27

3K 350 12
                                    

Author Pov

Jeje berlari cepat saat melihat orang yang ingin dia temui. Dia benar-benar ingin mengetahui kebenarannya dan dia juga tidak ingin hanya menerka-nerka. Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untuk menanyakan apa yang sudah dia simpan selama ini.

"NADSE!" Panggilannya membuat gadis cantik di depannya itu menoleh. Kini keduanya sedang berada di area parkir yang sudah tampak sepi karena ini sudah terlalu sore.

Gadis yang di panggil Nadse itu berhenti memperhatikan Jeje yang berlari ke arahnya. Raut wajahnya sudah sangat tampak panik namun dia berusaha setenang mungkin agar Jeje tidak curiga.

"Lo kan, yang nyadap semua hp temen gue?" Detik itu juga rasanya Nadse ingin menghilang dari hadapan Jeje. Dia sudah menduga jika gadis di hadapannya akan tahu dan mungkin sudah lama tahu.

"Apaan deh, gue nggak tau apa-apa soal sadap menyadap, tiba-tiba lo nanya kayak gini ke gue. Kalo lo masih ngejarin gue dengan alasan yang sama, lo jangan ha-"

"PD bener dah, siapa juga yang mau ngejarin elo. Udah deh, lo ngaku aja kalo lo yang nyadap hp temen-temen gue, maksud lo apa nyadap-nyadap hp temen gue? Hah?" Nadse menghela nafasnya kasar. Percuma saja mengelak dari gadis keras kepala di hadapannya ini. Jeje terlalu pintar untuk dunia IT.

"Kalo lo udah tau, lo nggak usah nanya. Gue sibuk, gue pergi dul-"

"GUE TANYA! NGAPAIN LO NYADAP HP TEMEN-TEMEN GUE! ADA MASALAH APA LO SAMA KITA? HAH?"

Terkejut. Itu yang Nadse rasakan. Ini pertama kalinya Nadse melihat Jeje marah sampai berteriak keras kepadanya. Padahal saat SMA, dia adalah orang pertama yang mengajarinya tentang dunia IT.

"Je, gu-gue nggak maksud."

"Nggak maksud lo bilang? Gue ngajarin lo semua itu bukan untuk kejahatan, Nads. Gue nggak pernah sedikitpun ganggu kehidupan lo tapi lo? Lo dengan seenaknya nyadap-nyadap hp temen gue! Apa maksud lo? Hah?!"

"Gue di suruh bokap gue!"

Jeje terdiam mencerna ucapan Nadse. Bahkan dia dan teman-temannya tidak mengenal Ayah Nadse. Matanya menelisik wajah Nadse. Dia mencoba mencari kebohongan di sana namun tidak dia temukan.

"Lo nggak percaya? Gue yakin lo udah tau tentang orang yang namanya Gerarld, iya kan? Dia bokap gue. Namanya Bram Gerarldy. Dia bokap angkat gue." Jeje mengerutkan keningnya. Dia tahu nama itu dan dia juga merasa tidak asing.

"Gue yakin, semua temen-temen lo udah tau semuanya dan mereka udah inget." Ucapan Nadse kali ini mencuri perhatian Jeje.

"Maksud lo? Temen-temen gue udah inget?" Tanya Jeje tidak mengerti.

"Lo nggak usah pura-pura bego bencong! Gue yakin lo juga udah inget." Jeje menggeleng cepat dan menatap Nadse aneh.

"Tau apa lo tentang gue sama temen-temen gue. Sok tau." Cibir Jeje.

"Gue tau banyak tentang lo sama temen-temen lo dari bokap gue. Dia maksa gue buat nyadap semua hp kalian demi nyelamatin kalian." Seketika Jeje menoleh ke arah Nadse yang menyandarkan tubuhnya di belakang mobilnya.

"Gue... awalnya nggak mau di suruh nyadap hp kalian karena gue yakin, lo lebih pinter dari gue dan lo bisa nemuin dimana gue. Dan gue yakin, yang kemarin-kemarin ngikutin gue itu lo yang udah sadar rumah itu adalah rumah gue." Nadse melirik Jeje yang masih menatapnya. Tangannya terangkat dan mendorong pelan pipi Jeje agar tidak menatapnya terlalu lama.

"Jangan kelamaan liat guenya, entar lo suka lagi sama gue." Ucap Nadse tersenyum tipis.

"Hidiih, ogah gue suka sama lo lagi. Jadi lo di suruh orang itu? Kenapa? Kenapa dia mau nyelamatin gue sama temen-temen gue padahal dia yang... dia yang bunuh nyokap gue." Nadse menggigit bibir bawahnya menahan sesak mendengar ucapan Jeje. Apa yang Jeje rasakan saat ini, bisa dia rasakan.

Semua Karena Cinta(Completed)Where stories live. Discover now