ChanSoo: SENIOR

chansoofestID

141K 12.1K 2.6K

[Highest : #117 in Fanfiction 17/10/17] "CHANSOO Fanfiction Contest Indonesia 2017" Kategori: SENIOR Rule: ... Еще

DAFTAR ISI (FINAL)
1. My Love from Childhood
2. Always With You
3. MIMPI
4. IT HAS TO BE YOU
5. PENANTIAN
6. My Cold Hearted Boyfriend
8. NORMANDIA
9. Karma
10. When Kyungsoo Sick
11. WE
12. Bahkan Hingga Maut Memisahkan
13. Heart's Plea
14. RADAR
15. YES! IT'S LOVE
17. Seven Multiplication
18. Forelsket
19. Goresan Waktu
20. Love kyungsoo
21. SECRET LOVE
22. SEMUANYA ADALAH CINTA
23. In The Rain
24. Pen Pals
25. MAPLE (Under An Orange Sky)
26. The End Of Love
27. AMOR CIEGO
28. 24 Hours
29. Dating Sim
30. Young Jeju Orange
31. DARAMA
32. LOVE,LIES
33. YOU ARE MY GUARDIAN ANGEL
34. Second Chance
35. OJOL
36. Kyungsoo
37. Kissing You
38. Flaws6112
39. AIM
40. Hello Baby

7. QUEDATE [NC 17+]

6.4K 332 98
chansoofestID

QUEDATE [NC 17+]

by Itachi2409

Genre :Fanfiction/Lilbit Fantasy

[MATURE – NC IMPLISIT]

A/N : Baca sampai akhir. Saya menyiapkan ending tak terduga untuk kalian.

Terima kasih untuk orang – orang terdekat;Arianti_Park, OhMaryLu, IstrinyaJongsuk, Han Yura dan guru besar a.k.a Kak Skywaveblue.

-

Park Chanyeol berkata mencintaiku, tapi dia meminta kematian bersama kutukan itu [Wu Kyungsoo]

Y el amor sàlo quiere renacer[Park Chanyeol]

______

*****

-

Di lorong dingin, music techno mendiversifikasi ruangan hingga habis. Pada dinding, banyak disesaki jejalan lautan manusia penuh masalah, meninggalkan susatra semantic hingar bingarnya si kota eklektik dua puluh empat jam tanpa lelah.

Mobil itu membelah, meninggalkan kepulan monoksida yang menepis habis rasa geletar aneh dari pengaruh obat adiktif dan serbuk cecair kadar tinggi –untuk membantu kinerja tubuh melayang, memberikan celah melupa permasalahan hanya secepat kerdipan.

"Sudah kubilang jangan berkencan dengan wanita tua lagi. Asataga-" Bibir tebal serasa menjadi pleonasme. Kyungsoo terus menghujat pria blonde yang meracau tidak jelas dengan bau alcohol semerbak di tubuh. "You didn't understand." Bantah yang lebih tinggi –ucapannya tak jelas dalam keadaan psikedelik seperti ini.

"Justru kau yang sulit dimengerti.Dasar bodoh!"

Hanya itu.

Kyungsoo kehilangan pakem bahasa untuk melontarkan mandate berkonten makian pada Kakaknya. Dia –Kris Wu hanyalah pria payah yang memiliki 'Diktat percintaan' terburuk diantara seluruh laki – laki meski wajah berahang tegas itu salah satu dari pemuda diatas rerata Asia.

"Biar kubantu." Sebuah lengan kokoh menghadang saat Kyungsoo turun dari mobil, mencoba mengambil alih tubuh jangkung Kris dari Adiknya.Mata bulat menukik sarkas namun tidak menghilangkan kesan etis pada sosok di hadapannya. "Tidak perlu Herr Park. Terima kasih."

Kyungsoo berlalu dengan jejak – jejak kaki tercetak salju. Berlin sangat lebat dihujani kristalan putih sementara pria mungil seperti dirinya harus menjadi korban Kris menerobos cuaca –menjemput hyung-nya ke Bar atau seorang janda akan membawa pria itu pulang. Tidak. Meski Kris sangat payah untuk perihal cinta, Kyungsoo tidak mau kehilangan Kakak satu – satunya.

Sedang Herr Park –

Kyungsoo memiliki diktat tersendiri untuk seorang pria jangkung yang menjadi Dosen Pembimbing skripsi merangkap tetangga sebelah rumahnya.

Sayup terdengar helaan napas di belakang punggung, resonansi merogoh butiran salju di atap rumah. Kyungsoo merotasi ekor mata sebagai bentuk undangan dan mendapati pria jangkung tadi –Herr Park–berdiri di altar rumah teduh bergaya tudor seberang jalan dengan seorang wanita.

Menggenggam tangannya, menepuk puncak kepalanya dan memeluknya – Damn!

Ya, tidak salah. Dia benar – benar terkenal karena menjadi perempuan pertama yang berhasil menduduki kursi Rektor Universitas Humboldt.

Tingginya semapai diimbangi kulit langsat. Satu lagi yang selalu menjadi ciri khasnya –tukikan tajam berwarna violette menganalogi kesan mistis, menjadi primordial bagi wanita itu sebagai salah satu keturunan Deutschland –dia berbeda; semacam membuat destruksi tersendiri, menurut Kyungsoo.

Dan sungguh, pria kedua Wu ini harus rajin menepiskan telapak tangannya karena Herr Park dan si wanita tinggal serumah –dengan stigma; menjadi tetangga mutlak Kyungsoo untuk waktu yang tak dapat diestimasikan.

*****

Beginilah fakta Humboldt sebelum musim liburan semester tergelar. Berwujud sepi, senyap dan dingin. Batuan wadas dekat dinding merona keputihan menyambut di sebelah pohon fikus pada gerbang menuju Fakultas Historical.

Tak menghalau suara alam –

Dia memperbaiki penampilan dari kaca spion milik hyung-nya. Sebentar – sebentar merubah tatanan rambut ke kanan lalu ke kiri, menaikkan dan menurunkan poni. Kris berdecak dan menggebrak pintu mobil yang belum di tutup. "Kau merepotkan seperti perempuan."

Pria mungil berdecih, melambaikan tangannya yang disapa angin pagi dengan tenang. Kyungsoo sudah bersumpah untuk membuat Kris menunggu sangat lama untuk bimbingan tugas akhir sarjana. Ia berjanji akan terbahak dengan kekesalan Kakaknya yang sudah dipastikan terlambat ke kantor.

"Duduklah." Kaki kecil Kyungsoo merapat pelan. Suhu udara di ruangan Herr Park begitu dingin karena salju menggelar tirai tipis di permukaan jendela kaca. Sebenarnya si pria Wu tak habis pikir namun ia belum berani mengomentari secuil distraksi karena setiap orang pasti memiliki spesifikasi ciri khusus tersendiri. Tentang bunga lengkap dengan vas porselen asli masa Spartha yang berputar melingkari meja merapat dinding. Anyelir, Camelia, Rose, Orchid dan banyak yang lain. Itu tidak sesuai untuk perawakan garang dan keren seperti pria Park.

Herr Park masihlah sama. Pria berusia matang di hadapan Kyungsoo yang selalu terfokus dengan tugas akhir tanpa pernah membuat kontak mata dengan penulisnya. Dengusan kecil mencoba ia lakukan.

Kamuflase.

Kyungsoo dan ruangan Herr Park ini selalu menampilkan opera sabun membosankan untuk sebuah sore di Heidelberg. Hanya beberapa kritik dan coretan sana – sini mengenai tata ejaan dan gramatikal kurang tepat –bahkan Herr Park sudah berhenti menuliskan tinta mahalnya ketika bibir Kyungsoo terkatup dan telunjuk panjang menuding arah pintu.

Pria yang terlalu membosankan untuk menjadi cinta pertamanya–pikir Kyungsoo.

Tidak, jangan salah paham. Herr Park –begitu Kyungsoo dan mahasiswa lain biasa memanggil – adalah laki – laki dengan segudang mesin penyedot atensi. Hidungnya bagus, ia memiliki kelereng sehitam obsidian yang diasah dengan kilatan guntur sementara tubuhnya tinggi, mungkin sebatas dada jika dibandingkan dengan Kyungsoo.

"Kenapa kau lama sekali huh?" Kyungsoo hanya diam tak menanggapi, ceramah pagi sudah dimulai oleh hyung-nya. "Sengaja membuatku terlambat ke kantor padahal sekarang adalah rapat pemegang saham dan-"

Kris menggantung kata terakhir. Manik elang itu mulai tampak khawatir. Disampingnya, Kyungsoo memejamkan mata dengan napas memberat.

"Oh tidak. Jangan di kampus Kyungsoo."

Pria blonde menginjak pedal gas mobilnya, melajukan secepat yang ia bisa menuju rumah sakit terdekat. Bibir Kyungsoo bersahutan dengan udara, membuat si blonde semakin semangat melakukan pelanggaran lima lampu lalu lintas.

Kris mungkin tidak akan mengerti. Dia telah dibutakan oleh kabut putih –memburamkan pandang maniknya. Namun Kyungsoo memahami, sentakan gas pertama yang dilakukan Kris saat meninggalkan kampus tadi meninggalkan sepercik cerita di hati.

Tentang seorang pria tengah menatap dingin sembari ikut meremat bagian jantung persis seperti yang Kyungsoo lakukan. Lirih nama itu terlafal sebelum bunyian burung hantu sayup – sayup terdengar di sisi kiri jalan tol yang berbatasan dengan hutan untuk menjala habis rantai – rantai kebetulan.

"Herr Park-"

*****

Jongdae, Sehun, Yixing, Joonmyeon dan Jongin.

Terlalu banyak orang dalam ruang rawat Kyungsoo. Mereka adalah sahabat yang baik dan kredibel. Bahkan kelima pemuda itu terepresentasi layaknya Leipreachan – makhluk ganjil berdarah peri yang akan mengabulkan apapun permintaan Kyungsoo meski setiap permohonan itu akan mengakibatkan mereka kehilangan kekuatan, membusuk atau bahkan mati –sedikit sadis.

Pria mungil mendesah dan menumpukan iris coklatnya membuang ke belantara jendela rumah sakit. "Kalian berisik.Pergilah!"

Semuanya diam. Jongdae memudarkan senyum malaikatnya, Sehun terpaku dan Joonmyeon menghela napas. Jongin berjalan mendekat dan mengusak puncak kepala rambut sehitam gagak. "Kau juga mengusirku?"

"Sayangnya adikku memang tidak akan tertelan masa lalu."  Itu Wu Yifan, Kris Wu, Kevin Li, Wufan –atau persetan dengan seluruh namanya yang banyak. Dia menarik pundak pria tan ke belakang penuh otoritas. "Sudah cukup. Kalian bisa pulang, aku akan menjaga Adikku."

Seluruh sahabat Kyungsoo mendesah lelah. Mereka satu persatu meninggalkan ruangan berwarna gading bersama langkah malas. Memang selalu demikian, Kyungsoo dan Kakaknya Kris Wu itu sama saja jika dilihat dari kacamata sifat –menyebalkan.

Hingga Jongin adalah pria terakhir yang memegang handle pintu dengan guratan senyum pedih di rahang tegasnya, Kris mencebikkan bibir tak suka sementara Kyungsoo melengos pasrah. Selimut putih ia tarik menutupi seluruh tubuh dan memilih kembali beristirahat. Ia merasakan Hyung-nya memberikan ciuman singkat di kening –cukup sebagai pengantar tidur meski Kyungsoo sendiri enggan diperlakukan seperti perempuan oleh Kris, namun dia tidak memiliki opsi selain menerima karena senja tadi menggulung habis sisa tenaga.

Malam.

Saljunya begitu lebat dan Kyungsoo tertahan sendirian di dalam ruang rawat. Kris berpamitan untuk menebus obat di apotek dan ia yakin jika sampai saat ini Kakaknya tertahan badai salju.

Lampu mati membutakan iredescent, Kyungsoo terlalu malas menghidupkan saklar.Si pria mungil lebih memilih merapatkan selimut dan mencoba terlelap meski sulit. Tentang pemuda itu –

Herr Park.

Kyungsoo merasakan hal tidak asing disana. Tukikan obsidian tadi memang tajam namun menjalar hangat di hati. Ia tidak mengerti namun anomaly perasaan Dosen Pembimbingnya itu sungguh luar biasa membuat kepala Kyungsoo terfluktuasi karena banyak berpikir tentang dirinya – bukan skripsinya.

Helaan napas terhembus pelan dan lama kelamaan menjadi teratur dan stagnan.

Samar, Kyungsoo melihat sebuah bayangan yang datang menerpa tepat di atas tubuh. Mengungkung dan memberikan kecupan singkat di bibir tebalnya.

Gelap –ia tidak dapat melihat apapun.

Sosok begitu jangkung, setara dengan Kakaknya atau mungkin sedikit lebih pendek beberapa centimeter.

"Kris-"

Tidak, itu bukan Kris. Kyungsoo bisa merasakan aroma rerumputan lembab bercampur citrus pada rambut legam bayangan. Sedikit gradasi warna memantul, ia melihat tukikan obsidian berkelit cepat dan meninggalkannya dengan sebuah bisikan antara alam bawah sadar. "Y el amor sÃÂlo quiere renacer."

Kyungsoo membelalakkan mata dengan napas terengah, bibirnya terbuka; "HerrPark."

*****

Dokter mengizinkan pulang. Kris mengemasi sedikit barang yang sempat mereka bawa sebelumnya. Kyungsoo sudah meninggalkan tiga hari masa bimbingan tugas akhir karena tumbang untuk sebuah penyakit yang sama sekali tidak terekam peralatan medis.

Jantung – Benda di dadanya itu baik – baik saja. Kris sudah men-dekret Adiknya melakukan banyak uji tes Echocardiogram, Holter Monitoring, Elektrokardiogram dan yang lain untuk membuktikan bahwa keadaan si pemompa berbilik stabil. Namun ada semacam deviasi; -sesuatu sering terjadi hingga sangat menyakitkan, menikam dada Kyungsoo–jantungnya.

Dia bersumpah mempreferensikan diri agar mati saja jika rasa nyeri kembali menusuk dan semakin berintensitas sering saat dia menjalani masa tugasakhir program sarjana historicalnya.

Sakit itu –semacam mozaik kecil dalam fatamorgana yang semu.

Untuk kesekian kali, Kyungsoo tertahan pada ruangan yang sama, vas bunga yang sama dan orang yang sama - "Herr Park."

"Masuk."

Kyungsoo menggigit kecil bibir tebal. Dosen pembimbing itu masih sibuk berkutat dengan skripsinya, banyak komentar kali ini dan kesalahan cukup tidak termaafkan karena Kyungsoo salah mengkorelasikan data. Sudahlah, dia dari awal memang tidak berniat menjadi mahasiswa historical just because his parents.

"Sebentar lagi adalah jadwal sidang dan kau masih terkendala masalah data. Analisis glosematik-mu juga masih salah." Kyungsoo menundukkan dagu tenggelam sampai dada. Bukan karena skripsi tapi nada yang naik beberapa oktaf itu terkesan menyinggung ditambah dengan kalimat; "Aku bisa memberimu nilai F jika kau terlihat pesimis seperti ini."

Apa katanya?

F?

Sekalian beri G saja jika memang ada di kalender akademik. Ini gila –

Kyungsoo enggan menambah satu semester lagi untuk berkutat dengan artefak purbakala. Pandangan mereka bertemu dan pria jangkung mendesis; "Aku harus bergegas karena ada rapat para Dosen sebentar lagi, kau bisa pergi." Pengusiran yang halus.

"Herr-" Sosok tinggi berhenti menyentak mantel musim dingin di tubuhnya. Kyungsoo meremat kedua tangan menyembunyikan kegugupan –juga rasa penasaran. "Bolehkah saya bertanya?"

Akhirnya.

"Aku sudah terlanjur menahan diri." Respon Herr Park kurang ramah namun Kyungsoo tidak menyerah. "Salju lebat kemarin malam-" Ia melihat Dosen pembimbingnya stagnan –tak berkinetis. "Apakah anda keluar untuk berjalan – jalan atau-"

"Hanya orang bodoh yang melakukan hal itu."

Ya, Herr Park benar.

Kyungsoo mengemas berkas penelitian di meja kerja dan membungkuk untuk sampai pada pintu keluar. Ia terlalu malu mengatakan hal tak penting pada seseorang sesibuk Herr Park. "Maaf sempat menahan anda dengan pertanyaan tidak bermutu. Saya permisi."

Stupid Kyungsoo Wu –his think.

*****

Tidak cukup pernyataan reshuffle.

Titik deklinasi yang awalnya mendominasi perlahan memudar dalam pemikiran.

Empat belas hari tidak menjejakkan kaki di kampus. Ia mengurung diri di kamar dan menyelesaikan seluruh tugas akhir yang diminta Dosen pembimbingnya dengan serius –sindiran itu – Nilai F. Kyungsoo akan membuktikan bahwa dia adalah pintar meski tak ada sedikitpun darah historical mengalir dalam darah.

"Aku membencimu Park Chanyeol!"

Samar –Kyungsoo merasa angin membawa hardikan keras seorang wanita dari rumah sebelah. Ya, perempuan berusia matang itu. Dia menyangking tas tergesa dan memasuki sebuah mobil yang baru saja berhenti tepat di halaman rumah –

Damn, Kris!

Hyung-nya beberapa detik kemudian setelah si perempuan masuk langsung menyentak mobil untuk menepi lalu menjauh. Apa yang ada dalam pemikiran payah Kris? Dia mencari masalah dalam hubungan rumah tangga orang lain, mata Kyungsoo memandang takut bercampur lelah –saat seseorang memperhatikan dari seberang rumah.

"Herr Park."

Kyungsoo menutup gorden jendela kamar dan memutuskan membasuh diri. Butuh kepala dingin untuk menghadapi Kris, Herr Park atau bahkan perempuan itu.

Detik selanjutnya, langkah Kyungsoo terhenti karena ketukan pintu. "Herr."

Pria jangkung menekuk wajahnya; "Kau punya sedikit makanan?"

Kyungsoo menganga untuk beberapa detik. Tubuhnya tak ber-tremor, terlalu bingung saat manusia yang ketampanannya seperti titisan Dewa tak terbantah itu duduk di sofa ruang tengah. Si pria mungil menyodorkan seporsi nasi goreng sosis; "Makanlah."

Tiga sendok melalui kerongkongan berjakun, ia bicara; "Maaf merepotkanmu. Wanita itu sama sekali tidak memasak untukku."

Kyungsoo menganggukkan kepala pelan, "Kurasa wajar saja dalam rumah tangga jika suami – istri saling berselisih pendapat."

Pria Park terbatuk kecil.

"Herr-" Kyungsoo mengambilkan segelas air untuk menghilangkan rasa menyendat itu.

"Saya tahu pasti anda memikirkan Miss Violetteyang pergi dengan Kris hyung hingga saat makan-pun sampai tersedak."

Chanyeol menjawab setelah berdeham pelan; "Bukan masalah tersebut tapi kau yang membuatku tersedak." Alis Kyungsoo menukik tak pelan dan kikihan kecil dari bibir perkasa membumbung; "Jadi menurutmu wanita itu adalah Istriku?"

"Dia menyentuh dan menggenggam jemari anda, mengusak rambut anda, memeluk anda, kejam pada mahasiswa dan Dosen lainnya namun tertawa untuk anda dan-"

"Kau tahu semua yang dia lakukan padaku?"

"M-maafkan saya." Pria mungil Wu tergugu.

"Kau tidak ingin melakukan semua yang dia lakukan itu padaku?"

"M-maaf?"

Chanyeol menepikan seutas senyum dengan dimple kecilnya, sedikit membuat Kyungsoo stagnan dan menahan system respirasi beberapa detik.

"Tunggu aku selesai makan." Itu perintah dari telunjuk panjang agung milik Dosen Pembimbing Park.

****

Kyungsoo sudah siap untuk berangkat kuliah. Hari ini Kris belum pulang, jika Kakaknya itu pergi sendirian tidaklah masalah –tapi, for godshake but what the hell with Kris Wu?

Wanita –anggap saja Istri Herr Park –belum juga kembali dan Kyungsoo berasumsi bahwa mereka memang masih bersama. Bukan apa, tapi Kyungsoo sangat mengerti jika Kris memiliki feromon berlebih untuk tertarik pada wanita yang jauh lebih tua darinya –sangat setipe dengan Istri Dosen Pembimbingnya.

Ah, dia.

Kyungsoo tidak mengerti apa kabar dengan pria tampan itu hari ini. Tetangga merangkap Dosen di kampus. Mungkin Herr Park masih terpuruk karena Istrinya tak kunjung kembali.

Pikiran buyar bersama sisa cairan salju kemarin malam yang membuat kilat licin di trotoar. "Butuh tumpangan?" Kyungsoo tergugu. Dia masih stagnan sementara si supir mobil sudah merekahkan senyuman melebihi hangat tentakel Apollo. "Masuklah!" pintanya.

Kyungsoo memainkan jemari gugup ketika pria disamping melajukan mobil; "Maaf, biasanya hyung-ku yang mengantar ke kampus tapi-"

Dia meremat kemejanya; "Maafkan atas kelancangan hyung-ku yang sampai saat ini belum kembali dan malah membawa lari Istri anda."

"Ucapanmu perlu diralat, istriku yang membawa Kris pergi dan Kakakmu sama sekali tidak bersalah." Telunjuk magic itu kembali bermain di antara kedua mata Kyungsoo hingga pria mungil tak percaya, "Anda tidak marah?"

"Aku sudah bosan hidup dengan wanita itu beribu – ribu tahun."

"Maaf-"

"Sekali lagi kau mengatakan maaf maka aku akan menciummu."

Apa Kyungsoo salah dengar?

Ia menolehkan rupa dan mendapati kontur tegas itu masih berfokus pada jalan raya. Tidak melirik juga tak menggerakan otot wajah. Dia benar – benar berharap salah dengar.

"Jangan pernah meminta maaf lagi. Sudah cukup."

Benarkah ini realita?

******

Chanyeol Park.

Kyungsoo merasakan bibirnya menderita afrasia akut hingga tidak mampu mengungkapkan ujaran yang tepat guna mendeskripsikan nama segagah itu. Jika bisa, ia ingin mencatatnya di dalam kertas dan menenggelamkan pada sisi status yang akan menampar Kyungsoo mengenai ikatan suami Miss Violette itu, mungkin.

Langkah sedikit terburu, koridor kampus terasa membentang panjang sementara tungkai kecil menyeret agak gemetar. Dia membatu ketika daun pintu mengisi sepercik netra bersama sebuah perintah; "Masuklah."

Kyungsoo stagnan.

"Kau membawa bekal bukan?Mau membaginya denganku, karena lidah ini seperti kecanduan masakan buatanmu." Pemuda di seberang meja kerjanya terlihat menyingkirkan beberapa dokumen penilaian mahasiswa, memberikan sedikit ruang untuk tetangga –sekaligus anak bimbingan skripsinya –asumsikan saja begitu.

"Darimana anda tahu?" Kyungsoo perlahan mulai menumpukan iris mereka dan dibalastaggapan santai; "Jika aku berkata seorang Park Chanyeol selalu mengawasimu apa kau akan percaya?"

"M-maafkan saya Herr Park. Baiklah kita makan siang dan-"

Kata terakhir menggantung, lepas dan terjatuh. Kyungsoo mengatupkan rahang tak percaya sementara laki – laki dihadapannya menyimpan gurat aneh di wajah untuk sebuah kecupan singkat di bibir yang tercuri.

"K-kenapa anda-"

"Sudah kuperingatkan sejak tadi pagi untuk tidak mengatakan maaf lagi." Jemari panjang menyisir lembut surai hitam Kyungsoo. "Anak nakal." Lanjutnya.

Kyungsoo bergegas pergi dan mengemasi kotak bekal selepas jam makan siang. Atmosfer di ruangan Herr Park benar – benar panas meskipun diljuar salju turun menimbun maple lebat.

Pemuda itu melangkah pelandi koridor –ada yang salah. Kinetis tubuhnya berkontradiksi dan Kyungsoo hanya mampu melakukan satu hal seperti periode lalu – meremat jantungnya.

Berulang kali udara berburu masuk ke dalam hidung. Ada banyak objek kajian barometer yang berusaha menembus menciptakan sesak tersendiri dalam tubuh.

"Apakah rasanya sesakit itu?" Kyungsoo perlahan membuka kelopak mata dan menemukan sepasang obsidian yang selalu ia damba; "HerrPark-"

"Aku disini."

Pria Wu merasakan jemarinya di genggam erat sementara tubuh jangkung merangkum dirinya dalam dekepan dada. Terlalu pas dan sempurna. Konyol di saat seperti ini Kyungsoo justru berpikir bahwa mereka memiliki korelasi komperhensif.

"Kau akan baik – baik saja."

Dada bidang Dosen Pembimbingnya itu memang bukan obat untuk rasa sakit ini. Tapi support immaterial sungguh menggebukan kenyamanan dan secara perlahan rasa nyeri mulai berkurang. Kyungsoo hanya tersenyum.

"Apa yang anda lakukan huh?"

"Kita harus segera membawanya ke rumah sakit."

Kabur. Kyungsoo tidak mampu melihat siapa pemuda yang menyergap paksa tubuhnya dan menjauhkan dari singgungan otot kekar yang ia puja. Mungkin Kris –atau justru si mantan kekasih, Kim Jongin.

Pria itu hanya mampu merasakan jika saat ini ia tengah digendong tergesa. Mencoba memekakan rungu untuk mendengar desisan lirih dari sosok yang didamba.

"Tidak. Bukan rumah sakit yang Kyungsoo butuhkan, tapi aku. Park Chanyeol."

Entah apa artinya, tapi Kyungsoo bersyukur tentang perkembangan hubungan –yang dimulai abnormal dengan Dosen Pembimbing sekaligus si tetangga.

*****

Pemuda itu memang selalu tersesat pada ruangan dengan beberapa cabinet coklat tua yang menjadi dasar warna lemari di ujung kamar. Sebuah ranjang menampung sosok pria mungil di atasnya, telungkup berbalut selimut tebal yang menenggelamkan tiga perempat tubuh.

Lalu sebuah kejadian terekam secepat blitz kamera. Kecupan lembut di bibir membuat Kyungsoo mengerut terlebih masih menggunakan bisikan dan kalimat yang sama. "Y el amor sàlo quiere renacer."

Suaranya berat dan tanpa sadar membuat tremor kelopak mata Kyungsoo terbuka. "Anda tidak bisa membohongi saya lagi."

Pria itu – Chanyeol tertegun sesaat. Dia berbalik dan mendapati Kyungsoo menukik tajam. "Siapa anda Herr Park Chanyeol."

"Kau menyesal mengenalku?"

"Sejauh ini anda pria yang baik, jadi tidak ada yang perlu disesali. Sekarang jawab!" Kyungsoo jujur mengenai hal itu.

"Akan kukatakan tapi kita buat sebuah taruhan." Alis tebal Kyungsoo menukik namun Chanyeol menanggapi santai; "Kaum laki – laki sangat suka bertaruh bukan?"

"Tapi tidak denganku."

"Apa kau bukan laki – laki?"

"Fine!" Jadikan saja sumber literasi absolut karena semua pria Wu itu selalu enggan harga dirinya dimarjinalkan.

"Aturan mainnya sederhana." Chanyeol mencibir dan Kyungsoo sedikit merasakan pengap udara merangsek masuk ke tubuh.

"Biarkan aku menciummu dan jika kau mendesah maka kau kalah."

"Peraturan macam apa itu?"

"Kau takut?"

"Lakukan!"

Seringaian membumbung. Perlahan dan penuh kelembutan, Chanyeol menyentak tubuh itu berporos padanya, mengamati lebih dekat dan menakup dagu yang selalu ia primordialkan dalam takupan bibirnya.

Kecupan basah naik, menyapu material lembab yang didamba. Ada geletar serbuk aseton menuntun kemana jemarinya menjamah, menelusuri dan menghakimi yang didominasi. Decapannya mengaum ketika lidah menjentik pelan pada rongga Kyungsoo bersama kinetis simultan pada pusat tubuh mereka –Pria Wu mengerang.

"Kau kalah Wu Kyungsoo."

Napas masih terengah, jemari mungil mengenyahkan telapak besar itu jauh – jauh. "Anda curang Herr Park."

"Apa ada ketentuan kalau aku tidak boleh menyentuhmu saat berciuman?" Alis Chanyeol terangkat.

"Apa yang anda inginkan dari saya?"

"Hatimu." Si jangkung mendekat, "Cintamu." Ia kecup kening berkerut itu dan menghilangkan liniernya disana. "Tubuhmu." Frasa terakhir yang menampar Kyungsoo ke alam sadar.

Chanyeol mendorong mundur beberapa langkah, merangkak di atas ranjang untuk menjemput haknya. Pemuda mungil yang selama ini menjadi beban sesak tersendiri di hati telah ia dapatkan dengan beberapa kancing terlepas dari piama.

"Kupikir seorang Wu akan selalu menepati janji bahkan meski mereka harus mati. Lagipula aku tahu kalau sejak awal kau tertarik denganku." Chanyeol berkomentar saat Kyungsoo menepiskan diri menjauh; "Kau tidak berniat mengingkari ucapanmu bukan?"

"But Herr-"

"Yes Baby." Telunjuk panjang mengangkat dagu Kyungsoo dan membuat korban semakin terbata; "S-saya-"

Senyuman tipis dan ringan merekah, Chanyeol menepuk ujung kepala itu dengan sedikit usakan lembut, "Malam ini aku bukan Dosen Pembimbingmu. Aku Park Chanyeol-mu."

"Anda sudah menikah." Kikihan mengudara, Chanyeol bahkan hampir terjatuh dari ranjang karena kalimat todongan yang sama sekali tidak ingin ia sangkal. Ada sensasi aneh begitu terlontar dari mulut Kyungsoo.

"Kau akan menyesal karena mengatakan aku sudah menikah suatu hari nanti."

"Apanya yang lucu?" Sepasang hazel menunduk malu hingga tembus pada lantai.

"Lihat aku." Jemari panjang menekan dagu Kyungsoo dan menarik wajahnya untuk mendekat. "Kau terlalu tegang." Sosok mungil menggeleng dan membuang panas epidermis Chanyeol dari tubuhnya jauh – jauh. Obsidian itu memancarkan radiasi predasi.

"Nothing." Jawabnya mengabai legitimasi sang dominan.

"Kau mengingkari janjimu jika seperti ini." Si jangkung masih mencoba dengan kesabaran, ia berdiri diantara kedua kaki kecil Kyungsoo untuk menemukan pandangan mereka. "Aku tidak mampu berpikir dapat melakukannya dengan anda."

"Kyungsoo." Desak Chanyeol dengan kilatan obsidian yang terabai. Panggilannya terulang; "Kyungsoo Wu." Ada level oktaf yang disembunyikan disana hingga Kyungsoo mengerdil dan mampu menyapa pemuda itu.

"Bersihkan statement tidak berguna dari pemikiranmu. Aku pusat duniamu dan aku adalah separuh dirimu. Malam ini Park Chanyeol adalah pemilik seluruh hatimu." Jeda itu, Kyungsoo berusaha menghirup napas disana sebelum Chanyeol mendekret; "Ulangi!"

Kyungsoo menggigit ujung bibir ketakutan seolah tenggelam di bawah debuman suara bass, "Park Chanyeol adalah duniaku, separuh diriku dan pemilik seluruh hatiku."

"Bagus. Katakan padaku apa yang kau pikirkan saat pertama kali melihatku?" Pemilik netra obsidian berhenti berkelit, suaranya melembut seiring pengakuan Kyungsoo selanjutnya. "Anda tampan Herr Park."

"Call me Chanyeol!" Desisan tidak suka mengudara, membuat Kyungsoo memperbaiki ucapan. "C-chanyeol sangat tampan."

"Good boy." Pria jangkung itu menghela napas dan mulai memancing kembali. "Katakan kesan yang lainnya tentangku."

"Kau-" Kyungsoo menggigit pipi bagian dalamnya saat Chanyeol melembut; "Ya, aku kenapa Baby? Katakan semuanya dengan jujur."

"I think you really hot." Pria kedua Wu menundukkan wajahnya . Sudah lama kalimat tersimpan menjadi patokan artefak. Rona pipi itu menggoda bibir penuh untuk mengecupnya. "And then?"

"Kau- Tubuh kekarmu menghilangkan akal warasku. Aku ingin menghapus semua jejak yang ditinggalkan istrimu pada setiap epidermis ini."

Chanyeol tersenyum puas dengan jawaban itu, ia membuka kancing kemejanya satu–persatu dengan tatapan terfiksasi yakin pada pria mungilnya. Bola mata Kyungsoo tak berkedip saat tangan panjang merentang di depan dada. "Lakukan." Perintah Chanyeol.

Yang lebih kecil melangkah ragu dan dihadiahi kernyitan kening di wajah tampan Chanyeol, "Apa lagi?"

"Aku-" Napas terhirup dalam – dalam, separuh hatinya sangat berat namun ia sungguh kalah dengan manik heterokromatis itu. Kyungsoo berteriak; "For the damn reason, F*CK ME NOWPARK CHANYEOL!"

Strato. Ia putus asa.

Kyungsoo kehilangan akal waras pada lini tertentu saat pria itu membawa pada tingkatan klimaks. Chanyeol adalah pelaku yang membuatnya tersulut aseton –mudah terbakar.

"Sebut namaku sayang." Titah tertraktat saat obsidian tegas merayapi setiap kontur wajah Kyungsoo yang memejam. Sepercik gairah terbersit dalam gelombang rapuh, menerbangkan banyak sensasi dendalion yang terbang bersama musim semi.

Desahan lembut tertahan, Chanyeol urung menubrukkan bibir mereka lebih dalam karena napas Kyungsoo berkerjaran menerpa canvas Dewa-nya; "Chanyeol-"

Demi Apollo dan seluruh kesempurnaannya.

Chanyeol hanyalah budak dari seluruh makhluk rendahan di planet ini yang rela mati untuk melihat bagaimana indahnya bibir berbentuk hati melafal namanya.

Mata Chanyeol berkabut, ia menepis jarak dan membuat beberapa ruam indah yang akan dipujanya di masa depan. "Smart boy. Do it again!"

Kyungsoo tak mampu melakukan apapun selain menuruti dekret mutlak pria Park. Dia adalah sang dominan, yang memiliki banyak otot kekar hingga pipi chubby-nya tak kuasa menyembunyikan samar jingga maple nan indah.

"Chanyeol-"

Sebutnya lagi ketika jamahan jemari panjang mulai melepaskan kain tubuhnya per helai.Kyungsoo tersipu, satu sisi kamarnya dingin karena hawa salju namun juga panas karena pria di atasnya itu menatap dengan kilatan lapar dan sayu.

"Aku adalah satu – satunya di pikiran dan duniamu saat ini.Hanya kita berdua, kau dan aku." Traktat kembali mengudara dan Kyungsoo tak mampu berkutik selain mengangguk hingga dagu menyentuh dada. Chanyeol telah berbuat sesuatu untuk bagian tubuhnya di bawah sana dan membuat erangan membumbung yang sarat kefrustasian. "Chanyeol-"

"Damn. Kau tidak tahu seberapa lama aku menunggu untuk bisa menyentuhmu seperti ini Wu." Chanyeol mencondongkan tubuh, poninya bergerak menggelitik abdomen Kyungsoo dengan manis, cengkraman menguat dan Chanyeol melampiasakan semuanya. "Dua ribu tahun, God I want kill all of son from Zeus!"

"Chan-"

Pemuda yang kehilangan tukikan obsidian itu terengah. Kabut memenuhi mata dan hati namun ia mengerti bahwa Kyungsoo menghadapi sendiri ketakutan itu di sudut hatinya.

"Relax baby." Jemari Chanyeol menepuk paha dalam pria di bawah kungkungannya dengan lembut, ia mengerti jika lutut Kyungsoo gemetar. "Saat ini hanya aku yang ada di duniamu. Just Park Chanyeol."

Hazel Kyungsoo meneduh, dia kehilangan kata – kata saat sesuatu mencoba masuk dengan indah di bawah sana. Rasa itu –Dia menikmatigelenyar sakit terbubuh nikmat berakulturasi, merangkum kegiatan mereka dalam sebuah pekikan tertahan dari dalam kerongkongan.

"Hanya aku Wu Kyungsoo." Dominasi Chanyeol menyadarkannya. Bisikan terkomplemen gigitan kecil di daun telinga itu menyulut gairah Kyungsoo hingga meluap. "Oh Tuhan." Desah si pria mungil memohon ampunan memuja pada onyx heterokromatis Chanyeol yang berkilat –memperlakukannya sangat manis.

"Panggil namaku." Perintah Chanyeol; "Sebut Kyungsoo!"

"C-Chanyeol."

"Lagi!" Perintah diktatoris dikeluarkan bersamaan dorongan pelan pada dinding – dinding yang meremat habis sisa kewarasan pemuda Park.

"Chanyeol."

"Just say the name that dominated you right now!"

"Park Chanyeol – F*ck!"

Kyungsoo menjerit degan indah. Simponinya menggelenyar di permukaan epidermis langsat, menari bersama kerutan keringat di telapak tangan dan berhenti membawa lecutan di tengah musim gugur.

Kyungsoo tak mampu mengingat apapun –bahkan namanya. Pria itu mulai meracau pada titik untuk memilih –menyuruh Chanyeol berhenti atau lanjut.

Kenikmatan mengaliri alam sadar, menciptakan pelarian yang manis dan luar biasa untuk malam ini.

Chanyeol tersenyum erotis, menarik kaki Kyungsoo dan mendorong ke dadanya, hampir melipat sebagian tubuh dan menusuk lebih dalam. Pria Park memperlakukan sosok Ratu-nya begitu lembut dan manis setelah sisa semburan cinta mereka tadi.

Gerakan semakin sensual, bertempur dalam medan perang yang tak kan mengizinkan keduanya untuk sekedar memikirkan bagaimana akhir dari kisah dan sebuah nama. Yang ada hanyalah sisipan kata menggerinda dalam hati dan sebuah ucapan; "Terima kasih."

Kyugsoo meredup kehilangan tenaga. Chanyeol sangatlah luar biasa, mereka melalui malam yang abnormal namun berkesan. Sisa hembusan napas sadar itu ia manfaatkan dengan cepat untuk bertanya; "Siapa kau Park?"

Chanyeol tersenyum hanya untuk mendapati sosok pria di dalam rengkuhan dadanya terlelap. Pasti sangat melelahkan –pikirnya.

"Park Chanyeol adalah Rajamu." Ia mengecup kedua mata bulat yang terpejam dengan memuja.

"Dia lelakimu." Bibir Chanyeol turun di bagian hidung.

"Cintamu." Tersesat di pipi kanan Kyungsoo.

"Hasrat dan kasihmu." Beralih pada bongkahan putih lembut sebelah kiri.

"Emosi dan sakitmu." Bibir tebal menubruk pelan, dua detik dan terlepas.

"Park Chanyeol adalah-"

Pemuda itu menyimpan sendiri kata terakhirnya, terlalu berat. Hanya saja, ia memang tidak memiliki cukup banyak waktu lagi untuk menimbang. Ini pilihan.

Kalimat yang tak mampu terucapkan itu menepi di lubuk hatinya; "Park Chanyeol adalah Kutukanmu di masa lalu."

******

Sudah dua hari semenjak kejadian saat itu. Chanyeol berkata bahwa dia akan menjadi narasumber seminar di luar kota untuk kegiatan kampus selama tiga hari penuh. Pria Park menitipkan seluruh anak kesayangannya pada Kyungsoo dan si mungil sama sekali tidak keberatan untuk berkotor – kotoran memainkan lumpur merawat bunga milik Chanyeol.

Kyungsoo merindukannya. Menginginkan bagaimana bentuk bibir penuh itu menyesap dan menggali setiap bagian tubuhnya dalam pasrah. Entah, otak pria itu akhir – akhir ini sering memikirkan hal yang tidak pantas dan Chanyeol adalah tersangka utama yang akan ia salahkan.

Satu hari lagi Chanyeol akan kembali– Kyungsoo harus bertahan.

Selepas menaruh sekop tanah, Kyungsoo memutuskan untuk mencoba kamar mandi Chanyeol. Ada banyak kolagen dan beberapa gell rambut disana, aromanya begitu khas –citrus berpadu rerumputan basah, persis seperti bau memabukkan Chanyeol.

Kyungsoo lalu segera memakai peralatan mandi Dosen Pembimbingnya dan mengenakan kemeja putih polos milik Chanyeol dengan bangga. Lucu sekali, tubuhnya tenggelam karena baju itu memang ukuran Chanyeol dan tampak kebesaran saat ia kenakan.

Malam itu, Kyungsoo tertidur sambil mengenakan kemeja Chanyeol. Berharap rindunya akan terkikis habis dan membayangkan bahwa selimut tipis tubuhnya itu adalah bagian epidermis Chanyeol yang tertinggal.

Abnormalitas.

Gila. Kyungsoo berada di ambang klimaksdisfungsi afeksi ketikaia mendamba Chanyeol-nya.

******

Kegiatan pagi ini terancang impulsive. Kyungsoo sudah selesai dengan seluruh tanaman bunga milik Chanyeol dan bergegas untuk mengerjakan tugas akhir skripsinya di rumah tudor itu. Kris belum kembali sejak malam kemarin bersama Violette dan Kyungsoo mengenyahkan pemikiran mengenai hal tersebut –persetan.

Tentakel Apollo memberikan cambukan Ares dan Minerva secara simultan dalam hati, membuat semangat Kyungsoo menekan tuts keybord berkobar sementara senja mengikis habis lima puluh lembar hasil tulisan untuk tugas akhir. Leher itu direnggangkan ke kanan dan ke kiri hingga seseorang mengetuk pintu tergesa.

Chanyeol? Tidak, pria-nya itu mengirim pesan jika akan tiba di Berlin besok pagi.

Miss Violette? Kyungsoo harap bukan.

Dan ternyata, "Sehun?"

Si abang menghampiri Kyungsoo lalu tersenyum, "Dia bilang kematian tidak akan memisahkan kita."

Kernyitan Kyungsoo bertambah beberapa garis. Lengan Sehun tersentak saat pria itu hendak pergi; "Kau mau kemana?"

Sehun menggeleng lalu melenggang bersama lambaian tangannya setelah menggenggamkan sticky note berwarna putih untuk Kyungsoo. Tekstur tulisan itu membuat lengkungan bibir hati mengerut senang.

"White Chrysanthemum adalah yang aku takutkan."

Floriography.

Kyungsoo memang tidak mengerti arti bunga krisan putih, namun ia tak dapat memungkir jika senyum senja ini pasti sulit disisihkan. Satu hal spekulasi yang ia predestinasi –Apakah Chanyeol sudah pulang?

Kaki kecil melangkah pada jalanan aspal yang mengembun. Kota tidak bersalju namun cukup dingin dirasa kulit. Sepuluh jangka ia ambil, Kyungsoo terdiam menemukan Yixingdan setangkai bunga Carnation Flower atau Anyelir merah. "This is begin." Katanya.

Lalu Kyungsoo menerima sticky note untuk kali kedua. Isinya membuat gelitik aneh di tubuh.

"Aku menginginkanmu."

Pria mungil semakin semangat berjalan. Ia yakin jika ini adalah salah satu permainan dari Chanyeol untuknya. Benar saja, di dekat departemen store seorang tampan memberhentikan Kyungsoo. Jongdae tersenyum; "Terkurung dalam labirin surga dan debuman suara purba."

"Akasia kuning?" Kyungsoo mengklarifikasi dan pemuda dino menyimpan kedua tangan di saku selepas melemparkan selembar catatan.

"Cinta rahasia."

Tuhan –

Kyungsoo meluber sekarang. Ia kehilangan pijakan karena kata – kata manis Chanyeol-nya.

Sosok yang kemudian datang dengan setangkai Violette adalah Joonmyeon. Pria berparas malaikat berkata; "I'll always be true."

Catatan selanjutnya berisi kalimat yang cukup sederhana; "Aku menunggumu."

Kyungsoo mempercepat tungkainya merangkum habis sisa – sisa maehwa yang mengintip di dedaunan meranggas. Satu tempat. Ia sudah berpikir akan menemukan pria-nya disana sampai sebuah kepingan masa lalu menghentikan. "Jongin."

Ya, mantan kekasih.

Semburat pemikiran mengenai Chanyeol perlahan memuai. Kyungsoo mulai berasumsi tentang –benarkah semua ini disiapkan oleh si pria Park?

Tapi kenapa Jongin yang muncul dan tersenyum untuknya di bawah hibrida. Pria tan menyungging dan mengusak rambut, menyelipkan kelopak bunga di telinga kiri Kyungsoo. "Inilah Kim Jongin sebagai laki – laki Mawar kuning diantara kalian."

Tidak ada catatan lagi yang diterima namun Jongin berbisik sesuatu di telinga; "Aku merasa cemburu."

Hingga kepala Kyungsoo harus tertoleh, dia melihat kepingan mantan kekasih itu menghilang di tikungan dekat restoran cepat saji. Napas terhembus pelan dan setitik harapan kembali datang. Ini benar – benar Chanyeol.

Kyungsoo berlari dan membawa segenggam harapan dalam tapakannya sampai sosok jangkung yang ia harapkan berdiri di bawah guguran maple menguning. Dia berbalik dan Kyungsoo melihat obsidian itu menggenggam setangkai bunga.

"Black orchid?"

Kyungsoo bungkam sejenak.Dia tidak paham mengenai flower language sehingga kernyitan asimetris kening tak pernah lepas bertengger sampai Chanyeol memberi tahu melalui dekretnya; "Kau milikku."

Ke-posesivan seorang Chanyeol Park itu membuat Kyungsoo menukikkan senyum.

"With one hundred fourteen red rose." Jeda yang diambil Chanyeol sungguh menyiksa, kalimat itu terucap; "I Love you."

"Aku-"

"I know." Tidak ada pembantahan atau bahkan setitik respon yang ingin diterima. Chanyeol mengakhiri dengan sebuah epilog perpaduan bibir. Menumpu, melumat dan mendorong lidah sedikit tergesa. Napas yang beradu memercikkan senyuman lembut. "I love you to. But, I am sorry."

Bibir bertemu dalam titik koordinat lembut. Paduan yang mampu menggantikan efek mariyuana dan yohimbina berpadu dalam lumatan yang menggerilya masuk dalam bibir Kyungsoo.

Dua hari terpisah namun candu milik Chanyeol-nya masihlah sama.

Kyungsoo terjaga pada gerakan – gerakan abnormalitas serupa analgesic untuk meghilangkan kesadaran secara perlahan. Indah untuk beberapa sekon kemudian hingga plot twist memisahkan pagutan bibir mereka dengan seutas benang darah –

Tentang jemari panjang yang menggenggam sesuatu disana, gerakannya spontan, cepat dan tepat.

Tubuh mungil itu ambruk dan gemetar, mengeratkan cenkraman pada dada yang terhujam hunusan pisau tajam.

Belum pernah Kyungsoo merasa desakan ular bergeliat dalam perut merasuk turun menjadi peristalsis, memaksa ingin keluar dan mematok tepat pada pria yang saat ini tengah melepaskan pelukan, menjauh dan mengambil beberapa langkah mundur ke belakang bersama sebuah seringaian.

"C-chan-"

Kepalan tangan terlambai di depan dada untuk menghalau. Kini kaki panjang itu terlihat sangat jahat dari sudut pandang dua hazel.

Apa yang terjadi dan tidak ia ketahui?

Kenapa Chanyeol berperangai bahagia saat melihatnya terkapar tak berdaya. Kyungsoo dan simbahan darah di dada, tersentral pada jantungnya.

Satu langkah,

Obsidian heterokromatis berubah menjadi merah.

Dua langkah,

Rambut selegam surai gagak bertransformasi layaknya sepuhan perak.

Tiga langkah,

"Y el amor sàlo quiere renacer."

Terfiksasi dengan satu kalimat sama yang berderak.

Kyungsoo mendengar rutukan dalam bahasa asing yang tak ia mengerti sebelum semuanya buram –

Gelap.

*****

Kyungsoo ingat saat seseorang di hadapannya ini menyampaikan pidato perdana sebagai Rektor Universitas Humboldt saat ia masih mahasiswa baru. Menggebu, penuh semangat, dan sangat berdedikasi.

Dialek dalam bahasa Asia si wanita terdengar sangat kaku menurut Kyungsoo namun pemuda itu tidak cukup peduli memikirkannya. Kupasan pada apel dalam jangkauan jemari terhenti ketika si perempuan berkata; "Bagaimana kondisimu?"

Sayangnya masih hidup.

"Kau terlihat baik – baik saja."

Memang, sial sekali karena kematian belum tercakup.

"Apa kau sangat terkejut sampai harus opname di rumah sakit?"

Kyungsoo menolehkan wajah, mencuri hembusan napas kesal; "Dia menusukku tepat di jantung dan anda mengatakan aku opname di Hospital karena terkejut? Beruntung Dokter segera melakukan operasi kecil sehingga aku terselamatkan."

Sakit mengatakannya –apalagi menyangkut pria yang Demi Tuhan – Kyungsoo masih belum mengerti alasan Chanyeol menginginkan kematiannya. Ia pendam serpihan artefak dalam timbunan pedih yang terlarang diungkapkan.

Lima hari – Kakaknya berkata bahwa ia tidak sadarkan diri hampir tiga ratus jam untuk pemulihan tanpa shock teraphy. Ah, mengenai Kris, dimana dia karena Kyungsoo sangat membutuhkan sedikit sifat kenarsisan hyung-nya itu untuk membereskan perempuan matang –lebih tua ini dari pandangan, sangat tipe Kris sekali.

"Anda Rector Universitas Legendaris seperti Humboldt dan berbicara seperti itu seolah suami anda telah melakukan hal yang benar dengan membunuhku."

"Suami?" Ia melihat alis tebal hitam itu mengernyit dan mengulang; "Siapa suamiku?"

"Oh Tuhan, Noona pikirkan dengan siapa kau menikah."

"Aku belum menikah."

Kyungsoo terdiam sebentar dan dia tergugu; "C-chanyeol-"

Seketika tawa Violette pecah.

"Noona berhenti tertawa. Apa yang lucu disini?" Kyungsoo mengerut kesal namun wanita itu tiada henti menggelar senyum. "Miss Violette Venardix!" Kyungsoo masih laki – laki yang memiliki karakter suara dingin.

"Akan kukatakan jika kau menuruti permintaanku." Violette mengusap ujung matanya yang bertitik air karena terlalu keras tertawa. "Kita bicara sebentar selayaknya interaksi normal. Setidaknya lima menit."

Kyungsoo diam dan perempuan itu menghela napas bersama senyuman ringan, cantik. "Kau akan percaya jika aku mengatakan ini?"

Tidak ada opsi lain –pikirnya.

"Chanyeol adalah Lucifer."

Mata mereka bertemu dan wanita yang jauh lebih tua menepuk puncak kepala Kyungsoo. Memberikan jeda; "Dia telah menunggumu hampir sepuluh ribu tahun di roda reinkarnasi untuk bisa menebus dosanya di masa lalu dengan membunuhmu."

"Apa ini bagian dari cerita mata kuliah arkeologimu? Percayalah aku sama sekali tidak tertarik dengan-" Kyungsoo terhenti bicara; "A-apa yang kau lakukan?"

Violette tersenyum, ia mengambil pisau yang digunakan Kyungsoo mengupas apelnya tadi. Perempuan itu dua detik kemudian telah mengiris lengannya dalam keadaan sadar.

"Noona!"

"Arght-"

Tidak. Teriakan itu bukan dari bibir Violette. Seorang pemuda keluar dari himpitan celah pintu ruangannya dengan desisan lirih –merintih, cucuran darah segar mencetak lingkaran kecil di lantai keramik.

"Noona. Kau- Kenapa Kris? Lalu bagaimana-"

"Itu yang terjadi antara kau dan Chanyeol selama ini." Violette membalut luka sayatan di tangannya menggunakan sapu tangan. Dia sangat santai dan tak terlihat kesakitan, gadis itu melanjutkan; "Blood connection. Kalian terhubung dalam sebuah cinta yang dikutuk. Saat kau sakit atau berdarah maka Chanyeol yang menanggung lukanya."

"Dengan kata lain Chanyeol menikam jantungmu menggunakan pisau untuk membuat dirinya mati."

Gadis itu tersenyum; "Dan sakit di jantungmu selama ini bukanlah karena seperti yang diungkapkan medis. Itu semua karena Chanyeol menolak menghisap energy yang tubuhmu tawarkan di alam bawah sadar. Dia hanya tidak mau melihatmu kembali kesakitan."

"Mustahil."

"Itu kutukan dan kami kemarin bertengkar karena hal tersebut." Mereka bertemu dalam medan emosi yang panas. Violette meluap; "Aku berusaha membunuh Chanyeol untuk membuatmu mati dan kita berdua bisa kembali ke alam kami."

"Kau tega denganku Noona." Komentar Kyungsoo menekuk wajah.

"Aku tidak punya pilihan. Menunggumu dan Kakakmu terlahir ke dunia selama tiga ribu tahun membuatku dan Chanyeol sedikit frustasi."

"Berarti kau juga dikutuk?" Violette mengangguk.

"Dengan Kris?" Gadis itu tersenyum dan berkata; "Y el amor sàlo quiere renacer vez."

Kyungsoo tahu jika kalimat tersebut tidak asing di telinga. Seseorang sering mengatakannya berulang kali.

"Itu adalah kata yang membuat Chanyeol bertahan hampir dua ribu tahun disini. Menunggumu lahir, tumbuh dan dewasa sampai pertemuan kalian beberapa bulan kemarin." Violette menepuk bahu Kyungsoo; "Kalimat tersebut adalah yang kau ucapkan di kehidupanmu sebelumnya, Kyungsoo. Dan aku juga akan mengatakan hal yang sama setelah ini."

"Y el amor sà  lo quiere renacer vez." Violette tersenyum singkat namun dua detik kemudian menembak Kris tepat di dadanya. Semua terlalu cepat. Jeritan mengisi partikel di setiap dinding putih rumah sakit saat beberapa suster datang mencoba menyelamatkan baik Kris atau Violette.

Kyungsoo meneguk kasar saliva, anehnya Dokter menemukan peluru di dada Violette sementara ia sangat yakin jika gadis berambut pirang itu meletakkan bidikannya ke jantung Kris.

Kini ia percaya – Kutukan blood connection itu ada.

******

Mereka seperti bertukar posisi karena kini Kris yang terbaring di bangsal. Tidak ada yang salah dari bagian tubuhnya dan Kyungsoo memang tidak perlu terlalu ambil pusing untuk pria seperti Kakaknya.

Ia membuktikan sendiri semua ucapan wanita blonde. Perban yang bersemayam di dada bekas tikaman Chanyeol memang masih membekas, namun sayatan itu tidak cukup membuatnya mati meski ia sendiri mengerti seberapa dalam tusukan yang dihujamkan di tubuhnya –mirip artesis.

"Aku masih tidak percaya jika sempat tidur dengan perempuan berusia sepuluh ribu tahun." Kris menyamankan kepala di ranjang rumah sakit, membuyarkan serakan pikiran Kyungsoo.

"Kau harus mengakui selera burukmu pada perempuan yang lebih tua ada dalam darimu sejak kehidupan lalu Tuan Wu." Kyungsoo tergugu; "Tunggu- Kau tidur dengannya?"

"Dia Kakak kandung Park Chanyeol bukan Istrinya seperti yang kau katakan padaku tempo lalu. Dasar sok tahu."

"Kau mengerti hal tersebut dan tidak memberitahuku?Sejak kapan Kris!"

"Sejak Violette menyebut namaku dengan gairah dan-"

"Jaga mulut sucimu Kris hyung!"

Kyungsoo benci jika kemesuman Kakaknya kambuh. "Apa Noona bercerita padamu kenapa dia bisa dikutuk dan memiliki blood connection denganmu?"

"Violette hanya mengatakan bahwa ia ke bumi dan menungguku bereinkarnasi adalah hukuman yang harus ia terima karena jatuh cinta pada Adik iparnya sendiri."

"Dan kau adalah Adik iparnya di kehidupan lalu?"

"Mungkin." Bahu Kris mengendik.

"Lalau bagaimana denganku dan Chanyeol?Kenapa kami dikutuk?"

"Tanyakan saja sendiri padanya." Kris bergegas turun dari ranjang dan mengambil minuman kaleng.

"Y el amor sàlo quiere renacer vez."

Kris tersedak hingga terbatuk kecil saat Kyungsoo mengatakan kalimat yang tak asing baginya.

"Katakan padaku apa arti semua ini Kris?Chanyeol dan Violette Noona itu mengatakan hal yang sama di akhir kehidupan mereka."

"Kau akan mengetahuinya dari Chanyeol."

"Jangan bercanda." Kyungsoo melengos kesal dan Kakaknya itu tersenyum. "Aku serius.Violette menjanjikan hal itu dan aku percaya padanya."

Tepukan lembut bersemayam di puncak kepala Kyungsoo. "Kau hanya harus mempercayai mereka." Senyum Kris tak pernah pudar; "Meng-imani bahwa Tuhan akan mengembalikan sepasang kakak – adik itu ke pelukan kita adalah satu – satunya hal yang bisa dilakukan."

Pria jangkung bergegas keluar dari kamar. Mencoba terlihat kuat di depan Adiknya meski sangat menyakitkan untuk dilakukan. Siapa juga yang dapat tidur dengan tenang.Kris juga merasakan kehilangan.

"Chanyeol-"

Nama itu membaur pada guguran maple yang menubruk jendela rumah sakit. Terlempar, terdampar dan terbaur dalam memoriam.

"Bisakah kita bertemu lagi?"

Kurang lebih, itu hanya sebuah pertanyaan.

*****

Kris duduk di tamanHospital sembari terus memperhatikan seseorang. Tertegun untuk dapat melihatnya dari celah – celah kecil guguran maple diantara mereka.

Tiga bulan lalu, Kyungsoo-nya berusaha gigih menerima dan mengiklaskan seseorang yang ditakdirkan hidup tidak berdampingan dengan mereka.

Dua bulan kemudian, Kris harus menerima fakta kondisi Kyungsoo yang bercecar hampir sebulan penuh untuk kalimat keyakinan; "Kris hyung, dia tidak mati untukku karena aku melihat banyak orang berwajah Chanyeol disana!"

Beberapa teman hadir memberikan dukungan namun tidak serta merta membuat Kyungsoo ingin mengkhiri penghidupan. Jongin sang mantan? Dia hanya memperburuk keadaan dan keluar rungan dengan beberapa luka lebam karena pukulan –mungkin dari Kyungsoo.

Lalu –Bulan ini.

Kris telah kehilangan empat kilo berat badandemi menjaga, merawat dan mengurus Adik kesayangannya. Kyungsoo terlalu hiperaktif hingga ia berlarian ke sudut – sudut rumah sakit, mengabaikan para wajah –Chanyeol – yang memintanya rebah pada bangsal untuk beberapa mili cecair penenang.

Ya, hingga si blonde kembali menginjakkan kaki di gereja setelah sekian lama. Bertumpu pada sebuah pengharapan pada Tuhan; "Kumohon, pertemukan Kyungsoo dengan Chanyeol-nya."

******

EPILOGUE

___

****

Dalam mimpi itu, Kyungsoo merasa menjadi figuran diantara dua antagonis tampan penguasa kerajaan. Ia ditempatkan menjadi objek yang diperebutkan dalam sebuah perang mahadahsyat. Gulungan kepala manusia berserakan, darah menggenang lengkap aroma khas anyir hasil tusukan tombak yang dipertajam. Makhluk – makhluk tak berdosa menggelinding setelah selesai diperam dan Kyungsoo merasa bahwa penyebab kehancuran sebuah dinasti adalah dirinya –

Ketika masa lampau, entahlah. Serpihan Pandora tersebut tak jarang menampakkan wujudnya di alam bawah sadar.

Kehidupan sebelumnya.

Di luar sepenangkap mata, sebuah kastel berdiri kokoh menggerinda pohon lebat penjuru hutan. Area cadas berbatu mengkilat biru tua kehitaman dan lembahnya mengkilau dalam serat – serat permata sapphire biru. Sambil mengeratkan genggaman tangan, ia merasakan hawa dingin dalam takupan telapak besar. "Aku ingin ikut denganmu." Mohon Kyungsoo.

Sosok itu menanggapi dewasa.Ia kecup pelan kedua pipi Kyungsoo bergantian. "Berhenti merasa bersalah dan jalani hidupmu karena kau masih memiliki mereka."

Samar –Kyungsoo melihat Kris, Jongin, Jongdae, Joonmyeon dan Yixing disana. Tersenyum ke arahnya dan melambaikan tangan kembali pada yang tersua.

"Aku akan memberitahu padamu di saat yang tepat mengenai Y el amor sàlo quiere renacer vez." Tapi untuk sementara-" Pria itu –Park Chanyeol membisikkan sesuatu lirih di telinga, "Quedate."

Lalu dia berdiri, melangkah mundur dan menghilang.

Kabut membawanya, putih menghilangkannya.

Cahaya lenyap dengan satu paragraph di hilir,

Ia pergi dengan kalimat bombardier,

Y el amor sàlo quiere renacer vez

Dan Kyungsoo tersenyum untuk satu kata Chanyeol yang terakhir,

Sebuah epigraf takdir – "Quedate.."

Layaknya setitik heterokromatis yang disederhanakan.

Pengharapan Kris sungguh dikabulkan oleh Tuhan.

'Quedate'

Membawa Kyungsoo kembali kesebuah dunia, merepresentasikanbanyak wajah Chanyeol – yang membuatnya rebah dengan ikatan tali di pergelangan tangan, menyuntikkan cecair penenang hingga ia kembali melihatbanyak wajah Chanyeolkeesokan harinya disana bersama nampan sarapan dan obatobatan.

******

TOUCH VOTE AND COMMENT PLEASE.

Jadi ada yang paham bagaimana nasib Kyungsoo?Mungkin komentar kalian bisa membantu teman lainnya yang kesulitan memahami cerita absurd ini.

Продолжить чтение

Вам также понравится

46.2K 6.3K 38
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
311K 23.7K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
194K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
AMETHYST BOY AANS

Фанфик

471K 47.1K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...