Hari ini jam tiga sore kami bertiga sudah duduk manis di dalam ruang organisasi Osis. Hari ini Adit tidak dapat bergabung karena harus mengikuti ujian susulan. Di kursinya Mas Arifin seorang alumni angkatan tahun 98 yang dulu salah satu pengelola organisasi rohis ini sedang memberikan pengarahan untuk bantuan sosial bagi anak-anak yatim di sebuah panti asuhan di daerah sukabumi. Rapat telah berjalan dari satu jam yang lalu. Jujur gua merasa bosan sekali berada di sini.
Tidak terasa sudah sebulan lebih kami bergabung dengan organisasi Rohis. Tetapi tidak ada yang berubah sedikitpun dari kelakuan kami, kecuali dari segi membaca Al-Quran menjadi lebih lancar. Bahkan Doni mulai belajar Iqro. Dengan hebatnya dalam waktu dua minggu, anak itu sudah naik tingkat ke Iqro tiga.
Dari tadi gua hanya terdiam tanpa ada keinginan untuk berbicara atau sekedar memberi masukan untuk rencana bantuan sosial kali ini. Biasanya ketika ada acara seperti ini gua selalu menjadi orang yang paling vokal dan selalu ingin menonjol di banding yang lainnya.
Semua itu gua lakukan bukan karena berambisi ingin menjadi seseorang yang di hormati dalam kelompok ini, atau karena jiwa sosial gua yang tinggi. Tapi semata-mata gua lakukan untuk menarik perhatian Aeyza saja. Tapi Aeyza hanya bersikap biasa-biasa saja ke gua.
"Heh, jomblo!" Panggil Sherly yang duduk di sebelah gua. "Kenapa lo? Kok dari tadi kaya ayam sakit gigi. Biasanya kalo ada beginian paling bergaya lo?"
Gua diam saja tidak menjawab. Pandangan gua masih menatap Aeyza dengan kesal.
"Kau lihat dulu lah, Sher, di depan sana.." beritahu Doni sambil menunjuk Aeyza dan Yusuf yang sedang berdiskusi berduaan dengan sikap mesra.
Sherly tertawa-tawa kecil.
"Oh..pantes. Kecengannya di sikat orang lain. Makanya cemberut aja dari tadi.."
Gua cemburu bukan karena melihat Aeyza dan Yusuf berduaan. Kalau pemandangan itu sudah biasa terlihat. Tapi gua sangat cemburu ketika melihat wajah Aeyza yang begitu bahagia kala berbincang dengan Yusuf. Bahkan Yusuf dapat membuat tawa di bibir Aeyza terkembang lebar.
Kini gua sadar ternyata mereka berdua memang sangat cocok jika bersama. Yusuf pemuda yang soleh, sedangkan Aeyza wanita shalehah.
Lalu gua apa?
Gua layaknya iblis yang menganggu hubungan mereka. Yang datang untuk merusak kebahagian yang telah mereka jalin jauh sebelum kedatangan gua. Apa gua harus menyerah untuk memperjuangkan Aeyza?
"Rom...Romi..."
Sherly menyenggol lengan gua. "Di panggil Mas Arifin lo!"
Gua langsung terkejut dan menoleh ke mas Arifin.
"Kenape bang?" Tanya gua ketus. Biasanya gua memanggil dia dengan julukan Mas. Dan kini keceplosan dengan panggilan Bang.
Agak tercengang juga Mas Arifin mendengarnya.
"Kamu diam saja dari tadi. Biasanya kamu selalu vocal dan menggebu-gebu jika ada acara seperti ini.."
"Sorry mas..lagi masuk angin.." jawab gua asal.
Anak-anak Rohis tertawa mendengar jawaban gua.
"Yusuf memberikan saran kalau acara bersama anak yatim nanti di banyakan sesi Shalawat dan membaca Al-Quran. Dan saya sih setujuh aja..tapi setelah kita berdua berdiskusi panjang kemarin, kamu memberikan saran kalau lebih baik ada sesi Quis dan gamesnya. Karena mereka anak-anak panti asuhan kesehariannya sudah banyak di isi dengan membaca quran, kenapa nggak sekali-kali di berikan permainan yang menyenangkan seperti Quis dan Games agar psikologi mereka sebagai anak-anak tidak terganggu. Saya sangat suka sekali dengan pendapat kamu itu. Coba jelaskan Quis dan Games seperti apa yang sudah kamu pikirkan?" Pinta Mas Arifin dengan antusias.
Gua sedikit termenung dengan pikiran tidak bisa konsentrasi. Seluruh ruangan menunggu penjelasan gua dengan antusias.
"Ayo Rom! Ayo Rom!"
"Beri aja langsung!"
Mendadak satu ruangan menjadi rusuh. Menyuruh gua untuk mengeluarkan ide-ide untuk acara selanjutnya.
Gua menatap wajah Yusuf yang penuh kecemasan. Wajar dia cemas. Karena dari tiga acara yang telah sukses berjalan, semua masukan dan pendapatnya selalu gua patahkan begitu saja. Dan gua ganti dengan rancangan-rancangan yang telah gua dan anak-anak boikoter buat. Tentu hal ini membuat dia kesal, apalagi keputusan acara dilangsungkan dengan voting anggota Rohis. Dan mereka lebih setujuh mengikuti saran gua yang memang tidak terlalu kaku.
"Gak ada yang saya pikirin, Mas...saya ikut ajalah..."
Sontak seisi ruangan menjadi hening. Pandangan mereka menjadi penuh tanya. Tak terkecuali sahabat-sahabat gua yang ikut heran, begitu juga dengan Aeyza dan Yusuf.
"Loh..kenapa? Tumben?"
"Gak apa-apa..." jawab gua pelan tanpa ingin berargumen lebih panjang.
Sesaat mas Arifin terdiam dengan wajah khawatir. "Kamu sedang ada masalah?" Tanyanya lagi.
Gua menghela nafas.
Yeah, masalah gua itu Aeyza... tapi yasudahlah..mas juga gak bakalan ngerti.
"Gak ada mas. Hanya saya pikir lebih baik memberi kesempatan untuk teman-teman lainnya dari angkatan baru untuk mengutarakan pendapatnya. Saya yakin di dalam kepala mereka penuh dengan ide-ide yang lebih cermelang dari saya.."
Mas Yusuf manggut-manggut. "Jawaban yang cukup bagus. Ayo dong angkatan baru..ada yang punya ide?"
Suasana ruangan mulai kembali rusuh. Gua kembali terhanyut di dalam pikiran sendiri di sela keberisikan ruangan ini.
Sherly kembali menyenggol lengan gua.
"Kenapa sih lo? Kok jadi sok bijak begini? Masalah Aeyza ya?"
"Gak apa-apa, gua cuma lagi nahan berak..," jawab gua asal.
Sherly terperanjat dengan wajah kaget, "Yaudah sana ke toilet..jangan di tahan-tahan dong..nanti malah ngebom di sini lagi.."
"Gak bisa.."
"Kenapa gak bisa? Emang udah di ujung ya?" Sherly menjadi panik.
"WC nya masih di situ.." gua menunjuk wajah Yusuf.
Mendengar ini Sherly tidak dapat menahan tawa.
"Gara-gara betina itu kau jadi pemurung seperti ini..tenang sajalah, kan masih ada betina cantik di kostan kau itu..." ledek Doni.
Gua langsung memberikan pandangan protes ke Doni.
"Eh! Siapa tuh? Kok gue baru denger? Kok gak cerita-cerita sih??" Tanya Sherly dengan pandangan protes.
"Bukan siapa-siapa. Lu kaya kaga tahu Doni aja, mulutnya kaya knalpot!"
Tiba-tiba pintu ruangan ada yang mengetuk dari luar. Abdul anak Rohis langsung membuka. Terlihat Komenk dan Erte masuk ke dalam ruangan.
Seisi ruangan langsung sunyi.
Bused ada apaam tuh dua pemabuk masuk ke ruang Rohis? Apa jangan-jangan mau daftar juga jadi anggota Rohis?
"Maap bang..maap mpok..mengganggu acaranya.. " ujar Erte mengangguk-nganggukan kepalanya sambil cengar-cengir bodoh.
Yusuf yang kenal dengan wajah kedua orang pemabuk itu langsung memasang wajah sinis. "Ada apa ya?" Tanyanya penasaran.
"Saya mau ijin ketemu sama Romi. Ada masalah penting!" Jawabnya masih sambil cengar-cengir gak jelas.
Yusuf melihat gua dan Erte secara bergantian dengan tampang sedikit kesal. "Yasudah silahkan saja, tapi jangan lama-lama, karena kami sedang rapat..."
"Iya bang, sebentar aja kok.."
Erte dan Komenk langsung menghampiri gua.
"Eh, udah gila ya elu berdua! Gua lagi rapat nih!" Kata gua agak kesal bercampur malu karena di datangi dua orang pemabuk ini.
"Elu gua telfonin kaga di angkat-angkat! Ada masalah penting nih!" Kata Komenk protes.
"Masalah apaan sih, Menk? Kok sampe nekat berhentiin rapat," tanya Sherly antusias.
Komenk agak ragu untuk berbicara secara terang-terangan. Kalau berbisikpun dia juga merasa tidak enak. Dia hanya terdiam dengan wajah kebingungan.
"Momo beranak!" Celetuk Erte.
Gua dan Doni terperanjat kaget. Sherly dan Komenk yang malahan bingung. Wajar saja mereka bingung karena tidak mengenal siapa Momo.
"Eh! Elu beneran gila ya!"
"Momo empok lu udah pembukaan delapan! Kaga ada yang nemenin di bidan! Udah buruan gih elu tengokin..dari pada kenapa-kenapa tuh!" Lanjut Erte dengan alasan yang cukup stupid!
Melihat wajahnya yang panik gua merasa pasti ada sesuatu yang penting. Langsung saja gua turuti permintaan anak itu. Gua langsung ijin keluar ruangan, begitu juga dengan Sherly dan Doni yang penasaran.
*******
Di luar ruangan kami berlima mulai berbicara serius. Wajah Komenk dan Erte sudah terlihat panik dan pucat pasi.
"Ada masalah apa?" Tanya gua tajam.
"Gawat Rom! Adit dan Paul masuk rumah sakit! Sekarang Mega dan anak-anak lagi pada nungguin mereka di sana," beritahu Komenk dengan wajah cemasnya.
Kami bertiga terperanjat.
"Loh, kenapa? Sakit apa mereka? Kok bisa berbarengan? Padahal tadi kita kan nongkrong bareng di parkiran?" Tanya Sherly panik.
"Apa mereka kecelakaan?" Doni ikut panik.
Komenk menggeleng.
"Lukas mulai bergerak..." beritahu Erte.
"Dia nyuruh Hendra dan anak buahnya untuk nyerang anak-anak Boikoter di parkiran. Kebetulan saat itu yang ada di sana, Adit, Paul, dan Mega. Jadi yang kena hajar mereka. Beruntung Mega lari ke pos satpam, jadi anak itu bisa selamat," lanjut Komenk menceritakan.
Deg! Deg! Deg!
Jantung gua berdetak kencang. Aliran darah memompa cepat ke kepala. Amarah dan dendam langsung berkobar ketika mendengar seorang sahabat di perlakukan seperti itu.
"Lalu kondisi mereka sekarang bagaimana?" Tanya Sherly.
"Paul babak belur, perutnya robek terkena pecahan botol..." jawab Komenk.
"Lalu Adit??" Desak Doni khawatir.
Mereka berdua terdiam dengan wajah cemas.
"Masih belum sadarkan diri...info terakhir lengan dan kakinya patah..mudah-mudahan sekarang sudah siuman," lanjut Erte yang bercerita.
Mendengar ini mata gua membelalak. Pandangan gua terasa mendidih. Sudah semenjak tadi gua mengepalkan tangan erat-erat. Siap untuk menumbuk apa saja untuk meluapkan kemarahan ini.
Sedangkan wajah Doni terlihat memerah. Gua tahu dirinya juga di kuasai emosi. Hanya Sherly yang terlihat berbeda, gadis itu meresponnya dengan penuh kekhawatiran.
"Yaudah kita jenguk mereka sekarang," kata Sherly segerah bergegas.
"Mereka di rawat di mana?" Tanya Doni.
"Di Rumah sakit Fatmawati!"
"Ayo, Rom!" Ajak Sherly segerah menarik tangan gua.
Gua melepas tarikan tangan itu.
"Kalian duluan..." kata gua dengam suara bergetar.
"Jangan macem-macem! Sahabat-sahabat lo sekarang lagi kritis! Lo mau nunggu apa lagi??" Seru Sherly dengan nada tinggi.
"Udah kalian duluan jengukin Adit dan Paul. Kabarin terus setiap kondisi terbarunya.." ujar gua pelan namun penuh dengan emosi. "Gua masih mau ngasih salam dulu sama Hendra dan kawan-kawannya.."
"Jangan gila lo, Rom! Mereka ada empat puluh orang lebih yang sekarang lagi sweeping di parkiran fakultas. Gua jalan kesini aja ngumpet-ngumpet!" Kata Erte resah.
"Udah jangan banyak omong lu..cepet tengokin Paul dan Adit, kalo ada butuh apa-apa langsung kontak gua!"
Gua langsung pergi meninggalkan mereka dengan sejuta kemarahan dan dendam. Hari ini bakal gua balas semua perbuatan mereka. Gua bakal menyudahi permasalahan antara senior dan junior yang telah berlarut-larut.