He

22K 1.6K 277
                                    

Dia, pemuda dengan sorot mata setajam elang, namun hangat di saat bersamaan, yang selalu tersenyum tiap kali masalah demi masalah menerjangnya tanpa ampun.

.
.
.

Taehyung membersit hidungnya pelan. Sesekali menggosok matanya dengan punggung tangan. Sementara telapak Jungkook tak henti-hentinya memberikan usapan penenang di punggung sempit sahabatnya.

Seharusnya tidak begini. Mestinya Jungkook yang menangis. Taehyung sengaja menyeret pemuda itu ke halaman belakang sekolah, pagi-pagi sekali, segera setelah ia mendengar kabar tentang perceraian orang tua Jungkook. Seharusnya, Taehyung mengusap punggungnya, membisikkan kalimat-kalimat penenang di kupingnya; bahwa semua akan baik-baik saja. Bukan malah sebaliknya.

"Berhentilah menangis. Kau mengambil peranku, tau." Jungkook terkekeh, sudah mulai terbiasa dengan tingkah ajaib Taehyung.

Taehyung mendelik dengan wajah kacau —mata bengkak, pipi basah, poni yang menempel karena keringat di keningnya, dan ujung hidung yang semerah tomat— kesal bukan main melihat ketenangan sahabatnya yang keterlaluan. "Benar, menangis sana! Menangislah seperti orang normal dan berhenti tertawa! Kau tidak takut membayangkan hidup tanpa salah satu orang tuamu? Atau dipaksa untuk ikut salah satunya keluar Korea, lalu ... meninggalkanku?" cicit Taehyung di ujung semburan protesnya.

"Tentu saja aku takut," jawab Jungkook seraya menunduk, segaris senyum enggan tanggal dari rautnya. "Aku sangat takut sampai tidak bisa melakukan apa-apa."

Hazel Taehyung mulai berpendar lagi, siap menumpahkan cairan bening di pelupuknya kapan saja. "Bodoh."

Jungkook menoleh, menatap nanar pada sahabatnya. Jantungnya seolah sedang diremas kuat ketika menyaksikan pemandangan di hadapannya. Setengah mati menahan diri untuk tidak merengkuh sosok kurus itu dalam dekapannya, menjaganya dari semua hal yang dapat membuatnya menangis. Lalu urung setelah sadar bahwa dialah penyebabnya.

"Semua akan baik-baik saja." Taehyung membersit sekali lagi. "Aku ingin bilang begitu, tapi percuma, sama sekali tidak membantu, ya 'kan?"

Jungkook tertawa gemas, tidak tahan untuk tidak mengacak surai cokelat di dekatnya. Membuat aroma strawberry menguar hebat dari tiap helainya. "Sok tahu," cemoohnya, "Jika Kim Taehyung yang bilang begitu, maka semua akan baik-baik saja."

Taehyung mendengus. "Aku bukan cenayang."

"Tapi kalimat yang keluar dari mulut Kim Taehyung lebih sakti dari cenayang."

"Lucu," sahutnya dengan pupil yang berotasi malas.

Jungkook lagi-lagi mengusak surai cokelat milik Taehyung. "Kau tidak percaya? Taehyungku itu ajaib asal kau tau," serunya, semakin gencar menggoda pemuda yang kini tengah mencebik kesal.

"Mati sana!"

Satu alis Jungkook terangkat naik, "Mendengar kabar perceraian orang tuaku saja membuatmu menangis sehebat ini, bagaimana jika aku mati?"

Taehyung menoleh cepat, kemudian menggeleng dengan mata sembab yang melotot panik. Membuatnya semakin menggemaskan dengan hidung yang memerah. "Itu kan tidak serius!"

Kekehan Jungkook terdengar untuk kesekian kalinya. Ah, pemuda itu banyak sekali tertawa sejak pagi. Taehyung selalu membuatnya tertawa tanpa diminta.

Jungkook mengulurkan tangannya, kemudian membingkai wajah kusut Taehyung di telapak tangannya, "Ya ampun, jeleknya kau!"

Dan hingga hari dimana pengadilan secara resmi menyatakan bahwa orang tuanya telah bercerai, Jungkook sama sekali tidak menangis.

YoursWhere stories live. Discover now