Malam minggu ini keluarga babi sedang berkumpul di balai bambu kost segrek. Seperti biasa suasana ramai dan rusuh menyelimuti mereka. Hari ini hampir semua anggota hadir ditempat, di tambah dengan Arlan kekasihnya Sherly yang ikut gabung. Namun kebahagian mereka sama sekali tidak menghampiri kami berenam.
Gua duduk dengan gelisah di bawah gapura kampung depan kostan. Tentunya kelompok kami terbagi menjadi dua kelompok, karena sedang membicarakan hal yang cukup rahasia. Zigkri, Agus Tengik, Buluk dan Bagol dengan serius mendengarkan cerita Ruby tentang kejadian beberapa hari yang lalu di halte kampus.
"Jadi begitu ceritanye.." kata Ruby mengakhiri ceritanya. "Kalo menurut lu semua gimana? Kita lawan aja atau gimana?"
Sesaat semuanya terdiam dengan wajah tegang.
"Kalo menurut gua sih mending elu mental dulu sampe keadaan agak ademan. Masalahnya elu tahu sendirikan Beno itu orangnya gimana.." saran Bagol setelah mendengar cerita keseluruhan dari Ruby.
Gua mengangguk-ngangguk mendengarkan saran itu. Memang benar apa yang di katakan Bagol, jalan terbaik adalah menghidari musuh.
"Gus, tongkrongan lu kan deket sana. Bisa lu pastiin kalo Lukas itu emang sering nongkrong di L.A?" Pinta Zikri.
Sesaat Agus Tengik menghisap rokoknya dengan sikap gelisah.
"Besok gua coba nongkrong sama anak-anak pasar deh. Siapa tahu denger cerita-cerita baru," jawab Agus Tengik yang wajahnya terlihat ragu.
Melihat keraguan di wajahnya gua langsung menegur anak itu. "Kalo ada yang mau lu sampein omongin aja, Gus. Jangan di tahan-tahan,"
Agus Tengik menatap gua sesaat.
"Setahu gua kalau Beno udah ngincer seseorang bakal di ubek-ubek terus sampe dapet. Emang elu yakin mau ngehindarin Beno terus, Rom?" Tanya anak itu.
Gua kembali terdiam di tanya seperti itu.
Begitu juga yang lain ikut sunyi.
"Kalo menurut gua mendingan kita temuin Beno. Bicarain baik-baik aja..siapa tahu di situ kita bisa damai.." usul Bagol sableng.
"Belom ngomong baek-baek udah di kemplangin lu! Dasar bego!" Lanjut Ruby sambil mengeplak kepala Bagol. "Jadi pilihannya cuma dua. Mental atau melawan!! Itu aja!"
Semua kembali terdiam.
"Woiii!" Tiba-tiba Erte berteriak dari balai bambu mengagetkan kami berenam.
Kami semua menoleh dengan kaget plus dongkol menatap anak itu.
"Kaya orang laen aja lu nongkrong jauh-jauhan. Sinilah kita kumpul bareng!!" Lanjut anak itu heboh.
"Bacot temen lu Rom bikin kaget aja. Kaga tau apa kita lagi panik begini! Lama-lama gua tabok juga mulutnya!" Protes Ruby yang tampak tegang bercampur kesal.
"Udah gak usah di ladenin..kita gabung yuk!" Ajak gua seraya bangkit.
Kami berenam langsung bergabung dengan mereka.
Mencoba membaur dengan suasana yang gembira. Walau wajah-wajah kami masih terlihat kusut dan tegang, namun kami mencoba bersikap biasa saja.
*****
Gua duduk di aspal dengan beralaskan kardus mie instant. Sedangkan Melitha duduk di sebelah gua. Entah kenapa untuk malam ini kekasih dari Melitha sedang tidak ada. Sebenarnya pada malam-malam sebelumnya dia memang jarang keliatan sih, makanya anak-anak cewek di kostan banyak yang gosipin kalau hubungan Melitha sedang ada masalah.
Kenyank mulai memetik gitar. Di ikuti oleh nyanyian Keluarga Babi yang membawakan lagu mati menahan rindu dari Souljah. Virus Reggae memang sedang menjalar di tubuh anak-anak muda saat itu. Karena lagu yang berlambang rasta sangat pas di jiwa-jiwa kami kala itu.
Melitha ikut menyanyikan lagu dengan ekspresi sangat menghayati. Sampai kepalanya bersandar-sandar di bahu gua sambil menyanyikan lagu Souljah tersebut. Bahkan kadang-kadang tangan anak itu melingkar di lengan gua, jika orang yang tidak kenal kami, sudah pasti menyangka kalau kami adalah sepasang kekasih yang sedang kasmaran.
Gua sih asik-asik aja sama sikap Melitha yang seperti itu, malah seneng karena ada juga cewek yang mau deket-deket sama gua di malam minggu ini.
Gua tidak mengharapkan apa-apa dari sikap Melitha yang nempel terus sama gua. Yang gua harap agar kekasihnya Melitha jangan sampe dateng aja! Soalnya bisa berabe kalo liat ceweknya lagi gelendotan sama gue. Bisa di guampar bolak-balik gua ini!
Dan yang bikin hati gua senang, sepertinya Sherly agak merasa terganggu kala melihat gua dan Melitha berdekatan. Beberapa kali dia terlihat mencuri-curi pandang ke arah kami dengan tatapan mata yang kesal.
"Mijaa..." Suara khas terdengar memanggil dari balik punggung ini.
Gua menoleh dan mendapati Viola sedang berdiri di balik gerbang. Melitha langsung mengangkat kepalanya cepat-cepat dan melepaskan rangkulan tangannya.
Gua melemparkan senyum ke anak itu. Lalu melambaikan tangan, menyuruhnya untuk bergabung dengan kami.
"La! Sini! Gabung yuk!" Panggil gua.
"Elo aja yang kesini.." jawabnya setengah berteriak.
"Udah ke sini apa! Jangan berdiri di depan gerbang kelamaan, entar di kira satpam lu!"
"Ye..Mija! Lo aja yang ke sini, gak mau ngalah banget sih! Lagian sebentar doang kok.." panggilnya masih kekeh tidak mau ke tongkrongan kami.
"Yaelah ribet amat!" Protes gua sambil bangkit dari duduk.
"Anak orang tajir sombong kaya dia mana mau gabung sama kita," celetuk Lukman tiba-tiba. "Udahlah Rom, bocah kaya gitu gak usah di ladenin, palingan elu cuma di manfaatin doang.." lanjutnya dengan nada sinis.
Gua tidak menggubris ucapan Lukman.
Malahan gua jadi agak merasa sedih aja mendengar kata-kata kejam seperti itu di lontarkan kepada Viola. Padahal Lukman tidak mengenal siapa Viola yang sesungguhnya.
Sebenarnya gua tahu Viola itu bukannya sombong. Tapi dia terlalu malu untuk bergabung dengan kami, apalagi kekurangannya adalah dia tidak terlalu bisa berkomunikasi dengan orang yang baru dia kenal. Entah kenapa gua jadi memahami gadis itu setelah setahun berteman dengannya.
"Gabung aja yuk di situ. Dari pada semedi di kamar mulu lu.." ajak gua yang sudah berdiri di depan anak itu.
"Gak enak gue, Rom..belum akrab sama yang lainnya,"
"Yaeilah masih kaku aja.." kata gua sambil berdecak kesal. "Ada apaan lu manggil gua?"
Wajah gadis itu tampak ragu.
"Hm..tadinya gue mau ngajakin lo keluar. Tapi kayanya elo lagi ngumpul-ngumpul nih, gue jadi gak enak ganggunya.."
"Emang mau kemana?"
"Ke daerah Kemang. Ketempat temen gue, ada urusan sedikit. Gimana bisa gak anterin gue sebentar aja?" Tanyanya sedikit ragu.
"Hm..emang gak bisa pergi sendiri ya?" Tanya gua.
"Bisa aja sih sebenernya...tapi.." tampang gadis itu langsung terlihat kecewa.
Gua jadi merasa serba salah ketika melihat wajahnya jadi kecewa seperti itu. Tapi di sisi lain gua gak enak kalau menerima ajakan Viola dan meninggalkan Keluarga Babi yang sedang berkumpul malam ini.
"Yaudah gak apa-apa kalau lo gak bisa, nanti biar gue pergi sendiri aja deh.." lanjut kembali memasang senyum.
Gua menghela nafas berat mencoba mempertimbangkan ajakan Viola. Memang agak kasihan juga membiarkan Viola pergi sendirian malam-malam. "Emang urusannya penting banget?"
Anak itu mengangguk dengan wajah penuh harap.
"Yaudah deh..." jawab gua menyetujuhinya.
Gadis itu langsung tersenyum lebar.
Sepertinya jawaban gua cukup membuatnya senang.
"Yaudah kalo begitu gue siap-siap dulu ya," katanya dengan ceria. "Lo juga dandan yang rapih, jangan kaya gini, ah.."
"Emang kenapa dandanan gue?"
"Ya nggak apa-apa sih..cuma gak enak aja mau bertamu kok penampilannya kaya preman begini,"
"Siapa yang penampilannya kaya preman?!" Jelas gua gak terima di bilang berpenampilan seperti preman. Karena image gua tentang preman model-model seperti Nopray yang dekil dan bau gaur.
"Ya elo lah. Ngaca dulu sana biar tahu.."
"Males gua ngaca..takut minder kacanya kalo liat gua,"
"Hahaha..iya kacanya gak mampu nerima model preman kaya lo,"
"Sialan lu!"
Gua pun langsung menujuh kamar.
Malam ini gua dandan agak rapih dari biasanya.
Jujur gua ini bukan tipe cowok yang betah berdiri lama-lama di depan kaca. Bukan lantaran mata gua sepet ngeliat muka gua yang udah kaya angkot ngebul ini. Tapi dari dulu sampai sekarang gua tipe cowok yang cuek akan penampilan.
Cuek dengan penampilan karena memang gua tidak tahu cara berdandan yang baik dan benar agar terlihat rapih.
Ketika di depan kaca pun gua bingung harus melakukan apa?
Gua berusaha tenang melihat diri gua di depan kaca. Dan berusaha untuk tidak lari ketika melihat penampakan lelaki tampan di sana.
Lalu rambut gua yang gondrong acak-cakan ini coba gua sisir ke pinggir, tapi malah terlihat seperti jembut yang baru di rebonding.
Setelah itu gua mencoba menyisir gaya belah tengah, gua malah inget seorang kawan yang belahan rambutnya persis korden pesta kawinan.
Oke! Jangan menyerah!
Masih banyak gaya rambut lain yang keren.
Gua coba sisir gaya poni di depan...
Anjing!!!
Kok jadi mirip Andhika Kangen Band???
Entah kenapa gua merasa seperti saudara kembar dengan babang ganteng itu!
Gua langsung mengacak-ngacak rambut ini lagi. Sebab kalau kelamaan bergaya rambut seperti babang ganteng itu, diri gua sendiri jadi merasa mau muntah liatnya.
Karena merasa lelah dengan penampilan gua yang sudah mentok. Akhirnya gua memilih untuk menyisir rambut ke belakang. Potongan rambut yang mirip dewa judi cow yun fat itu loh!
Tapi setelah di lihat-lihat, jidat gua kok lebar banget ye? Kaya model layar tancep yang nyetelnye pelem-pelem semi bokep.
Ahk..!! Gua jadi frustasi!!!
Tanpa mau ambil pusing akhirnya gua kembali mengacak-ngacak rambut dan menguncirnya kebelakang. Itulah gaya andalan gua ketika mau pergi kondangan.
Memang kalau orang ganteng seperti gua, mau berpenampilan seperti apapun juga rada susah. Beginilah nasib orang ganteng ketika berada di depan kaca. Gayanya mati dan kepercayaan dirinya gampang luntur ketika melihat kenyataan bahwa kaca adalah benda yang penuh kepalsuan.
Setelah selesai berdandan dengan berbagai gaya super norak, gua langsung menujuh kamar Ola dan duduk di kasurnya sambil menyetel televisi.
Sedangkan gadis yang gua tunggu masih duduk di depan kaca make-upnya guna berdandan. Pakaiannya sendiri mengenakan gaun berwarna putih dengan motif kembang-kembang yang terlihat begitu anggun di tubuhnya.
Sumpah pada malam ini Viola terlihat lebih cantik dari pada biasanya.
"Gimana La, udah?" tanya gua bersemangat.
"Sebentar gue lagi dandan.."
5 menit kemudian.........
"La gimana?"
"Gua lagi make-up sabar ya.."
10 menit kemudian....
"Oi..lu lagi dandang ape nyemen? Lama amat lu dandan doang! Kaya janda rempong lu!" Gua mulai tak sabaran.
"Sabar apa! Bawel banget sih lo! Gua lagi dandan tau..!!"
15 menit........
Entah kenapa mata gua sudah mulai kreyep-kreyep.
Posisi tubuh sudah selonjoran di atas kasur dan udara AC yang semeriwing sangat membuat nyaman. Ini adalah posisi tepat menujuh alam mimpi.
"Heh bangun!"
"Eh iya..." kaget gua mencoba menguasai keadaan di sekeliling.
Gua bangun namun masih dalam posisi duduk sambil mengucek-ngucek mata.
"Gimana sih katanya mau nemenin gue, kok malah tidur!" Protes gadis itu dengan wajah galak.
"Bawel lu! Emangnya siapa yang salah? Dandan aja kaya nenek-nenek lu!"
"Hihihi..yaudah ayo kita berangkat," gadis itu hanya tertawa-tawa saja.
"Ayo dah!" Kata gua segerah bangkit dan berjalan ke arah pintu keluar.
"Eh, tunggu, Ja!" Viola menahan lengan gua.
Lalu meneliti penampilan gua dari atas sampai bawah.
"Hm..bagian atas sama bawah udah oke sih..." katanya seperti seorang juri kontes abang-none jakarte. "Rambutnya kok acak-acakan begini sih? Sini deh gue rapihin,"
Gua menurut saja ketika dia mulai menyisiri rambut keparat ini.
Melihat wajahnya yang begitu telaten ketika menyisir, gua jadi yakin kalau Viola memang kawan yang bisa gua andalkan dalam berkonsultasi masalah penampilan.
"Nah..kalau begini kan ganteng.." komentarnya penuh senyum setelah selesai mendandani rambut gua.
Gua mencoba melihat penampilan gua di depan kaca.
Gaya rambut belah pinggir...
Jadi yang di sukain sama cewek-cewek itu model kaya gini ya?
Masa begini gua ganteng sih?
Eh! Tapi emang gua ganteng apa???
Perasaan yang pernah ngomong kalau gua ganteng, selain diri gua sendiri adalah nyokap gua!
Dan kini Ola ngomong kalau gua ganteng!!!!
Sip! Aku suka kejujuran mu, La...
Kami berdua keluar kamar, lalu berjalan ke arah garasi tempat mobil Viola di parkir. Seluruh pandangan mata anak-anak kost langsung menatap kami dengan tatapan penuh curiga dan tanya.
"Woi mau kemana lu?" Tanya Buluk.
"Gua cabut dulu ye sebentaran.." kata gua ke anak-anak sambil membuka pintu gerbang. Sedangkan Viola berdiri di sebelah mobil sambil melemparkan senyum bersahabat ke arah anak-anak tongkrongan.
"Titip nasi goreng, Rom..." Seru Agus Tengik.
"Iye entar kalo inget gua beliin.."
"Yah..kalo inget! Kalo gak inget gak di beliin dong!" Protesnya.
"Enak kali kalean malam minggu jalan berduaan. Kita-kita tidak di ajak nih?" Goda Doni sambil melemparkan godaannya.
"Mau gua ajak mobilnya gak muat, bung," balas gua yang jadi merasa tidak enak.
"Fiutt...fiutt...." Zikri bersiul nyaring.
"La, ati-ati sama Romi...suka ganas anaknya.." seru Bagol menggoda.
"Bangsat lu!" Maki gua.
"Iya Bagol. Makasih peringatannya...tapi gue bisa jaga diri kok. Lagian Mija gak bakalan berani macem-macem.." balas Viola sambil tertawa-tawa kecil.
Anak-anak yang lain mulai ikutan menggoda.
Kita berdua sih hanya bisa cengar-cengir dengan sikap malu-malu kucing. Sampai pada akhirnya ada satu seruan yang cukup tidak enak di dengar oleh kami.
"Jonggos sama majikannya yang sombong mau kemana tuh berdua-duaan. Pasti mereka mau cari lapak nih buat genjot-genjotan!! ha..ha..ha..ha.." seru Lukman sambil tertawa lebar.
Anak-anak yang lain tidak ada yang tertawa.
Begitu juga dengan gua.
Yang pasti mulai malam ini Lukman sudah gua kasih tanda hitam di dalam catatan kemurkaan. Tanda hitam ini suatu saat akan menjadi hal yang bakal di sesali Lukman.
Ketika gua menoleh ke arah Viola, raut wajahnya terlihat agak terganggu dengan ucapan Lukman barusan. Dengan cepat gua langsung meminta Viola masuk ke dalam mobil agar tidak meladeni ocehan Lukman yang sedang mabuk itu.