Semua Karena Cinta(Completed)

By dnhpo_

170K 14.9K 866

Semua bisa terjadi karena cinta yang di miliki. Dua orang gadis yang sedari kecil bersahabat, berpisah ketika... More

1
2
3
4
5
6
7(Revisi)
8
9(Revisi)
10(Revisi)
11(Revisi)
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

24

3.4K 356 12
By dnhpo_

Author Pov

Sudah sebulan setelah kejadian Nabilah. Semua berjalan seperti semula. Tidak ada lagi teror dan tidak ada lagi ponsel di sadap. Tapi dari keenamnya masih terus menyelidiki sesuatu tanpa sepengetahuan yang lain. Dia masih merasa ada yang aneh dengan gadis yang sebulan lalu di sangka hilang.

Kini di siang hari yang lumayan terik, keenamnya baru saja selesai dengan kelas pagi. Kinal yang semalaman tidak tidur karena sibuk membuat tugas sekarang tampak lemah menjatuhkan kepalanya di atas meja kantin. Sementara teman-temannya yang melihat itu hanya menggeleng melihat tingkah Kinal.

"Gue ngantuk, semalem nggak tidur gegara ngerjain tugasnya pak botak." Kata Kinal dengan suara serak.

"Suara lo abis lo gadein kemana, Nal? Kok ilang?" Tanya Jeje duduk di samping Kinal.

"Au nih, semaleman nggak tidur suara gue mendadak serak-serak becek." Ucap Kinal menoleh ke sampingnya.

"Oh ya, Nal, gimana sama Naomi? Lo udah nanya?" Kinal mengangkat kepalanya dan melirik Lidya yang tiba-tiba tersedak.

"Lo napa, Lid?" Tanya Viny mengusap punggung Lidya.

"Ah, enggak ini loh, Kecepetan gue minumnya. Ada apaan, sih?" Ujar Lidya menatap teman-temannya satu persatu.

"Itu yang soal Pak Johan sama Pak Gerarld. Oh ya, lo kemarin ngapain ke Jogja, Lid?" Tanya Kinal mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Astaga! Ampir lupa, nah iya, Nal. Kemarin pas gue ke Jogja, gue mau kasih tau sesuatu ke kalian apa alasan gue ke sana." Ucap Lidya membersihkan bibirnya dengan tisu.

"Kenapa emangnya?" Tanya Nabilah meletakan gelasnya dan menatap Lidya penasaran.

"Gini jadi kemarin tuh, gue kesana buat nyar-"

"Hai!"

Suara seseorang membuat mereka semua menoleh ke asal suara. Di belakang Kinal dan Jeje tampak seorang gadis cantik dengan skinny jeans serta hoodie putihnya sedang tersenyum lebar menyapa mata keenamnya.

"Lo nggak balik, Nads?" Tanya Nabilah berdiri dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk. Sedangkan dirinya berpindah ke sebelah Beby yang menyeruput ice lemon teanya.

"Belum, nanti gue baliknya bulan depan. Kenapa? Lo nggak rela ya, gue pergi hahaha." Nabilah dan yang lainnya hanya tertawa kecil menanggapi ucapan gadis cantik itu.

"Kalian pada ngomongin apa, sih? Kok kayaknya serius banget tadi?" Tanya gadis itu dengan wajah penasaran.

"Ini si Lidya kemarin itu ke Jogja, terus dia mau cerita eh, lo muncul jadinya kepotong deh." Jelas Kinal tersenyum ramah.

"Berarti gue ganggu dong?" Kata gadis itu cemberut.

"Enggak kok, Nadse... lo nggak ganggu. Lagian lo ada apa sih, kemari mulu? Apaan yang lo ambil?" Tanya Kinal membetulkan duduknya.

"Ini loh, surat kepindahan gue dari sini ke kampus baru gue di sana ada yang kurang. Jadi gue harus urus lagi." Jawab Nadse menatap Kinal dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Gue ke kelas dulu, ya? Masih ada dosen killer nih, daaah!" Tiba-tiba Viny berpamitan dan segera berjalan begitu saja tanpa mendengarkan ucapan dari teman-temannya.

"Eh, kalo gitu gue juga deh. Gue mau nemuin Melody." Lidya berdiri dan melambaikan tangannya meninggalkan keempat sahabatnya yang masih heran dengan tingkah Viny dan Lidya.

"Emang Viny ada kelas?" Bisik Jeje pada Kinal.

"Entah, tapi tadi dia bilang nggak ada kelas lagi. Ya udah, biarin aja, siapa tau dia mau ngapalin kenalannya itu." Ucap Kinal kembali meminum minumannya.

"Lo nggak makan, Nads?" Tanya Kinal beralih menatap Nadse yang sedaritadi memperhatikan mereka.

"Enggak, tadi udah makan. Cuma tadi gue liat kalian ya, gue kesini bentar." Kinal menggangguk paham dan mengikuti arah kemana Nadse melirik. Dan matanya jatuh pada Beby yang sedaritadi diam. Keningnya mengkerut menatap Beby yang masih belum sadar kalau saat ini dia di perhatikan.

Saat sudah merasa di perhatikan, Beby seakan terkejut dan menoleh ke arah Kinal, Nadse, Nabilah dan Jeje yang sudah menatapnya. "Kenapa?" Tanyanya dengan wajah bodohnya.

""Lo yang kenapa, malah nanya ke kita." Kata Nabilah memukul pelan bahu Beby.

"Gue? Gue nggak kenapa-napa." Ucap Beby membereskan buku dan bolpoin yang tadi dia gunakan di atas meja.

"Gue balik, ya? Mau istirahat, pegel." Pamitnya berdiri dan pergi dari sana tanpa menunggu Kinal, Nabilah dan Jeje mengiyakan.

"Ini pada kenapa, sih? Kok tumben pada mencar-mencar gini." Kesal Kinal menghembuskan nafasnya kasar.

"Ya sabar, Nal. PMS ye, lu? Ngamuk-ngamuk mulu." Ucap Jeje terkekeh pelan.

"Ya kesel, Je. Si Viny juga, beberapa hari ini jarang ngumpul, sama aja kek Lidya tuh." Ujar Kinal menumpu dagunya dengan kedua tangannya.

"Kali aja emang mereka capek, Nal. Ambekan lu, abisin tuh bakso kalo nggak buat gue sini." Kinal yang mendengar itu dengan patuhnya menghabiskan bakso yang hanya tersisa dua beserta mienya.

"Lo habis ini mau kemana, Nads?" Tanya Jeje menyeruput es tehnya sampai habis. Sedangkan Nabilah masih sibuk dengan nasi goreng dan mie ayamnya yang belum juga habis.

"Eemm... kalian sendiri mau kemana?" Tanya Nadse menatap ketiganya.

"Kita? Kita mah, mau ke-"

"Mau balik, Nads. Capek, apalagi si Kinal tuh, belum tidur dia dari semalem." Ucap Jeje menyela ucapan Nabilah dengan cepat dan tanpa menatap lawan bicaranya.

Kinal dan Nabilah melirik Jeje aneh. Tidak biasanya Jeje menyela ucapan orang. Dan kini gadis itu dengan santainya menyela ucapan Nabilah dengan mata yang tidak melihat ke arah Nadse.

"Tumben." Gumam Nabilah menyelesaikan suapan terakhirnya sambil matanya melirik Jeje.

"Udah kelar nih, kita duluan ya, Nads? Bye!" Jeje berdiri dari duduknya dan menarik Kinal dan Nabilah yang belum sempat menghabiskan minumannya.

"Eh buset, duluan ya, Nads!" Teriak keduanya sambil melambaikan tangan ke arah Nadse yang hanya tersenyum.

"Sial! Apa Jeje udah sadar?" Gumam Nadse menatap punggung gadis pendek dengan hoodie hitam yang menutup kepalanya.

*****

Viny yang tadi sebenarnya bukan pergi ke kelas dan malah memasuki sebuah ruangan yang semua orang tahu kalau itu ruangan seorang dosen muda.

Tanpa mengetuk dia langsung membuka pintu kaca itu dan menatap tajam pada orang yang kini mengangkat kepalanya menatap Viny dengan bingung. Sedangkan Viny masih berdiri dengan tatapannya yang seakan bisa membunuh siapa saja.

"Kebiasaan nggak ngetuk. Ngapain lo? Duduk sini!" Ucap pemuda itu mempersilahkan Viny duduk di sofa hijau yang ada di tengah ruangan.

"Apa maksud lo deketin Shani?" Tanya Viny to the point. Pemuda itu mengerutkan keningnya dan tersenyum kecil ketika mengerti kemana arah pembicaraan Viny.

"Vin, gue sama Shani itu cuma temen. Dan gue tau kok perasaan lo ke dia. Jadi nggak mungkin gue deketin Shani dengan alasan nikung lo." Jawab pemuda itu dengan tenang.

Dengan masih memasang wajah dinginnya, Viny maju beberapa langkah dan jari telunjuknya berhenti tepat di hadapan pemuda itu. "Gue bakal inget terus sama ucapan lo." Ucap Viny dan setelah itu dia berbalik meninggalkan pemuda itu yang masih termenung di tempatnya.

"Lo harusnya tau, Vin. Bukan Shani yang gue incer.... tapi lo." Lirih pemuda itu menoleh ke mejanya. Kakinya berjalan dan duduk di kursinya. Pandangannya jatuh pada sebuah pigura yang memperlihatkan seorang gadis kecil berambut panjang dan seorang anak kecil laki-laki. Di foto itu tampak keduanya tersenyum lebar dengan kedua tangan mereka memegang es krim rasa vanila.

"Gue sayang lo, Vin. Dari dulu bahkan sampe sekarang. Jujur, sebenernya gue nggak butuh ini dan gelar ini. Gue cuma butuh lo." Monolognya sembari mengangkat papan nama meja yang terbuat dari batu marmer. Di sana tampak sebaris nama yang sangat di kenal semua mahasiswa dan mahasiswi di seluruh universitas tempatnya mengajar. Sakti Octaviano, S.Sos., M.I.Kom.

*****

Shania yang baru keluar dari sekolah segera berlari menuju parkiran. Namun langkahnya terhenti saat melihat mobil Beby ada di luar gerbang sekolahnya. Dan terlihat banyak sekali murid yang sedang ramai di depan sana.

Tanpa berpikir panjang, kakinya melangkah ke arah pagar yang sudah di penuhi siswa-siswi yang entah sedang menonton apa. "Misi-misi, liat apaan sih?" Tanya Shania berusaha melewati beberapa gadis berseragam sama dengannya.

Sesaat setelah melewati kerumunan itu, matanya langsung terbelalak melihat adegan yang ada di depannya. Di sana tampak Beby dengan keadaan yang sudah babak belur. Rambut pendeknya sudah awut-awutan tidak karuan.

"STOOOP!!!" Teriakan Shania menghentikan adu jotos di depannya. Dengan segera Shania menghampiri Beby yang sudah terkulai lemas.

"APA-APAAN KALIAN?! HAH?! DIA ITU CEWEK!!! BUKAN COWOK!!!" Seketika semua orang yang mendengar itu langsung terkejut. Pasalnya mereka kira yang sedang di hajar adalah seorang pria.

"Beb, kamu gapapa? Ayo kita ke rumah sakit!" Ucap Shania membantu Beby berdiri.

Dari arah belakang tubuh Shania terdengar tiga suara gadis-gadis yang mendekat. Dan tak lama sebuah tangan menyentuh pundak Shania.

"Gue bantu sini, Shan." Ucap gadis bertopi putih.

"Iya sini, Shan. Gila lo semua! BUBAR-BUBAR!" Teriak gadis lainnya menyuruh semua orang untuk pergi dari tempat itu.

"Makasih Stef, Rel, Nad." Ucap Shania tersenyum tipis.

"Sama-sama, ayo! Ini bawa kemana?" Tanya gadis bertopi yang sudah membantu Shania menggotong Beby.

"Eh? Bentar-bentar. Beb, mana kunci mobilnya?" Tanya Shania pada Beby yang sudah setengah sadar.

Tidak ada jawaban dari Beby. Gadis itu sudah benar-benar akan pingsan karena pukulan-pukulan yang tadi dia dapatkan. Bahkan dari sudut bibirnya tampak darah mengalir di sana yang menandakan kalau tadi dia sempat memuntahkan darah dari tenggorokannya.

Shania yang sudah panik langsung merogoh kantong jaket Beby serta kantong celena Beby. Setelah mendapatkan kunci mobil Beby, Shania segera membuka pintu. Di bantu oleh ketiga temannya tadi, Shania memasukan tubuh Beby ke dalam mobil bagian samping kemudi secara perlahan.

"Udah sono buruan bawa ke rumah sakit. Lewat entar anak orang." Kata gadis berambut sebahu.

"Iya, makasih ya, Rel, Stef, Nad! Gue pergi dulu." Ketiganya mengangguk dan melambaikan tangan ke arah Shania yang sudah mengendarai mobil Beby ke rumah sakit terdekat.

*****

Kinal yang sebenarnya tadi ingin ikut ke rumah Nabilah langsung meminta izin kepada kedua temannya itu saat Veranda menyuruhnya ke kantornya. Dengan cepat Kinal mengemudi mobilnya menuju kantor dimana gadisnya memimpin.

Sepanjang jalan Kinal terus bersenandung sembari tersenyum. Mengingat status mereka kini bukan lagi mantan kakak kelas dan mantan adik kelas melainkan sepasang kekasih. "Mimpi apa gue bisa naklukin hatinya bidadari hehehe." Ucap Kinal terkekeh pelan.

Dia segera memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang ada di depan gedung bertingkat itu. Bukannya tidak mau masuk ke dalam basement, tapi fikirnya dia hanya sebentar dan akan kembali cepat.

Kakinya berjalan santai melewati beberapa karyawan yang entah tahu darimana namanya. Kinal yang mendengar namanya di sapa hanya balik menyapa dengan ramah. Dia segera memasuki lift dan pergi menuju ruangan orang yang sangat dia cintai.

"Sejak kapan nama gue famous." Ucap Kinal tersenyum-senyum sendiri.

Pintu lift terbuka, Kinal segera masuk ke dalam ruangan Veranda tanpa mengetuk. Kinal di buat terkejut saat tiba-tiba Veranda menoleh dan langsung berlari memeluknya.

"Kinal!" Seru Veranda berlari memeluk Kinal dengan keadaan yang sudah menangis.

"Ve? Kamu kenapa?" Tanya Kinal sedikit panik karena melihat gadisnya menangis. Tangannya sedikit mengangkat kepala Veranda agar dia bisa melihat wajah cantik yang kini sedang meneteskan air mata.

"Kamu kenapa, sayang?" Tanya Kinal sekali lagi. Tangannya menangkup kedua pipi Veranda yang belum juga berhenti.

"Aku, a-aku nggak tau, Nal. Aku nggak tau ini apa, tapi tadi Naomi ke sini bawain aku ini." Ucap Veranda dengan suaranya yang sesenggukan.

"Naomi?" Veranda mengangguk dan memperlihatkan sebuah amplop coklat. Tangan Kinal segera mengambil amplop itu dan mengambil apa yang ada di dalamnya.

Mata Kinal mendelik ketika merasakan tangannya menyentuh sebuah benda yang tak asing untuknya. "Rambut?" Gumam Kinal menarik tangannya keluar dan mengangkat benda yang dia pegang tadi.

Dan benar, itu adalah helaian rambut yang tampak sudah kaku. Detik berikutnya, suara teriakan sangat keras terdengar begitu nyaring dari mulut Kinal. Amplop dan benda itu terjatuh begitu saja ke atas lantai. Sementara kedua tangannya langsung memegangi kepalanya bahkan menjambak rambutnya sendiri.

"AAAAA!!! SAKIIIT!!!" Kinal terus berteriak membuat Veranda semakin panik. Dengan cepat Veranda memeluk tubuh Kinal yang sudah berjongkok dengan masih memegangi kepalanya.

"Nal, kamu kenapa? Kita ke dokter, ya?" Ucap Veranda masih memeluk Kinal.

Dalam keadaan seperti itu terdengar suara ponsel Kinal berbunyi. Veranda yang kebingungan harus melakukan apa terus memeluk Kinal dengan tangannya mengambil ponsel Kinal yang ada di dalam saku jaket kekasihnya itu.

Dengan segera dia mengangkat panggilan itu saat melihat nama yang tertera di sana. "Hallo, Lid! Ini Kak Ve, kamu buruan ke kantor aku, kepala Kinal tiba-tiba sakit. Iya, cepetan ya? Dia udah teriak-teriak ini. Oke, aku tunggu." Veranda melempar ponsel Kinal ke atas meja dan kembali memeluk Kinal.

Kini keduanya sudah terduduk di lantai dengan Veranda yang masih memeluk Kinal. Veranda pun ikut menangis karena merasa benar-benar khawatir dengan keadaan kekasihnya. Tangannya segera menjauhkan rambut dan amplop itu dari dekat Kinal. Entah mengapa dia merasa ada yang tidak beres dengan barang yang Naomi berikan kepadanya. Dia juga tidak tahu itu rambut apa hingga membuat Kinal sehiteris ini.

"Mama..." Suara lirihan Kinal membuat jantung Veranda seakan berhenti berdetak.

Kepalanya menunduk mencoba melihat wajah Kinal yang sudah memerah karena menangis. Mata coklat yang biasanya menatap dirinya dengan tatapan teduh kini tidak tampak. Hanya tatapan pilu yang terlihat di sana.

"Kamu kenapa, sayang?" Tanya Veranda mengusap air mata Kinal dengan kedua ibu jarinya.

"Mama..." Hanya kata itu yang terus Kinal ucapkan. Veranda kembali memeluk Kinal dan sesekali mengecup kepala Kinal agar gadis itu lebih tenang.

Suara pintu yang di bua kasar membuat Veranda menoleh. Lidya, Jeje dan Melody berlari ke arah keduanya yang masih terduduk di lantai.

"Kinal, lo gapapa?" Tanya Lidya khawatir. Tangannya sampai bergetar saat menarik tubuh Kinal dari pelukan Veranda. Gadis itu masih diam tak mau bicara. Sementara Melody dan Jeje membantu Veranda berdiri.

"Lo kenapa, Nal? Apa yang sakit? Kita ke rumah sakit, ya?" Ucap Lidya dengan suara bergetar. Dia sangat khawatir dengan kondisi sahabatnya sekarang yang terlihat sangat lemah.

"Mama, Lid." Ucap Kinal dengan suara pelan.

Lidya, Jeje dan Melody mengerutkan keningnya mendengar ucapan itu. Entah kenapa ada hal aneh dengan sahabatnya itu ketika mengucapkan kata "Mama."

"Dari tadi dia bilang Mama terus, Lid, Je. Aku nggak tau, tapi yang aku tau... Mama Kinal itu... "

"Iya, Kak Ve. Mama Kinal udah lama nggak ada." Ucap Jeje mengusap bahu Veranda.

"Oh ya, tadi Kinal kayak gini setelah liat barang yang Naomi bawa tadi ke aku. Dan tadi waktu pertama kali aku liat ini, aku juga nangis bahkan kepalaku juga sakit." Veranda mengangkat amplop dan helaian rambut yang tampak kusut itu. Dia sedikit menjauh dari Kinal. Khawatir jika tiba-tiba Kinal akan berteriak lagi.

"Rambut?" Tanya Jeje dan Melody bingung.

"Iya, nggak... nggak tau kenapa... aku ngerasa aneh sama rambut ini." Veranda menunduk. Matanya kembali meneteskan air mata saat tangannya memegang helaian rambut itu.

Jeje yang melihat itu langsung mengambil rambut itu dari tangan Veranda dan memasukannya ke dalam amplop lagi. Di simpannya amplop itu ke dalam tasnya dan dia melirik Lidya yang masih menenangkan Kinal.

"Kak Ve tenang, ya? Ini cuma rambut kok. Jangan nangis lagi." Kata Jeje mengusap bahu Veranda dengan lembut.

Melody yang tak tega melihat Veranda menangis langsung memeluknya dan menenangkan gadis itu. Sementara Jeje berjalan mendekati Kinal yang masih ada dalam pelukan Lidya.

"Kita balik, ya? Beby ada di rumah sakit, dia abis di gebukin sama anak SMA." Ucap Jeje mengusap belakang kepala Kinal.

Mendengar itu Kinal langsung menoleh ke arah Jeje. Wajahnya menampakan keterkejutan yang amat sangat terkejut. Karena belum pernah dia mendengar Beby babak belur apalagi hanya dengan anak SMA.

"Beby di gebukin?" Tanya Kinal menatap Lidya dan Jeje bergantian.

"Kok bisa? Hah?! Kok bisa?!" Bentak Kinal seakan tidak terima.

"Tenang, Nal. Awalnya kita juga kaget denger kabar ini dari Shania. Kita nggak nyangka Beby bisa di gebukin sampe babak belur. Padahal yang kita tahu... mau segede badannya kayak gimana, Beby nggak bakal kalah." Ucap Jeje di akhiri gumaman.

"Tapi pas tadi kita ke rumah sakit, ternyata bener. Mukanya babak belur bahkan dia nggak sadarkan diri." Tambah Lidya menundukan kepala.

"Gue yang bakal hajar orang-orang yang berani gebukin sahabat gue. Sekarang kita ke rumah sakit." Kata Kinal berdiri sambil mengusap air matanya secara kasar.

"Dan... tolong lo bawa amplop itu, Je." Jeje mengangguk pelan.

"Maaf, ya? Aku buat kamu khawatir." Ucap Kinal menarik tangan Veranda agar melepaskan pelukannya dari Melody.

Veranda memeluk Kinal dan mengangguk kecil. Rasanya dia sangat aman ketika berada dalam pelukan Kinal.

"Ya udah, kita ke rumah sakit, ya? Kak Ve ikut?" Tanya Lidya yang sudah menggandeng tangan Melody yang kini sedang memperhatikan tangannya yang di gandeng oleh Lidya.

"Ikut?" Tanya Kinal lembut dengan sedikit menundukan kepalanya agar bisa melihat wajah Veranda. Gadis itu hanya mengangguk kecil.

"Yuk!" Ajak Jeje berjalan duluan dan di ikuti yang lainnya.

*****

Di rumah sakit, tampak Shania, Nabilah dan Viny yang sudah ada di sana, duduk dengan khawatir menatap Beby yang belum juga sadar.

Shania yang duduk di samping Beby terus menangis memegangi tangan Beby. Sesekali gadis itu menggumamkan nama Beby dengan sangat pelan. Dia merasa bersalah dengan kondisi Beby sekarang ini.

"Gue heran, kenapa si Beby nggak ngelawan coba? Ni bocah juara karate loh, masa di gebukin gitu langsung K.O." Gerutu Nabilah kesal.

"Iya, gue heran deh. Kenapa dia nggak ngelawan, ya? Harusnya kan, dia ngelawan. Atau seenggaknya ngehindarlah. Masa tukang lompat pager sekolah nggak bisa ngehindar. Dulu aja ngehindar dari guru piket sampe nyari alesan buat kabur aja, dia paling pinter." Timpal Viny yang menumpu tangannya di dagu.

"Apapun alesannya... tetep aku yang salah, kak." Lirih Shania semakin menangis.

Nabilah dan Viny saling pandang. Mereka sepertinya salah berucap.

"Eemm... Shan, gini loh, kamu itu nggak salah. Apapun alasan Beby, nggak ada sangkut pautnya sama kamu." Ucap Viny lembut.

"E-enggak, Kak Viny, pasti Beby di gebukin karena aku." Nabilah dan Viny menghela nafas lelah. Mereka memilih diam dan menunggu Lidya dan Jeje kembali membawa Kinal yang mereka tak tahu kenapa.

Beberapa saat kemudian, pintu rumah sakit terbuka. Tampak Kinal, Jeje, Lidya dan Melody masuk di ikuti orang tua mereka yang baru saja datang.

"Shan!"

Shania menoleh dan langsung berdiri memeluk Dady Beby. Dia menangis sekencang-kencangnya karena merasa bersalah.

"Maaf, Dad." Ucapnya sesenggukan. Boby, Dady Beby hanya menggeleng kecil dan terus menenangkan Shania.

"Bukan salah kamu kok, sayang. Jangan nangis lagi, ya? Nanti Beby marah ke Dady." Ucap Boby mengusap air mata Shania.

"Sebenernya ini kenapa?" Tanya Papa Kinal menatap Jeje, Lidya, Nabilah, Viny dan Kinal.

"Entah." Ucap kelimanya kompak.

"Kalian ini... temennya di pukulin dan kalian nggak tau?" Ucap Papa Kinal menatap mereka satu persatu.

"Ya mana kita tau, Pa. Orang Beby ke sekolah Shania." Ujar Viny pelan.

"Permisi..."

Semua menoleh ke arah pintu. Tampak seorang dokter cantik berumur sekitaran 50 tahunan yang masih tampak cantik. Kulitnya yang putih dengan rambut sebahunya yang terurai dan baju putih khas dokter nampak membuat kesan manis di wajahnya yang tak tampak keriput sedikitpun.

"Vivi?"

"Devan?"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Semoga suka 😊

See u and GBU 😇💙💙

Yv

Continue Reading

You'll Also Like

324K 26.8K 38
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
46.5K 6.3K 38
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
45.4K 9.3K 12
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
78.4K 5.1K 68
Why did you choose him? "Theres no answer for choosing him, choosing someone shouldn't have a reason." - Aveline. ------------ Hi, guys! Aku kepikir...