi semakin lama, ia tidak bisa menahan rasa penasaran.

"Sudah terlambat, kenapa tidak lari?"

Taehyung menggeleng dengan ringisan. "Tidak ah. Kasihan, nanti nafasku tidak kuat."

Ah, kini Jungkook bisa sedikit mengerti.

"Kata dokter, aku tidak boleh berlari dan melakukan kegiatan fisik terlalu berat. Jungkook lari saja supaya tidak terlambat. Jangan menungguku, hehe."

Tadinya kupikir dia hanya anak kaya raya yang manja. Ternyata Kim Taehyung cukup periang untuk ukuran anak laki-laki dengan kondisi fisik yang lemah. Pantas saja banyak yang senang berteman dengannya. Dia menularkan energi positif kepada lingkungan sekitar.

Jungkook melipat kedua lengannya di balik kepala, berdengung sejenak sebelum berkata, "Walau aku berlari sekarang, sepertinya sudah sangat terlambat. Kalau aku pergi denganmu, aku jadi punya alasan, kan?"

Jungkook menoleh dan tersenyum. Sementara Taehyung menatapnya dengan sepasang mata melebar. Wah, rasanya baru kali pertama ia mengobrol sebanyak ini dengan Kim Taehyung. Pasti terdengar aneh.

Raut wajah Taehyung kembali normal. "Iya, bilang saja Jungkook terpaksa menungguiku!" Gelaknya mengudara, terlampau manis hingga Jungkook terus-terusan melirik.

Tapi, Jungkook pikir, berada sedekat ini dengan Kim Taehyung, rasanya tidak buruk juga.

.
.
.

Siang hari, setelah guru literasi mereka menghilang dari balik pintu kelas, Jungkook beranjak menuju kantin. Perutnya telah berbunyi sejak menit-menit terakhir dan ia tidak ingin terjebak di antara padatnya antrian orang-orang lapar. Akan tetapi, belum apa-apa, segerombol orang —sebenarnya, sih, hanya empat. Jungkook hanya sedang mendramatisir keadaan— telah lebih dulu mencegat langkahnya di ambang pintu.

Jungkook mengamati satu-persatu wajah teman sekelasnya yang tampak marah. Park Jimin berdiri di barisan terdepan, mendongak pongah dengan sepasang lengan terlipat dan kedua kaki berjinjit. Astaga, anak itu terlalu memaksakan diri.

"Apa?" Jungkook mengangkat sebelah alis, menanti penjelasan.

Jimin mengambil satu langkah mendekat, mendongak semakin tinggi dan kian angkuh.

"Kau pikir mau kemana dirimu?" Jungkook memundurkan tubuhnya sedikit menjauh ketika Hoseok turut meminimalisir jarak, lantas menuding dadanya berkali-kali dengan telunjuk. Jangan salah paham, Hoseok tidak sekuat itu hingga sebatang telunjuknya mampu membuat Jungkook terpukul mundur. Hanya saja, ia mendarat di tempat yang kurang tepat dan Jungkook merasa risi.

Sebuah suara tiba-tiba saja menyeru, "Hey, Hoseok-ah, lihat kemana kau menyentuh."

Jungkook pikir, yang barusan itu suara hatinya yang menjerit. Tapi tidak mungkin suara batinnya secempreng itu. Ternyata hanya suara Jimin. Kemudian suara-suara lain dari kerumunan itu ikut menimpali.

"Sudah dong sentuh-sentuhnya, kau sedang mencuri kesempatan, ya?"

"Kau benar-benar tidak tau sikon. Aku kecewa padamu, Hoseok."

Jungkook mendesah malas.

Ada apa, sih, dengan kejiwaan anak-anak kelas ini?

"Aku lapar, aku ingin makan. Jadi apa kalian bisa mencari anak lain saja untuk direcoki?"

Jungkook hampir melangkah keluar, tapi sekali lagi, tubuh Jimin menghalanginya. "Tidak bisa," sergahnya cepat. "Kau tidak bisa pergi sendirian."

"Kenapa?"

"Kau harus mengajak Taehyung juga."

Sepasang alis Jungkook menyatu dalam keheranan. Kepalanya memutar sedikit dan mendapati sosok Taehyung tengah menunduk dalam-dalam di atas kursinya. Kemudian ia menatap Jimin lagi. "Kenapa bukan kau saja? Biasanya juga begitu."

Jimin menggeleng kuat-kuat; sarat ketegasan, mengindikasikan bahwa ia sama sekali tidak menerima penolakan dalam bentuk apapun.

"Pokoknya, hari ini Taehyung pergi denganmu. Sudah ya, ayo teman-teman!" Empat manusia itu melenggang pergi tanpa sepatah kata perpisahan. Ah, dasar sinting. Rasanya Jungkook dapat berubah menjadi apa saja karena rasa lapar yang menderanya. Tunggu, tiba-tiba saja ia teringat pada salah satu iklan komersial di televisi.

Sudahlah, itu tidak penting.

Taehyung tidak berpindah dari posisi semula ketika Jungkook sampai di hadapannya. Jungkook bahkan sempat berpikir bahwa mungkin saja pemuda itu sudah jatuh terlelap.

"Taehyung?" Sentuhan ringan ia daratkan pada kulit lengan Taehyung, sesaat kemudian pemuda itu terlonjak kaget. Jungkook benar-benar tidak menyangka, bahwa aksi kecilnya dapat memberikan efek demikian besar. "Kau sakit, ya?"

"Tidak, kok. Tidak apa-apa." Taehyung meringis kecil, ujung jemarinya bergerak di sekitar rambut dan menolak diam. "Jungkook, maafkan mereka, ya." Taehyung kembali menunduk. Suaranya hampir menyerupai bisikan, tetapi Jungkook masih dapat menangkap tiap silabel yang terucap.

Angin musim semi di pertengahan hari tertiup melalui sela-sela gorden kelas. Masuk semakin dalam dan membawa kekehan halus Jungkook bersamanya. Sebagian terbang menuju udara lepas, dan sebagian yang lain menelusup kurang ajar ke dalam lubang telinga.

"Tidak apa-apa, sejak awal aku sudah tahu kalau mereka itu tidak normal."

Taehyung mendongak. "Tapi mereka tidak salah. Katanya, mereka sedang membantuku."

Eh? Membantu yang bagaimana maksudnya?

"Secara tidak sengaja, aku menceritakan kepada mereka bahwa aku menyukai Jungkook. Aku sudah menyukai Jungkook sejak kelas satu, rasanya— EH!?" Serta merta Taehyung membekap mulutnya. "Y-yang seperti itu seharusnya tidak boleh dikatakan kepada orangnya secara langsung, ya?" Ia mencicit seperti tikus dengan wajah memerah.

Jungkook diam saja karena ia juga tidak tahu bagaimana harus bersikap. Ini terlalu tiba-tiba dan tidak terduga.

"Maaf, anggap saja aku tidak pernah mengatakannya!" Taehyung mengepalkan kedua tangannya dan menunduk sedalam mungkin hingga kepalanya tenggelam di balik meja. "Aku agak kurang terbiasa dengan kehidupan sekolah. Sebetulnya aku selalu berada di rumah sepanjang waktu. Maafkan aku, ya."

Taehyung memukul kepalanya berkali-kali seolah tengah menghukum diri. Mengucapkan duh, bodohnya berulang-ulang tanpa sedikitpun membalas tatapan Jungkook yang terarah kepadanya.

Sepasang lengan Taehyung terhenti, sebab Jungkook menahan pergelangannya agar berhenti dari melakukan hal-hal anarkis. Taehyung pikir, ia akan menerima penolakan pertama dalam hidupnya. Namun yang terjadi, Jungkook malah menariknya hingga berdiri dan tidak berkata apa-apa, kecuali, "Ayo, kita bisa kehabisan makan siang kalau tidak cepat-cepat."

Duh, apa artinya itu? Taehyung paling sebal menebak-nebak. Lebih baik Jungkook menolaknya sekarang saja, deh.

.
.
.

Keesokan harinya, Taehyung berpikir. Apa, mungkin? Bisa saja Jungkook tidak tega menolaknya karena pemuda itu sudah mengetahui perihal fisiknya yang lemah. Barangkali, perasaan iba membuat Jungkook tidak memiliki banyak pilihan.

Sudah dua bulan berlalu. Angin musim semi telah berubah sedikit lebih hangat. Menandakan bahwa tidak lama lagi, musim panas akan datang. Akan tetapi, satu hal yang pasti, tidak ada yang betul-betul berubah di antara mereka (Taehyung dan Jungkook) sejak hari itu.

"Aku kesal sekali dengan Kim Taehyung itu." Langkah Taehyung tersendat manakala indera pendengarnya menangkap sejumlah suara berat dan sederet namanya yang turut terseret ke dalam obrolan. "Dia berlagak seperti pangeran hanya karena dia lemah. Dan semua orang seperti bertanggung jawab untuk merawatnya."

Sekelompok anak laki-laki tengah berdiri menghadap jajaran urinoir dengan sebatang rokok yang terselip di antara belah bibir mereka. Uh, Taehyung benci asap rokok. Namun, dibanding itu semua, Taehyung paling benci dengan perasaan bersalah yang menyelinap di dalam dadanya. Ternyata, itulah yang selama ini orang-orang pikirkan tentangnya.

Semestinya ia tidak perlu memaksakan diri untuk keluar dari zona aman. Berlagak mampu menempuh pendidikan di sekolah umum, dan merepotkan orang banyak.

"Hey, kalian, berhenti bicara macam-macam soal pacarku."

Taehyung terperanjat saat sepasang lengan mendorong tubuhnya keluar dari tempat persembunyian. Taehyung menoleh dan mendapati bahwa Jungkook kini tengah tersenyum untuknya. Jadi, sejak tadi pemuda ini ada di sana?

Pemuda-pemuda itu segera menyelesaikan urusan mereka dan berbalik dengan tawa merendahkan. "Pacarmu? Kenapa tiba-tiba kau menjadi pacarnya? Dasar aneh."

"Kami saling menyukai, kenapa yang seperti itu kau sebut aneh? Padahal membicarakan keburukan orang lain di belakang jauh lebih aneh." Jungkook berujar dengan santainya. Tidak lagi mempedulikan geraman penuh angkara yang menggema di antara kesunyian.

"Berani-beraninya—"

"Tidak ada yang meminta kalian menjaga Taehyung." Jungkook menyela. Tidak sedikitpun memberi kesempatan bagi mereka untuk melontarkan sederet pembelaan, atau hujatan; apapun. Rasanya, Jungkook hanya ingin merontokkan gigi-gigi mereka dengan kepalan tinju. "Sekarang sudah ada aku. Jadi biar aku yang melakukan semuanya," tukasnya kemudian.

Jungkook memandu langkah mereka agar pergi sejauh-jauhnya dengan tetap menjaga kelajuan tiap dentum tapak sepatu; semata-mata memastikan ritme tarikan dan hembusan nafas Taehyung tidak memburu.

"Jungkook tidak perlu bicara begitu hanya gara-gara kasihan padaku." Taehyung angkat bicara. Sebaris kalimat itu berhasil menghentikan Jungkook. Pemuda itu terdiam cukup lama. Seperti tengah melakukan debat internal soal apakah ia harus berbalik sekarang dan menghadapi Kim Taehyung, atau melepaskan genggaman mereka dan menjauh seperti tidak ada yang terjadi.

Dan Jungkook memutuskan bahwa ia tidak akan memilih keduanya. Jungkook melepaskan tautan mereka, namun enggan untuk berbalik. "Aku sudah terbiasa dengan kehidupan sekolah." Jungkook memulai dengan secuil getaran halus yang terselip dalam suaranya. Ia melanjutkan, "tapi ini juga yang pertama bagiku. Lagi pula, Taehyungie juga tidak pernah membahasnya lagi. Jadi aku juga diam."

Hening. Jenis keheningan yang mendebarkan.

"Aku pikir, cuma aku yang suka Jungkook. Senang sekali rasanya." Taehyung menggigit bibir, menahan senyum.

Jungkook menggeleng. "Aku juga suka Taehyungie."

.

"Biasanya, ketika orang-orang menyatakan cinta dan diterima, mereka akan berciuman."

"Taehyungie ingin dicium?"

"Iya, tapi jangan lama-lama. Nanti nafasku tidak kuat."

.
.
.

fin.

Continue Reading

You'll Also Like

61.8K 5.6K 47
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
39.2K 3.2K 11
Save story of KookV Random genre Just oneshoot or twoshoot BxB Dom! Jk Sub! Tae -Peach present
33.9K 2K 9
Kumpulan oneshoot Kookv bergenre angst, sad, hurt.. ☆Happy Reading☆
194K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...