IMPOSSIBLE [Completed]

By FauziahZizi5

45.1K 1.9K 397

"Tuhan itu nggak adil, kenapa Tuhan jadiin hidup gue sehancur ini." -Aerylin Fradella Agatha- "Gue suka sama... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
CAST
20
21
22
23
24
26
27
28
29
30
Pemilihan Cover
31
32 (Terbongkarnya Rahasia)
33- Oh jadi Alwan itu ( Semua terbongkar mulai dari sini)
Hai
34 - IMPOSSIBLE (End)
Baca Dulu, Penting

25

746 42 8
By FauziahZizi5

Vote dan komennya jangan lupa ya readers, terimakasih.

"Jangan takut! Ada gue di sini," ucap Alwan lembut.

"Kenapa lo kek gini lagi?" gumam Alwan dalam hati.

Aery mendongak melihat wajah Alwan yang berada di atasnya, mata indah itu seakan menjadi bius untuk Aery dan membuatnya sedikit lebih tenang walau siluet tentang kejadian suram yang telah lampau masih tersimpan rapat di memori otaknya.

Lupa? Terlalu cepat untuk menghempas peristiwa kelam yang menjadi bekas di batinnya, karena pada dasarnya melupakan tidak semudah mengerdipkan kelopak mata.

"Bawa dia pergi dari sini! Mungkin dengan itu dia bisa tenang," ucap teman Ega nyaris tanpa suara.

Alwan mengangguk, tangannya bergerak ke bahu Aery dan merapatkan gadis itu ke dada bidangnya. Semua orang memberikan mereka jalan untuk lewat, ada yang menyeringai, atau sekedar mengatakan, " Yahh, " karena kehilangan pertunjukan gratis.

Mulut gadis itu bergetar dan selalu saja berucap, "Jangan! "

Ia mengatakan satu kalimat tersebut berulang kali, bola matanya berputar 45 derajat. Tubuhnya menggigil seakan sedang berada di kutub saja, tangannya terkulai kaku di bawah.

Ega keluar dari ruangan dengan wajah masam, baju seragam yang sobek, berdarah, kusut, dan membuatnya seperti gelandangan. Sesuatu bergetar di saku celana, tangannya dengan kasar menyusup masuk ke dalam saku untuk mengambil ponsel. Di layar tertera 2 kali panggilan tak terjawab dari temannya yang berada di sekolah.

Ega menelpon balik, kakinya melangkah menjauh dari ruangan menuju toilet karena kebetulan ia ingin membersihkan bercak darah yang melekat pada baju sekalian ingin mencuci wajahnya yang tampak berminyak. Kini giliran teman Ega yang masuk ke dalam untuk menjaga serta menemani rekannya yang tengah berbaring di atas ranjang.

Banyak orang yang berlalu lalang di rumah sakit saat ini, berbagai macam keluhan dan penyakit berusaha di sembuhkan di tempat ini. Sekarang pengaruh makanan berzat kimia telah membabi buta dalam kehidupan sehari-hari, bahkan yang alami sulit untuk di temukan. Orang-orang biasa menyebut hal itu dengan micin, generasi micin, oh sungguh jaman yang edan.

Dua pasang sepatu berwarna biru dan putih menginjak marmer rumah sakit dengan tidak serentak. Mereka semakin dekat dengan pintu masuk sekaligus sebagai pintu keluar, seorang wanita dengan pakaian hijau dengan rambut ikal di kuncir menghentikan langkah sepasang ciptaan Tuhan itu.

"Ada apa dengan adikmu?" tanyanya yang menganggap kalau mereka berdua bersaudara.

Alwan hanya tersenyum, "Adikku sedang tidak enak badan Ande."

Wanita itu membalas senyuman Alwan, tangannya mengelus rambut Aery lalu pergi ke arah lain sambil menjenjeng kotak putih. Sesampainya di tempat parkir, Alwan memakaikan helmnya kepada Aery agar gadis itu aman.

Mereka pergi dari gedung rumah sakit dan membaur ke jalan yang kebanyakan di penuhi oleh kendaraan roda dua. Aery menatap jalan yang ia lewati, bangunan, pedagang kaki lima yang menjejerkan barangnya di pinggir jalan, rumah dengan bentuk yang bervariasi, toko dan masih banyak lagi.

Udara berhembus menampar wajahnya yang datar tanpa ekspresi, ia sudah tenang bahkan sangat tenang karena sejak kepergian mereka dari rumah sakit Aery tidak lagi menjerit atau mengucapkan kata 'Jangan'

Suasana hatinya mudah saja berubah seperti seorang yang tengah mengidap gangguan Bipolar saja. Alwan hanya lurus saja ketika seharusnya ia berbelok saat di persimpangan sebelumnya agar sampai ke sekolah.

"Lo istirahat di rumah aja ya, gak usah balik ke sekolah," ucap Alwan cemas.

Aery tampak terkejut, ia hanya diam saja tidak membalas ucapan Alwan barusan. Terserah! Mungkin saat ini Aery juga tidak berniat untuk kembali ke sekolah, ia tidak ingin mendengar omelan guru yang mengajar, atau berusaha untuk tidak mendengar bisikan-bisikan sinis yang di tujukan kepadanya.

Tidur di atas ranjang yang empuk sambil mendengarkan musik dengan earphone, menikmati batangan cokelat yang meleleh dan membaca novel yang belum sempat di baca. Setidaknya hal itu semua dapat menenangkannya, Aery berharap agar segera sampai di rumah.

Kebetulan gerbang rumah Aery terbuka lebar, sehingga mereka tidak perlu lagi berteriak memanggil pak Buyuang. Alwan berhenti tepat di depan pintu rumah, ia mematikan mesin motor sambil mengacak-acak rambutnya yang kering karena di dera sinar matahari secara langsung.

Aery melepaskan helm yang membungkus kepalanya sejak tadi, panas dan gerah kini menjalar di setiap bagian tubuhnya. Aery menyodorkan helm itu lalu pergi menuju pintu rumah yang masih tertutup.

Alwan meletakkan helmnya di atas spion motor, ia mengikuti gadis itu di belakang karena cemas jika Aery tiba-tiba saja kembali histeris. Bukan apa-apa, hanya saja Alwan merasa bahwa dialah yang bisa menenangkan gadis itu.

Aery mengangkat kepala dengan malas, satu tangannya memegang gagang pintu dan bersiap untuk mendorong agar dapat terbuka. Sebelum sempat tangannya membuka pintu, ia lebih dulu terhuyung ke belakang karena pintu itu terbuka dari arah dalam.

Seorang wanita dengan rambut blonde, mengenakan baju berbahan katun senada dengan warna tas mungil yang di jinjingnya tengah berdiri menatap Aery setelah mendadak membuka pintu. Merasa bersalah akan hal yang telah di lakukannya, wanita itu buru-buru menghampiri Aery dan meminta maaf.

Aery mendorong wanita yang tampak sedikit lebih muda dari Ama karena ia masih ingat betul siapa wanita yang berani berdiri di hadapannya saat ini. Alwan kaget melihat hal itu, ia segera saja menghampiri kedua kaum hawa tersebut dan menarik Aery agar menjauh dari sana.
Namun sakit hatinya terhadap wanita itu terlalu besar serta suasana hatinya yang sedang tidak bagus membuat Aery memberontak dari tarikan Alwan. Entah kenapa, tiba-tiba saja ia merasakan kekuatan begitu mengalir di setiap aliran darah, begitu bertenaga.

Aery terlepas karena Alwan tidak sanggup menahan kekuatan gadis yang sedang mengamuk kini layaknya seekor buaya yang tengah di permainkan saat memberikan makanan. Aery menjambak sekuat tenaga rambut wanita itu yang tidak membalas sama sekali, jika dibilang bodoh karena tidak mau melawan rasanya tidak mungkin. Atau di katakan tidak memiliki tenaga juga mustahil, buktinya saja tadi ia mampu mendorong pintu.

Alwan menarik lengan Aery ketika ibu-ibu itu tampak kesakitan dan berusaha untuk menahan jeritan. Dari arah pintu muncul seseorang dengan pakaian berjas berwarna hitam yang di padukan dengan kemeja putih. Ia berteriak, "Cukup!"

Serentak mereka menoleh ke asal suara, Aery menutup mulutnya karena mengenali sosok itu.

"Abak?" menggelengkan kepala.

Abak memalingkan wajahnya, ia berlutut untuk menolong wanita itu dan membantunya berdiri. Mereka bangkit dan itu semakin membuat hati Aery memanas saat melihat kedekatan orangtua nya dengan wanita lain.

Mereka beranjak dari sana karena merasa tidak aman untuk berlama-lama di rumah besar itu, segaris kerutan terbentuk di sudut mata Aery yang sedang menahan air mata agar tidak terjatuh. Batinnya berdiskusi tentang apa alasan dan tujuan Abak untuk membawa wanita itu ke rumah.

Bukankah waktu itu ia sudah mengatakan untuk tidak menampakkan diri lagi di hadapannya, untuk tidak menganggap lagi bahwa Aery bukanlah anak Abak sejak saat itu. Tidak ingin ada hubungan antara mereka, menghapus sosok ayah di garis kehidupannya walau hati terus saja memberontak, menghujam logika agar sadar jika ia tidak akan mungkin melupakan Abak, bahkan setiap malam ia selalu berharap untuk bertemu dengan Abak di dalam mimpi.

Seandainya wanita itu tidak lagi ada di kehidupan Abak maka Aery masih mau menganggapnya sebagai seorang ayah lagi. Saat malam lalu, ketika Abak dan Ama datang ke kamarnya ia begitu senang mendengar suara Ama yang lebih dulu berbicara. Rasanya ingin membuka mata dan memeluk mereka namun niat itu lenyap saat ia penasaran akan percapakan yang terjadi.

Sehingga niat tersebut tidak pernah terwujud hingga saat ini, sebelum masuk ke dalam mobil Abak menatap Aery untuk beberapa saat lalu menolehkan pandangannya ke arah lain.

Aery hanya tersenyum meledek, ia mengusap air mata yang ternyata sudah berjatuhan membasahi pipi mulusnya. Lalu masuk ke dalam rumah yang di susul oleh Alwan di belakang, saat ini ia tidak ingin peduli akan Abak lagi terserah jika wanita itulah yang di pilihnya.

Di sofa terlihat Ama yang sedang duduk sambil menatap layar ponsel, itu berarti Ama tahu jika Abak datang membawa wanita lain dan apakah berdiam diri sambil memainkan ponsel adalah tanggapan dari Ama? Oh Aery benar-benar bingung melihat tingkah orangtuanya yang bahkan tidak peduli akan perasaan satu sama lain.

"Jangan bilang kalau Ama juga punya selingkuhan, makanya reaksi Ama gak peduli kalau Abak datang bawa wanita lain," ucap Aery sembarangan.

Alwan yang sedang berjalan ke luar karena tidak ingin mencampuri urusan rumah tangga orang lain menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Ama dengan nada tinggi, "Jangan pernah campuri urusan orangtua! Kamu itu gak tau apa-apa jadi diam dan urus urusan kamu sendiri. "

Alwan hanya menoleh ke arah pintu yang separuh terbuka, ia tidak bisa melihat ke dalam karena gelap. Lalu dengan langkah panjang berjalan ke motornya yang terparkir selurus dengan pintu rumah.

Urat leher Ama menegang seiring dengan ucapannya yang kasar dan keras sehingga Aery tertegun mendengarnya. Ama berjalan ke arah Aery menusuk gadis itu dengan tatapan mematikan, dengan sangat jelas Aery bisa melihat kemarahan yang memancar dari mata ibunya. Padahal ia hanya mengatakan kalimat itu dan reaksi Ama begitu besar berbeda dengan responnya ketika melihat Abak dengan orang luar.

Sungguh aneh, sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang sedang mereka rencanakan? Semua pertanyaan bergelimpangan memenuhi saraf otaknya yang mulai menegang. Ama pergi meninggalkan Aery sendiri di rumah bahkan bi Supiak dan pak Buyuang tidak berani menampakkan diri.

Alwan membungkus kepalanya dengan helm, melindungi rongga otak jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan. Ama memandang Alwan saat berselisih ketika hendak menuju mobil, ia berharap pria itu dapat menenangkan Aery sekaligus menjadi penyemangat karena pada dasarnya Aery tidak tahu kebenaran yang tengah di sembunyikan. Seandainya Aery tahu yang sebenarnya maka ia akan lebih terpukul daripada ini, tentu saja Ama tidak ingin hal itu sampai terjadi.

Bersamaan dengan hilangnya mobil Ama saat membaur ke jalan raya saat itu juga terdengar suara teriakan di sertai dengan nyaringnya suara sesuatu yang pecah. Alwan yang hampir menarik gas motornya khawatir dan memilih untuk masuk kembali ke dalam rumah.

Alwan berlari secepat mungkin menuju pintu dengan keadaan masih memakai helm, ia membanting pintu dan mencari keberadaan gadis itu. Alwan berhenti ketika hampir saja menginjak pecahan pot keramik hias, ia berjalan berhati-hati agar tidak terkena serpihan pot yang bertaburan di lantai.

Meski tapak sepatunya lumayan tebal namun kemungkinan itu selalu ada, bagaimana jika pecahan itu menembus sepatunya?Aery mengamuk sambil berteriak, melampiaskan rasa sakit hati yang sudah menumpuk. Baru kali ini Alwan melihat Aery marah begitu parah dan mengerikan.

Semua perabotan yang dapat di bantingnya maka akan di banting ke segala arah, banyak barang-barang mahal yang di hancurkan dan berujung sebagai pecahan-pecahan kecil memenuhi lantai rumah. Setelah lelah menghancurkan semuanya, Aery duduk bersimpuh sambil menangis sekuat mungkin sesekali ia memukul lantai yang tidak salah sedikitpun.

Alwan mendekati Aery, tak sengaja pria itu menginjak pecahan walau sudah seteliti mungkin di tatapnya lantai sebelum melangkah sehingga menimbulkan bunyi krek. Aery menoleh ketika mendengar suara itu dan matanya menangkap sosok Alwan yang tengah berjalan ke arahnya.

Merasa bisa untuk menenangkan Aery, Alwan mengangkat bahu gadis yang tampak seperti orang gila. Dengan sebuah pelukan mungkin bisa meringankan bebannya, pikir Alwan.

Baru melebarkan tangan ke samping, Alwan lebih dulu mendapat dorongan kuat dari Aery sehingga ia terhuyung ke belakang, beruntung tidak sampai jatuh ke lantai.

"Pergi!" ucap Aery terbata-bata akibat menangis tersendu-sendu.

"Tapi--" mendekati gadis itu.

"Gue bilang PERGI!" sambung Aery berteriak sehingga wajanya berubah menjadi merah menyala.

Manik mata Alwan membulat besar mendengar kalimat itu, iapun segera pergi dari sana dengan adanya garis kerutan di keningnya.

"Lo terlalu cepat ngeluh, gimana kalau nanti lo harus ngadapin masalah yang lebih besar? Masalah itu pasti akan datang, pasti." Kata Alwan dalam hati.

***

Sampai jumpa di next part readers.

Continue Reading

You'll Also Like

56K 5.9K 48
Seseorang menjadi lemah saat dihadapkan dengan cinta, benarkah? Yumna, dia gadis yang optimis dan selalu berpikir positif. Keyakinan terhadap Allah y...
31.7K 3.4K 60
Tentang 'Perbedaan' Perbedaan umur yang sangat jauh. Perbedaan fisik yang sangat kentara. Perbedaan perjalanan hidup yang sangat berbeda. Bahkan. Per...
30.2K 2.6K 41
Jangan bersedih! Allah bersama kita! Work ini berisi kumpulan kisah islami penguat jiwa. Diambil dari berbagai sumber.
45.3K 3.9K 25
Jomblo? Satu kata sarat hinaan ya guys. Kenapa nggak pacaran? Nggak laku? Nggak ada yang mau? Dihhh tsadest!!! Bukan nggak laku, cuma lagi nyari yang...