DNA

5.2K 675 68
                                    

Enam tahun mengenal Jungkook, menjadikan Taehyung terbiasa dengan segenap perlakuan berbeda yang ia terima dari pemuda itu. Bagaimana Jungkook menatapnya sedemikian lekat di setiap kesempatan. Tanpa ragu memancarkan binar pemujaan yang begitu kentara. Membalas sederet pesan tidak penting yang Taehyung kirimkan di setiap malam panjang ketika matanya sulit untuk terpejam, dan membiarkan pesan-pesan lain tetap menumpuk di dalam ponselnya.

Enam tahun mengenal Jungkook, Taehyung terjerat tanpa celah oleh kungkungan dominasi yang termuda. Perkasa bagai dinding beton yang sanggup melindunginya setiap waktu, namun lembut di saat bersamaan. Jungkook tidak sedetikpun melepaskan sosok Taehyung dari jangkauan pandangnya. Memastikan Taehyung tetap berdiri tegak sebelum kecerobohan melukai dirinya sendiri. Jungkook bahkan tidak segan-segan menyanggupi seluruh keinginan terkonyolnya sekalipun.

Enam tahun mengenal Jungkook, membuat Taehyung mengerti betapa jauh ia telah tersesat dalam kecerdasan pemuda itu kala berucap. Menyihir setiap jengkal urat nadinya yang berdenyut, mengalirkan kepingan darah yang berdesir oleh ribuan untai kata seduktif.

Jungkook dan kelenturan lidahnya yang luar biasa. Taehyung tidak tahu mengapa jantungnya selalu berdetak di luar kendali. Di saat tahun-tahun yang terlewat sewajarnya menjadikan pemuda itu kebal akan semua rayuan picisan yang kadang-kadang lebih terdengar seperti sebuah guyonan semata.

Hanya Taehyung, dan ia tidak mampu menjelaskan segenap kebahagiaan yang membuat sudut bibirnya tertarik ketika bayang-bayang kebersamaan mereka berputar kembali di suatu waktu. Membuatnya merasa begitu istimewa hanya dengan berada di urutan teratas prioritas seorang Jeon Jungkook.

Dan enam tahun mengenal Jungkook, menuntun Taehyung untuk membaca setiap gurat ekspresi yang tercermin dalam cara pemuda itu bersikap. Seperti saat ini misalnya, tanpa diberitahu sekalipun, Taehyung terlampau mengerti bahwa kekasih tampannya itu tengah kesal, entah atas alasan apa.

"Jungkook-ah." Taehyung menyentuh bisep Jungkook yang bergeming di sisinya, sebisa mungkin menarik perhatian pemuda itu dari panggung meriah yang tengah menampilkan persembahan terbaik para penyanyi Korea Selatan. Karena demi Tuhan, tidak biasanya Jungkook mengabaikan eksistensinya sebegini lama, pasti ada sesuatu. Maka Taehyung tidak ingin menyerah, dan mencubit lengan kokoh kekasihnya kali ini. "Jungkookie." ia memanggil lagi. Omong-omong, nada rengekan yang terdengar itu sama sekali tidak direncanakan.

Jungkook menangkap pergelangan tangan yang menggerayangi lengannya tanpa menoleh. Menggiringnya turun hingga terlepas.

Taehyung memberengut. Hey, ia hanya menginginkan satu perhatian dari manusia ini, bukannya mengharapkan atensi dari seluruh penonton, mengapa sesulit ini, sih?

Merasa diabaikan tanpa sebab, Taehyung memilih beringsut ke arah Seokjin. Menempel di sampingnya lantas berbisik lirih. Mood-nya kini benar-benar telah meluruh jatuh hingga mata kaki. "Hyung, aku ingin ke toilet."

Seokjin mengangguk sekali sebagai balasan. Tangannya belum berhenti dari tepukan membahana pasca berakhirnya penampilan di atas panggung. "Bawa Jungkook bersamamu."

"Tidak mau!" sahut Taehyung cepat. Terlalu cepat hingga Jimin yang berada di akhir barisan turut menoleh dengan alis bertaut.

"Tumben tidak mau?" komentarnya kemudian.

"Pokoknya tidak mau!"

"Ya sudah." Jimin mengedik pada akhirnya. Tidak berniat menguras energinya lebih jauh hanya untuk membujuk Taehyung.

Seokjin membuang nafas berat. Sekali tebak ia tahu bahwa kedua manusia yang seperti perangko itu pasti sedang bertengkar entah sebab apa. Maka dari itu Seokjin menyerahkan urusan tersebut kepada leader kelompok mereka. "Pergi dan tanyakan pendapat Namjoon."

YoursМесто, где живут истории. Откройте их для себя