KOST SEGREK

By Tukangsapujalan

2.2M 119K 30.5K

(SERIAL KE DUA DARI BADJINGAN) Cerita ini hanya untuk usia 21++ Di sini banyak penggunaan kata-kata kotor dan... More

Prolog
Bab 1: First Day
Bab 2: Men In Black
Bab 3: Ospek
Bab 4: Kamar Nomer Dua
Bab 5: Penggrebekan!
Bab 6: Kost Segrek!
Bab 7: Against Seniors
Bab 8: Sarang Baru
Bab 9: Jalan Berdua
Bab 10: Sidang
Bab 11: On
Bab 12: Mija & Viola
Bab 13: Kedekatan Kami
Bab 14: Wedding Party
Bab 15: Aeyza Yang Sulit
Bab 16: Belajar
Bab 17: Penolakan
Bab 18: Kecurigaan
Bab 19: Kabar Mengejutkan
Bab 20: Rasa Nostalgia
Bab 21: Halte Sebuah Basis
Bab 22: Twins
Bab 23: Perubahan Hati
Bab 24: Musuh Masa Lalu
Bab 25: Acara Panik
Bab 26: Ya Atau Tidak
Bab 27: Rasa Yang Hilang
Bab 28: Amarah Sahabat
Bab 29: Dilema Sang Gadis
Bab 30: Konflik
Bab 31: Apologies
Bab 32: Broken Girl
Bab 33: Jomblo
Bab 35: Perkumpulan L.A
Bab 36: Pertigaan Warchild
Bab 37: Ajakan Viola
Bab 38: Dont Mess With A Wrong Guy!
Bab 39: Speechless
Bab 40: Di Serang!
Bab 41: Kembalinya Sang Badjingan
Bab 42: GodFather Is Back
Bab 43: Peringatan
Bab 44: Ring
Bab 45: Pig Handsome
Bab 46: Balada Dangdut Keluarga Babi
Bab 47: Kembali Pulang
Bab 48: Bergerak
Bab 49: Warchild United
Bab 50: Fifteen Strong
Bab 51: Kekuatan Yang Tersisa
Bab 52: Interogasi
Bab 53: Kenangan Ruang Sempit
Bab 54: Bebas
Bab 55: Tawaran
Bab 56: Bunga Untuk Yang Spesial
Bab 57: Rumah Kosong
Bab 58: Janji
Bab 59: Goodbye
Bab 60: Keluarga Sederhana
Bab 61: SSMS
Bab 62: Perhatian
Bab 63: Meeting
Bab 64: Bajingan Yang Beruntung
Bab 65: Singa Yang Meraung
Bab 66: Diskusi Anak Kampung
Bab 67: Sang Pemalak
Bab 68: Balada Mega Mendung
Bab 69: Realita Anak Muda
Bab 70: Gosip Kejam
Bab 71: Pohon Mangga
Bab 72: Lamaran
Bab 73: Permintaan Sherly
Bab 74: Menjemput Kekasih
Bab 75: Kenangan Di Fakultas
Bab 76: Tentang Masa lalu

Bab 34: Sang Pendobrak Sistem

24.6K 1.4K 199
By Tukangsapujalan

Pintu memasuki semester tiga di buka oleh deretan Mahasiswa baru yang mulai berdatangan ke fakultas kami. Tentu saja tahun ini jumlah pelajarnya lebih banyak dari tahun sebelumnya.

Tapi apakah sistem ospek masih ada di dalam kampus ini?

Tentu saja masih ada!

Dan akan terus tumbuh subur bagaikan rumput-rumput liar.

Oknum pelakunya masih dari tahun-tahun sebelumnya. Mereka adalah tokoh-tokoh yang tidak akan membiarkan tradisi penindasan ini mati begitu saja di telan oleh jaman.

Bahkan untuk melancarkan misinya mereka mulai merekrut kami untuk menjadi bagian dari mereka. Semua itu mereka lakukan hanya untuk memastikan kalau kami berada di pihak mereka dan tidak akan mengganggu tradisi yang akan mereka jalankan.

Mulut manis mereka mengatakan kalau kami adalah sosok yang dapat mendidik dan melatih mental anak-anak baru agar tidak bobrok. Dan dapat membuat mahasiswa menjadi seorang yang berani dalam berpendapat serta bisa mengambil sikap terhadap segala situasi sulit.

Gua cuma tertawa mendengar pujian berlebihan mereka.

Yang jelas gua menolak tawaran itu!

Apa jadinya jika gua mendidik mereka? Pasti pelatihan mental yang akan gua ajarkan adalah cara bermain judi gaya Chow Yun Fat atau mungkin jurus dewa mabuk yang lari ngibrit dari kios tuak karena tidak mampu membayar uang minuman.

Walaupun gua orang yang serampangan, tapi gua sangat sadar bahwa moral diri gua masih jauh dari yang namanya sesosok pendidik. Dan gua tidak ingin membuat anak-anak baru itu hancur dengan menjadi penjudi atau pemabuk seperti gua. He..he..he..he..

Tapi lucunya beberapa kawan seperjuangan menerima ajakan mereka dan sekarang malah ikut terjun menjadi generasi penerus ospek. Padahal di awal mereka adalah orang-orang yang melawan segala bentuk penindasan, tapi kini mereka berbalik dan malah menjadi pendukung utamanya.

Gua hanya bisa tersenyum ketika Adit, Paul, Mega dan Sherly memutuskan bergabung dengan kepanitiaan Ospek.

Alasan mereka sih cukup mulia, mereka akan menjadikan generasi-generasi baru sebagai sosok pemuda yang ber-intelektual, pembelajar, idealis, semangat, kritis terhadap permasalahan. Mahasiswa yang berperan Sebagai Iron Stock, Mahasiswa sebagai Guardian of Value, Mahasiswa Sebagai Agent of Change.

Mereka akan merubah semua sistem penindasan di dalam ospek menjadi sistem yang lebih bermanfaat dengan mengedepankan cara kekeluargaan dan menanamkan sikap-sikap kesolidaritasan. Agar nanti generasi-generasi ini menjadi momok baru yang akan mendobrak sistem-sistem busuk di negara ini.

Gua cuma tersenyum saja mendengar ocehan mereka tentang itu semua.

Di tambah lagi mereka mulai mengoceh-ngoceh tentang jati diri mahasiswa yang sebenarnya. Semua yang mereka omongkan tentang idealisme, intelektual, sistem dan bla..bla..bla.. pokoknya semua yang mereka ucapkan terdengar sangat WAH di telinga dan sangat keren untuk seorang yang beridentitas sebagai mahasiswa.

Gua tahu jelas pemikiran mereka saat ini penuh akan pengaruh dari Arlan, kekasihnya Sherly yang memang wakil ketua BEM itu. Pernah beberapa kali gua ngobrol dengan Arlan dan teman-temannya, obrolan mereka sangat berkelas dengan membahas masalah sistem-sistem kapitalis dan isu-isu politik yang sedang hangat.

Jujur gua sangat bosan mendengar ocehan itu terus di teriakan.

Kata-kata yang terdengar di telinga gua penuh dengan kemunafikan. Kata-kata yang sering sekali gua dengar dan sangat diagungkan dalam organisasi BEM, yang pada akhirnya mereka sendiri yang akan mengencinginya.

Mungkin gua melihat mahasiswa sekarang telah di warnai oleh kemilau kepentingan semu. Idealisme mereka terpecah menjadi dua golongan, yaitu mereka yang dirinya untuk pergerakan dan mereka yang pergerakan untuk dirinya.

Bingung gak tuh??

'Mereka yang dirinya untuk pergerakan.' Merekalah orang yang jujur, tidak munafik, memegang prinsip, dan istiqomah. Benar tetap benar dan salah tetap salah. Merekalah mahasiswa yang di rindukan kehadirannya oleh bangsa ini, guna memperbaiki keterpurukan sistem-sistem di pemerintahan. Mereka lebih banyak aksinya di banding omongannya.

Sedangkan 'mereka yang pergerakan untuk dirinya.' Inilah yang membuat kita patut bersedih hati. Menganggap dirinya paling idealis, padahal hanyalah kemunafikan yang menguasai diri. Mereka berani memperjualbelikan harga dirinya, dan lebih parahnya menginjak-injak perjuanganya sendiri. Itulah realitas yang sesunggunya ada di tengah-tengah kaum mahasiswa. Setidaknya di jaman gua seperti itu. Entah kalau sekarang...

Mungkin keresahan gua terdengar sebagai mahasiswa yang Apatis atau Pragmanis karena sangat anti dengan yang namanya pergerakan! Tapi biarlah mau di bilang apatis, pragmatis, oportunis, atau pengkhianat intelektual sekalipun gua tidak peduli.

Karena gua bukan sesosok pemuda pendobrak sistem yang mempunyai cita-cita mulia seperti mereka. Gua hanyalah pemabuk yang sedang berjalan dengan sempoyongan di atas aspal panas penuh dengan bau-bau busuk dari mulut mereka. Gua akan terus berjalan di jalur yang berbeda untuk mencapai tujuan hidup yang sedang gua cari tanpa ingin mengusik atau menyinggung pihak manapun.

Hm..gua jadi banyak berbicara omong kosong di sini..

*******


Siang ini gua dan Ruby sedang nongkrong di parkiran fakultas Teknik. Kami berdua sedang membicarakan perihal Gondel yang sering nyarang di kamar gua dengan kekasihnya.

Oh iya..

Tahun ini Ruby kawan sewaktu sekolah dulu telah lulus dengan nilai yang cukup memuakan bagi kedua orang tuanya. He..he..he..

Tapi anak itu bercita-cita cukup tinggi hingga memilih masuk ke Universitas Indonesia. Untung saja UI cukup cerdas untuk tidak menerima seorang penjahat seperti Ruby. Jika saja dia di terima sudah pasti kasihan teman-teman seangkatannya yang akan ketularan ambyar seperti dirinya.

Dengan berat hati akhirnya Ruby malah memilih universitas yang sama seperti gua. Dengan jurusan yang sama pula. Anak itu sama sekali tidak pernah mengikuti ospek. Dia lebih memilih nongkrong bersama gua di parkiran fakultas. Senior-senior pun tidak ada yang protes atau mengusik ketika tahu Ruby berkumpul dengan gua.

"Jadi si bangsat sering nyarang di kamar lu?" Tanya Ruby tampak tertarik.

"SETIAP HARI!!!" Jawab gua sewot. "Sampe gua terusir dari kamar gua sendiri!"

"Hahaha, gak apa-apalah boy namanya juga lagi kasmaran. Lagian dia juga sering setor rokok kalo make kamar lu kan?"

"Iye sih. Sebenernya gua bukannya keberatan dia mojok berduaan sama ceweknya hampir setiap hari di kamar gua, tapi..." gua mulai curhat.

"Lah, terus apa itu namanya kalo bukan keberatan? Elu sirik kali ngeliat mereka bermesraan, soalnya sampai saat ini elukan jomblo.." kata Ruby dengan nada datar yang cukup menyakitkan hati gua.

"Sembarangan lu kalo ngomong!"

Plaaaakk!!

Dengan refleks gua mengeplak kepala Ruby.

Ruby mengaduh-ngaduh kesakitan sambil mengelus-elus kepalanya.

"Eh! Sebentar!" Kata gua lagi. "Mungkin agak bener juga si kata-kata lu," lanjut gua kalem.

"Anjing lu!!" Maki Ruby. "Rugi pala gua di keplak kalo akhirnya elu juga benerin dugaan gua," protes Ruby kesal betul.

"Ha..ha..ha..ha.."

Tidak lama kemudian ada telefon masuk.

Gua langsung mengambil ponsel dan menatap layarnya dengan bingung. Karena ini adalah nomer yang tidak gua kenal. Jarang-jarang ada nomer tidak gua kenal menelfon.

Karena merasa penasaran akhirnya gua angkat telfon itu.

"Heh! Elo jadi laki-laki jangan pengecut dong! Main kabur begitu aja!" Semprot orang dari seberang begitu galak.

Dari suaranya sang penelfon adalah perempuan.

Gua sudah sangat yakin kalau sang penelfon ini salah sambung.

"Heh! Elo denger gak gue ngomong?!" Katanya masih dengan suara yang galak.

"Hah heh! Hah heh! Aja luh!" Balas gua kesal.

"Eh, kok malah elo yang galak sih?! Harusnya gue yang marah tau! Beberapa hari ini gue telfon nomer lo gak aktif. Untung gue dapet nomer lo yang baru! Lo mau kabur ye? Awas aja lo kalo berani-berani kabur, gue cari lo sampe ke ujung dunia!"

"Lu siapa sih? Udah gila lu nelfon gue marah-marah begitu..lu salah sambung tau,"

"Salah sambung...?" Ucapnya seolah bertanya dengan dirinya sendiri.

"Iye salah sambung!" Balas gua ketus.

"Jangan bohong deh!"

"Udah marah-marah, sekarang malah ngatain gua bohong lagi! Siapa sih lu?" Tanya gua galak.

Gadis itu terdiam.

"So..sorry, ini Mas Wendo kan?"

"Wendo..Wendo..kaga ada di sini yang namanya kampungan kaya Wendo!" Semprot gua dengan kesal. "Di sini itu namanya sebangsa Jimmy Hendrik atau Bob Dylan.."

Gadis itu terdengar tertawa.

"Lu dapet nomer gue dari siapa?" Mendengar tawanya membuat nada suara gua jadi agak lebih halus.

"Dari temen. Kayanya sih gua di bohongin, kalau lo bukan Mas Wendo gua minta maaf deh.."

"Seenaknya aja minta maaf. Gua udah terlanjur shock tau!"

"Yee..sorry kali..gitu aja emosi.."

"Siapa nama temen lu yang ngasih nomer gua?" Tanya gua masih penasaran.

"Yaudahlah. Namanya juga salah sambung. Gak usah di panjangin kali pake nanya-nanyain yang ngasih nomer lo siapa. Yang jelas gue minta maaf, dan gak anak ganggu lo lagi.." kata Gadis itu yang nada suaranya terdengar kesal. "Udahan dulu deh kalau begitu.."

"Eh, tunggu!" Kata gua menahannya agar telefon tidak di matikan.

"Kenapa lagi??" Nada suara gadis itu terdengar kesal.

"Elu cantik gak? Kalo cantik gua telfon terus nih, tapi kalo jelak ya gak usah. Mending gue ngobrol sama balsem,"

"Kurang ajar lu ye!" Terdengar emosi suaranya.

"Iye. Sama kurang duit gue..mau lu ngasih gue duit?" Tanya gua balik yang sengaja ingin membuat si penelfon ini kesal.

"Dasar berengsek lo jadi cowok!"

Tut..tut..tut..

Belum gua balas kata-katanya telfon langsung di matikan.

Gua cuma ketawa geli aja karena bisa bikin dia kesal.

"Kenapa sih lu telfon ketawa-ketawa gak jelas?" Tanya Ruby.

"Ada orang gila salah sambung..hehehe.."

"Cewek?" Tanya lagi Ruby yang tampak tertarik.

Gua mengangguk.

"Wiih...yaudah sini nomernya biar gua akalin. Siapa tau jodoh gua!" Ruby langsung merebut ponsel gua.

Tiba-tiba kami di datangi oleh beberapa panitia ospek. Datang-datang mereka langsung mengajak kami ke suatu forum diskusi yang di buat oleh anak-anak BEM.

"Rom, ayo berangkat! Acaranya udah mau mulai nih..elu masih leyeh-leyeh aje di sini," ajak Adit dengan sikap menggebu-gebu.

Segelas inek gua tenggak sambil menatap mereka dengan datar.

Sedangkan Ruby lebih memilih untuk tidak mendengarkan ocehan Adit. Anak itu malah sibuk klepas-klepus sembari mencatat nomer ponsel tidak di kenal itu.

"Apaan sih lu tiba-tiba dateng ke sini mau nyulik gua segala?" Tanya gua menanggapinya dengan malas.

"Kita dateng mau ngajakin lu ke forum diskusi mahasiswa. Bukannya sebelum liburan semester Sherly udah ngasih undangannya ke elu kan,"

Gua menatap wajah mereka satu per satu.

Ada Arlan yang bertampang tegas, lalu Mega yang masih terlihat centil, dan Sherly yang masih terlihat cantik.

"Elu bukannya lagi natar anak-anak baru ye?" Tanya gua heran.

"Iye. Kenapa emang?" Tanya balik anak itu.

"Terus elu semua ngapain ke sini? Anak-anak baru siapa yang natar kalo elu semua pada kemari?" Lanjut gua sembari menunjuk gerombolan mahasiswa baru yang sedang berbaris rapih dengan almamater biru di lapangan.

"Kalo itu kan ada panitia yang lain. Yang penting kita ke sini mau ngajak elu buat diskusi untuk aksi demo minggu depan,"

"Demo?" Tanya gua heran sambil menatap Adit. "Elu lagi mabok lem, Dit? Kaga salah lu ngajak gua demo?"

Adit mengernyitkan keningnya dengan tampang sebal.

"Gua serius ini nyet! Udah cepetan siap-siap. Sedikit lagi pertemuannya mau di mulai.." paksa anak itu.

Kami berdua malah semakin memasang tampang heran.

"Kalo elu mau ngajakin ngejudi, gua siap aja sekarang..." ujar gua enteng. "Tapi kalo demo, ogah ah! Cuaca sekarang lagi panas, nanti gue di marahin nyokap kalo kulit jadi item gara-gara ikut demo.."

"Ha..ha..ha..ha.." tawa meledak dari mulut Ruby.

Sherly yang dari awal terlihat antusias ingin mengajak gua, sesaat menatap dengan pandangan sebal.

"Ah..elu malah bercanda aja sih, Rom!" Kini Mega yang protes. "Kita itu pada serius tau ngajakin kalian semua buat gabung. Dari pada ngabisin waktu gak jelas cuma buat mabok sama judi, mendingan di isi untuk hal-hal yang positif!" Nasehat anak itu.

Gua menggaruk-garuk kepala mendengar ceramah itu.

"Lah, emang yang gua lakuin sekarang gak positif apa, Ga?" Tanya gua heran.

Mega menghembuskan nafas beratnya.

"Dimana positifnya mabuk-mabukan, Rom?" Balas Mega ngotot.

"Hm..ini anak kurang wawasan. Udah masuk organisasi BEM malah semakin mundur pemikirannya," kata gua menyindirnya.

Wajah anak-anak BEM langsung tersinggung berat.

"Kasih tau positifnya kita, Rub.." lantas gua menyenggol Ruby.

"Asal lu lu semua pada tau ye! Kita ini positif!" Beritahu Ruby dengan lantang. "Positif pemabuk! Hahahaha.." lanjut Ruby lempeng lalu tertawa.

Tawa kembali meledak di mulut kami berdua.

Sedangkan mereka hanya melempar senyum sinis ke arah kami.

"Seinget gua elu itu anak yang pemberontak dan cukup kritis deh bro. Anak yang selalu melawan semua sistem penindasan," kata Adit dengan nada yang cukup menyindir. "Tapi semakin kesini gaya lu jadi semakin ancur. Elu jadi gak peduli lagi dengan semua hal-hal yang berada di sekitar lu!"

Gua tersenyum sinis mendapat sindiran seperti itu.

Agak tergelitik juga ingin menanggapi ocehan Adit.

"Sorry Dit, lu gak usah khawatir sama masalah itu, karena sampai saat ini gua masih seorang pemberontak yang melawan semua sistem penindasan.." Jawab gua tegas.

Sherly tersenyum sinis. "Mana bukti bentuk perlawanan lo kalau sekarang aja elo lagi mabok-mabokan di sini. Mana buktinya kalau lo seorang pemberontak??"

"Buktinya seperti sekarang ini..." jawab gua masih dengan nada yang santai. "Gua sedang melawan suatu sistem. Gua melawan dengan cara tidak ambil bagian dalam kepanitiaan Ospek atau Organisasi penindas seperti yang sedang kalian lakukan.."

Semua menatap gua dengan pandangan marah.

"Sebentar Rom. Sepertinya elu salah paham dengan apa yang sedang kami lakukan," Arlan sang debator mulai angkat bicara.

Gua terdiam dan mulai mendengarkan Arlan.

"Jangan samakan ospek dengan organisasi kami. Jelas itu dua hal yang berbeda. Ospek di rancang untuk menguatkan mental mahasiswa, sedangkan kami berjuang untuk melawan sistem negara yang menurut kami tidak berpihak kepada rakyat kecil. Coba lu liat korupsi dan kolusi semakin merajalela. Tingkat kemiskinan semakin bertambah. Siapa yang tertindas di sini? Rakyat kecil kan. Lalu siapa sosok yang mau membebaskan mereka dari situasi seperti itu? Ya jelas kita-kita ini yang sebagai anak muda harus bergerak melawan. Masa lu mau diem aja sih sama keadaan negara yang seperti ini.."

Gua lantas menguap lebar mendengar ceramah Arlan yang cukup membosankan ini. Gua bukannya gak setujuh sama kata-kata Arlan, tapi gua merasa kayanya doi salah alamat kalau untuk berbicara itu sama kami.

Wong, kami ini cuma pemabuk yang kehidupan sehari-hari saja masih harus ngirit uang makan pagi, agar tetap dapat makan siang dan mabuk-mabukan lagi di saat malam datang. Eh, malah di suruh mikirin negara. Apa-apaan ini? Emangnye kite ape nyang punye negare?

"Gimana bangsa dan negara ini mau maju kalau mahasiswanya sendiri sudah kehilangan identitas sebagai mahasiswa! Ayo dong tunjukin sikap kepedulian lu buat bangsa dan negara! Tunjukin kalau kita yang generasi baru ini bisa mendobrak dan melawan semua sistem busuk pemerintah!!" Lanjut Arlan berapi-api.

Semuanya memperhatikan dengan wajah terpukau oleh kata-kata emas nan patriotik dari bung Arlan.

Sedangkan gua menepuk kening mendengar anak yang malah orasi di depan dua orang pemabuk kere ini.

Jangankan mikirin negara, mikirin utang di kantin udah puyeng. Dia malah mau nambah-nambahin beban kehidupan gua lagi dengan mikirin negara!!

"Anak-anak muda jaman sekarang memang sudah kehilangan identitas kritis dan perlawanannya. Maka dari itu organisasi kami selalu membuat forum-forum debat. Agar bisa membangkitkan semangat dan jiwa nasionalis kita semua.."

"Oke-oke...gua paham sama tujuan mulia kalian. Dan gua mendoakan agar cita-cita kalian tercapai.." kata gua yang sudah malas mendengar orasi Arlan itu.

Semua diam mendengarkan ucapan gua.

"Sekarang kalian liat ke sana," gua menunjuk gerombolan mahasiswa dan mahasiswi baru yang sedang berbaris rapih.

Mereka melihat ke arah yang gua tunjuk dengan wajah tidak mengerti.

"Mereka juga termaksud golongan rakyat kecil yang kalian maksud tidak?"

"Tentu saja! Bukan hanya mereka saja. Tapi saya, kamu, dan kalian..kita ini bagian-bagian dari rakya kecil juga," jawab Arlan tegas.

"Kalau begitu kalian tolonglah mereka. Tolong bebaskan mereka dari penindasan yang sedang mereka alami. Dari situ gua bisa percaya akan tujuan mulia kalian bukan sekedar omong kosong...."

Semua jadi terdiam.

Arlan mencoba angkat bicara namun segerah gua potong.

"Ada sebuah penindasan nyata di sekeliling kalian, tapi kalian malah mengurusi penindasan di luar sana. Benahi dulu lingkungan kalian, baru setelah itu membicarakan hal besar lainnya,"

"Sepertinya lu masih salah paham, Rom. Yang mereka alami bukan penindasan. Tapi mereka sedang menjalani latihan atau pendidikan kedisiplinan mental, agar menjadi karakter-karakter yang kuat,"

"Alah itu cuma kata-kata indah yang kalian ciptakan," balas gua tidak menghiraukan argumen Arlan. "Segala bentuk kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan dan mengintimidasi orang lain. Namanya penindasan, Bung! Di sini bukan camp militer yang memang sangat di wajibkan melakukan itu! Di sini kampus! Kita gak perlu hal-hal seperti itu! Untuk mendidik mental dan karakter seseorang itu gak gampang, bahkan orang tua kita sendiri belum tentu bisa melakukan itu. Apa lagi elu-elu pada yang karakternya aja masih pada belom jelas.."

Arlan tampak kesal dengan tampang ngedongkol.

Gua bangkit dari duduk, lalu menghampiri Arlan dengan perlahan.

"Sebenernya kalian ini cuma bersembunyi di balik tubuh idealisme dan intelektual mahasiswa, untuk membenarkan sebuah penindasan yang kalian lakukan,"

Keadaan sempat hening sejenak.

"Et dah! Dari pada ngomongin penindasan-penindasan mending kite ngejudi aja nyok, biar segeran!" Tiba-tiba Ruby angkat bicara memecahkan suasana hening ini.

"Nah itu dia! Pemuda anak bangsa yang pengertian!" Kata gua sambil menunjuk Ruby dengan gaya heboh. "Karena berjudi itu salah satu bentuk perlawanan juga. Perlawanan melawan kesialan diri sendiri! Wah..gua suka banget mahasiswa kaya gini nih...cerdas dan berintelektual.."

Ruby menyengir lebar.

"Ayo dah..maen di L.A ye.."

"Berangkat!!" Seru Ruby heboh.

Wajah Arlan dan anak-anak lainnya langsung ngedongkol.

Ketika Ruby ingin bangkit dan menyusul gua pundaknya di tepuk oleh Arlan.

Ruby kontan langsung menoleh ke anak itu.

"Elu bukannya anak baru ya? Kok gak ikut anak-anak Ospek?" Tanya Arlan tajam.

"Gue anak emak gua! Ngapain gua ikut, kudunya anak-anak ospek yang ngikutin gue..biar kaga di goblokin sama orang-orang idealis kaya elu," balas Ruby dengan tampang ngeledek.

Gua tertawa ngakak mendengar balasan Ruby.

Ekspresi Arlan langsung ingin mendamprat Ruby saat itu juga.

Namun segerah di tahan oleh Adit.

Tentu Adit sangat paham karena urusannya bisa panjang kalau Arlan berani mendamprat Ruby. Akhirnya kami berdua cabut dari parkiran fakultas teknik meninggalkan mereka yang memasang tampang sebal.

Continue Reading

You'll Also Like

22.9K 3.6K 129
[ 7 YEARS ] milik : @jisooisgood😝 Bona : Jis lo itu naksir kak Seokjin lewat jalur apa sih? Cakep juga enggak! Jisoo : gue jatuh cinta jalur kepe...
16.7K 1.3K 2
"Ma... Bila tempatku berpijak tidaklah sejajar dengan saudaraku yang lain. Tolong jangan anggap aku gagal." _Lio
1.9M 179K 47
Note : belum di revisi ! Cerita di tulis saat tahun 2017, jadi tolong di maklumi karena jaman itu tulisan saya masih jamet. Terima kasih ___________...
12.1K 1.2K 27
menceritakan regie yang menyukai seorang ketos di sekolah nya,dan cinta yang bertepuk sebelah tangan karena ketos yang ia sukai menyukai orang lain y...