I Fall in the Autumn (Complet...

By red_momiji

7.5K 820 276

(TAMAT) Emi adalah gadis biasa anak pasangan petani di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Dia bersahabat denga... More

I Fall in the Autumn Part 1
I Fall in the Autumn Part 2
I Fall in the Autumn Part 4
I Fall in the Autumn Part 5
I Fall in the Autumn Part 6
I Fall in the Autumn Part 7
I Fall in the Autumn Part 8
I Fall in the Autumn Part 9
I Fall in the Autumn Part 10
I Fall in the Autumn Part 11
I Fall in the Autumn Part 12
I Fall in the Autumn Part 13
I Fall in the Autumn Part 14
I Fall in the Autumn Part 15
I Fall in the Autumn Part 16
I Fall in the Autumn Part 17
I Fall in the Autumn Part 18
I Fall in the Autumn Part 19
I Fall in the Autumn Part 20
I Fall in the Autumn Part 21
I Fall in the Autumn Part 22
I Fall in the Autumn[End]
Tentang I Fall in the Autumn

I Fall in the Autumn Part 3

341 40 30
By red_momiji

Masa-masa ujian kenaikan kelas berlangsung dengan tenang. Seusai ujian, selama satu minggu ada masa dimana para murid bebas dari kegiatan belajar mengajar. Masa ini biasanya digunakan untuk kompetisi pertandingan olahraga antar sekolah. Seperti yang SMA ini lakukan tiap tahun. Dan pagi ini, adalah awal dari pertandingan pertama kompetisi basket antar SMA sekota ini.

Aku melangkahkan kakiku seperti biasa dari parkiran sepeda. Mataku tertuju ke dinding pengumuman sekolah. Biasanya nilai ujian akan terpampang di papan ini. Rupanya hari ini belum dipasang. Aku sebenarnya agak khawatir dengan nilaiku. Aku pun masih bingung dengan pilihan jurusan nanti. Aku tak mahir dalam menghitung matematika, tapi aku juga selalu jeblok di urusan geografi dan ekonomi. Apa aku ambil sastra? Ah, tapi aku tak sepuitis itu.

"Haaaaaaaahhhh....", aku merarik nafas panjang dan duduk di tepi lapangan basket. Kulihat beberapa tim basket dari kelas 2 sudah melakukan pemanasan. Tiba-tiba saja sebuah tangan menutup mataku. Aku terkejut dan secara reflek melakukan pukulan ke belakang melalui siku ku.

" Wow...wow....kalem Em..kalem" teriak si pemilik tangan sambil melepas tangannya dari mataku. Aku mengenali suara itu, Deni, teman mainku saat kecil.

" Ngapain disini??? " Tanyaku heran

" Hari ini jadwal tanding sekolah kita tau, tapi kayaknya aku kepagian. Kata teman-teman mainnya jam 9, mereka berangkat dari sekolah jam 8, tapi males ke sekolah dulu, ya udah kesini langsung aja. Sekalian liat persiapan tim lawan. eh..ketemu ratu mujaer hahaha "

" Haaaaah, kalah juga ntar pasti" jawabku sinis sembari dibalas dengan jitakan kecil di kepalaku.

Deni satu tahun lebih tua dariku. Dia sempat mengenyam SD dari kelas 4 hingga lulus SMP di kota sebelah mengikuti tugas ayahnya yang jadi tentara. Kemudian dia kembali ke kota ini meneruskan ke SMK terbaik di kota ini. Teknik mesin adalah jurusan yang dia pilih. Tapi aku tak pernah memanggilnya dengan sebutan kak, hanya nama, seperti waktu kami kecil. Dia selalu menyebutku dengan panggilan ratu mujaer karena kegemaranku mengejar Deni, Satria dan kawan-kawannya saat hendak mencuri ikan mujaer yang bapak sebar di sawah.

"Hoi hoi jangan bikin aku cemburu ya kalian!! "

Tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara renyah yang sudah kami kenal benar. Kami menengok, dan nampak si pemilik suara itu menggendong bola basket di tangan kanan sembari tangan kiri berkacak pinggang.

" Wohooo satria, siap-siap untuk kalah kau hari ini " tantang Deni, " hari ini sang ratu pasti berpihak padaku" katanya sambil menarrangkulkan tangannya ke pundakku.

" Esh esh, siapa bilang tuan visitor?? Dia akan berpihak pada sekolahnya " Kata Satria sambil menarik tanganku.

" Kamu cemburu??? Karena dia akan memihakku?? " kata Deni sembari menarik tanganku ke tempatnya.

Aku mulai jengah dengan kelakuan dua sahabatku ini, tanganku sudah mulai sakit.

" Diam!! Sakit tau ah " kataku sedikit ngambek. Mereka berdua malah tertawa.

" Gini aja deh ya, siapa yang kalah, harus traktir yang menang plus aku, gimana?? " Tantangku dengan pose centil.

" Yah enak di kamu donk ", protes Satria disetujui oleh Deni.

" Gak mau ya udah ", kataku sambil berjalan ke arah kelasku

" Iya deeeh nyonya ratu...apapun akan kami lakukan untuk kamu " kata Deni sambil memperagakan pose pelayan kerajaan.

" Cafe Ruoka ya " kataku sambil mengulum senyum licik.

" Haaaaaaah?? Mahaaaaaallll " protes mereka berdua

" Habis, aku kan belum pernah kesana....... " kataku sembari menunduk dan memasang wajah kasihan.

" Oke!! Cafe Ruoka!! Deni yang traktir" kata Satria bersemangat sambil masuk ke lapangan basket.

" Wait!! Kamu yang traktir ya enak aja. Hoi Emi, Satria yang traktir, catat itu ya" kata Deni sambil lari mengikuti satria kemudian memukul kepalanya.

Aku memandangi mereka berdua dengan perasaan bahagia. Aku menyukai atmosfer seperti ini. Kepada merekalah aku nyaman untuk bercerita dan bertindak seperti diriku sendiri. Meski kadang aku sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari para penggemar mereka, tapi itu tak jadi masalah buatku untuk menghentikan pertemanan kami. Satria dan Deni adalah pria-pria tampan yang berprestasi, aku tahu itu dan aku bangga karenanya. Aku mengenal mereka jauh sebelum para fans menyukai mereka. Aku tahu segala kelakuan mereka baik dan buruk. Dan aku menyayangi mereka sebagai bagian dari hidupku.

Dan, mereka juga tau kepada siapa hatiku tertambat. Meski terkadang Satria sering mengeluhkan sampai kapan aku terus terhenti pada orang yang tak pernah sekalipun memikirkan aku. Aku pun tak mengerti. Namun untuk saat ini, fokusku bukanlah tentang itu. Aku hanya ingin menggapai sesuatu yang akan membuat orang tuaku dan juga mereka bangga padaku. Seperti aku bangga pada mereka.

Tunggu, aku merasakan perasaan yang tidak enak. Sepertinya ada mata yang memandangku tidak enak. Aku memalingkan pandangan ke sekeliling. Tak sengaja aku menemukan geng kelas 3 yang terkenal cantik namun kasar memandangku dengan tatapan tidak menyenangkan. Raut mereka seperti marah. Aku merasa tidak enak. Cepat-cepat aku masuk ke dalam kelas dengan sedikit menggigil takut, menunggu waktu bel berbunyi tanda dimulainya kompetisi basket.

Bel sekolah pagi ini berbunyi panjang. Pak satpam seakan tahu bahwa hari ini adalah hari yang paling ditunggu oleh murid-murid. Itu artinya, kompetisi liga basket antar sekolah dimulai. Di pertandingan pagi ini, sekolah Deni, SMK 1 all stars melawan SMA kami all stars. Aku berlari memasuki lapangan basket dan berdiri di dekat tim basket sekolahku. Kulihat dari kelas 2, hanya Satria dan Adrian yang memperkuat posisi tim, sedangkan Andre yang sekelas denganku duduk di bangku cadangan. Kulihat Deni menggoda Satria mengenai taruhan kami sebelumnya. setelah pemanasan sejenak, wasit memanggil kedua tim untuk bertemu di tengah lapangan. Kemudian meniupkan peluit sambil melempar bola basket tinggi-tinggi tanda dimulainya pertandingan.

Aku berteriak menyemangati Satria dan Deni. Andre yang duduk di dekatku langsung memukul tanganku.

" Dukung sekolah sendiri donk Em " katanya yang hanya kubalas dengan cengiran malu.

Pertandingan berlangsung sangat seru dan sengit. Kedua tim tidak mau untuk mengalah. Tembakan demi tembakan, lemparan demi lemparan, diwarnai dengan teriakan para pendukung, baik dari tuan rumah maupun dari sekolah lain yang ikut datang untuk menonton. Aku pun melihatnya. Naoki. dia duduk di antara jajaran kelasnya. Keren sekali aku melihatnya di bawah sinar matahari pagi ini. Dia berteriak menyemangati tim sekolah kami, sambil tertawa dan bercanda dengan teman-teman yang lainnya. Aku sesekali melirik ke arahnya dan menyisipkan senyum kecil setiap kali melihatnya bahagia di tengah-tengah keramaian. Seperti ini saja sudah cukup bagiku. Aku sudah sangat bahagia.

Pada akhirnya, sekolah kami lah yang memenangkan pertandingan dengan score yang beda tipis dengan sekolah Deni. Deni nampaknya yang paling kecewa, terlihat dari teriakan kekesalahannya yang paling keras dan panjang. jelas saja, karena dia yang akhirnya harus menraktir aku dan Satria.

Aku membuka tasku dan mengeluarkan botol minumanku. Tenggorokanku kering setelah berteriak-teriak tadi. Baru seteguk aku meminum air, Satria sudah merebut botol minumanku dan langsung menghabiskan setengahnya. aku teriak protes,

" Saaaaat, perampasan nih"

" Berisik, aku haus ", jawabnya enteng sambil menyeruput minumanku.

" Itu lhooo fansmu banyak yang siap air minuman sama handuk " kataku sambil merebut kembali botol minumanku dan memasukkannya ke dalam tasku. Jujur, aku agak takut karena melihat muka gadis-gadis itu begitu menyeramkan saat menatapku. Tapi Satria malah terkesan tidak peduli dengan mereka. Aku tahu betul sifat Satria, kalau memang dia tidak begitu mengenal orang, maka dia selalu menolak apapun yang ditawarkan orang tersebut, sekalipun orang-orang itu adalah fans yang selalu berusaha menarik perhatiannya.

Kulihat Deni menghampiri kami. Dia mengelus-ngelus kepalaku sambil berkata,

" Baik baik, aku traktir yang mulia ratu ke Cafe Rouka, tapi Satria tidak"

" Lhoo??? Curang!! Janjinya kan tadi yang menang juga!! ", protes Satria keras, tapi hanya disambut dengan juluran lidah Deni. Namun pada akhirnya Deni berkata akan mentraktir Satria juga teman-teman lama kami yang lain. Kita janjian akhir minggu ini untuk sedikit bernostalgia. Deni yang traktir, kebetulan bulan lalu, dia berulang tahun katanya. Ah, aku lupa. Saking lamanya tidak bertemu. Dulu waktu kecil, kami selalu membakar ubi atau ketela ketika ada yang berulang tahun, dan kami memakannya ramai-ramai.

Sekitar tiga puluh menit kami bercanda hingga pertandingan selanjutnya antar SMA tetangga. Aku meminta ijin untuk pergi ke kamar mandi, sedangkan mereka hanya bilang akan menonton pertandingan basket hingga selesai. Aku berjalan ke arah kamar mandi melewati papan pengumuman. Masih juga belum dipasang hasil ujiannya, pikirku. Tanpa perasaan apapun aku berjalan dengan santai memasuki kamar mandi.

Selesainya, aku terkejut saat membuka pintu kamar mandi. Kak Vera dan 2 orang teman segengnya, yang aku tidak begitu tau namanya sudah berdiri di depan pintu kamar mandi. Tanpa curiga aku mempersilakan mereka, karena aku pikir mereka menunggu antrian kamar mandi. Tapi pikiranku salah, salah satu dari mereka, kulihat nama di bajunya, Marsya, memegang lenganku keras sambil bilang " Ayo ikut!! ". Tanganku terasa sakit. Aku tak mengerti apa yang terjadi.

Mereka membawaku ke belakang panggung besar untuk tempat upacara wisuda kelas 3 untuk minggu depan. Hanya ada perlengkapan panggung disana. Kak Marsya menghempaskan tubuhku ke depan hingga punggungku terkena pinggiran blok kayu di pojokan.

"Ada apa ini kak? " tanyaku dengan nada bingung bercampur takut.

Kak Vera mendekat kearahku sambil menyilangkan tangan di dada.

" Gue ga peduli lo mau kecentilan di depan Satria. Tapi lo sampai berani kecentilan di depan gebetan gue, bikin risih tau gak??" semprotnya dengan nada galak. aku masih bingung dengan siapa yang dia maksud.

" Deni dari SMK 1, tadi pagi kita liat lo kecentilan sama dia. Heran darimana dia bisa kenal makhluk busuk macam lo gini" kata kakak satu lagi yang kulihat namanya Riandita, sambil mendorong bahuku hingga membuat aku mundur dua langkah ke belakang. Oh jadi inilah yang membuat mereka menatap tidak menyenangkan tadi pagi.

"Deni gebetan gue. Lo jangan kecentilan kayak tadi. Tadi pagi udah bikin eneg ngeliatnya, pas pertandingan, makin eneg aja gue. Dirasa lo paling cantik gitu?" teriaknya kasar.

" Enggak kak, tapi kan Deni itu temen aku kak..." kataku dengan nada sedikit takut, "...apa salahnya sih kalau berkumpul dengan teman sendiri, toh ga ada niat kecentilan godain apa segala macem. Kita temenan juga udah lama banget..."

"Nyolot lo ya!!!" kata kak Vera dengan posisi tangan melayang ke atas siap untuk mendaratkannya di pipiku. Aku hanya bisa memejamkan mataku sambil sedikit menundukkan wajahku, berharap agar hal itu tidak terjadi. Sekian detik kemudian, aku merasakan tidak tersentuh apapun pada wajahku. Sedikit heran, aku membuka mataku sebelah kulihat sebuah tangan kekar memegang tangan kak Vera dengan keras.

" Belakang panggung digunakan untuk persiapan wisuda, bukan untuk melabrak orang. Cari tempat diluar, jangan mempermalukan sekolah saat banyak pengunjung" kata si pemilik tangan itu dengan tegas. Kubuka mataku semuanya, Adrian, dia memegang tangan kak Vera kuat-kuat. Dua teman kak Vera hanya bisa terdiam, seolah takut karena mata Adrian yang menatap sangat tajam. Masih dengan memegang tangan kak Vera, dia berkata padaku masih dengan nada yang tegas, "kamu dipanggil guru BK sekarang".

Aku hanya mengangguk dan cepat-cepat pergi dari tempat itu tanpa banyak bicara. Jantungku berdebar keras, dan segera aku menuju ke arah ruang Bimbingan Konseling. Samar saat aku keluar dari ruangan itu, kudengar Adrian dan kak Vera terlibat sedikit adu mulut sebelum Adrian meninggalkan mereka yang dengan kesal menendang tumpukan kursi. Aku masih mendengarnya, tapi aku segera berlalu. Dalam hati, aku sempat mengutuk keras kedua sahabatku yang menempatkan aku pada posisi yang sulit seperti ini. Rasanya kesal sekali untuk terus dimusuhi oleh banyak wanita. Padahal, aku tak pernah sekalipun merasakan sesuatu yang spesial.

Kuketuk lembut pintu ruang Bimbingan Konseling. Pak Siregar mempersilakan masuk. Si bapak ini penampilannya mengerikan dengan kumis tebalnya, namun beliau sangat lucu jika sedang berkomunikasi dengan anak-anak.

"Bapak manggil saya?"

" Iya, tadi saya suruh si Toni. Duduklah duduk ", kata beliau mempersilakanku.

Aku menarik kursi di depan meja beliau.

" Emi Retnaningsih..."

"Emi Riantiningtyas pak", potongku membenarkan.

"Iya itulah. Jadi gini, besok itu akan dipasang penjurusan kelas. Kamu ini koq di angket ga nulis apa-apa ini gimana? "

Waduh, pikirku, aku lupa menuliskan jurusan yang aku ingin masuk. Akhirnya hanya aku jawab dengan cengiran selengekan sambil memberi alasan bahwa aku masih bingung dengan pilihan mana yang harus aku ambil. Kata Pak Siregar, nilaiku sangat random. Di mata pelajaran IPA aku nyaris sempurna untuk kimia dan biologi, tapi jelek untuk matematika dan fisika. Bahkan, Ibu Maria, guru matematika yang mengajarku, yang juga merupakan istrinya, sampai menaikkan nilai matematika agar pas mendapat nilai 7 di dua semester ini. Tapi untuk pelajaran IPS, aku sangat berjaya di bidang sejarah dan sosiologi. Tapi lemah sekali di ekonomi dan akuntansi.

" Sepertinya kamu punya masalah dengan hitung-hitunganan ya Emi", selidik Pak Siregar yang hanya kubalas dengan cengiran saja.

" Atau kamu mau masuk bahasa??? "

Aku hanya terdiam dan dengan wajah bingung berkata pelan " Saya masih bingung pak"

" Ya sudah, bapak kasih waktu kamu malam ini untuk memikirkan matang-matang jurusan mana yang kamu inginkan. Diskusi dengan orang tuamu. Besok pagi temui bapak cepat-cepat ya, karena siangnya mau bapak pasang. Jangan lama-lama, tinggal kamu saja ini yang belum tercatat ".

" Iya pak ", jawabku pendek sambil mohon diri keluar dari ruangan.

Aku keluar dari ruang BK dan hendak menuju ke depan lapangan basket. Nanti sajalah, pikirku, untuk memikirkan apa yang harus aku ambil. Aku ingin tanya kepada kedua orang tuaku terlebih dahulu.

Aku sudah setengah jalan menuju ke lapangan basket. Disitu ada Satria sedang duduk di bangku luar lapangan yang menghadap ke kelasku. aku pikir, berbicara sebentar mengenai ini akan lebih bagus. Namun, saat aku hendak mendekatinya, aku melihat Kyla mendekat terlebih dahulu. Kuurungkan niatku untuk berbicara dengan Satria. Aku lantas membelokkan langkahku ke kantin. Sudah jam makan siang rupanya. Perutku sedikit berontak minta untuk diisi.

Lagi-lagi setengah jalan aku menuju kantin, kulihat Kak Vera dengan dua temannya sedang makan disana. Malas sekali rasanya bertemu mereka. Akhirnya, langkah kakiku terhenti di depan perpustakaan. Sedikit menyepi tak masalah bukan?

Aku putuskan untuk masuk ke dalam perpustakaan. Aku memilih untuk menghempaskan diriku pada kursi pojok. Aku mengeluarkan notesku dan mulai mencorat coret dan berkata pada diriku sendiri seperti orang gila.

" IPA, IPS, Bahasa. IPA, IPS, Bahasa, IPA IPS bahasa. haduuuuhhhh...."

"Kenapa juga nilai koq random gini sih. hmmmm........ibuuuuukkkk aku harus masuk mana??"

Teringat perkataan Satria beberapa bulan lalu,

" Hidup kita dimulai ketika kita memilih jurusan di SMA, Emi. Karena begitu kita ambil satu jurusan, maka masa depanmu akan ditentukan setelahnya. Hati-hatilah "

Aaaarrrrgggghhhhh perkataan Satria membuatku sedikit tertekan.

" Aaaaaaaaaaa.......aku harus masuk jurusan apa?? IPA tapi matematika jeblok. IPS tapi ekonomi jeblok. Bahasa gak minat sama Inggris. Ya Tuhan...aku gak mau salah pilih".

"Duk!"

Tiba-tiba terdengar suara dari depan tempatku duduk. Aku terkejut karena kusangka perpustakaan sedang sepi dan aku memilih pojok yang jarang orang mau tempati. Sekat di depan meja ruang baca perpustakaan ini memang didesign untuk memberi ruang privasi bagi murid-murid untuk membaca, sehingga tidak bisa melihat satu sama lain dengan orang di depannya.

Aku bangkit dan sedikit berjinjit. Kulihat Adrian menurunkan bukunya. Aduh..aku bikin salah nih, pikirku. Muka Adrian yang lempeng tanpa senyum dan tatapan matanya yang tajam membuatku terintimidasi. Aku pikir aku akan dihardiknya atau dikasari seperti kak vera tadi.

" Pilih saja IPA kalau kamu memang merasa mampu di pelajaran lain. "

" E?? " aku terkejut ternyata Adrian berkata seperti itu, " Tapi matematikaku...."

" Kamu bisa pelajari kan? Cuma satu yang harus kamu lebih pelajari, tak masalah ".

kami terdiam beberapa saat. Dia membuatku tak bisa berkata apa2 untuk mendebat.

" Kamu tau, kenapa orang-orang menempatkan IPA pada level paling atas? " tanyanya dengan tatapan serius. Aku hanya sanggup menggelengkan kepala karena aku benar-benar tidak ada ide untuk menjawabnya.

" Karena orang dengan kemampuan memahami ilmu hitung, ilmu alam dan sebagainya, akan bisa dengan mudah mempelajari bidang sosial dan bahasa. Tapi tidak sebaliknya. "

" Tidak sebaliknya? "

" Iya, anak-anak yang masuk IPS dan bahasa, cenderung tidak menyukai pelajaran IPA, karena pikiran mereka sudah membencinya sejak awal. Benci itu adalah sesuatu yang akan menutup pikiranmu untuk menemukan dimana letak ketertarikannya. Anak IPA meskipun mereka tidak suka dengan pelajaran IPS pun, mereka tetap harus mempelajarinya, tetap harus belajar bahasa asing, meski tidak sastra. Tapi, kalau kamu milih IPS dan Bahasa, maka kamu tidak akan punya kesempatan untuk belajar IPA. " Jelasnya sambil membuka-buka halaman buku yang sedang dia pegang.

" Saat kamu memilih IPA nanti, maka akan terbuka juga kesempatanmu untuk kuliah di IPS atau Bahasa. tapi kalau kamu memilih IPS dan Bahasa, maka kamu tidak akan punya kesempatan untuk kuliah natural science. Ilmu alam itu menarik dan luas banget lho. Kamu bisa menghubungkannya dengan ilmu sosial maupun sastra. "

Aku hanya mengangguk-angguk. Perkataannya bagaikan oase di padang pasir untukku saat ini.

" Setidaknya begitu yang di katakan ayah ibuku " katanya sambil sedikit tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya.

Benar juga, pikirku. Satria juga bilang kalau hidup kita akan dimulai setelah masuk penjurusan.

" Kalau aku jadi kamu, akan pilih IPA. Berjuang sedikit lebih keras untuk matematika bukan sesuatu yang sulit kan? Asalkan nanti, aku banyak pilihan untuk belajar setelah lulus"

Aku tersenyum mendengar pendapatnya. Adrian benar. 100% benar sekali.

" Double makasih ya" kataku disambul kernyitan di dahinya.

" Tadi udah menyelamatkan aku dari tamparan kak Vera, bantuin Tony manggil aku, sama pendapatnya barusan. Sangat sangat membantu mencerahkan", kataku mantap.

" Oh...tadi kebetulan aneh aja liat kamu sama anak kelas 2 masuk ke aula, terus inget tadi si Tony nyariin. Ternyata dilabarak haha ".

Aku hanya bisa nyengir kuda membalasnya. " Apapun itu, makasih banget", kataku sambil mengambil tasku dan berpamitan dengannya.

Aku lantas menuju ke Mushala untuk shalat. Aku mohon, Tuhan...mantabkanlah pilihanku. Lepas shalat, aku bergegas menuju ke arah parkiran sepeda. Aku ingin secepatnya berbicara dengan bapak dan ibu. Kulangkahkan kali cepat-cepat.

"Em, ke toiletnya sampai  sejam, tidur apa pingsan?"

Aku terkejut mendengar suara Satria dengan mata yang melotot tajam

" Anu...itu........ada UFO sat" kataku sambil tertawa dan berlari menghindari kejarannya.

Continue Reading

You'll Also Like

6.1M 480K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
2.4M 113K 54
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞