SINCERITY [COMPLETE]

By lounarist

99.7K 3.2K 48

Apa yang membuatnya lebih merasakan luka? Adakah orang lain yang mampu menyembuhkannya? Tidak ada, hanya oran... More

For Your Information
Casting
SINCERITY - 1
SINCERITY - 2
SINCERITY - 3
SINCERITY - 4
SINCERITY - 5
SINCERITY - 6
SINCERITY - 7
SINCERITY - 8
SINCERITY - 9
SINCERITY - 10
SINCERITY - 11
SINCERITY - 12
SINCERITY - 13
SINCERITY - 15
SINCERITY - 16
SINCERITY - 17
SINCERITY - 18
SINCERITY - 19
SINCERITY - 20
SINCERITY - 21
SINCERITY - 22
SINCERITY - 23
SINCERITY - 24
SINCERITY - 25
SINCERITY - 26
SINCERITY - 27
SINCERITY - 28
SINCERITY - 29
SINCERITY - 30
SINCERITY - 31
SINCERITY - 32
SINCERITY - 33
SINCERITY - 34
SINCERITY - 35 [Ending]
Info

SINCERITY - 14

1.8K 86 2
By lounarist

Seharusnya dia sudah menghubungi gadis itu, mengatakan permintaan maaf dan sesalnya. Tapi itu semua tidak berjalan lancar seperti yang dia kira, bahkan sekarang ini dia masih dirundung ketakutan. Lelaki itu tahu dan menyadari jika dia memang pengecut, tapi apakah ada orang yang tidak akan melakukan hal sama seperti yang dilakukannya saat ini? Lelaki itu sudah duduk ditepi ranjang lama sekali, mungkin sudah sekitar setengah jam namun pikirannya masih sama, dia takut dan bimbang.

Sejak Aliva memberi saran kepadanya untuk segera meminta maaf kepada gadis yang dia sakiti, tapi dia tidak bisa melancarkannya sama sekali. Ini sudah keberapa kalinya Aliva mengatakannya. Hingga ponsel yang sedari tadi berada digenggamannya berbunyi, menampilkan nama Aliva dilayarnya. Lelaki itu menghela napas jengah, dia tahu mengapa perempuan itu menghubunginya saat ini.

“Ya, Al?” Ia memilih untuk menerima panggilan itu, seraya menahan jantungnya yang berdebar dengan kencang.

“Kamu kenapa? Suara kamu kaya orang susah?” Seru Aliva dari seberang, memang benar yang dikatakan Aliva. Suara lelaki itu begitu parau, terdengar seperti gelisah dan susah.

Arga menghembuskan napasnya dengan pelan, ia tak bisa mengelak mengenai pertanyaan dari Aliva. Perempuan itu seperti tahu apa isi hatinya. Dengan lirih dia berkata, “Aku butuh kamu Al. Bisa kita ketemu?”

Sementara diseberang, Aliva bisa mendengar suara Arga yang terdengar rapuh seperti nyaris kehilangan semua napasnya. Perempuan itu hanya bisa mengangguk dan mengatakan ya. Dalam hati dia bergitu takut jika pertemuannya dengan Arga lagi bisa membuat lelaki itu tidak bisa melupakannya, atau malah dapat melupakan gadis yang selama ini menunggu Arga. Tapi dia juga sedih dengan kondisi Arga, lelaki itu seperti memiliki beban yang terasa berat. Sehingga berbicarapun terdengar lesu.

“Ya, kita ketemuan dimana?”

Setelah bertanya dan tentunya mendapat alamat yang dikirim Arga, perempuan itu segera pergi menemui Arga.

***

Arga menatap langit dari atap gedung apartmennya, mungkin ini adalah sesuatu yang membuatnya merasa tenang. Ia duduk dengan menekuk kedua lututnya, ada Aliva disampingnya. Keheningan melanda, Arga masih sibuk dengan pemikirannya tentang seseorang. Sementara Aliva, perempuan itu hanya diam tanpa melihat kearah Arga. Sesekali dirinya menunduk, mendongak atau bahkan mengalihkan pandangannya kearah lain. Ia tidak ingin mengganggu suasana yang dimiliki Arga saat ini. Perempuan itu seperti tahu yang diinginkan Arga.

“Ternyata, lari dari masalah itu malah membuat kita terus kepikiran, ya?” kata Arga, lelaki itu masih tidak menolehkan kepalanya hanya untuk menatap Aliva yang berada disampingnya. Baginya menatap langit malam yang gelap itu lebih indah dari pada mengalihkannya pada objek lain.

Sementara itu, Aliva memalingkan wajahnya sesegera mungkin setelah mendengar suara bariton Arga. Lantas ia merubah air mukanya yang terkejut menjadi seceria mungkin, bibirnya membentuk sebuah senyuman yang manis. Sebelum dia menjawab ucapan yang terdengar sebuah pernyataan yang dikatakan Arga, ia mengubah posisi duduknya. Yang semula menghadap kedepan, menjadi menghadap kearah Arga.

May be—Aliva mengedikkan kedua bahunya lalu melanjutkan—, memangnya apa yang kamu rasakan?”

Terlihat Arga yang menundukkan kepalanya dengan helaan napasnya yang panjang,—dengan sabar—Aliva menunggu respon dari lelaki berambut cepak itu.

Dengan mendongakkan kepalanya, Arga terseyum miris karena mengingat kenyataan hidupnya yang benar-benar membuatnya menyesal. “Gue rasa sih gitu, tapi kenapa baru sekarang gue sadarnya?”

Perempuan berambut sepinggang itu mengulurkan tangannya kepundak kanan Arga dan mengelusnya lembut, seakan-akan pundak Arga akan rapuh jika perempuan itu menyentuhnya kasar. Ia berharap Arga akan memahaminya, jika memang semua yang dilakukan lelaki itu adalah salah dan akan membuat dirinya merasa bersalah. Memang benar adanya.

“Memang apa yang kita lakukan sebelumnya, pasti akan terasa diakhir kisah. Seperti halnya diri kamu, Ga.” Katanya dengan suara lirihnya, kedua bola matanya yang bersinar karena terkena pantulan cahaya rembulan malam itu menatap lamat-lamat wajah Arga—yang nampak begitu lelah—dari samping.

“Kalau kamu menyesal, kenapa hanya diam disini? Kenapa kamu tidak berinisiatif untuk menemuinya?” lanjut perempuan itu, tangannya sudah turun dari pundak Arga. Sementara Arga menegakkan tubuhnya, ia terdiam untuk meresapi setiap kata yang dilontarkan Aliva. Dalam diamnya, dia membenarkan ucapan Aliva tadi. Mengapa ia hanya diam disini? Jika dia tidak berani mengatakannya melalui telepon, karena akan dianggap sebagai pengecut atau banci. Lantas mengapa dia juga tidak ingin menemui Kinar secara langsung? Mengatakan maaf dan alasannya meninggalkan Kinar. Namun satu hal, ia tidak begitu yakin jika Kinar akan mendengarkan atau memaafkannya. Lelaki berambut cepak itu menghela napasnya jengah, tubuhnya kembali luruh setelah beberapa saat ia tegakkan. Membuat perempuan disampingnya mengernyit heran.

“Kenapa? Kalau kamu masih ada disini dan diam aja, Ga. Aku yakin kamu nggak akan pernah tenang setiap harinya. Coba kamu jelasin dan bicara baik-baik sama dia, aku yakin dia pasti ngertiin kamu.” Ujar Aliva panjang lebar, ia mencoba memanas-manasi lelaki itu hanya karena dia ingin lelaki yang dia anggap sahabatnya itu mau dan berani menghancurkan rasa penyesalan karena perbuatannya sendiri.

“Ga, dengerin aku! Disana, Kinar terpuruk. Meskipun keberadaan Daniel yang selalu disampingnya, Kinar tetap terpuruk. Aku tahu itu, karena aku diam-diam memerhatikan dia.

“Coba kamu tanya, kenapa aku tahu semuanya? Kenapa aku memerhatikan dia? Karena satu, Ga. Karena Kinar adalah satu-satunya perempuan yang mencintai kamu, dan Kinar adalah satu-satunya orang yang peduli sama kamu selain aku dan nenek kamu.”

Bagai godam yang terlempar tepat mengenai dada Arga, yang mana membuat dadanya terasa sakit dan sesak. Arga memang tahu jika selama ini Kinar adalah gadis yang selalu ada disampingnya, peduli kepadanya atau bahkan menyayanginya. Hanya saja sejauh perasaan Kinar untuknya, Arga tidak bisa membalasnya. Lelaki itu sendiri juga tidak tahu mengapa dia seperti itu? Atau bahkan memang hati Arga saja yang beku? Hingga kejadian beberapa waktu lalu membuat dirinya terus memikirkan Kinar.

“Lo tahu kenapa gue melakukan hal ini?” tanya Arga ditengah-tengah kebisuan mereka.

Aliva menggeleng cepat, dia memang tidak tahu yang Arga tanyakan. Dengan tanpa menoleh kearah Aliva, lelaki itu bisa membaca pikiran Aliva.

“Kinar terlalu indah bagi gue, dan gue nggak pernah bisa melihat dia menangis sesaat setelah apa yang gue perbuat ke dia. Perasaan gue aneh setiap kali lihat seorang perempuan nangis, begitu juga melihat Kinar yang nangis karena ulah gue.”

Arga diam sejenak, lelaki itu menarik napasnya dalam-dalam sehingga hidungnya berbunyi.

“Gue sadar kalau gue lelaki berengsek, gue emang nggak pernah pantas untuk mendapatkan Kinar. Tapi gue nggak tahu kenapa hati gue rasanya hilang setiap kali nggak ada Kinar disekitar gue.

“Tapi lo tahu alasan gue ninggalin dia.”

Aliva terdiam, berada diposisi Arga memang sulit. Cinta tidak bisa dipaksakan. Entah itu pada siapapun, kaum awam, orang cantik, tampan atau bahkan orang bodoh sekalipun. Sebab cinta itu datang dari tulusnya hati. Begitu juga dengan Arga, lelaki itu juga tidak bisa memaksakan cintanya. Dia tidak mencintai Kinar, begitu kata hatinya.

Dan Aliva tahu yang diperbuat Arga adalah salah, apalagi setelah Arga memperlakukan Kinar seperti itu. Tak ayal jika semuanya membuat Arga tidak bisa berhenti memikirkan. Toh memang ini adalah perbuatannya. Tapi yang tidak Aliva pungkiri adalah, Arga merasakan hatinya hilang jika tidak ada Kinar. Dan itu sudah cukup menjelaskan bahwa Arga merasa nyaman jika berada didekat Kinar.

Entahlah …

“Temui dia, Ga.” Usul Aliva dengan nada lirihnya namun terdengar begitu tegas.

Arga memalingkan wajahnya kearah Aliva, menatap terkejut bercampur ngeri wajah Aliva. Begitu keheningan terjadi, Aliva menganggukkan kepalanya mantap. Dia yakin, jika Arga mampu melakukan itu semuanya.

“Kamu bisa melakukannya, kamu harus menyelesaikan semuanya. Karena satu hal yang harus kamu ketahui. Jika seseorang merasa dirinya tidak mampu, maka dia bisa melakukan yang orang lain tidak bisa melakukan.”

Arga terdiam, beberapa menit kemudian dia tersenyum. Senyum yang jarang sekali dia perlihatkan kepada orang lain, senyum itu mampu mengikat kaum hawa yang menatapnya. Sebab senyum dari wajah datar Arga begitu mematikan. Jika Aliva tidak memilih untuk kembali mencintai dan mendapatkan perhatian Ardan, perempuan itu bisa saja kembali jatuh hati pada lelaki dingin didepannya saat ini.

***

To be continued

Paham gak sih sama jalan ceritanya? Kayaknya mbulet deh?

Continue Reading

You'll Also Like

20.6K 1.5K 15
Lupakan dan lepaskan. Cover by @aerobrush
3.4K 570 35
"Seperti berkendara, kecepatan seseorang memutuskan untuk menjalin hubungan pun beda-beda. Tergantung angka speedometernya." Aka memberikan wejangan...
20K 1K 39
21 juli 2018 - 05 January 2020 "Panggil aku Sunrays..." mendengar suara yang berasal dari arah pintu, Zanissa menoleh. Ia mendapati Mevia yang semrin...
242 81 26
Menceritakan seorang mahasiswa bernama Tan yang mengidolakan penulis terkenal. Sang penulis tak pernah memperkenalkan diri aslinya sehingga terkesan...