MIMPI [Sudah Terbit]

By beliawritingmarathon

1.3M 113K 11.3K

[Sudah Terbit] ... Kehidupan Icha sekilas mungkin seperti gadis SMA biasa. Bagaimana jika hidup Icha sebenarn... More

1. Kalung Keramat
2. Not Red Riding Hood
3. Permintaan Pertama
4. Mimpi Icha
PERKENALAN
5. Serigala Licik
6. Dreamcatcher
7. Pangeran Tampan
8. Kakak Kelas
9. Bad Mood
#Profil Icha
10. Liontin
#Profil Ardo
11. Tentang Sebuah Kisah
12. Misi Pencurian
13. Permintaan Ketiga
14. Siapa Ardo?
15. Tantangan
16. Gosip
17. Hidden
18. Kencan?
19. Merida Abad 21
20. One Step
Side Story #1
21. Lost Dream
22. Sweet and Bitter
24. Like A Nightmare
25. Mimpi Itu Tidak Nyata
26. Permintaan Keempat
27. Rumit
28. Pengakuan
29. Kebohongan Yang Lain
30. Sahabat Lama
31. Penyesalan Sang Serigala
32. Forgive Me
33. Perjuangan
34. Permintaan Kelima
35. Once Upon Time (END)
UCAPAN TERIMA KASIH
GIVEAWAY MIMPI
PEMENANG TESTIMONI MIMPI!!!
INFO PO NOVEL MIMPI

23. Pintu Rahasia

23K 2.3K 135
By beliawritingmarathon

Ardo masih memikirkan permintaan apalagi yang akan ia ajukan pada Icha. Bahkan Ardo sempat lupa masih menyimpan liontin milik Icha. Fokus Ardo sekarang bukan hanya di Icha tetapi sudah bercabang ke mana-mana.

"Ardo! Do!" teriak Umar heboh di belakang Ardo. Ardo yang mendengar namanya dipanggil segera menoleh.

"Apaan?" sahut Ardo galak.

"Galaknya, kayak cewek PMS aja lo. Heh, lo udah tahu belum, kalau ..."

"Belum."

"Gue belum selesai ngomong!" semprot Umar langsung. "Lo udah tahu belum, kalau Icha sakit? Nggak masuk dua hari ini dia. Tadi gue tahu dari si Meta-temennya Icha."

"Wah, sekarang lo gebet Meta juga, Mar?"

"Sialan! Malah bahas gue. Gue lagi bahas soal Icha. Lo nggak punya niatan jenguk gebetan lo? Itung-itung bisa dapet nilai plus gitu lah nanti di mata Icha dan calon mertua."

"Ngomong aja sesuka lo deh, Mar." Ardo berjalan masuk ke kelas diikuti oleh Umar yang masih ngoceh seperti burung beo.

"Lo nggak nyesel kalau ditikung si Erlang? Awas aja kalau lo galau-galau kayak kids zaman now yang bikin gue muntah-muntah." Umar duduk di kursi dan mulai mengeluarkan ponselnya.

"Nggak akan!" jawab Ardo dingin.

--**--

Kepala Icha masih sedikit berdenyut saat dirinya berdiri dari duduk atau bangun dari tidur. Sekarang Icha sedang duduk di depan televisi di ruang tengah dengan selimut membalut tubuhnya. Cewek itu fokus ke layar televisi yang sedang menayangkan sebuah kartun anak-anak.

"Nggak bosen apa dari pagi sampai siang kamu nonton kartun mulu, Cha?" tanya Farez yang tiba-tiba saja sosoknya sudah muncul di belakang Icha.

"Nggak," jawab Icha pelan. Kemudian Icha melirik Farez yang ikut duduk di sampingnya. "Tumben udah pulang jam segini, Bang? Nggak ke kafe?"

"Abang kuliah pagi, abis itu mampir ke kafe bentar. Sekarang Juno yang jagain."

Icha merapatkan selimutnya. Meski badannya sudah tidak panas, Icha merasa tubuhnya masih lemas. Ia tidak ingat bagaimana dirinya bisa pingsan waktu itu. Kata dokter, Icha hanya kecapekan, banyak pikiran, dan tekanan darahnya rendah. Perlu banyak istirahat, makan yang cukup dan tidak boleh memikirkan hal yang berat-berat.

Bagaimana tidak stres, kalau Oma Ambar selalu menekannya?

Farez menempelkan punggung tangannya di dahi Icha. "Udah nggak panas kan, Cha?"

Icha menggeleng pelan. "Nggak. Cuma masih pusing dikit, Bang."

Tiba-tiba saja bel rumah berdering.

"Bang Farez! Tolong bukain pintu ya! Mama lagi masak," teriakan Mama Ratih terdengar sangat keras dari arah dapur.

"Bukain, Cha." Icha melotot ke arah kakaknya setelah Farez seenaknya sendiri malah menyuruh Icha untuk membukakakn pintu. "Iya, iya. Sakit masih aja galak." Farez beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu utama.

Terlihat dua anak SMA yang masih berseragam lengkap berdiri di depan pintu. Satunya cewek berambut hitam pendek sebahu, satunya lagi cowok berkacamata hitam.

"Siang, Kak," sapa Meta langsung pada Farez.

"Ah iya, siang juga. Temennya Icha? Mau jenguk dia? Icha udah nggak sakit. Tuh, bocahnya lagi nonton kartun. Ayo, masuk. Jangan sungkan-sungkan. Anggap aja rumahnya Icha sendiri." Farez meringis garing di depan Meta dan Erlang.

Meta melirik ke Erlang seolah mengatakan 'Kayaknya, nih, orang mau ngelucu, deh.'

"Iya, Kak. Makasih," sahut Meta sopan. Bagaimana pun juga dirinya saat ini adalah tamu.

Dua orang itu mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam rumah. Dan saat Icha tahu siapa yang datang, cewek itu seolah mau kabur tapi sudah ketangkap basah. Icha malu bertemu dengan Erlang dengan penampilan mirip gembel.

"Oh, Kak Erlang." Icha berusaha tersenyum. Kemudian Icha berbisik di dekat Meta. "Meta, kenapa lo nggak bilang-bilang mau ke sini sama Kak Erlang, sih?" Icha geram pada Meta. Padahal sejam yang lalu Meta nge-chat Icha dan bilang kalau Meta akan menjenguknya sendiri. Dan kenyataannya, Meta datang bersama Erlang.

Sialan si Meta!

--**--

Icha sudah berpakaian sedikit rapi dengan rambut yang sudah diikat. Tidak lagi memakai babydoll buluk dengan gambar beruang cokelat dan rambut berantakan.

"Diminum Kak Erlang, Meta. Sorry ya, ini muka gue udah kayak abis dipasung 2 hari." Icha terkekeh pelan meski tidak ada yang lucu. Dan ia lebih tepatnya Icha seperti sedang menertawakan dirinya sendiri.

"Iya, nggak apa-apa, Cha," kata Erlang dengan senyum manis seperti biasanya. "Tetep cantik, kok," kalimat terakhir ini diucapkan Erlang dengan sangat pelan.

"Eh, apa, Kak?" tanya Icha bingung. Sepertinya Erlang mengatakan hal yang lain. Tetapi anehnya Erlang malah menggeleng cepat dan tersenyum lagi.

Meta mendekat dan menempelkan punggung tangannya ke dahi Icha. Icha heran, entah sudah berapa kali dahinya disentuh orang sejak kemarin. Memangnya dahi Icha itu barang pajangan yang disentuh-sentuh banyak orang?

"Lain kali, kalau nyentuh jidat gue pakai cepek, Met. Biar gue cepet sembuh," celetuk Icha dengan entengnya.

"Sialan! Lo sakit tetep aja nyebelin ya, Cha."

Erlang yang mendengar obrolan dua cewek itu langsung tertawa pelan. Hampir tidak bersuara.

"Kak Erlang jangan cuma senyam-senyum dong. Ngomong apa gitu kek," lagi-lagi Icha asal nyeplos.

Setelah itu Meta memulai obrolan dengan menceritakan kejadian-kejadian dua hari ini saat Icha tidak masuk sekolah. Mulai dari kegiatan sekolah yang cuma bersih-bersih saja, sampai dengan tingkah kekonyolan teman-teman sekelas Icha.

Berbeda dengan Meta, topik yang dibicarakan Erlang sedikit lebih serius. Karena Erlang lagi-lagi mengajak Icha membahas tentang lomba menulis. Setidaknya kehadiran Meta dan Erlang seidikit mengurangi kebosanan Icha yang dua hari ini diam di rumah tanpa melakukan apapun.

"Cha, udah sore. Kita pulang dulu, ya. Besok lo berangkat, kan? Atau lo nggak usah berangkat dulu juga nggak apa-apa kok." Meta memeluk Icha erat. "Cepet sembuh ya. Nggak asik kaalau nggak ada lo."

"Gue pulang juga ya, Cha. Cepet sembuh. Biar nanti lo bisa ikut lomba menulis itu. Oke?"

"Makasih banget ya, Kak Erlang. Eh ... Meta," Icha menghentikan kalimatnya karena sedikit ragu. Matanya menatap Icha dan Erlang bergantian. "Gini, Kak Erlang pulang duluan, deh. Gue masih ada perlu sama Meta. Nggak apa-apa, kan?"

"Iya, nggak apa-apa kok, Cha. Kalau gitu gue duluan ya, Met. Permisi," pamit Erlang pada dua cewek itu.

"Iya, hati-hati, Kak. Sekali lagi makasih," sahut Icha.

Setelah Erlang benar-benar pergi, Icha menarik lengan Meta menuju kamarnya. Icha kemudian menutup pintunya rapat-rapat. Icha duduk dengan menyilangkan kedua kakinya di atas kasur, dan Meta masih berdiri dengan tatapan bingung. Perlahan Meta duduk di depan Icha.

"Ada apaan, sih, Cha? Perasaan gue nggak enak, deh."

"Gue mau cerita sama lo. Gue mau jujur sama lo. Tentang sebuah pintu rahasia yang selama ini gue tutup rapat-rapat dan nggak ada satu orang pun yang tahu jika gue masih menyimpan luka di dalam sana," kata Icha dengan raut wajah serius. Tatapan mata Icha terlihat sayu dan rapuh.

Sekarang Meta tahu, jika ada rasa sakit yang selalu disembunyikan Icha. Ada luka yang ditutupi dengan senyum dan tawa riang milik Icha. Semuanya hanya sebuah pelindung dan benteng yang sengaja dibangun Icha agar hidupnya tidak semenyedihkan sinetron dan drama televisi.

"Persahabatan, kepercayaan, impian, luka, dan penyesalan. Meta, gue nggak tahu harus mulai dari mana ..." Icha mulai terisak pelan. Air matanya menetes tanpa henti. Hingga membuat Meta mematung menatap Icha.

Tangan Meta terulur dan menggenggam tangan Icha kuat. "Dari mana aja, Cha. Gue siap menjadi pendengar yang baik buat lo. Ehm, gue juga bisa jadi penasihat abal-abal buat lo." Meta tersenyum tulus. Dan untuk pertama kalinya, Icha mempunyai keberanian menceritakan kisahnya pada orang lain.

----

Holaaaaaaaaaaaa.... Horor. Updatenya tengah malem. Yang penting update kan ya?

Nah, nah... Icha mulai buka rahasia nih. Siap-siap next part, satu rahasia kebuka. Siapa yang kemarin sering nebak-nebak?

Maaf ya, emaknya Ardo sering lembur jadi updatenya telat-telat gini. Yang penting kalian masih setia nungguin anak tengil aku yah

See u...

Love,

AprilCahaya

Continue Reading

You'll Also Like

185K 12.1K 48
Banyak orang terheran-heran bagaimana gadis berwajah polos ini ternyata seorang badgirl yang langganan bk dan selalu pindah-pindah sekolah selama 2-3...
12.2K 4.3K 50
[DAFTAR PENDEK THE WATTYS 2021- END] Mulai dari surat-surat tanpa nama yang ditemukan Shin Hyora di depan rumahnya, sampai mendapati kenyataan yang b...
10.8K 1K 24
TAHAP REVISI. Hanya kisah si dingin dan si ceria. Alvino laki-laki dingin bak kulkas tujuh pintu. Dan Alinka perempuan ceria yg berusaha meluluhka...
4.8M 337K 51
[SUDAH TERBIT] Still into You "Percayalah, perasaan ini masih tetap untukmu." a story by Yenny Marissa. Kata orang, mantan itu jodohnya orang lain ya...