SINCERITY [COMPLETE]

By lounarist

99.7K 3.2K 48

Apa yang membuatnya lebih merasakan luka? Adakah orang lain yang mampu menyembuhkannya? Tidak ada, hanya oran... More

For Your Information
Casting
SINCERITY - 1
SINCERITY - 2
SINCERITY - 3
SINCERITY - 4
SINCERITY - 5
SINCERITY - 6
SINCERITY - 7
SINCERITY - 8
SINCERITY - 9
SINCERITY - 10
SINCERITY - 11
SINCERITY - 12
SINCERITY - 13
SINCERITY - 14
SINCERITY - 15
SINCERITY - 16
SINCERITY - 17
SINCERITY - 18
SINCERITY - 19
SINCERITY - 20
SINCERITY - 21
SINCERITY - 22
SINCERITY - 23
SINCERITY - 24
SINCERITY - 25
SINCERITY - 26
SINCERITY - 27
SINCERITY - 28
SINCERITY - 29
SINCERITY - 30
SINCERITY - 31
SINCERITY - 32
SINCERITY - 33
SINCERITY - 35 [Ending]
Info

SINCERITY - 34

2.2K 65 0
By lounarist

Kinar menghentikan langkahnya ketika melihat apa yang dilakukan oleh Aliva, suatu hal yang tidak pernah terpikir olehnya. Dan melihatnya saja membuat dirinya berpikir keras. Apa yang tengah dilakukan Aliva memang biasa, tapi yang menjadi sorotan mata Kinar adalah benda yang dipegang Aliva. Kedua mata Kinar membeliak, dadanya bergemuruh naik turun. Rasanya dia sesak, seperti tidak ada oksigen yang mampu ia hirup. Sementara Aliva tengah tersenyum saat ini, dengan menatap benda yang dipegangnya. Sebuah kotak yang dibalut kertas kado berwarna pastel, cewek itu merobek kertasnya sehingga nampak sebuah kardus berwarna coklat. Tanpa berpikir lama, ia membuka kardus tersebut. Ada sesuatu didalamnya, yang mana membuat senyum Aliva terlihat. Cewek itu mengambilnya, lalu merentangkannya agar dapar dilihatnya dengan mudah. Sebuah gaun biru tosca yang berlengan panjang, dengan renda bagian depan. Ia berpikir jika gaun itu terlihat cantik, pasti cocok untuk tubuhnya.

“Kak Aliva,” suara Kinar pecah. Membuat Aliva menoleh kesumber suara. Dengan langkah santai, tentunya dengan hati yang kuat, Kinar melangkah menghampiri Aliva yang masih duduk diatas sofa. Cewek itu mengernyit bingung, namun memperlihatkan senyum manisnya. Ia beranjak agar dapat dengan mudah menyapa Kinar.

“Kinar—” belum sempat dia melanjutkan ucapannya tapi Kinar menyahutnya dengan cepat.

“Sori, kak, ponsel aku ketinggalan.” Ujar Kinar dengan menunjukkan air muka yang merasa tidak enak dengan sipemilik rumah. Sementara Aliva malah terkekeh, segera dia menoleh kearah sofa dan mendapati benda pipih persegi panjang berwarna gold tergeletak disana. Ia mengambilnya dan menunjukkannya pada Kinar.

“Ini?”
“Iya,” Kinar mengangguk dan mengambil ponsel miliknya dari tangan Aliva. Setelahnya dia mengucapkan terimakasih dan buru-buru pergi karena Arga menunggunya diluar. Namun satu yang menjadi pikirannya saat ini adalah, tentang gaun itu yang mana kemarin siang dia pilih dan dibeli oleh Arga disebuah mall. Entahlah, dia merasa sakit menyadari jika Arga yang memberikan gaun pilihannya kepada Aliva.

=== SINCERITY ===

Kinar menyudahi ceritanya, mengingat kejadian masa lalu membuatnya merasa sakit. Apalagi itu adalah tentang orang yang dia sayangi. Apakah dia bisa melanjutkannya? Pada akhirnya kesedihanlah yang memihak kepada dirinya.

Nika terdiam menatap wajah sahabatnya yang sendu itu, dia paham bagaimana perasaan Kinar. Dia tahu karena dia adalah wanita, setegarnya wanita pada kenyataannya wanita adalah sosok yang lemah. Nika memilih untuk mengulurkan tangan kanannya, mengelus punggung Kinar seolah memberinya kekuatan dari gerakannya itu. Tidak sia-sia, Kinar mengalihkan tatapannya untuk memandang dirinya. Membuat Nika spontan tersenyum.

“Pada kenyatannya, lo adalah sahabat gue yang hebat.”

Tidak, Nika hanya menghibur agar Kinar tidak lagi terpuruk. Ini adalah kisah tragis yang dia dengar. Dan sahabatnya sendiri adalah pemainnya.

“Tuhan itu adil, semua akan berbanding terbalik.” Lanjut Nika.

Kinar menundukkan kepalanya, menatap jari-jemarinya yang sedari tadi memilin ujung kemejanya.

“Lalu apa yang dirasain Kinar setelah tahu kalau gaun pilihannya sudah dimiliki Aliva, dan itu adalah pemberian Arga?” Seperti menantikan sebuah cerita dongeng, Nika ingin mendengar kisah lanjutnya.

“Sakit. Hati Kinar sakit kata Kinar terputus. “Karena melihat kenyatannya, Kinar memilih mengungkapkan perasaannya. Lanjutnya.

Hening, Nika menunggu cerita selanjutnya.

“Gue nggak peduli akan harga diri, karena gue ingin perasaan gue tersalur kedia. Gue bahkan menyadari itu adalah hal bego, gue selalu mengejarnya, Nik. Gue selalu yakinin dia kalau gue itu punya rasa cinta yang tulus.

Itu terjadi sampai setahun, hubungan gue dan Kak Arga sama sekali nggak berubah. Kita kayak teman biasa, nggak ada rasa canggung setelah gue mengungkapkan perasaan gue. Dan gue pernah bilang ke dia, 'Aku cinta kakak, kenapa kakak nggak pernah balas perasaan aku?' Konyol, ya?

Memang benar, itu konyol. Dan Kinar mengakui hal itu. Seharusnya dia pergi saja dan menyerah karena orang yang dia cintai sama sekali tidak membalas perasaan cintanya. Tapi satu hal yang perlu Arga ketahui, kalau Kinar memang memiliki perasaan cinta yang tulus untuk Arga.

“Lalu?” Nika benar-benar tidak sabaran ingin mendengar kelanjutannya. Menurutnya Kinar terlalu sering menjeda ceritanya, hingga dia jadi greget sendiri.

“Lalu gue menyerah, gue ngerasa ini adalah pilihan tepat supaya gue nggak lagi berharap lebih dari dia. Gue bahkan mau menghindar, tapi disaat gue bilang gue menyerah dan putus asa, waktu itu kak Arga dalam keadaan mabuk.

Dia dengar kalau kak Aliva bakalan tunangan sama mantan sahabatnya. Gue jadi yakin kalau yang membuat kak Arga nggak pernah cinta kegue itu karena kak Aliva. Mantan kak Arga yang lebih sempurna dari gue.” Kinar menarik napasnya dalam-dalam, dia sebenarnya lelah menceritakan hal ini. Tapi karena Nika adalah sahabatnya, dia akan tetap menceritakannya.

Gue pernah bilang kayak gini, 'kalau kakak cemburu, aku ada disini buat tenangin diri kakak. Oke aku memang bukan kak Aliva yang punya sejuta kelebihan. Tapi aku bisa saja serahin diri aku buat kakak.'

Gue bodoh, ya? Gue ngerasa bego banget karena dibutakan oleh cinta. Setelah gue ngomong gitu, kak Arga bawa gue ke rumahnya dan setelah itu, you know what happen?

“Kinar, lo—” cukup. Nika tidak mampu melanjutkannya. Tenggorokannya tercekat. Dia tidak menyangka jika sahabatnya menghancurkan harga dirinya sendiri. Apalagi yang ada dipikiran cewek itu? Nika menggelengkan kepalanya tidak percaya, Kinar seperti bukan sahabatnya.

“Gue tahu, lo boleh benci gue. Lo boleh pukul gue, ejek gue atau—”

“Sstt, udah cukup. Gue sadar lo bego banget kalau ambil keputusan. Tapi ini juga salah gue, gue sahabat yang nggak becus.

Disaat kita dulu mikir bakalan raih mimpi kita bersama, tapi nyatanya gue malah ninggalin lo dan dengan tertawa bahagia gue ada di negeri orang. Sementara lo, terpuruk disini.” Itu uneg-uneg Nika. Dia juga salah, bukan Kinar yang salah.

“Udahlah, terlanjur juga.” Jawab Kinar dengan nada pasrah. Tapi selanjutnya setelah sadar kalau kak Arga ngira gue itu Aliva, waktu ngelakuin hal itu. Hati gue hancur. Gue ngira kalau setelahnya kak Arga bakalan tanggung jawab. Sampai sesuatu yang gue takutkan buat diri gue trauma. Gue nyaris gila saat itu.” Lanjutnya.

“Janin dirahim gue beneran enggak ada, kejadian malam itu benar-benar tidak membuahkan hasil dan gue bersyukur banget, Nik kalau lo tahu itu.” Imbuhnya.

“Jadi hal itu nggak sampai bikin lo hamil?” Tanya Nika mengoreksi.

Kinar mengangguk, tatapannya masih kosong.

“Terus, lo kenapa kayak gini?” Tanya Nika lagi, sambil menatap nanar kekaki Kinar.

Kinar tersenyum, Kak Arga rupanya udah cerita ke kak Aliva. Karena kak Aliva datang nemuin gue, kasih gue saran supaya gue minta pertanggung jawaban dari kak Arga. Tapi gue menolak.

Ya kali, harga diri gue mau ditaruh dimana? Gue cewek, minta pertanggung jawaban ke cowok. Ya gue lebih mikir buat ngelupain kejadian itu, lah, toh nggak membuahkan hasil apapun. Kinar terkekeh.

Dan gue ngambek ke kak Aliva, gue ninggalin dia di kafe dan tanpa gue sadari kak Aliva ngejar gue, gue semakin menjauh. Dan akhirnya sebuah mobil nabrak gue. Gue koma selama dua minggu, dan dokter memvonis gue kalau gue lumpuh. Lanjutnya.

Hati Nika teriris, bukan dirinya saja yang menderita dimasa remaja. Tapi sahabatnya itu lebih menderita dibandingkan dia.

Dan lo tahu, gue beberapa bulan yang lalu menjalani hipno-terapi. Dan satu tahun ada di rumah sakit jiwa karena gue gila, ujar Kinar menambahkan.

Nika diam, membayangkannya saja membuat Nika bergidik. Dia menatap wajah Kinar yang nampak sumringah dari sebelumnya dengan tatapan menelisik. Nika ingin tahu seberapa besar kerapuhan Kinar, namun dia tidak mampu. Karena dia sendiri juga sedih mendengar cerita Kinar.

***

Udah kebongkar, giliran mikir endingnya ini.

Continue Reading

You'll Also Like

948 153 11
"Hidup ini semua ada maknanya. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan Tuhan. Dia sudah menggariskan hidup kita di atas surat takdir. Kamu tahu? Di b...
135K 17.8K 56
END [TERINSPIRASI DARI KISAH NYATA] . . Gimana rasanya punya bos yang kalau kita bikin kesalahan dikit, langsung minta kita resign? Solar (28) awalny...
186K 14.8K 31
Ketika kamu dan aku berubah menjadi kita, ada kejanggalan dalam hatiku. Siapkah aku menjadi bagian hidupmu? Karena aku tidak yakin apakah aku siap...
3.4K 570 35
"Seperti berkendara, kecepatan seseorang memutuskan untuk menjalin hubungan pun beda-beda. Tergantung angka speedometernya." Aka memberikan wejangan...